Ipi10505 PDF
Ipi10505 PDF
1, Maret 2007
ABSTRACT
Forty-five percents of 2.4 millions diabetes mellitus patients in Indonesia could not be treated
well because of noncompliance to the treatment. One of the reasons of this noncompliance was the
lack of understanding about diabetes mellitus disease.
The problem of this research was: Is there any difference between discussion and problem
solving method of health education for changing the attitude of patients with diabetes mellitus type-2
in RSUD Swadana Pekalongan. The aim of this research was to compare between discussion and
problem solving method of health education for changing the attitude of patients with diabetes
mellitus type-2 in RSUD Swadana Pekalongan. It was Quasi Experimental Research with Non
Equivalent Control Group Design with Pre-test and Post-test.
The Subject of this research was out-patient with diabetes mellitus type-2 in RSUD Swadana
Pekalongan, who were matched with the inclusion criteria as many as 124 persons. The research
sample was fixed with proposional random sampling technique. The sample of discussion group was
consisted of 23 persons and problem solving group consisted of 24 persons. The measurement tool
in pre and post-tes for knowledge was criteria referenced test, in questionnaire form, with validity of
0,3367 0,9002 and reliability of 0,8655. The measurement tool for attitude was attitude scale
questionnaire of Likert with validity of 0,3027 0,7426 and reliability of 0,8678. Enzymatic method
(glucose oxidation and hexokinase) was measurement tool for glucose bloods level. Statistic test
used Chi-Square and student t-test with significance level p = 0,05.
The result of this research showed that problem solving method could more improve the rate
of knowledges mark (p<0,05) than discussion method statistically, although this improvement has no
meaning clinically because raised only 1,42. Discussion and problem solving method of health
education have no meaning statistically (p>0,05) for improving the rate of attitude mark and the rate
of unload blood glucose level in out-patients with diabetes mellitus type-2 in RSUD Swadana
Pekalongan.
Keywords: health education, discussion method, problem solving method, diabetes mellitus.
17
Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 2, No.1, Maret 2007
16 per 1000 penduduk Indonesia menderita tentang penyakitnya agar mencapai keadaan
DM (Dep.Kes.RI, 1999). Diperkirakan pada sehat optimal dan penyesuaian keadaan
tahun 2020, jumlah penduduk diatas umur 20 psikologik serta kualitas hidup yang lebih baik.
tahun yang menderita DM sebanyak 7 juta Salah satu factor yang menentukan
orang, dengan asumsi prevalensi DM sebesar keberhasilan pendidikan kesehatan ialah
4%. Sehingga pengelolaan DM tidak mungkin penggunaan metode pendidikan. Akan tetapi
hanya diserahkan pada dokter, perawat, ahli sejauh ini penelitian untuk membandingkan
gizi, akan tetapi diperlukan partisipasi aktif penggunaan metode pendidikan kesehatan
pasien dan keluarganya (Dep.Kes.RI, 1999). relative masih sedikit.
Pasien DM rawat jalan di RSUD Swadana Hasil penelitian Hiswani (1999)
Pekalongan selama tahun 1999, menduduki menunjukkan bahwa metode diskusi dapat
urutan ke tiga setelah penyakit Koch meningkatkan pengetahuan, sikap dan
Pulmonum dan Vulnus Traumaticum, dengan menurunkan kadar glukosa darah pasien DM
jumlah pasien 1633 orang. tipe-2, disbanding metode ceramah.
Salah satu kendala dalam Sedangkan Widodo (1998) dalam
pengobatan DM setelah pasien pulang dari penelitiannya membuktikan bahwa metode
rumah sakit adalah taraf pendidikan yang diskusi kelompok lebih meningkatkan
rendah (Mutholib, 2000). Pasien DM di pengetahuan, sikap dan ketrampilan kader
Indonesia sebanyak 2,4 juta, tetapi UKGMD dibanding metode ceramah.
diperkirakan hanya 400.000 orang saja yang Penelitiaan De Weerdt (1989) menyimpulkan
dapat diobati dan 45% diantaranya tidak bahwa pasien DM yang mendapat pendidikan
dapat diobati dengan baik karena ketidak kesehatan dan pelatihan dari perawat, tingkat
patuhan terhadap pengobatan. Penyebabnya pengetahuan, sikap dan perilakunya dalam
antara lain kurangnya pengertian terhadap mengendalikan kadar glukosa darah, lebih
penyakit DM. baik dibanding pasien yang tidak
DM merupakan penyakit menahun mendapatkan pendidikan dan pelatihan dari
yang diderita seumur hidup, dapat menyerang perawat.
masyarakat segala lapisan umur dan lapisan Sehubungan dengan itu penulis
sosial ekonomi dan dapat menimbulkan tertarik untuk meneliti tentang perbandingan
berbagai macam penyulit, sehingga antara metode diskusi dengan pemecahan
berdampak terhadap penurunan kualitas masalah dalam pendidikan kesehatan untuk
sumber daya manusia (Perkeni, 1999). merubah perilaku pasien DM tipe-2 di RSUD
Menurut Moningkey (2000) pengobatan yang Swadana Pekalongan. Permasalahan yang
intensif dapat menambah umur harapan hidup timbul adalah : Apakah ada perbedaan
pasien DM rata-rata 2,5 tahun, dengan antara metode diskusi dengan pemecahan
tambahan biaya sekitar US $ 430.000. masalah dalam pendidikan kesehatan untuk
Konsensus Perkeni (1998) merumuskan 4 merubah perilaku pasien DM tipe-2 rawat
pilar utama pengelolaan DM, yaitu jalan di RSUD Swadana Pekalongan ?.
penyuluhan kesehatan, perencanaan Tujuan khusus penelitian ini adalah
makanan, latihan jasmani dan obat berkhasiat untuk dapat membandingkan pendidikan
hipoglikemik. kesehatan antara metode diskusi dan
Penyuluhan kesehatan (pendidikan pemecahan masalah terhadap peningkatan
kesehatan) bagi pasien DM memiliki peranan pada rerata nilai pengetahuan, sikap dan
yang penting untuk mengubah perilaku penurunan rerata nilai kadar glukosa darah
dengan meningkatkan pemahaman pasien
18
Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 2, No.1, Maret 2007
19
Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 2, No.1, Maret 2007
22.5
22
21.5
diskusi
21
pemecahan masalah
20.5
20
19.5
pretes postes
Hal tersebut diatas antara lain bahwa pendidikan kesehatan dalam jangka
disebabkan : subjek, fasilitator dan materi. waktu pendek dapat menghasilkan perubahan
Subjek pada kelompok pemecahan masalah dan peningkatan pengetahuan individu,
secara aktif memecahkan masalah sesuai kelompok dan masyarakat, terbukti benar.
kasus yang diajukan oleh peneliti, serta Selanjutnya pengukuran nilai pretes
diberikan materi tentang penatalaksanaan sikap, diperoleh nilai t-hitung = 0,262 dan p =
diabetes mellitus untuk dipelajari sebelum 0,794 (p>0,05), berarti metode diskusi dan
dilakukan edukasi yang ke 2. Fasilitator pada pemecahan masalah dalam kondisi awal yang
akhir perlakuan membantu memecahkan sebanding. Dalam penelitian ini juga
masalah yang tidak terpecahkan oleh menunjukkan bahwa kedua metode dapat
kelompok. Sedangkan pada kelompok diskusi, meningkatkan rerata nilai sikap. Metode
sebaliknya. Secara teoritis, maka pendapat diskusi dari 62,83 menjadi 62,96 sedangkan
Notoatmodjo (1997) yang mengemukakan metode pemecahan masalah dari 62,46
20
Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 2, No.1, Maret 2007
63
62.8
dis kusi
62.6
pem ecahan m as alah
62.4
62.2
pretes poste s
21
Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 2, No.1, Maret 2007
240
230
220
diskusi
210
pemecahan masalah
200
190
180
pretes postes
Ditinjau dari kerangka konsep, bahwa hipoglemik secara oral maupun suntikan.
ada variabel berpengaruh yang tidak dapat Untuk mendapatkan hasil yang optimal maka
dikendalikan, misalnya : lamanya menderita perlu memperoleh pendidikan kesehatan
DM, pemakaian obat-obat hipoglikemik, yang tentang DM.
memiliki pengaruh besar terhadap kadar
glukosa darah pasien DM. Penurunan kadar
glukosa darah pada dua kelompok perlakuan,
secara teoritis dimungkinkan sudah dimilikinya SIMPULAN DAN SARAN
pengetahuan atau sikap pasien terhadap Kesimpulan pertama adalah, bahwa
penyakit DM. Namun reratanya masih di atas pendidikan kesehatan dengan metode
200 yang berarti masih termasuk kategori pemecahan masalah secara statistik dapat
buruk, karena belum pada kisaran normal. lebih meningkatkan rerata nilai pengetahuan
Menurut WHO (1994), kadar glukosa darah 2 pasien DM tipe-2 di RSUD Swadana
jam setelah makan lebih dari 200mg%, Pekalongan, dibanding metode diskusi,
termasuk kategori buruk. Penatalaksanaan walaupun secara klinik peningkatannya tidak
DM yang baik menurut Perkeni (1998) dimulai bermakna karena hanya meningkat 1,42.
dari perencanaan makan, kemudian kegiatan Kedua, bahwa metode diskusi maupun
jasmani atau olah raga yang baik dan teratur pemecahan masalah dapat meningkatkan
serta pemantauan kadar glukosa darah rerata nilai sikap dan menurunkan rerata nilai
secara teratur. Menurut Perkeni (1998) kadar glukosa darah DM tipe-2 di RSUD
pemantauan kadar glukosa darah dapat Swadana Pekalongan, namun penurunannya
dilakukan sendiri di rumah oleh pasien, secara statistik tidak bermakna.
setelah mendapatkan pelatihan untuk itu. Saran pertama ditujukan kepada
Apabila setelah itu, kadar glukosa darah RSUD Swadana Pekalongan, agar lebih
masih belum memenuhi kadar sasaran meningkatkan pendidikan kesehatan bagi
metabolik, maka baru diberikan obat pasien DM, sebagai salah satu pilar
22
Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 2, No.1, Maret 2007
23