Anda di halaman 1dari 6

BAB V

BEBERAPA PERMASALAHAN YANG DIKAJI FILSAFAT HUKUM

1. Masalah Hukum dan Kekuasaan


Hubungan hukum dengan kekuasaan dapat dirumuskan secara singkat dalam slogan
sebagai berikut:
Hukum tanpa kekuasaan adalah angan-angan, kekuasaan tanpa hukum adalah
kelaliman.
Dalam penerapannya, hukum memerlukan suatu kekuasaan untuk mendukungnya.
Ciri utama inilah yang membedakan antara hukum di suatu pihak dengan norma-
norma sosial lainnya dan norma agama. Kekuasaan itu diperlukan oleh karena hukum
bersifat memaksa . Tanpa adanya kekuasaan, pelaksanaan hukum di masyarakat akan
mengalami hambatan-hambatan. Semakin tertib dan teratur suatu masyarakat, makin
berkurang diperlukan dukungan kekuasaan.
Hukum itu sendiri sebenarnya juga adalah kekuasaan. Hukum merupakan salah satu
sumber kekuasaan. Selain itu hukum pun merupakan pembatas bagi kekuasaan, oleh
karena kekuasaan itu mempunyai sifat yang buruk, yaitu selalu merangsang
pemegangnya untuk ingin memiliki kekuasaan yang melebihi apa yang dimilikinya.
Contoh yang popular misalnya sepakterjang para raja absolute dan dictator. Atau
bukan hanya raja bahkan presiden pun jika tidak dibatasi dengan baik bisa berbuat
semena-mena dengan kekuasaannya.
Baik buruknya kekuasaan, bergantung dari bagaimana kekuasaan tersebut
dipergunakan. Artinya, baik buruknya kekuasaan senantiasa harus diukur dengan
kegunaannya untuk mencapai suatu tujuan yang sudah ditentukan atau atau sudah
disadari oleh masyarakat lebih dahulu. Hal ini merupakan suatu unsure yang mutlak
bagi kehidupan masyarakat yang tertib dan bahkan bagi setiap bentuk organisasi
yang teratur.
2. Hukum sebagai alat pembaharuan dalam masyarakat
Pemikiran tentang hukum sebagai alat pembaharuan dalam masyarakat berasal dari
Roscoe Pound dalam bukunya yang terkenal An Introduction to the Philosophy of
Law (1954). Dengan disesuaikan dengan situasi dan kondisi di Indonesia, konsepsi
Law as a tool of social engineering yang merupakan inti pemikiran dari aliran

Filsafat Hukum 1
Pragmatic Legal realism itu, oleh Mochtar Kusumaatmadja kemudian dikembangkan
di Indonesia melalui Fakultas Hukum Universitas Padjajaran.
Menurut pendapat Mochtar Kusumaatmadja, konsepsi hukum sebagai sarana-sarana
pembaharuan masyarakat indonesia lebih luas jangkauan dan ruang lingkungannya
daripada di Amerika Serikat tempat kelahirannya. Alasannya oleh karena lebih
menonjolnya perundang-undangan dalam proses pembaharuan hukum di Indonesia
(walau yurispundensi memegang peranan pula) dan ditolaknya apliikasi mekanisme
daripada konsepsi tersebut yang digambarkan akan mengakibatkan hasil yang sama
daripada penerapan faham legisme yang banyak ditentang di Indonesia.
Hukum yang digunakan sebagai sarana pembaharuan itu dapat berupa undang-
undang atau yurispundensi atu kombinasi keduanya. Seperti telah diikemukakan
dimuka, di Indonesia yang paling menonjol adalah perundang-undangan,
Yurispundensi juga berperan, tetapi tidak seberapa. Lain halnya di negara-negara
yang menganut sistem preseden , sudah barang tentu peranan yurisprudensi akan jauh
lebih penting.
3. Hukum dan nilai-nilai sosial budaya
Antara hukum disatu pihak dengan nilai-nilai sosial budaya dilain pihak terdapat
kaitan yang erat. Hal ini telah dibuktikam nerkat penyelidikan beberapa akhli
antropologi hukum baik bersifat perintis seperti Sir Henry Maine, A.M. post dan
Yosef kohler maupun Malinowski dan R.H. Lowie di abad ini.
Kaitan yang erat antara hukum dan nilai-nilai sosial budaya masyarakat itu ternyata
bahwa hukum yang baik tidak lain hukum yang mencerminkan nilai-nilai yang hidup
dalam masyarakat.
4. Apakah sebabnya orang mentaati hukum
Filsafat hukum mencoba mencari dasar kekuatan mengikat daripada hukum, yaitu
apakah ditaatinya hukum itu disebabkan oleh karena hukum itu dibentuk oleh pejabat
yang berwenang atau memang masyarakat mengakauinya karena dinilai hukum
tersebut sebagai suatu hukum yang hidup didalam masyarakat?
Dalam hubungan dengan pertanyaan yang pertama terdapat beberapa teori penting
yang patut diketengahkan:
a. Teori kedaulatan Tuhan (Teokrasi)

Filsafat Hukum 2
Hukum dianggap sebagai kehendak atau kemauan Tuhan. Manusia sebagai salah
satu ciptaan-Nya wajib taat pada hukum Ketuhanan ini.
1) Yang langsung
Pendapat ini didasarkan pada pendapat bahwa Segala hukum adalah hukum
Ketuhanan. Tuhan sendirilah yang menetapkan hukum, dan pemeerintah-
pemerintah duniawai adalah pesuruh-pesuruh kehendak Ketuhanan. Hukum
dianggap sebagai kehendak atau kemauan Tuhan. Manusia sebagai salah satu
ciptaanNya wajib taat pada hukum Ketuhanan ini.
Pendapat ini hendak membenarkan perlunya hukum yang dibuat oleh raja-
raja, yang menjelma dirinya sebagai Tuhan didunia, harus ditaati oleh setiap
penduduknya. Sebagai contoh raja-raja Firaun di mesir dahulu.
2) Yang tidak langsung
Teori kedaulatan Tuhan yang bersifat tidak langsung menganggap raja-raja
bukan sebagai Tuhan akan tetapi wakil Tuhan di dunia. Dalam kaitan ini
dengan sendirinya juga karena bertindak sebagai wakil, semua hukum yang
dibuatnya wajib pula ditaati oleh segenap warganya.
b. Teori Perjanjian masyarakat
Teori ini berpendapat bahwa orang taat dan tunduk pada hukum oleh karena
berjanji untuk mentaatinya. Hukum dianggap sebagai kehendak bersama, suatu
hasil konsensus (perjanjian) dari segenap anggota masyarakat. Pendasar dari teori
perjanjian masyarakat ialah Hugo de Groot atau Grotius, Thomas Hobbes, John
Locke, dan J.J. Rouseau. Beberapa pendapat dari hali tersebut terkait teori
perjanjian masyarakat yaitu:
1) Thomas Hobbes (1588-1679)
Pada mulanya manusia itu hidup dalam suasana belum omnium contra omnes
(the war of all against all), selalu dalam keadaan berperang. Agar tercipta
suasana damai dan tenteram, lalu diadakan perjanjian diantara mereka
(pactum unionis). Setelah itu diusul perjanjian antara semua dengan
seseorang tertentu (pactum subjectionis) yang akan diserahi kekuasaan untuk
memimpin mereka. Kekuasan yang dimiliki oleh pemimpin ini adalah
mutlak. Timbullah kekuasaan yang bersifat absolut.
2) John Locke (1631-1705)

Filsafat Hukum 3
Dalam bukunya Two Treatises on Civil Government, John Locke
berpendapat seperti Thomas Hobbes tetapi dia menambahkan bahwa pada
perjanjian tersebut disertakan pula syarat-syarat yang antara lain kekuasaan
yang diberikan dibatasi dan dilarang melanggar hak-hak asasi manusia. Teori
John Locke menghasilkan kekuasaan raja yang dibatasi oleh konstitusi
3) J.J Rousseau (1712-1778)
J.J. Rousseau dalam bukunya Le Contract Social ou Principes de Droit
Politique, berpendapat bahwa kekuasaan yang dimiliki oleh anggota
masyarakat tetap berada pada individu-individu dan tidak diserahkan pada
seseorang tertentu. Teori yang dihasilkannya adalah pemerintah demokrasi
langsung.
c. Teori Kedaulatan Negara
Teori ini berpendapat bahwa ditaatinya hukum itu karena negara
menghendakinya. Hans Kelsen menganggap bahwa hukum itu merupakan Wille
des Staates (Orang tunduk pada hukum karena merasa wajib mentaatinya karena
hukum itu adalah kehendak Negara).
d. Teori Kedaulatan Hukum
Hukum mengikat bukan karena negara menghendakinya akan tetapi karena
merupakan perumusan dari kesadaran hukum rakyat. Berlakunya hukum karena
nilai bathinnya yaitu yang menjelma di dalam hukum. Prof. Mr. H. Krabbe
(1906) berpendapat bahwa kesadaran hukum yang dimaksud berpangkal pada
perasaan hukum setiapo individu yaitu perasaan bagaimana seharusnya hukum.
5. Apakah sebabnya negara berhak menghukum seseorang?
Kita mengenal beberapa teori seperti teori kedaulatan Tuhan, perjanjian masyarakat,
dana kedaulatan negara. Jika ditelaah bunyi terori-teori yang termaksud, maka
nampaknya bahwa dalam usaha menjawab dasar mengikat suatu hukum tersirat juga
ulasan wewenang negara untuk menghukum warganya terutama atas segala
perbuatannya yang dapat menggoncangkan, membahayakan dan meruntuhkan sendi-
sendi kehidupan masyarakat.
Ajaran kedaulatan Tuhan misalnya dengan penganutnya yang sangat terkenal di abad
ke 19 Friedrick Julius Stahl berpendapat bahwa negara adalah merupakan badan yang
mewakili Tuhan di dunia yang memiliki kekuasaan penuh untuk menyelenggarakan

Filsafat Hukum 4
ketertiban hukum di dunia. Para pelanggara ketertiban itu perlu memperoleh
hukuman agar ketertiban hukum teteap terjamin.
Teori perjanjian masyarakat mereka berjanji akan mentaati segala ketentuan yang
dibuat negara dan dilain pihak bersedia pula untuk memperoleh hukuman jika
dipandang tingkah lakunya akan berakibat terganggunya ketertiban dalam
masyarakat. Mereka telah memberikan kuasa kepada negara untuk menghukum
seseorang yang melanggar ketertiban.
Penganut-penganut teori kedaulatan, negaralah yang menciptakan peraturan-
peraturan hukum jadi adanya hukum itu karena adanya negara, dan tiada satu
hukuman yang berlaku jika tidak dikehendaki oleh negara.
Walaupun terdapat berbagai teori seperti tersebut di atas, sesungguhnya hak negara
untuk menghukum seseorang didasari pemikiran bahwa negara memiliki tugas berat
yaitu berusaha mewujudkan segala tujuan yang menjadi cia-cita.
6. Etika dan Kode Etik Profesi Hukum
Profesi diartikan sebagai setiap kegiatan tertentu untuk memperoleh nafkah yang
dilaksanakan secara berkeahlian yang berikaitan dengan cara berkarya dan hasil
karya yang bermutu tunggi, dengan imbalan bayaran yang tinggi. Keahlian diperoleh
lewat proses pengalaman, dengan belajar di lembaga pendidikan tertentu, latihan
intensif, atau paduan dari ketiganya.
a. Etika Profesi, Kode Etik dan Landasannya
Etika profesi adalah sikap etis sebagai bagian integral sari sikap hidup dalam
menjlani kehidupan sebgai pengemban profesi.
Kode etik adalah termasuk kelompok kaidah moral positif yang bertujuan untuk
menjaga martabat profesi yang bersangkutan, dan dilain pihak bertujuan untuk
melinfdungi klienya.
b. Profesi hukum
Profesi hukum berkaitan dengan masalah mewujudkan dan memelihara
ketertiban yang berkeadilan di dalam kehidupan bermasyarakat. Jabatan-jabatan
seperti hakim, advokat, dan notaris termasuk profesi hukum masa kini yang
mewujudkan bidang karya hukum secara khas.

Filsafat Hukum 5
c. Hakim
Tuhas hakim adalah memberi keputusan dalam setiap perkara yang dihadapkan
kepadanya, menetapkan hal-hal seperti hubungan hukum, nilai hukum daripada
perilaku, serta kedudukan hukum pihak-pihak yang terlibat dalam suatu perkara
yang dihadapkan kepadanya. Menurut Mochtar Kusumaatmadja, hakim memiliki
kekusaan yang besar terhadap para pihak berkenaan dengan masalah atau konflik
yang dihadapkannya kepadanya.
d. Advokat
Tugas advokat adalah memberikan nasihat hukum untuk menjauhkan klien dari
konflik dan mengajukan atau membela kepentingan klien di pengadilan. Peran
utama seorang advokat pada saat berperkara di pengadilan adalah mengajukan
pelbagai fakta dan pertimbangan yang relevan dari sudut pihak kliennya sehingga
memungkinkan bagi hakim untuk menetapkan keputusan yang adil.

Filsafat Hukum 6

Anda mungkin juga menyukai