Anda di halaman 1dari 61

LAPORAN KASUS

INFEKSI SALURAN KEMIH (ISK)

Disusun oleh:

JOICE RUMONDANG NIM: 120100320


KHOLIDA ULFA NIM: 120100132
MUHAMMAD LUTHFI NIM: 120100145
PERSNAVEENA A/P GANESAN NIM:120100468
WAN M. ADIB BIN WAN ABD. MALIK NIM: 120100517

Supervisor:

dr. M. Feldy Gazali Nasution, Sp.PD

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RSUP H. ADAM MALIK
MEDAN
2016
i

LEMBAR PENGESAHAN

Telah dibacakan tanggal :

Nilai :

COW Pembimbing Pimpinan Sidang

dr. Olga Hutapea dr. M. Feldy Gazali Nasution, Sp.PD

COW Pembimbing

dr. Rina Lisa Madona

COW Pembimbing

dr. Rahmawati
ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas cahaya ilmu dan
kemudahan yang dikaruniakan-Nya sehingga makalah yang berjudul Infeksi
Saluran Kemih (ISK)ini dapat diselesaikan. Makalah ini disusun sebagai
rangkaian tugas kepanitraan klinik di departemen Ilmu Penyakit Dalam FK USU.
Terima kasih kami sampaikan kepada dr. M. Feldy Gazali Nasution,
Sp.PD selaku pembimbing yang telah memberikan arahan dalam penyelesaian
makalah ini. Dengan demikian diharapkan makalah ini dapatmemberikan
kontribusi positif dalam sistem pelayanan kesehatan secara optimal.
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna,
baik dari segi materi maupun tata cara penulisannya. Oleh karena itu, dengan
segalakerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun
demiperbaikan makalah ini di kemudian hari.

Medan, 26 September 2016

Penulis
iii

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN .......................................................................... i


KATA PENGANTAR .................................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................... iii

BAB1 PENDAHULUAN ........................................................................................... 1


1.1. Latar Belakang ............................................................................ 1
1.2. Tujuan ......................................................................................... 1
1.3. Manfaat ....................................................................................... 2

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................. 3


2.1. Definisi Infeksi Saluran Kemih (ISK) ........................................ 3
2.2. Klasifikasi Infeksi Saluran Kemih (ISK) ................................... 3
2.3. Epidemiologi Infeksi Saluran Kemih (ISK) ............................... 3
2.4. Etiologi Infeksi Saluran Kemih (ISK) ........................................ 6
2.5. Faktor Resiko Infeksi Saluran Kemih (ISK) ............................... 7
2.6. Patogenesis Infeksi Saluran Kemih (ISK) .................................. 8
2.7. Patofisiologi Infeksi Saluran Kemih (ISK) ................................. 11
2.8. Gejala Klinis Infeksi Saluran Kemih (ISK) ................................ 11
2.9. Diagnosis Infeksi Saluran Kemih (ISK) ..................................... 12
2.10. Diagnosis Banding Infeksi Saluran Kemih (ISK)..................... 15
2.11. Penatalaksanaan Infeksi Saluran Kemih (ISK) ......................... 18
2.12. Komplikasi Infeksi Saluran Kemih (ISK)................................. 25
2.13. Prognosis Infeksi Saluran Kemih (ISK) ................................... 26

BAB 3 STATUS ORANG SAKIT DAN FOLLOW UP .............................. 27

3.1. Status Orang Sakit ...................................................................... 27


3.2. Follow Up ................................................................................... 41

BAB 4 DISKUSI KASUS ............................................................................... 47

BAB 5 KESIMPULAN .................................................................................. 50

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 51


1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan keadaan tumbuh dan berkembang
biaknya kuman dalam saluran kemih meliputi infeksi di parenkim ginjal sampai
infeksi di kandung kemih dengan jumlah bakteriuria yang bermakna. Dalam
keadaan normal saluran kemih tidak mengandung bakteri, virus, atau
mikroorganisme lainnnya. Dengan kata lain bahwa diagnosis ISK ditegakkan
dengan membuktikan adanya mikroorganisme di dalam saluran kemih. Pada
pasien dengan simtom ISK, jumlah bakteri dikatakan signifikan jika lebih besar
dari 105/ml urin. Infeksi ini juga lebih sering dijumpai pada wanita daripada laki-
laki, pada wanita dapat terjadi pada semua umur, sedangkan pada laki-laki di
bawah umur 50 tahun jarang terjadi.1
Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan penyakit yang perlu mendapat
perhatian serius. Di Amerika Serikat dilaporkan bahwa setidaknya 6 juta pasien
datang ke dokter setiap tahunnya dengan diagnosis ISK. Di suatu rumah sakit di
Yogyakarta ISK merupakan penyakit infeksi yang menempati urutan ke-2 dan
masuk dalam 10 besar penyakit (data bulan Juli Desember 2004). Komplikasi
ISK yang paling berat adalah urosepsis dengan angka kematian yang masih tinggi
(25-60%).2 Infeksi saluran kemih (ISK) tipe sederhana (uncomplicated type)
jarang dilaporkan menyebabkan insufisiensi ginjal kronik (IGK) walaupun sering
mengalami ISK berulang. Sebaliknya ISK berkomplikasi (complicated type)
terutama terkait refluks vesikoureter sejak lahir sering menyebabkan insufisiensi
ginjal kronik (IGK) yang berakhir dengan gagal ginjal terminal (GGT).3
Penggunaan prosedur pencitraan ginjal seperti ultrasonografi (USG) yang
tersebar luas di masyarakat termasuk praktik dokter umum harus berdasarkan
indikasi medis yang kuat dan benar.3
2

1.2. Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah laporan kasus ini adalah untuk
menguraikan teori-teori tentang Infeksi saluran kemih (ISK), mulai dari definisi
sampai diagnosis, penatalaksanaan, dan prognosisnya. Penyusunan makalah
laporan kasus ini sekaligus untuk memenuhi persyaratan pelakasanaan kegiatan
Program Pendidikan Profesi Dokter (P3D) di Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

1.3. Manfaat
Makalah laporan kasus ini diharapkan dapat mengembangkan kemampuan
dan pemahaman penulis serta pembaca khususnya peserta P3D untuk lebih
memahami tentang Infeksi saluran kemih (ISK) ini, dan mampu melaksanakan
diagnosis serta pengobatan terhadap penyakit ini sesuai dengan Standar
Kompetensi Dokter Indonesia.
3

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Infeksi Saluran Kemih (ISK)

Infeksi saluran kemih (ISK) adalah istilah umum yang menunjukkan


keberadaan mikroorganisme dalam urin (bakteriuria). Bakteriuria dikatakan
bermakna (significant bacteriuria) bila terdapat pertumbuhan mikroorganisme
tunggal lebih dari 105 colony forming units (cfu/ml) pada biakan urin porsi tengah.
Bakteriuria bermakna dapat tanpa disertai presentasi klinis ISK, kondisi tersebut
disebut sebagai bakteriuria asimtomatik. Sebaliknya bakteriuria bermakna yang
disertai presentasi klinis ISK dinamakan bakteriuria simtomatik.3

2.2. Klasifikasi Infeksi Saluran Kemih (ISK)

Berdasarkan lokasi anatomis, ISK dapat digolongkan sebagai ISK atas dan
bawah. ISK atas merupakan infeksi yang terjadi pada ginjal (pielonefritis) dan
ureter (ureteritis), sedangkan ISK bawah adalah infeksi yang terjadi pada vesika
urinaria (sistisis), prostat (prostatitis) dan uretra (uretritis).4 Akan tetapi karena
adanya hubungan satu lokasi dengan lokasi lain sering didapatkan bakteri di dua
lokasi yang berbeda.3

Klasifikasi diagnosis Infeksi Saluran Kemih dan Genitalia Pria yang


dimodifikasikan dari panduan EAU (European Association of Urology) dan IDSA
(Infectious Disease Society of America) terbagi kepada ISK non komplikata akut
pada wanita, pielonefritis non komplikata akut, ISK komplikata, bakteriuri
asimtomatik, ISK rekurens, uretritis dan urosepsis . Pielonefritis akut (PNA)
adalah proses inflamasi parenkim ginjal yang disebabkan infeksi bakteri.
Pielonefritis kronis (PNK) mungkin akibat lanjut dari infeksi bakteri
berkepanjangan atau infeksi sejak masa kecil. Obstruksi saluran kemih dan refluks
vesikoureter dengan atau tanpa bakteriuria kronik sering diikuti pembentukan
jaringan ikat parenkim ginjal yang ditandai pielonifritis kronik yang spesifik.3
4

ISK juga dapat digolongkan sebagai ISK sederhana dan ISK komplikata.
ISK sederhana ialah infeksi yang bersifat akut tanpa kondisi penyulit seperti pada
ISK komplikata dan cenderung tidak menyebabkan gejala sisa. ISK sederhana
biasanya sembuh sempurna dengan pengobatan. Sedangkan ISK komplikata ialah
infeksi yang terjadi pada kondisi yang mana terdapat pemasangan kateter,
instrumentasi, abnormalitas baik fungsional maupun anatomis dari saluran kemih,
adanya batu saluran kemih, obstruksi, kondisi imunosupresi, penyakit ginjal dan
diabetes melitus yang mana kondisi-kondisi tersebut dapat menyebabkan
kerusakan struktural dan fungsional dari saluran kemih hingga keadaan yang
mengancam jiwa. Berbeda dengan ISK sederhana, ISK komplikata lebih sukar
diobati.5

2.3. Epidemiologi Infeksi Saluran Kemih (ISK)

ISK tergantung banyak faktor; seperti usia, gender, prevalensi bakteriuria,


dan faktor predisposisi yang menyebabkan perubahan struktur saluran kemih
termasuk ginjal. Selama periode usia beberapa bulan dan lebih dari 65 tahun
perempuan cenderung menderita ISK dibandingkan laki-laki. ISK berulang pada
laki-laki jarang dilaporkan, kecuali disertai faktor predisposisi (pencetus).
Prevalensi bakteriuria asimtomatik lebih sering ditemukan pada perempuan.
Prevalensi selama periode sekolah (school girls) 1 % meningkat menjadi 5%
selama periode aktif secara seksual. Prevalensi infeksi asimtomatik meningkat
mencapai 30%, baik laki-laki maupun perempuan bila disertai faktor predisposisi
seperti litiasis, obstruksi saluran kemih, penyakit ginjal polikistik, nekrosis
papilar, diabetes mellitus pasca transplantasi ginjal, nefropati analgesik, penyakit
sickle-cell, senggama, kehamilan dan peserta KB dengan table progesterone, serta
kateterisasi.3
5

Tabel 2.1. Epidemiologi ISK menurut usia dan jenis kelamin6

Umur Insidens (%)

Faktor risiko
(tahun) Perempuan Lelaki

<1 0,7 2,7 Foreskin, kelainan anatomi saluran kemih

1-5 4,5 0,5 Kelainan anatomi saluran kemih

6-15 4,5 0.5 Kelainan fungsional saluran kemih

16-35 20 0,5 Hubungan seksual, penggunaan


diafragma

36-65 35 20 Pembedahan, obstruksi prostat,


pemasangan kateter

>65 40 35 Inkontinensia, pemasangan kateter,


obstruksi prostat

Pada anak yang baru lahir hingga umur 1 tahun, dijumpai bakteriuria
di 2,7% lelaki dan 0,7% di perempuan (Wettergren, Jodal, and Jonasson,
1985). Insidens ISK pada lelaki yang tidak disunat adalah lebih banyak
berbanding dengan lelaki yang disunat (1,12% berbanding 0,11%) pada usia
hidup 6 bulan pertama ( Wiswell and Roscelli, 1986). Pada anak berusia 1-5
tahun, insidens bakteriuria di perempuan bertambah menjadi 4.5%, sementara
berkurang di lelaki menjadi 0,5%. Kebanyakan ISK pada anak kurang dari 5
tahun adalah berasosiasi dengan kelainan congenital pada saluran kemih,
seperti vesicoureteral reflux atau obstruction. Insidens bakteriuria menjadi
relatif constant pada anak usia 6-15 tahun. Namun infeksi pada anak golongan
ini biasanya berasosiasi dengan kelainan fungsional pada saluran kemih
seperti dysfunction voiding. Menjelang remaja, insidens ISK bertambah secara
signifikan pada wanita muda mencapai 20%, sementara konstan pada lelaki
6

muda. Sebanyak sekitar 7 juta kasus cystitis akut yang didiagnosis pada
wanita muda tiap tahun. Faktor risiko yang utama yang berusia 16-35 tahun
adalah berkaitan dengan hubungan seksual. Pada usia lanjut, insidens ISK
bertambah secara signifikan di wanita dan lelaki. Morbiditas dan mortalitas
ISK paling tinggi pada kumpulan usia yang <1 tahun dan >65 tahun.6

2.4. Etiologi Infeksi Saluran Kemih (ISK)5

Berbagai mikroorganisme dapat menginfeksi saluran kemih, namun


mikroorganisme tersering sebagai penyebab ISK ialah basil gram negatif.
Escheria coli menyebabkan ~80% infeksi akut (baik sistisis maupun pielonefritis)
pada pasien tanpa kateter, abnormalitas saluran kemih, atau kalkuli. Bakteri gram
negatif lainnya, terutama Proteus, Klebsiella spp, dan terkadang juga
Enterobacter spp, berperan dalam ISK dalam presentasi yang lebih kecil pada ISK
sederhana. Mikroorganisme tersebut bersama dengan Serratia spp, dan
Pseudomonas spp, berperan besar dalam menyebabkan infeksi nosokomial yang
berhubungan dengan pemasangan kateter.

Kokus gram positif tidak begitu sering ditemukan sebagai penyebab ISK.
Namun, Staphylococcus saprophyticus-resiten novobiocin, spesies koagulase
negatif, ditemukan sebagai penyebab ISK akut asimtomatik pada 10-15 persen
kasus. Staphylococcus aureus dapat menyebabkan infeksi pada pasien dnegan
batu ginjal atau yang memiliki riwayat instrumentasi atau pembedahan.

Tabel 2.2. Famili, Genus dan Spesies mikroorganisme (MO) yang Paling
Sering Sebagai Penyebab ISK3

Gram negatif
Famili Genus Spesies
Enterobacteri acai Escherichia coli
Klebsiella pneumonia oxytosa
Proteus mirabilis vulgaris
Enterobacter cloacae aerogenes
7

Providencia rettgeri stuartii


Morganella Citrobacter morganii freundii
diversus
Serratia morcescens
Pseudomonas aceae Pseudomonas aeruginosa

Gram positive
Famili Genus Spesies
Micrococcaceae Staphylococcus aureus
Streptococceae Streptococcus fecalis enterococcus

2.5. Faktor Risiko Infeksi Saluran Kemih (ISK)7

ISK umum terjadi pada wanita, dan banyak wanita mengalami ISK lebih
dari sekali dalam hidupnya. Beberapa faktor risiko ISK yang spesifik pada wanita
antara lain:
1. Anatomi Saluran Kemih
Wanita memiliki uretra yang lebih pendek dibandingkan pria, sehingga
mempermudah bakteri untuk bermigrasi mencapai lokasi infeksi yang lebih
tinggi, seperti vesika urinaria.
2. Aktivitas Seksual
Wanita yang aktif secara seksual cenderung memiliki risiko untuk terkena ISK
lebih tinggi dibandingkan wanita yang tidak aktif secara seksual. Wanita
dengan pasangan seksual yang berganti-ganti memiliki resiko yang lebih besar
lagi untuk terkena ISK.
3. Jenis Alat KB
Wanita yang menggunakan diafragma untuk KB dapat memiliki risiko lebih
tinggi untuk terkena ISK, begitu juga dengan wanita yang menggunakan agen
spermisidal.
8

4. Menopause
Setelah menopause, penurunan pada estrogen dalam darah menyebabkan
perubahan pada saluran kemih yang mengakibatkan wanita lebih rentan
terkena ISK.
Faktor risiko lainnya yang berperan dalam menyebabkan seseorang
terkena ISK ialah:
1. Abnormalitas Saluran Kemih
Bayi yang lahir dengan abnormalitas saluran kemih yang menyebabkan urin
tidak dapat diekskresikan dengan normal atau menyebabkan urin kembali lagi
ke uretra memiliki risiko terkena ISK lebih tinggi.
2. Obstruksi Salura Kemih
Batu ginjak atau pembesaran prostat dapat menyebabkan urin terperangkap di
vesika urinaria dan meningkatkan risiko ISK.
3. Sistem Imun yang Menurun
Diabetes atau penyakit lainnya yang mengganggu sistem imun dapat
meningkatan risiko terkena ISK.
4. Penggunaan Kateter
Orang-orang yang menggunakan kateter, seperti pasien-pasien yang dirawat
inap di rumah sakit, orang-orang dengan kelainan neurologis sehingga tidak
dapat mengontrol buang air kecil, memiliki risiko lebih tinggi terkena ISK.
5. Tindakan pada Saluran Kemih
Pembedahan saluran kemih atau pemeriksaan pada saluran kemih yang
menggunakan alat-alat medis dapat meningkatkan risiko berkembangnya ISK.

2.6. Patogenesis Infeksi Saluran Kemih (ISK)3

Patogenesis bakteriuria asimtomatik menjadi bakteriuria simtomatik dengan


presentasi klinis ISK tergantung dari patogenitas dan status pasien sendiri (host).
1. Peran patogenitas bakteri. Sejumlah flora saluran cerna termasuk
Escherichia coli diduga terkait dengan etiologi ISK. Patogenitas E. coli terkait
dengan bagian permukaan sel polisakarida dari lipopolisakarin (LPS). Hanya
9

IG serotipe dari 170 serotipe O/ E. coli yang berhasil diisolasi rutin dari pasien
ISK klinis, diduga strain E. coli ini mempunyai patogenisitas khusus.
a. Peran bacterial attachment of mucosa. Penelitian membuktikan bahwa
fimbriae merupakan satu pelengkap patogenesis yang mempunyai
kemampuan untuk melekat pada permukaan mukosa saluran kemih. Pada
umumnya P fimbriae akan terikat pada O blood group antigen yang
terdapat pada sel epitel saluran kemih atas dan bawah.
b. Peranan faktor virulensi lainnya. Sifat patogenitas lain dari E. coli
berhubungan dengan toksin. Dikenal beberapa toksin seperti -hemolisin,
cytotoxic necrotizing factor-1 (CNF-1), dan iron reuptake system
(aerobactin dan enterobactin). Hampir 95% -hemolisin terikat pada
kromosom dan berhubungan dengan pathogenicity island (PAIS) dan
hanya 5% terikat pada gen plasmio.
c. Faktor virulensi variasi fase. Virulensi bakteri ditandai dengan
kemampuan untuk mengalami perubahan bergantung pada dari respon
faktor luar. Konsep variasi fase MO ini menunnjukkan peranan beberapa
penentu virulensi bervariasi di antara individu dan lokasi saluran kemih.
Oleh karena itu, ketahan hidup bakteri berbeda dalam kandung kemih dan
ginjal.
2. Peranan Faktor Tuan Rumah (Host).
a. Faktor Predisposisi Pencetus ISK. Penelitian epidemiologi klinik
mendukung hipotesis peranan status saluran kemih merupakan faktor
risiko atau pencetus ISK. Jadi faktor bakteri dan status saluran kemih
pasien mempunyai peranan penting untuk kolonisasi bakteri pada saluran
kemih. Kolonisasi bakteri sering mengalami kambuh (eksaserbasi) bila
sudah terdapat kelainan struktur anatomi saluran kemih. Dilatasi saluran
kemih termasuk pelvis ginjal tanpa obstruksi saluran kemih dapat
menyebabkan gangguan proses klirens normal dan sangat peka terhadap
infeksi. Endotoksin (lipid A) dapat menghambat peristaltik ureter. Refluks
vesikoureter ini sifatnya sementara dan hilang sendiri bila mendapat terapi
antibiotika. Proses pembentukan jaringan parenkim ginjal sangat berat bila
10

refluks vesikoureter terjadi sejak anak-anak. Pada usia dewasa muda tidak
jarang dijumpai di klinik terjadinya gagal ginjal terminal (GGT) tipe
kering, artinya tanpa edema dengan/tanpa hipertensi.
b. Status Imunologi Pasien (host). Penelitian laboratorium mengungkapkan
bahwa golongan darah dan status sekretor mempunyai kontribusi untuk
kepekaan terhadap ISK. Pada tabel di bawah dapat dilihat beberapa faktor
yang dapat meningkatkan hubungan antara berbagai ISK (ISK rekuren)
dan status sekretor (sekresi antigen darah yang larut dalam air dan
beberapa kelas immunoglobulin) sudah lama diketahui. Prevalensi ISK
juga meningkat terkait dengan golongan darah AB, B dan PI (antigen
terhadap tipe fimbriae bakteri) dan dengan fenotipe golongan darah Lewis.

Tabel 2.3. Faktor-Faktor yang Meningkatkan Kepekaan Terhadap


Infeksi Saluran Kemih (ISK)
Genetik Biologis Perilaku Lainnya
Status Kelainan Operasi
Senggama
nonsekretorik kongenital urogenital
Urinary tract
obstruction
Riwayat Penggunaan diafragma,
Antigen
infeksi saluran kondom, spermisida, Terapi
golongan
kemih penggunaan antibiotik estrogen
darah ABO
sebelumnya terkini
Diabetes
Inkontinensi

Kepekaan terhadap ISK rekuren dari kelompok pasien dengan saluran


kemih normal (ISK tipe sederhana) lebih besar pada kelompok antigen darah
non-sekretorik dibandingkan kelompok sekretorik.
Penelitian lain melaporkan sekresi IgA urin meningkat dan diduga
mempunyai peranan penting untuk kepekaan terhadap ISK rekuren.
11

2.7. Patofisiologi Infeksi Saluran Kemih (ISK)3

Pada individu normal, biasanya urin selalu steril karena dipertahankannya


jumlah dan frekuensi buang air kecil. Uretro distal merupakan tempat kolonisasi
mikroorganisme nonpathogenic fastidious Gram-positive dan gram negatif.
Hampir semua ISK disebabkan invasi mikroorganisme asending dari uretra
ke dalam kandung kemih. Pada beberapa pasien tertentu invasi mikroorganisme
dapat mencapai ginjal. Proses ini dipermudah refluks vesikoureter.
Proses invasi mikroorganisme hematogen sangat jarang ditemukan di klinik,
mungkin akibat lanjut dari bakteremia. Ginjal diduga merupakan lokasi infeksi
sebagai akibat lanjut septikemia atau endokarditis akibat Staphylococcus aureus.
Kelainan ginjal yang terkait dengan endokarditis (Staphylococcus aureus) dikenal
dengan Nephritis Lohlein. Beberapa peneliti melaporkan pielonefritis akut (PNA)
sebagai akibat lanjut invasi hematogen dari infeksi sistemik gram negatif.

2.8. Gejala Klinis Infeksi Saluran Kemih (ISK)8

Gejala klinis bergantung pada organ saluran kemih yang terkena infeksi.

Pielonefritis akut
- Demam, mual dan muntah, nyeri abdomen, dan diare. Dapat ditemukan
gejala sistitis.
- Nyeri tekan dan kemerahan pada sudut kostovertebra atau palpasi abdomen
dalam.
- Urinalisis: ditemukan silinder leukosit
Prostatitis
- Akut : nyeri pada perineum, demam, dan prostat yang membengkak pada
pemeriksaan
- Kronis : gejala serupa sistitis , pancaran urin lemah, sulit mulai buang air
kecil
12

Sistitis
- Gejala saluran kemih bawah (LUTS) iritatif
- Trias : disuria,frekuensi,urgensi
- Nyeri suprapubik atau dapat bermanifestasi sebagai nyeri pinggang bawah
- Urin keruh dan berbau tidak sedap. Urin dapat berdarah pada 30% kasus
- Kemerahan pada uretra atau area suprapubik.

Uretritis
- LUTS iritatif
- Disuria, frekuensi, dan piuria

2.9. Diagnosis Infeksi Saluran Kemih (ISK)

2.9.1. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik3


Setiap pasien dengan ISK pada laki-laki dan ISK rekuren pada perempuan
harus dilakukan investigasi faktor predisposisi atau pencetus seperti yang tertera
pada Tabel 2.3 di bawah ini.

Tabel 2.4. Faktor Predisposisi (Pencetus) ISK


Litiasis
Obstruksi saluran kemih
Penyakit ginjal polikistik
Nekrosis papilar
Diabetes mellitus pasca transplantasi ginjal
Nefropati analgesik
Penyakit Sickle-cell
Senggama
Kehamilan dan peserta KB dengan tablet progesteron
Kateterisasi
13

Temuan-temuan pada anamnesis dan pemeriksaan fisik pasien ISK atas


dan bawah pada pasien dewasa di antaranya sebagai berikut.
Pielonefritis akut (PNA). Umumnya dijumpai panas tinggi (39,5 40,5C),
disertai menggigil dan sakit pinggang. Pasien dengan PNA sering didahului gejala
ISK bawah (sistitis).
ISK bawah (sistitis). Ditemui adanya keluhan sakit suprapubik, polakisuria,
nokturia, disuria, dan stranguria.
Sindrom uretra akut (SUA). Keluhan yang ditemui umumnya sulit dibedakan
dengan sistitis, namun SUA sering ditemukan pada perempuan usia antara 20-50
tahun. Presentasi klinis SUA sangat minimal (hanya disuri dan sering buang air
kecil) disertai CFU/ml urin <105; sering disebut sistitis abakterialis. Sindrom
uretra akut (SUA) dibagi 3 kelompok pasien, yaitu : a) Kelompok pertama pasien
dengan piuria, biakan urin dapat diisolasi E. coli dengan CFU/ml urin 103-105.
Sumber infeksi berasal dari kelenjar peri-uretral atau uretra sendiri. Kelompok
pasien ini memberikan respons baik terhadap antibiotik standar seperti ampisilin.
b) Kelompok kedua pasien leukosituri 10-50/lapang pandang tinggi dan kultur
urin steril. Kultur (biakan) khusus ditemukan Chlamydia trachomatis atau bakteri
anaerobik. c) Kelompok ketiga pasien tanpa piuri dan biakan urin steril.
ISK rekuren. Infeksi saluran kemih (ISK) rekuren terdiri dari 2 kelompok, yaitu :
a) Re-infeksi (re-infections). Pada umumnya episode infeksi dengan interval >6
minggu dengan mikroorganisme (MO) yang berlainan. b) Relapsing infection.
Setiap kali infeksi disebabkan mikroorganisme yang sama, disebabkan sumber
infeksi tidak mendapat terapi yang adekuat.

2.9.2. Pemeriksaan Penunjang

a. Urinalisis6
Pada sampel urin dapat ditemukan adanya leukosit esterase dan nitrit.
Leukosit esterase merupakan komponen hasil pemecahan leukosit dalam urin,
sedangkan nitrit adalah hasil reduksi nitrat oleh bakteri gram negatif dalam urin.
Keduanya dapat dideteksi dalam urin menggunakan disptik urin. Pemeriksaan
14

mikroskopis terhadap leukosit dan bakteri dilakukan setelah urin disentrifugasi.


Ketika jumlah bakteri dalam urin >105 CFU/mL, bakteri dapat dideteksi secara
mikroskopis. Jumlah leukosit >3/LPB menandakan adanya infeksi.6
b. Kultur Urin
Kultur urin merupakan baku emas untuk mengidentifikasi keberadaan
bakteri dalam urin. Urin untuk dikultur harus ditampung dalam wadah steril dan
dikultur segera setelah penampungan, namun jika tidak memungkinkan, urin
dapat disimpan dalam kulkas selama maksimal 24 jam.6
Pada media kultur, setiap bakteri akan membentuk koloni. Jumlah koloni
kemudian dihitung dan dibagi per mililiter urin (CFU/mL). Penentuan jumlah
bakteri yang bermakna secara klinis untuk ISK sangat ditentukan oleh banyak
faktor, seperti metode penampungan urin, jenis kelamin pasien, dan tipe bakteri
yang diisolasi. Pada umumnya, jumlah bakteri >105 CFU/mL sudah dapat
menyingkirkan kemungkinan kontaminasi, namun penelitian telah membuktikan
bahwa ISK yang signifikan secara klinis juga dapat terjadi dengan presentasi
bakteri <105 CFU/mL dalam urin.6
c. Pemeriksaan Lokal
Pada keadaan tertentu, terkadang perlu dilakukan pengambilan sampel urin
langsung dari lokasi infeksi. Untuk ISK atas, dilakukan irigasi vesika urinaria,
kemudian dimasukkan kateter pada masing-masing ureter menuju ginjal. Kultur
yang positif dari spesimen urin ini akan menunjukkan adanya ISK atas.6
Lokasi ISK bawah pada laki-laki dapat ditentukan berdasarkan
pengambilan sampel urin. Urin yang ditampung pada awal mula urinasi, akan
menunjukkan ada tidaknya infeksi uretra, urin porsi tengah akan menunjukkan
ada tidaknya infeksi pada vesika urinaria, sedangkan urin yang ditampung setelah
masase prostat, akan menunjukkan ada tidaknya infeksi pada prostat.6

Investigasi lanjutan terutama renal imaging procedures tidak boleh rutin,


harus berdasarkan indikasi klinis yang kuat (lihat Tabel 2.4 di bawah).3
15

Tabel 2.5. Indikasi Investigasi Lanjutan Setelah ISK


ISK kambuh (relapsing infection)
Pasien laki-laki
Gejala urologik : kolik ginjal, piuria, hematuria
Hematuria persisten
Mikroorganisme (MO) jarang : Pseudomonas spp dan Proteus spp
ISK berulang dengan interval 6 minggu

Renal imaging procedures untuk investigasi faktor predisposisi ISK :


Ultrasonografi (USG)
Radiografi
Foto polos abdomen
Pielografi IV
Micturating cystogram
Isotop scanning

2.10. Diagnosis Banding Infeksi Saluran Kemih (ISK)

2.10.1. Diagnosis Banding Infeksi Saluran Kemih (ISK) pada Pria

Diagnosis banding ISK pada pria disajikan dalam tabel berikut.

Tabel 2.6. Diagnosis Banding Infeksi Saluran Kemih (ISK) pada Pria9

Diagnosa Diferensial Faktor Diferensial Pemeriksaan Diferensial

Benign Prostatic Gejala obstruksi Peningkatan prostate


Hyperplasia (BPH) saluran kemih dapat specific antigen (PSA)
terlihat dapat mengarahkan
Gejala ISK jarang diagnosa pada
terlihat jika obstruksi hiperplasia
tidak menimbulkan Pada rektal tuse
ISK ditemukan prostat yang
16

mengeras dan
membesar
Batu Saluran Kemih Dapat menimbulkan Pemeriksaan urogram IV
kerusakan pada dan ct scan dapat
epitelium saluran mengidentifikasi adanya
kemih yang batu dalam saluran kemih
menyebabkan gejala
disuria
Riwayat BSK
sebelumnya
Uretritis Gonokokus Riwayat memiliki Pemeriksaan gonokokus
pasangan seksual intrauretra dapat
yang lebih dari satu mengkonfirmasi adanya
Gejala frekuensi, infeksi akibat gonokokus
urgensi dan demam
jarang ditemukan
Adanya pus purulen
pada uretra
Lebih sering pada
usia muda
Uretritis Klamidia Riwayat memiliki Kultur urin steril
pasangan seksual Pemeriksaan klamidia
yang lebih dari satu intrauretra dapat
Gejala frekuensi, mengkonfirmasi adanya
urgensi dan demam infeksi akibat klamidia
jarang ditemukan
Lebih sering pada
usia muda
Kanker Kandung Dapat ditemukan gejala Sistoskopi dan biopsi
Kemih seperti pada ISK, namun jaringan mengkonfirmasi
17

sering dengan hematuria diagnosa kanker kandung


kemih
Kanker Prostat Gejala obstruksi Peningkatan PSA
saluran kemih dapat mengarahkan pada
terlihat dugaan keganasan
Gejala ISK jarang Biopsi jaringan dapat
terlihat jika obstruksi mengkonfirmasi
tidak menimbulkan diagnosis
ISK
Kanker Ginjal Dapat ditemukan gejala CT scan akan
seperti pada ISK, namun memperlihatkan adanya
sering dengan hematuria massa
Analisis patologis,
terutama saat
pembedahan, akan
mengkonfirmasi
diagnosis

2.10.1. Diagnosis Banding Infeksi Saluran Kemih (ISK) pada Wanita

Diagnosis banding ISK pada wanita disajikan dalam tabel berikut.

Tabel 2.7. Diagnosis Banding Infeksi Saluran Kemih (ISK) pada Wanita10

Diagnosa Diferensial Faktor Diferensial Pemeriksaan Diferensial

Over Active Bladder Dapat ditemukan urgensi Urinalisa dan kultur urin
dan frekuensi tanpa negatif
adanya infeksi
Uretritis Non Infeksius Disuria, dapat disertai Urinalisa dan kultur urin
gejala BAK iritatif tanpa negatif
adanya infeksi
18

Benda Asing di ISK yang rekuren atau Benda asing (seperti batu,
Kandung Kemih tidak kunjung sembuh benang operasi) terlihat
pada pemeriksaan radiologi
atau sistoskopi
Kandidosis Vaginalis Adanya pus atau tanda- Urinalisa dan kultur
tanda iritasi pada vagina urin negatif, kultur
vagina positif
Pemeriksaan KOH
positif
Trikomonas Vaginalis Adanya pus atau tanda- Urinalisa dan kultur
tanda iritasi pada vagina urin negatif, kultur
vagina positif
Ditemukan parasit
berflagela, tes amin
positif, dan hilangnya
flora normal vagina
Bakterial Vaginosis Adanya pus atau tanda- Urinalisa dan kultur
tanda iritasi pada vagina urin negatif
Kultur vagina positif,
pemeriksaan DNA
positif untuk gonokokus
dan klamidia

2.11. Penatalaksanaan Infeksi Saluran Kemih (ISK)

2.11.1. Bakteriuria Asimtomatik (Asymptomatic Bacteriuria/ABU)11


a. Pasien tanpa faktor risiko
Skrining dan terapi ABU tidak direkomendasikan pada pasien tanpa faktor
risiko.
b. Pasien sehat dengan ABU dan ISK rekuren
19

Penanganan episode ABU pada wanita dengan riwayat ISK rekuren tidak
direkomendasikan. Pada laki-laki dengan ISK rekuren dengan ABU,
prostatitis bakterial kronik bila terdiagnosis perlu dilakukan terapi.
c. Wanita hamil
ABU sering terjadi pada kehamilan dan berhubungan dengan peningkatan
risiko ISK simtomatik dan pielonefritis. Namun tidak ada rekomendasi yang
dapat dipakai, dan bila ada kasus, maka rekomendasi sesuai pola kuman lebih
dianjurkan.
d. Pasien dengan faktor risiko yang teridentifikasi (wanita pasca menopause,
diabetes mellitus, lanjut usia, disfungsi dan / atau pasca rekontruksi saluran
kemih bagian bawah, pasien dengan kateter saluran kemih, pasien
transplantasi ginjal, dan immunocompromise) tidak dianjurkan untuk
dilakukan skrining dan terapi pada ABU.
e. Pada pasien dengan penggantian nefrostomi dan stent, direkomendasikan
pemberian antibiotik karena adanya risiko komplikasi infeksi akibat
kontaminasi tindakan.
f. Sebelum operasi
Terapi antibiotik untuk ABU hanya direkomendasikan pada prosedur yang
masuk ke dalam saluran kemih. Kultur urin perlu dilakukan sebelum tindakan,
dan bila diagnosis ABU sudah ditegakkan, terapi pre operatif perlu diberikan.
Rekomendasi untuk antibiotik profilaksis disesuaikan dengan pola kuman.
g. Terapi farmakologis
Untuk eradikasi ABU, pemberian pilihan antibiotik dan lama terapi seperti
pada ISK non komplikata atau ISK komplikata, tergantung dari jenis kelamin,
riwayat penyakit dan komplikasi. Terapi yang diberikan tidak secara empiris. Bila
pasien ABU mengeluh adanya bau tidak sedap dan disuria, antiseptik urin dapat
diberikan dan disertai meningkatkan asupan air, dapat menjadi pilihan yang patut
dipertimbangkan.
20

2.11.2. Infeksi Saluran Kemih (ISK) Non Komplikata


Prinsip tatalaksana ISK bawah meliputi intake cairan yang banyak,
antibiotik yang adekuat, dan kalau perlu terapi simptomatik untuk alkalinasi urin,
yaitu:12
- Hampir 80% pasien akan memberikan respon setelah 48 jam dengan
antibiotik tunggal; seperti ampisilin 3 gram, trimetoprim 200 mg
- Bila infeksi menetap disetai kelainan urinalisis (leukosuria) diperlukan
terapi konvensional selama 5-10 hari
- Pemeriksaan mikroskopik urin dan biakan urin tidak diperlukan bila
semua gejala hilang dan tanpa leukosuria
Tatalaksana reinfeksi berulang (frequent re-infection), yaitu:
- Jika disertai dengan predisposisi, berikan terapi antimikroba yang intensif
diikuti koreksi faktor risiko.
- Jika tanpa faktor predisposisi berikan asupan cairan yang banyak, cuci
setelah melakukan senggama diikuti terapi antimiroba takaran tunggal
(misalnya trimetoprim 200 mg).
- Pemberian antimikroba jangka lama sampai 6 bulan.

Tabel 2.9. Rekomendasi terapi antimikroba pada acute uncomplicated cystitis


pada wanita12
Antibiotik Dosis Durasi terapi Keterangan
Pilihan Pertama
Fosfomycin 3 gram single dose 1 hari
trometamol
Nitrofurantoin 100 mg bid 5 hari Dilarang diberikan
macrocrystal pada defisiensi
G6PD
Pivmecillinam 400 mg bid 3 hari
Alternatif lain
Ciprofloksasin 250 mg bid 3 hari Dilarang untuk
21

wanita hamil
Levofloksasin 250 mg qd 3 hari Dilarang untuk
wanita hamil
Ofloksasin 200 mg bid 3 hari Dilarang untuk
wanita hamil
Sefalosporin 500 mg bid 3 hari
(misalnya:
cefadroxil)
Jika terdapat lokal resisten (resisten E. coli <20 %)
Trimetoprim 200 mg bid 5 hari Dilarang untuk
(TMP) trimester pertama
kehamilan
Trimetoprim 160/800 mg bid 3 hari Dilarang untuk
sulfametoksazol trimester akhir
(TMP-SMX) kehamilan
Keterangan: Obat antimikroba pilihan pertama hanya direkomendasi untuk
wanita, tidak direkomendasikan untuk lelaki

Pada wanita hamil, penatalaksanaan sistitis dapat diberikan terapi


antimikroba jangka pendek tetapi tidak semua antibiotik cocok untuk wanita
hamil. Pada umumnya penisilin, sepalosporin, fosfomisin, nitrofurantoin (tidak
pada defisiensi G6PD dan saat trimester akhir kehamilan), trimetoprim (tidak saat
trimester pertama) dan sulfonamid (tidak pada trimester akhir) dapat
dipertimbangkan.12
Pada lelaki direkomendasikan durasi terapi paling sedikit 7 hari, sebaiknya
dengan TMP-SMX atau Fluorokuinolon, apabila sesuai dengan uji kepekaan.12
Pada umumnya pasien dengan pielonefritis akut memerlukan rawat inap
untuk memelihara status hidrasi dan terapi antibiotika parenteral paling sedikit 48
jam. Indikasi rawat inap untuk pielonefritis akut adalah:12
1. Kegagalan mempertahankan hidrasi normal atau toleransi terhadap
antibiotik oral
22

2. Pasien sakit berat atau debilitasi


3. Terapi antibiotik oral selama rawat jalan mengalami kegagaln
4. Diperlukan investigasi lanjutan
5. Faktor predsposisi untuk ISK tipe berkomplikasi
6. Komorbitas seperti kehamilan, diabetes melitus, usia lanjut
The Infectious Disease Society of America menganjurkan satu dari tiga
alternatif terapi antibiotik intravena sebagai terapi awal selama 48-72 jam sebelum
diketahui mikroorganisme sebagai penyebabnya adalah fluorokuinolon,
amiglikosida dengan atau tanpa ampisilin, dan sefalosporin dengan spektrum luas
dengan atau tanpa aminoglikosida.12

Tabel 2.10. Rekomendasi inisial terapi empirik antimikroba oral pada mild
dan moderate acute uncomplicated pyelonephritis10
Terapi oral pada mild dan moderate uncomplicated pyelonephritis
Antibiotik Dosis Durasi terapi
Ciprofloksasin 500-750 mg bid 7-10 hari
Levofloksasin 500 mg qd 7-10 hari
Levofloksasin 750 mg qd 5 hari
Alternatif terapi
Cefpodoxime proxetil 200 mg bid 10 hari
Ceftibuten 400 mg qd 10 hari
TMP-SMX 160/800 mg bid 14 hari
Co-amoksiklav 0,5/0,125 g tid 14 hari

Waktu pemberian antibiotika berkisar antara 10 14 hari, sementara


pilihan antibiotika disesuaikan dengan kondisi pasien. Pemberian antibiotika juga
harus memperhatikan pola resistensi kuman dan uji sensitivitasnya. Apabila
respon klinik buruk setelah 48-72 jam terapi, perlu dilakukan re-evaluasi bagi
adanya faktor pencetus komplikasi dan efektivitas obat, serta dipertimbangkan
perubahan obat atau cara pemberiannya.
23

Pada pasien dengan pielonefritis berat yang tidak dapat mengonsumsi


terapi oral yang disebabkan gejala sistemik seperti mual dan muntah, harus di
tatalaksana dengan antibiotik parenteral. Setelah perbaikan, terapi dapat diganti
dengan antibiotik oral yang diberikan selama 1-2 minggu.12

Tabel 2.11. Rekomendasi inisial terapi empirik antimikroba parenteral pada


severe acute uncomplicated pyelonephritis12
Antibiotik Dosis
Ciprofloksasin 400 mg bid
Levofloksasin 250-500 mg qd
Levofloksasin 750 mg qd
Alternatif lain
Cefotaxim 2 g tid
Ceftriaxone 1-2 g qd
Ceftazidime 1-2 g tid
Cefepim 1-2 g bid
Co-amoxiclav 1,5 g tid
Piperacilin/tazobactam 2,5-4,5 g tid
Gentamicin 5 mg/kg qd
Amikacin 15 mg/kg qd
Ertapenem 1 g qd
Imipenem/Cilastatin 0,5/0,5 g tid
Meropenem 1 g tid
Doripenem 0,5 g tid

Pada wanita hamil dengan pielonefritis berat, harus dirawat inap dan
diberikan perawatan supportif. Setelah ada perbaikan klinik, terapi parenteral
dapat diganti dengan terapi oral dengan durasi terapi 7-10 hari.3
24

Pada lelaki dengan febril ISK, pielonefritis dan infeksi rekuren, atau
terdapat kemungkinan faktor komplikasi durasi minimum terapi
direkomendasikan 2 minggu dengan obat fluoroquinolon.12

2.11.3. Penatalaksanaan Infeksi Saluran Kemih Komplikata


Tujuan terapi ISK komplikata adalah tatalaksana kelainan urologi, terapi
antimikroba, dan terapi suportif.10 Terapi antimikroba yang tepat dan tatalaksana
kelainan urologi adalah penting. Jika dibutuhkan, tindakan suportif dapat
diberikan. Hospitalisasi tergantung dengan tingkat keparahan penyakit.3
Perawatan empiris dari ISK komplikata membutuhkan suatu pengetahuan
tentang patogen penyebab dan pola resistensi antibiotik lokal, serta tingkat
keparahan dari abnormalitas saluran kemih (termasuk evaluasi fungsi renal).
Pemberian antibiotika empiris berkepanjangan dapat mengarah terjadinya
resistensiantimikroba. Terapi empiris sebaiknya digantikan terapi sesuai dengan
kultur urin, oleh karena itu kultur urin harus dilakukan sebelum terapi antimikroba
dimulai. Diperlukan penyesuaian dosis pada pasien dengan gagal ginjal.11
Durasi tatalaksana terapi antibiotik direkomendasikan 7- 14 hari, tetapi
durasi harus sesuai dengan penyakit yang mendasari. Kadang- kadang, durasi
terapi dapat diperpanjang sampai 21 hari, menurut situasi klinik pasien.12

Tabel 2.12. Tatalaksana antimikroba sebagai terapi empirik12


Rekomendasi Antibiotik untuk inisial terapi empirik, jika lokal resisten
masih <20%
Fluorokuinolon
Aminopenisilin + - laktamase inhibitor (BLI)
Aminoglikosida
Rekomendasi Antibiotik jika inisial terapi empirik gagal, atau kasus yang
berat
Fluorokuinolon (jika tidak digunakan untuk terapi inisial)
Piperacilin + BLI
25

Sepalosporin
Karbapenem
Antibiotik yang tidak direkomendasikan untuk terapi empirik
Aminopenicilin misalnya: amoksisilin, ampisilin
TMP-SMX
Fosfomycin trometamol

2.12. Komplikasi Infeksi Saluran Kemih3

Komplikasi ISK tergantung dari tipe yaitu ISK tipe sederhana


(uncomplicated) dan tipe komplikata (complicated).
1. ISK sederhana (uncomplicated).
Umumnya merupakan penyakit ringan (self limited disease) dan tidak
memyebabkan akibat lanjut jangka lama.
2. ISK tipe berkomplikasi (complicated)
ISK selama kehamilan. Komplikasi ISK selama kehamilan dari umur
Kehamilan, seperti terlihat pada tabel 2.13.
ISK pada diabetes mellitus. Penelitian epidermiologi klinik melaporkan
bakteriuria dan ISK lebih sering ditemukan pada perempuan DM
dibandingkan perempuan tanpa DM.

Basiluria asimtomatik (BAS) merupakan risiko untuk pielonefritis diikuti


penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG). Komplikasi emphysematous cystitis,
pielonefritis yang terkait spesies kandida dan infeksi gram negatif lainnya dapat
dijumpai pada DM.

Tabel 2.13 Morbiditas ISK selama kehamilan

Kondisi Risiko Potensial


BAS* tidak diobati Pielonefritis
Bayi premature
Anemia
26

ISK trimester III Pregnancy induced hypertension


Bayi mengalami retardasi mental
Pertumbuhan bayi lambat
Cerebral palsy
Fetal death
*BAS : Basiluria Asimtomatik

Pielonefritis emfisematosa disebabkan mikroorganisme pembentuk gas


seperti E.coli, Candida spp dan Klostridum tidak jarang dijumpai pada DM.
Pembentukan gas sangat intensif pada parenkim ginjal dan jaringan nekrosis
disertai syok septik dan nefropati akut vasomotor (AVH).
Abses perinefrik merupakan komplikasi ISK pada pasien dengan DM
(47%), nefrolitiasis (41%) dan obstruksi ureter (20%).

2.13. Prognosis Infeksi Saluran Kemih14


Prognosis pasien dengan pielonefritis akut, pada umumnya baik dengan
penyembuhan 100% secara klinik maupun bakteriologi bila terapi antibiotika
yang diberikan sesuai. Bila terdapat faktor predisposisi yang tidak diketahui atau
sulit dikoreksi maka 40% pasien PNA dapat menjadi kronik atau PNK. Pada
pasien Pielonefritis kronik (PNK) yang didiagnosis terlambat dan kedua ginjal
telah mengisut, pengobatan konservatif hanya semata-mata untuk
mempertahankan fungsi jaringan ginjal yang masih utuh. Dialisis dan
transplantasi dapat merupakan pilihan utama.

Prognosis sistitis akut pada umumnya baik dan dapat sembuh sempurna,
kecuali bila terdapat faktor-faktor predisposisi yang lolos dari pengamatan. Bila
terdapat infeksi yang sering kambuh, harus dicari faktor-faktor predisposisi.
Prognosis sistitis kronik baik bila diberikan antibiotik yang intensif dan tepat serta
faktor predisposisi mudah dikenal dan diberantas.
27

BAB 3

STATUS ORANG SAKIT

Nomor Rekam Medis : 00.68.39.36

Tanggal : 14 September Dokter Ruangan :


Masuk 2016
dr. Sahat

Jam : 16.00 WIB Dokter Chief of Ward :

dr. Olga

Ruang : Rindu A-2 Dokter Penanggung Jawab Pasien :

II.4 dr. Henny Sp.PD

ANAMNESA PRIBADI

Nama : Ari Prayogi

Umur : 20 tahun

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Status Perkawinan : Belum Menikah

Pekerjaan : Tidak Bekerja

Suku : Jawa

Agama : Islam

Alamat : Dusun IV Sei Rejo Kecamatan Sei Rampah


28

ANAMNESA PENYAKIT

Keluhan Utama : Nyeri buang air kecil (BAK)

Telaah : Hal ini dialami 1 minggu ini dan memberat 1 hari


SMRS. Riwayat BAK berpasir, keluar batu, keluar darah
tidak dijumpai. BAK keruh dijumpai pada kateter. OS juga
mengalami demam disertai menggigil sejak 1 hari SMRS.
Demam tinggi dan turun dengan pemberian obat penurun
panas. Keluhan nyeri pinggang dijumpai. Riwayat mual dan
muntah dijumpai. OS masuk dengan kateter yang sudah
terpasang selama 2 minggu. OS sudah 3 bulan BAK melalui
kateter sejak dirawat di RS Tebing Tinggi dan dirawat di
rumah dikarenakan OS sudah tidak bisa berjalan. OS
memiliki riwayat sulit BAB 5 bulan lalu, 1 bulan
kemudian OS menjalani operasi pengangkatan bagian usus
dan selanjutnya OS BAB melalui colonostomy bag. OS
merupakan pasien yang rutin berobat jalan di Poli HOM
dengan diagnosa NHL dan sudah menjalani kemoterapi
sebanyak 2 kali dan berencana menjalani kemoterapi ke 3 di
RS HAM.

RPT : Non Hodgkin Lymphoma

RPO : Kemoterapi, Paracetamol

ANAMNESA ORGAN

Jantung Sesak Nafas : (-) Edema : (-)

Angina Pektoris : (-) Palpitasi : (-)

Lain-lain : (-)
29

Saluran Batuk-batuk : (-) Asma,bronchitis : (-)

Pernafasan Dahak : (-) Lain-lain : (-)

Saluran Nafsu Makan : (-) Penurunan BB : (-)

Pencernaan Keluhan menelan : (-) Keluhan Defekasi : (-)

Keluhan perut : (-) Lain-lain : (-)

Saluran Sakit BAK : (+) BAK tersendat : (-)

Urogenital Mengandung batu : (-) Keadaan urin : (-)

Haid : (-) Lain-lain : (-)

Sendi dan Sakit pinggang : (+) Keterbatasan Gerak : (+)

Tulang Keluhan Persendiaan : (-) Lain-lain : (-)

Endokrin Haus/Polidipsi : (-) Gugup : (-)

Poliuri : (-) Perubahan suara : (-)


Polifagi : (-) Lain-lain : (-)

Saraf Pusat Sakit Kepala : (-) Hoyong : (-)

Lain-lain : (-)
30

Darah dan Pucat : (-) Perdarahan : (-)

Pembuluh Petechiae : (-) Purpura : (-)

Darah Lain-lain : (-)

Sirkulasi Claudicatio Intermitten :(-) Lain-lain : (-)

Perifer

ANAMNESA FAMILI : Tidak ada keluarga yang mengalami keluhan yang


sama

PEMERIKSAAN FISIK DIAGNOSTIK

STATUS PRESENS

Keadaan Umum: Keadaan Penyakit

Sensorium : Compos Mentis Pancaran wajah :lemah

Tekanan darah : 90/70 mmHg Sikap paksa : (-)

Nadi : 106x/i Refleks fisiologis : (+)

Pernafasan : 20x/i Refleks patologis : (-)

Temperatur : 39C (axilla)

Anemia (+/+), Ikterus (-/-), Dispnoe (-/-)

Sianosis (-/-), Edema (-/-), Purpura (-/-)

Turgor Kulit : Sedang


31

Keadaan gizi : Baik

Berat Badan : 50 kg

Tinggi Badan : 170 cm

BW : = BB (170-100)x 100 = 71 %

(TB-100) x 100% 50

Indeks Massa Tubuh : BB (kg) = 50 = 17,3 (Underweight)

[TB(m)]2 (1,7x1,7)

KEPALA

Mata : Konjungtiva palpebral inferior pucat (+/+), ikterus (-/-), pupil

isokor diameter 3 mm, reflex cahaya direk (+/+) / indirek (+/+).

Kesan: Anemis

Telinga : Dalam batas normal

Hidung : Dalam batas normal

Mulut : Lidah : Atrofi papil lidah (-), kering (-)

Gigi geligi : Perdarahan (-), Hyperplasia gingival (-)

Tonsil/faring : Hiperemis (-)

LEHER

Struma tidak membesar, tingkat: (-)

Pembesaran kelenjar limfa (-), lokasi (-), jumlah (-), konsistensi (-),mobilitas (-),

nyeri tekan (-)

Posisi trakea : medial, TVJ: R-2 cm H2O


32

Kaku kuduk (-), lain-lain (-)

THORAKS DEPAN

Inspeksi

Bentuk : Simetris fusiformis

Pergerakan : Tidak ada ketinggalan bernapas di kedua lapangan paru

Palpasi

Nyeri tekan : tidak dijumpai

Fremitus suara : Kanan= Kiri kesan normal

Iktus : tidak terlihat, teraba pada ICS V LMCS

Perkusi

Paru

Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru

Batas Paru Hati R/A : ICS V /ICS VI

Peranjakan : 1 cm

Jantung

Batas atas jantung : Intercostal Space II-III Linea Midclavicularis

Sinistra

Batas kiri jantung : 1 cm medial Linea Midclavicularis Sinistra pada

Intercostal Space V

Batas kanan jantung : ICS V Linea Parasternal Dextra


33

Auskultasi

Paru

Suara pernafasan : vesikuler, pada kedua lapangan paru

Suara tambahan :-

Jantung

M1>M2, P2>P1, T1>T2, A2>A1, desah sistolis (-), desah diastolis (-),

lain-lain (-), Heart Rate:106x/menit, regular, intensitas : cukup

THORAX BELAKANG

Inspeksi : Simetris fusiformis

Palpasi : Suara Fremitus Kanan = Kiri

Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru

Auskultasi : SP: vesikuler pada kedua lapangan paru

ST : -

ABDOMEN

Inspeksi

Bentuk : Asimetris

Gerakan Lambung/usus :-

Vena kolateral : Tidak ada

Caput medusa : Tidak ada

Palpasi

Dinding Abdomen : Soepel, H/L/R tidak teraba, peristaltik (+),


34

Colonostomy bag (+), Feses (+) benjolan (+)


setentang umbilikal ukuran 30 x 20 cm,
konsistensi lunak, batas tegas, permukaan rata,
nyeri tekan (-)
HATI

Pembesaran : Tidak ada

Permukaan : Tidak ada

Pinggir : Tidak ada

Nyeri Tekan : Tidak ada

LIMFA

Pembesaran : (-), Schuffner (-), Haecket (-)

GINJAL

Ballotement : (-), Kiri / Kanan, lain-lain: (-)

UTERUS/OVARIUM : (-)

TUMOR : (-)

Perkusi

Pekak hati : (+)

Pekak beralih : Tidak ada

Undulasi : Tidak ada

Auskultasi

Peristaltik usus : Normoperistaltik

Lain-lain : Tidak ada


35

PINGGANG : Nyeri ketuk sudut kosto vertebra (-), Kiri /Kanan

INGUINAL : Tidak dilakukan pemeriksaan

GENITAL LUAR : Tidak dilakukan pemeriksaan

PEMERIKSAAN COLOK DUBUR (RT)

Perineum : tidak dilakukan pemeriksaan

Spincter Ani : tidak dilakukan pemeriksaan

Ampula : tidak dilakukan pemeriksaan

Mukosa : tidak dilakukan pemeriksaan

Sarung tangan : tidak dilakukan pemeriksaan

ANGGOTA GERAK ATAS

Deformitas sendi : Tidak ada

Lokasi :-

Jari tabuh : Tidak ada

Tremor ujung jari : Tidak ada

Telapak tangan sembab : Tidak ada

Sianosis : Tidak ada

Eritma Palmaris : Tidak ada

Lain-lain : Tidak ada

ANGGOTA GERAK BAWAH Kiri Kanan

Edema - -

Arteri femoralis + +
36

Arteri tibialis posterior + +

Arteri dorsalis pedis + +

Reflex KPR + +

Refleks APR + +

Refleks Fisiologis + +

Refleks Patologis - -

Lain-lain - -

\
37

PEMERIKSAAN LABORATORIUM RUTIN

Darah Kemih Tinja

Hb: 7,7 g/dL Warna: kuning keruh Warna: coklat

Eritrosit: 3,18 x 106/mm3 Protein: - Konsistensi: lunak

Leukosit: 31,67 x 103/mm3 Reduksi: - Eritrosit: -

Trombosit: 417 x 103/mm3 Bilirubin: - Leukosit: -

Ht: 25 % Urobilinogen: - Amoeba/Kista: -

Leukosit: (+)

MCV: 80 fL Telur Cacing

MCH: 24,2 pg Sedimen Urin Ascaris: -

MCHC: 30,3 g/dL Eritrosit: 3-5/lpb Ancylostoma: -

Leukosit:5-10/lpb T. Trichiura: -

Eosinofil: 0,1 % Epitel: 1-2/lpb Kremi: -

Basofil: 0,2 % Silinder:-

Neutrofil: 89%

Limfosit: 4,9 %

Monosit: 5,8 %
38

RESUME

Keluhan Utama: Disuria

Telaah : Hal ini dialami OS sejak 1 minggu


ini dan memberat 1 hari SMRS.
Urin keruh pada kateter (+). Demam
tinggi dan turun dengan antipiretik.

ANAMNESA Menggigil (+). Nausea-vomitus (+)


Nyeri pinggang (+). Kateter
terpasang (+) sejak 2 minggu.
Riwayat sulit BAB (+).Colonostomy
bag (+). OS merupakan pasien Poli
HOM dengan diagnosa NHL dan
sudah menjalani kemoterapi 2 kali.

Keadaan Umum : Baik

STATUS PRESENS Keadaan Penyakit : Sedang

Keadaan Gizi : Kurang

Sensorium : Compos Mentis

Tekanan darah : 90/70 mmHg

Nadi : 106x/i

Pernafasan : 20x/I
PEMERIKSAAN FISIK
Temperatur : 39C

Kepala: Mata: Anemis (+/+)

Leher: dbn
39

Abdomen : Asimetris, Soepel, Colonostomy (+),


Feses (+) benjolan (+) setentang umbilikal ukuran
30 x 20 cm, konsistensi keras, batas tegas,
permukaan rata, nyeri tekan (-)

Ekstremitas :

Superior : dbn

Inferior : dbn

Darah : Anemia + Leukositosis


LABORATORIUM
Kemih: Leukosituria
RUTIN
Tinja : dbn

1. ISK Komplikata + Sepsis ec Urosepsis + Non


Hodgkin Lymphoma pro kemoterapi III
2. BSK + Sepsis ec Urosepsis + Non Hodgkin
Lymphoma pro kemoterapi III

DIAGNOSA BANDING 3. Uretritis Gonokokal + Sepsis ec Urosepsis +


Non Hodgkin Lymphoma pro kemoterapi III
4. Prostatitis + Non Hodgkin Lymphoma pro
kemoterapi III
5. Trauma Uretra ec. Pemasangan Kateter + Non
Hodgkin Lymphoma pro kemoterapi III
DIAGNOSA ISK Komplikata + Sepsis ec Urosepsis + Non
SEMENTARA Hodgkin Lymphoma pro kemoterapi III

Aktivitas : Tirah baring


PENATALAKSANAAN
Diet : Diet MB Tinggi Karbohidrat Tinggi Protein
40

Tindakan suportif : -

Medikamentosa :

- IVFD NaCl 0,9% 20 gtt/i


- Drip Ciprofloksasin 400 mg/12 jam
- Paracetamol tab 3 x 500 mg
- Inj Novalgin 1 amp/8 jam (k/p) bila demam
>38,5C

Rencana Penjajakan Diagnostik/Tindakan Lanjutan

1. Hitung Darah Lengkap 6. Asam Laktat

2. Kultur Urin 7. RFT

3. Kultur Darah 8. Elektrolit

4. Procalcitonin 9. USG Ginjal dan Saluran Kemih

5. LDH
41

FOLLOW UP

Tanggal S O A P

15 -18 Nyeri BAK Sens : Compos Mentis ISK Komplikata + Sepsis ec - Tirah Baring
September (+) TD: 90/70 mmHg Urosepsis + Non Hodgkin - Diet MB Tinggi Karbohidrat Tinggi
2016 VAS 3-4 HR : 106x/i Lymphoma pro kemoterapi III Protein
Demam (+) RR : 30x/i - IVFD NaCl 0,9% 20 gtt/i
Lemas (+) Temp :37,7C Hasil lab - Drip Ciprofloksasin 400 mg/12 jam
Tidak bisa Mata: Anemis (+/+) (15 September 2016): - Paracetamol 3 x 500 mg tab
duduk dan Hidung: dbn Ginjal: - Inj Novalgin 1 amp/8 jam (k/p) bila
berjalan Leher: dbn BUN: 14 mg/dl temp >38,5C
Kateter telah Thorax: dbn Ureum: 30 mg/dl
terpasang 2 Abdomen: Kreatinin: 0,7 mg/dl
minggu Asimetris, Soepel, Elektrolit
SMRS Colonostomy (+), Feses Na/K/Cl: 132/3,2/100
(+) benjolan (+) Hati
setentang umbilikal Bilirubin Total: 0,2 mg/dL
ukuran 30 x 20 cm, Bilirubin Direk : 0,1 mg/dL
konsistensi keras, batas Fosfatase Alkali (ALP) : 83 U/L
42

tegas, permukaan rata, AST/SGOT : 12 U/L


nyeri tekan (-) ALT/SGPT : 6 U/L
Ekstremitas: GT : 114 U/L
Oedem sup/inf: Protein Total : 5,3 g/d:
(-)/(-) Albumin: 2,2 g/dL
Globulin : 3,1 g/dL
Procalcitonin
0,79 ng/mL

Hasil lab
(Tanggal 16 September 2016)
Urinalisis:
Urin Lengkap :
Warna: Kuning Keruh
Glukosa :-
Bilirubin: -
Keton: -
Berat Jenis: 1,025
pH: 6
43

Protein: -
Nitrit: -
Leukosit: +
Darah: +
Sedimen Urin:
Eritrosit : 4-8 LPB
Leukosit: 10-15 LPB
Epitel: 0-1 LPB
Casts: -

Kultur Darah: Tidak dijumpai


pertumbuhan bakteri
19 Demam (+) Sens : Compos Mentis ISK Komplikata + Sepsis ec - Tirah Baring
September VAS 3-4 TD: 120/60 mmHg Urosepsis + Non Hodgkin - Diet MB Tinggi Karbohidrat Tinggi
2016 Lemas (+) HR : 100x/i Lymphoma pro kemoterapi III Protein
Tidak bisa RR : 24x/i Hasil Kultur Urin Porsi Tengah: - IVFD NaCl 0,9% 20 gtt/i
duduk dan Temp :37,5C Ditemukan Bakteri Aerob: - Drip Ciprofloksasin 400 mg/12 jam
berjalan Mata: Anemis (+/+) Klebsiella pneumonia > 100.000 - Paracetamol 3 x 500 mg tab
Hidung: dbn CFU/ ml urine Significant - Inj Novalgin 1 amp/8 jam (k/p) bila
44

Leher: dbn bacteriuria. temp >38,5C


Thorax: dbn ESBL (+)
Abdomen:
Asimetris, Soepel, Sensitif terhadap antimikroba:
Colonostomy (+), Feses - Amikacin
(+) benjolan (+) - Imipenem
setentang umbilikal - Cefoperazone
ukuran 30 x 20 cm, - Meropenem
konsistensi keras, batas - Fosfomycin
tegas, permukaan rata, - Polymyxin B
nyeri tekan (-)
Ekstremitas: Resisten terhadap antimikroba :
Oedem sup/inf: - Ampisilin
(-)/(-) - Cefotaxime
- Ceftiazidime
- Ceftriaxone
- Ciprofloxacin
- Cotrimoxazole
- Doxycycline
45

- Gentamycin
- Levofloxacin
- Ofloxacin
- Norfloxacin
- Trimethoprim
20-23 Demam (+) Sens : Compos Mentis ISK Komplikata + Sepsis ec - Tirah Baring
September VAS 3-4 TD: 100/60 mmHg Urosepsis + Non Hodgkin - Diet MB Tinggi Karbohidrat Tinggi
2016 Lemas (+) HR : 80x/i Lymphoma pro kemoterapi III Protein
Tidak bisa RR : 20x/i - IVFD NaCl 0,9% 20 gtt/i
duduk dan Temp :38,8C - Inj. Meropenem 1g/8 jam
berjalan Mata: Anemis (+/+) Hasil Lab (20 September 2016): - Paracetamol 3 x 500 mg tab
Hidung: dbn Hb: 7,4 g/dL - Inj Novalgin 1 amp/8 jam (k/p) bila
Leher: dbn Eritrosit: 3,00 x 106/mm3 temp >38,5C
Thorax: dbn Leukosit: 22,120 x 103/mm3
Abdomen: Trombosit: 322 x 103/mm3
Asimetris, Soepel, Ht: 24 %
Colonostomy (+), Feses
(+) benjolan (+) MCV: 79 fL
setentang umbilikal MCH: 24,7 pg
46

ukuran 30 x 20 cm, MCHC: 31,2 g/dL


konsistensi keras, batas
tegas, permukaan rata, Eosinofil: 0,3 %
nyeri tekan (-) Basofil: 0,2 %
Ekstremitas: Neutrofil: 83,3%
Oedem sup/inf: Limfosit: 7,8 %
(-)/(-) Monosit: 8,4 %

Na: 134 mEq/L


K: 3,7 mEq/L
Cl: 101 mEq/L

Hasil Lab (21 September 2016)


LDH : 895 U/L
Asam Laktat: 3,3 mmol/L
Procalcitonin : 0,53
23 -26 Demam (+) Sens : Compos Mentis ISK Komplikata + Sepsis ec - Tirah Baring
September VAS 0-1 TD: 110/60 mmHg Urosepsis + Non Hodgkin - Diet MB Tinggi Karbohidrat Tinggi
2016 Lemas (+) HR : 108x/i Lymphoma pro kemoterapi III Protein
47

Tidak bisa RR : 20x/i - IVFD NaCl 0,9% 20 gtt/i


duduk dan Temp :38,1C - Inj Meropenem 1g/8 jam
berjalan Mata: Anemis (+/+) - Paracetamol 3 x 500 mg tab
Hidung: dbn - Inj Novalgin 1 amp/8 jam (k/p) bila
Leher: dbn temp >38,5C
Thorax: dbn
Abdomen:
Asimetris, Soepel,
Colonostomy (+), Feses
(+) benjolan (+)
setentang umbilikal
ukuran 30 x 20 cm,
konsistensi keras, batas
tegas, permukaan rata,
nyeri tekan (-)
Ekstremitas:
Oedem sup/inf:
(-)/(-)
27 Demam (+) Sens : Compos Mentis ISK Komplikata + Sepsis ec - Tirah Baring
48

September VAS 0 TD: 110/70 mmHg Urosepsis + Non Hodgkin - Diet MB Tinggi Karbohidrat Tinggi
2016 Lemas (+) HR : 112x/i Lymphoma pro kemoterapi III Protein
Tidak bisa RR : 20x/i - IVFD NaCl 0,9% 20 gtt/i
duduk dan Temp :38,1C Hasil Lab (27 September 2016) - Paracetamol 3 x 500 mg tab
berjalan Mata: Anemis (+/+) Hb: 6,7 g/dL - Inj Novalgin 1 amp/8 jam (k/p) bila
Hidung: dbn Eritrosit: 2,8 juta/L temp >38,5C
Leher: dbn Leukosit: 17.530/ L
Thorax: dbn Ht: 22 %
Abdomen: Trombosit: 424.000/ L
Asimetris, Soepel, MCV: 79 fL
Colonostomy (+), Feses MCH: 23,9 pg
(+) benjolan (+) MCHC: 30,5 g/dL
setentang umbilikal
ukuran 30 x 20 cm, Hati:
konsistensi keras, batas LDH: 528 U/L
tegas, permukaan rata, Asam Laktat: 2,7 mmol/L
nyeri tekan (-) Procalcitonin: 0,21 ng/mL
Ekstremitas:
Oedem sup/inf: Hasil Lab (27 September 2016)
49

(-)/(-) Urinalisis
Urin Lengkap
Warna: Kuning Jernih
Glukosa: -
Bilirubin: -
Keton: -
Berat Jenis: 1,010
pH: 8
Protein: -
Nitrit: -
Leukosit: -
Darah: -
Sedimen Urin:
Eritrosit: 0-1 LPB
Leukosit: 0-1 LPB
Epitel: 0-1 LPB
Casts: -
50

BAB 4

DISKUSI KASUS

No Teori Kasus
1. Definisi: Hasil Kultur Urin Porsi Tengah:
Infeksi saluran kemih (ISK) adalah Ditemukan Bakteri Aerob: Klebsiella
istilah umum yang menunjukkan pneumonia > 100.000 CFU/ ml urine
keberadaan mikroorganisme dalam Significant bacteriuria.
urin (bakteriuria). Bakteriuria ESBL (+)
dikatakan bermakna (significant
bacteriuria) bila terdapat
pertumbuhan mikroorganisme
tunggal > 100.000 CFU/mL pada
biakan urin porsi tengah.
2. Etiologi: Hasil Kultur Urin Porsi Tengah:
Escheria coli menyebabkan ~80% Ditemukan Bakteri Aerob: Klebsiella
infeksi akut (baik sistisis maupun pneumonia> 100.000 CFU/ ml urine
pielonefritis) pada pasien tanpa Significant bacteriuria.
kateter, abnormalitas saluran ESBL (+)
kemih, atau kalkuli. Bakteri gram
negatif lainnya, terutama Proteus,
Klebsiella spp, dan terkadang juga
Enterobacter spp, berperan dalam
ISK dalam presentasi yang lebih
kecil pada ISK sederhana.
Mikroorganisme tersebut bersama
dengan Serratia spp, dan
Pseudomonas spp, berperan besar
dalam menyebabkan infeksi
51

nosokomial yang berhubungan


dengan pemasangan kateter.

3. Gejala Klinis: Keluhan Utama : Disuria


Pielonefritis akut Hal ini dialami OS sejak 1 minggu ini
- Demam, mual dan muntah, dan memberat 1 hari SMRS. Urin
nyeri abdomen, dan diare. keruh pada kateter (+). Demam tinggi
Dapat ditemukan gejala dan turun dengan antipiretik.
sistitis. Menggigil (+). Nausea-vomitus (+)
- Nyeri tekan dan kemerahan Nyeri pinggang (+). Kateter terpasang
pada sudut kostovertebra (+) sejak 2 minggu. Riwayat sulit
atau palpasi abdomen dalam. BAB (+). Colonostomy bag (+). OS
- Urinalisis: ditemukan merupakan pasien Poli HOM dengan
silinder leukosit diagnosa NHL dan sudah menjalani
Prostatitis kemoterapi 2 kali.
- Akut : nyeri pada
perineum, demam, dan
prostat yang membengkak
pada pemeriksaan
- Kronis : gejala serupa
sistitis , pancaran urin lemah,
sulit mulai buang air kecil
Sistitis
- Gejala saluran kemih bawah
(LUTS) iritatif
- Trias :
disuria,frekuensi,urgensi
- Nyeri suprapubik atau dapat
bermanifestasi sebagai nyeri
pinggang bawah
52

- Urin keruh dan berbau tidak


sedap. Urin dapat berdarah
pada 30% kasus
- Kemerahan pada uretra atau
area suprapubik.
Uretritis
- LUTS iritatif
- Disuria, frekuensi, dan
piuria
4. Pemeriksaan Penunjang: Pada pasien dilakukan urinalisa,
1. Urinalisis kultur urin dan USG ginjal dan
2. Kultur Urin saluran kemih.
3. Pemeriksaan Lokal
Renal imaging procedures untuk
investigasi faktor predisposisi ISK :
Ultrasonografi (USG)
Radiografi
Foto polos abdomen
Pielografi IV
Micturating
cystogram
Isotop scanning
5. Penatalaksanaan: Pada pasien digunakan Ciprofloxacin
Rekomendasi Antibiotik untuk (Fluorokuinolon) sebagai terapi
inisial terapi empirik, jika lokal empirik, kemudian diganti dengan
resisten masih <20%: Meropenem sesuai hasil uji
- Fluorokuinolon sensitivitas.
- Aminopenisilin + - laktamase
inhibitor (BLI)
- Aminoglikosida
53

BAB 5

KESIMPULAN

Pasien, laki-laki usia 20 tahun didiagnosa dengan Non Hodgkin


Lymphoma post kemoterapi + ISK Komplikata ditatalaksana dengan IVFD NaCl
0,9% 20 gtt/i, drip Ciprofloksasin 400 mg/12 jam, paracetamol tab 3 x 500 mg,
inj. Novalgin 1 amp/8 jam (k/p) bila demam >38,5C kemudian antibiotik diganti
dengan inj. Meropenem 1 gram/8 jam setelah uji sensitivitas dilakukan
54

DAFTAR PUSTAKA

1. Lumbanbatu, S. M. Bakteriuria asimtomatik pada anak sekolah dasar usia 9-12


tahun. Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara. 2003. 1-17.
2. Widayati, A., Wirawan, I., dan Kusharwanti, A. Kesesuaian pemilihan
antibiotika dengan hasil kultur dan uji sensitivitas serta efektivitasnya
berdasarkan parameter angka leukosit urin pada pasien infeksi saluran kemih
rawat inap di rumah sakit panti rapih yogyakarta (juli-desember 2004). 2004.
hlm. 111-115.
3. Sukandar, E. Infeksi saluran kemih (pasien dewasa). Dalam: Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Ed 7. Jakarta: InternaPublishing, 2014. hlm. 2130-6
4. Najar MS, Saldanha CL, Banday KA. Approach to urinary tract
infections.Indian Journal of Nephrology. 2009;19(4):129-139.
doi:10.4103/0971-4065.59333.
5. Stamm, W. E. Urinary tract infection, pielonephritis, and prostatitis. In:
Harrison nephrology and acid-base balance. New York: McGraw-Hill, Inc;
2010.p.235-244.
6. Nguyen H. T. Bacterial infections of the genitourinary tract. In: Smith and
Tanaghoss general urology. Ed 18th. 2013. New York: McGraw-Hill, Inc;
2010.p. 197-200.
7. Mayo Clinic. Urinary tract infections (UTI). 2015. Available from:
http://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/urinary-tract
infection/basics/risk-factors/con-20037892 [Accessed On: 01 October 2016].
8. Tanto, C, Hustrini, N. M. Infeksi saluran kemih. Dalam: Kapita Selekta
Kedokteran: essential of medicine. Ed IV. 2014. Jakarta: Media Aesculapius.
9. BMJ. Urinary tracts infection in men. 2015. Available from:
http://bestpractice.bmj.com/bestpractice/monograph/76/diagnosis/differential.
html [Accessed On: 02 October 2016]
55

10. BMJ. Urinary tracts infection in women. 2015. Available from:


http://bestpractice.bmj.com/bestpractice/monograph/77/diagnosis/differential.
html [Accessed On: 02 October 2016]
11. Seputra, KP, Tarmono, Noegroho, BS., Mochtar, CA, Wahyudi, I, Renaldo, J.
et al. Guideline Penatalaksanaan Infeksi Saluran Kemih dan Genitalia Pria
2015. Jakarta: Ikatan Ahli Urologi Indonesia (IAUI). Edisi ke 2, 2015.
12. Grabe, M, Bartoletti, R, Johansen, TEB, Cai T, Cek, M, et al. Guideline on
Urological Infections. European Association of Urology 2015.
13. Sukandar, E. Infeksi (non spesifik dan spesifik) Saluran Kemih dan Ginjal. In
Sukandar E. Nefrologi Klinik Edisi III. Bandung: Pusat Informasi Ilmiah (PII)
Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK UNPAD. 2006: 29-72
56

LAMPIRAN 1
HASIL UJI KULTUR URIN
Dijumpai Klebsiella pneumonia > 100.000 CFU Urin Significant bacteriuria
Sensitif terhadap antimikroba Amikacin
Imipenem
Cefoperazone/Sulbactam
Meropenem
Fosfomycin
Polymyxin B
Resisten terhadap antimikroba Ampisilin
Cefotaxime
Ceftiazidime
Ceftriaxone
Ciprofloxacin
Cotrimoxazole
Doxycycline
Gentamycin
Levofloxacin
Ofloxacin
Norfloxacin
Trimethoprim
57

LAMPIRAN 2
USG Ginjal dan Saluran Kemih

Kesimpulan:
Acute pyelonefritis bilateral
Abses Renal Dextra + Hidronefrosis Renal Dextra Grade III

Anda mungkin juga menyukai