Anda di halaman 1dari 10

Konsep Leasing Konvensional

Leasing atau sewa guna usaha adalah setiap kegiatan pembiayaan perusahaan dalam
bentuk penyediaan barang-barang modal untuk digunakan oleh suatu perusahaan untuk jangka
waktu tertentu, berdasarkan pembayaran-pembayaran secara berkala disertai dengan hak pilih
bagi perusahaan tersebut untuk membeli barang-barang modal yang bersangkutan atau
memperpanjang jangka waktu leasing berdasarkan nilai sisa uang yang telah disepakati bersama.
Dengan melakukan leasing perusahaan dapat memperoleh barang modal dengan jalan sewa beli
untuk dapat langsung digunakan berproduksi, yang dapat diangsur setiap bulan, triwulan atau
enam bulan sekali kepada pihak lessor.
Melalui pembiayaan leasing perusahaan dapat memperoleh barang-barang modal untuk
operasional dengan mudah dan cepat. Hal ini sungguh berbeda jika kita mengajukan kredit
kepada bank yang memerlukan persyaratan serta jaminan yang besar. Bagi perusahaan yang
modalnya kurang atau menengah, dengan melakukan perjanjian leasing akan dapat membantu
perusahaan dalam menjalankan roda kegiatannya. Setelah jangka leasing selesai, perusahaan
dapat membeli barang modal yang bersangkutan. Perusahaan yang memerlukan sebagian barang
modal tertentu dalam suatu proses produksi secara tiba-tiba, tetapi tidak mempunyai dana tunai
yang cukup, dapat mengadakan perjanjian leasing untuk mengatasinya. Dengan melakukan
leasing akan lebih menghemat biaya dalam hal pengeluaran dana dibanding dengan membeli
secara tunai.
Di Indonesia leasing baru dikenal melalui surat keputusan bersama Menteri Keuangan
dan Menteri Perdagangan Republik Indonesia dengan No.KEP-122/MK/IV/2/1974,
No.32/M/SK/2/1974, dan No.30/Kpb/I/1974 tanggal 7 Februari 1974 tentang perizinan usaha
leasing. Sejalan dengan perkembangan waktu dan perekonomian Indonesia permasalahan yang
melibatkan leasing semakin banyak dan kompleks. Mulai dari jenis leasing yang paling
sederhana sampai yang rumit.[2]
Pengertian sewa guna usaha secara umum adalah perjanjian antara lessor dengan lessee
di mana pihak lessor menyediakan barang dengan hak penggunaan oleh lessee dengan imbalan
pembayaran sewa untuk jangka waktu tertentu.

C. Sejarah Leasing
Sejarah perkembangan leasing menurut T.M. Tom Clark dimulai sekitar tahun 1850, pada
saat tercatatnya perusahaan pertama yang menyewakan kereta api, di Amerika Serikat, The Bell
Telephone Company mulai memberikan layanan penyewaan telepon kepada para langganannya
melalui pembayaran secara cicilan pada tahun 1877. Sementara di tahun 1952, perusahaan
leasing di San Fransisco mendatangi perusahaan-perusahaan penghasil barang untuk
menawarkan jasa penjualan secara leasing.
Kejadian ini mendorong munculnya usaha leasing di Inggris, Jerman dan Jepang. Di
Indonesia leasing mulai muncul tahun 1974 dan berkembang sedemikian rupa sehingga pada
tahun 1984 telah berdiri 48 perusahaan leasing dengan total kontrak mencapai 436,1 miliar
rupiah.[3]

D. Pihak yang Terlibat dalam Leasing dan Jenis-Jenis Leasing.


1. Pihak yang Terlibat dalam leasing[4]
Setiap transaksi leasing sekurang-kurangnya melibatkan 4 pihak yang berkepentingan,
yaitu : lessor, lessee, supplier dan bank atau kreditor.
a. Lessor
Lessor adalah perusahaan leasing atau pihak yang memberikan jasa pembiayaan kepada
pihak lessee dalam bentuk barang modal. Lessor dalam financial lease bertujuan untuk
mendapatkan kembali biaya yang telah dikeluarkan untuk membiayai penyediaan barang modal
dengan mendapatkan keuntungan. Sedangkan dalam operating lease, lessor bertujuan
mendapatkan keuntungan dari penyediaan barang serta pemberian jasa-jasa yang berkenaan
dengan pemeliharaan serta pengoperasian barang modal tersebut.
b. Lessee
Lessee adalah perusahaan atau pihak yang memperoleh pembiayaan dalam bentuk barang
modal dari lessor. Lessee dalam financial lease bertujuan mendapatkan pembiayaan berupa
barang atau peralatan dengan cara pembayaran angsuran atau secara berkala. Pada akhir kontrak,
lessee memiliki hak opsi atas barang tersebut. Maksudnya, pihak lessee memiliki hak untuk
membeli barang yang di-lease dengan harga berdasarkan nilai sisa. Dalam operating lease,
lessee dapat memenuhi kebutuhan peralatannya di samping tenaga operator dan perawatan alat
tersebut tanpa risiko bagi lessee terhadap kerusakan.
c. Supplier
Supplier adalah perusahaan atau pihak yang mengadakan atau menyediakan barang untuk
dijual kepada lessee dengan pembayaran secara tunai oleh lessor. Dalam mekanisme financial
lease, supplier langsung menyerahkan barang kepada lessee tanpa melalui pihak lessor sebagai
pihak yang memberikan pembiayaan. Sebaliknya, dalam operating lease, supplier menjual
barangnya langsung kepada lessor dengan pembayaran sesuai dengan kesepakatan kedua belah
pihak, yaitu secara tunai atau berkala.
d. Bank
Dalam suatu perjanjian atau kontrak leasing, pihak bank atau kreditor tidak terlibat secara
langsung dalam kontrak tersebut, namun pihak bank memegang peranaan dalam hal penyediaan
dana kepada lessor terutama dalam mekanisme leverage lease di mana sumber dan pembiayaan
lessor diperoleh melalui kredit bank. Pihak supplier dalam hal ini tidak tertutup kemungkinan
menerima kredit dari bank. Untuk memperoleh barang-barang yang nantinya akan dijual sebagai
objek leasing kepada lessee atau lessor.

2. Jenis Jenis Leasing[5]


a. Finance Leasing (sewa guna usaha pembiayaan)
Dalam sewa guna usaha ini, perusahaan sewa guna usaha (lessor) adalah pihak yang
membiayai penyediaan barang modal. Penyewa guna usaha (lessee) biasanya memilih barang
modal yang dibutuhkan dan atas nama perusahaan sewa guna usaha, sebagai pemilik barng
modal tersebut, melakukan pemesanan, pemeriksaan dan pemeliharaan barang modal yang
menjadi objek transaksi leasing.
Lessor akan mengeluarkan dananya untuk membayar barang tersebut kepada supplier dan
kemudian barang tersebut diserahkan kepada lessee. Sebagai imbalan atau jasa penggunaan
barang tersebut lessee akan membayar secara berkala kepada lessor sejumlah uang yang berubah
uang rental untuk jangka waktu tertentu yang telah disepakati bersama. Jumlah rental ini secara
keseluruhan akan meliputi harga barang yang dibayar oleh lessor ditambah faktor bunga serta
keuntungan pihak lessor. Selanjutnya capital atau finance lease masih bisa dibedakan menjadi 2,
yaitu :
1) Direct finance lease
Transaksi ini terjadi jika lessee sebelumnya belum pernah memiliki barang yang dijadikan
objek lease. Secara sederhana bisa dikatakan bahwa lessor membeli suatu barang atas
permintaan lessee dan akan dipergunakan oleh lessee.
2) Sale and lease back
Dalam transaksi ini lesse menjual barang yang telah dimilikinya kepada lessor. Atas barang
yang sama ini kemudian dilakukan uatu konrak leasing antara lesse dengan lessor. Dengan
memperhatikan mekanisme ini, maka perjanjian ini memiliki tujuan yang berbeda dibandingkan
direct finance lease. Di sini lesse memerlukan cash yang bisa dipergunakan untuk tambahan
modal kerja atau untuk kepentingan lainnya. Bisa dikatakan bahwa dengan sistem sale and lease
back memungkinkan lessor memberikan dana untuk keperluan apa saja kepada kliennya dan
tentu saja dana yang dibutuhkana sesuai dengan nilai objek barang lease.
b. Operating lease (sewa menyewa biasa)
Dalam sewa guna usaha ini, perusahaan sewa guna usaha membeli barang modal dan
selanjutnya disewagunakan kepada penyewa guna usaha. Berbeda dengan finance lease, jumlah
seluruh pembayaran sewa guna usaha berkala dalam operating lease tidak mencakup jumlah
biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh barang modal tersebut berikut dengan bunganya.
Perbedaan ini disebabkan perusahaan sewa guna usaha mengharapkan keuntungan justru dari
penjualan barang modal yang disewa guna usahakan atau melalui beberapa kontrak sewa guna
usaha lainnya.
Perusahaan sewa guna usaha dalam operating lease biasanya bertanggung jawab atas biaya
biaya pelaksanaan sewa guna usaha seperti asuransi, pajak maupun pemeliharaan barang modal
yang bersangkutan.
c. Sales Typed Lease (sewa guna usaha penjualan)
Suatu transaksi sewa guna usaha, dimana produsen atau pabrikan juga berperan sebagai
perusahaan sewa guna usaha sehingga jumlah traksaksi termasuk bagian laba sudah
diperhitungkan oleh produsen atau pabrikan.
d. Leveraged Lease
Suatu transaksi sewa guna usaha, selain melibatkan lessor dan lessee juga melibatkan bank
atau kreditor jangka panjang yang membiayai bagian terbesar transaksi.
e. Cross Border Lease
Transaksi pada jenis ini merupakan suatu transaksi leasing yang dilakukan dengan melewati
batas suatu negara. Dengan demikian antara lessor dan lessee yang dilakukan dengan melewati
batas suatu negara. Dengan demikian antara lessor dan lessee terletak pada dua negara berbeda.
3. Penggolongan Perusahaan Leasing
Perusahaan leasing dalam menjalankan kegiatan usahanya dapat digolongkan ke dalam 3
kelompok, yaitu:
a) Independent Leasing Company
Perusahaan leasing jenis ini mewakili sebagian besar dari industri leasing. Perusahaan tipe
ini berdiri sendiri atau independen dari supplier yang mungkin dapat sekaligus sebagai pihak
produsen barang dan dalam memenuhi kebutuhan barang modal nasabahnya (lessee), perusahaan
dapat membelinya dari berbagai supplier atau produsen kemudian di-lease kepada pemakai.
Lembaga keuangan yang terlibat dalam kegiatan usaha leasing, misalnya bank-bank, dapat pula
disebut sebagai lessor independen. Banyak lembaga keuangan yang bertindak sebagai lessor
tidak hanya memberikan pembiayaan leasing kepada lessee tetapi juga memberikan pendanaan
kepada perusahaan leasing. Di samping itu lessor independen dapat pula memberikan
pembiayaan kepada supplier (manufacturer) yang sering disebut dengan vendor program.
b) Captive Lessor
Captive lessor akan tercipta apabila supplier atau produsen mendirikan perusahaan leasing
sendiri untuk membiayai produk-produknya. Hal ini dapat terjadi apabila supplier berpendapat
bahwa dengan menyediakan pembiayaan leasing sendiri akan dapat meningkatkan kemampuan
penjualan melebihi tingkat penjualan dengan menggunakan pembiayaan tradisional. Captive
lessor ini sering pula disebut dengan two-party lessor. Pihak pertama terdiri atas perusahaan
induk dan anak perusahaan leasing (subsidiary) dan pihak kedua adalah lessee atau pemakai
barang.
c) Lease Broker atau Packager
Bentuk akhir dari perusahaan leasing adalah lease broker atau packager. Broker leasing
berfungsi mempertemukan calon lessee dengan pihak lessor yang membutuhkan suatu barang
modal dengan cara leasing. Broker leasing biasanya tidak memiliki barang atau peralatan untuk
menangani transaksi leasing untuk atas namanya. Di samping itu perusahaan broker leasing
memberikan satu atau lebih jasa-jasa dalam usaha leasing tergantung apa yang dibutuhkan dalam
suatu transaksi leasing.

E. Konsep Leasing Islam


Leasing (sewa guna usaha) pertama dikenal di Amerika Serkat, yaitu berasal dari kata
lease yang berarti menyewa. Sedangkan dalam ekonomi Islam dikenal dengan al-ijarah, berasal
dari kata al-ajru yang berarti al-iwadhu (ganti).[6]
Al-Ijarah merupakan akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa dalam batasan
waktu tertentu, melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan
atas barang.[7] Dalam al-Quran surat al-Baqarah ayat 233 Firman Allah:
.....dan jika Kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, tidak ada dosa bagimu
apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertaqwalah kepada Allah dan
ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.
Sewa guna usaha syariah adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang
modal baik secara sewa guna usaha dengan hak opsi maupun tanpa hak opsi yang akan
digunakan oleh penyewa selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara angsuran
dimana menggunakan prinsip ijarah dan ijarah muntahiyah bittamlik. Sewa guna usaha syariah
diatur di dalam:
a) Peraturan Ketua Badan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Nomor Per-03/BL/2007 tentang
Kegiatan Perusahaan Pembiayaan Berdasarkan Prinsip Syariah.
b) Peraturan Ketua Badan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Nomor Per-04/BL/2007 tentang
Akad-akad Yang Digunakan Dalam Kegiatan Perusahaan Pembiayaan Berdasarkan Prinsip
Syariah.
c) Surat Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) Nomor B-323/DSN-
MUI/XI/2007 tanggal 29 November 2007 tentang Pernyataan DSN-MUI atas Peraturan Badan
Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan.

Dasar hukum yang dipakai dalam sewa guna usaha syariah berlainan dengan dasar
hukum yang dipakai dalam sewa guna usaha konvensional karena sewa guna usaha konvensional
diatur di dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1169/KMK.01/1991 tentang Kegiatan
Sewa Guna Usaha (Leasing). Sewa guna usaha konvensional menganut asas-asas yang berlaku di
dalam KUHPerdata dimana kiblatnya adalah hukum Eropa Kontinental, seperti asas kebebasan
berkontrak. Sedangkan sewa guna usaha syariah menganut asas-asas yang kiblatnya kepada Al-
Quran dan Al-Hadits.
Adapun asas-asas dalam Hukum Perdata Islam yang digunakan di dalam sewa guna
usaha syariah yaitu:
Asas Kebolehan.
Asas kebebasan dan Kesukarelawan.
Asas Pembawa Manfaat dan Menolak Mudharat.
Asas Kebajikan atau Kebaikan.
Asas Adil dan Seimbang.
Asas Larangan Merugikan Diri Sendiri dan Orang Lain.
Asas mendapatkan hak karena usaha dan jasa.
Asas Mengatur dan Memberi Petunjuk.
Asas Kebebasan Berusaha.
Asas Beritikad Baik dan Dilindungi.
Asas Mendahulukan Kewajiban Daripada Hak.

1. Landasan Hukum Leasing Syariah


a. Al-quran

Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhan-Mu? Kami telah menentukan antara mereka
penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebagian mereka
atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan yang
lain. Dan rahmat Tuhan-Mu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.[8]

b. Hadist
Dahulu kami menyewa tanah dengan (jalan membayar dari) tanaman yang tumbuh.
Lalu Rasulullah melarang kami cara itu dan memerintahkan kami agar membayarnya dengan
uang emas atau perak.[9]

Allah Taala berfirman: Ada tiga golongan yang pada hari kiamat (kelak) Aku akan
menjadi musuh mereka: (pertama) seorang laki-laki yang mengucapkan sumpah karena Aku
kemudian ia curang, (kedua) seorang laki-laki yang menjual seorang merdeka lalu dimakan
harganya, dan (ketiga) seorang laki-laki yang mempekerjakan seorang buruh lalu sang buruh
mengerjakan tugas dengan sempurna, namun ia tidak memberinya upahnya.[10]

c. Fatwa Dewan Syariah Nasional


- Fatwa DSN No:09/DSN-MUI/IV/2000 tentang Ijarah
- Fatwa DSN No: 27/DSN-MUI/III/2002 tentang Al-Ijarah Al-Muntahiyah Bi Al-Tamlik

2. Perbedaan Ijarah dengan Leasing


Karena Ijarah adalah akad yang mengatur pemanfaat hak guna tanpa terjadi pemindahan
kepemilikan, maka banyak orang yang menyamakan ijarah ini dengan leasing. Hal ini terjadi
karena kedua istilah tersebut sama-sama mengacu pada hal-ihwal sewa-menyewa. Menyamakan
ijarah dengan leasing tidak sepenuhnya benar pula. Karena pada dasarnya, walaupun terdapat
kesamaan antara ijarah dan leasing, tapi ada beberapa karakteristik yang membedakannya.
Sedikitnya ada lima aspek yang membedakan antara ijarah dan leasing, yaitu objeknya,
metode pembayarannya, perpindahan kepemilikan, lease purchase, dan sale and lease back.

Ijarah dan Leasing: Perbedaan dan Persamaannya[11]

Indicator Ijarah Leasing


Objek Objek yang disewakan bisa Dalam leasing,transaksi yang
berupa manfaat barang dan digunakan hanya terbatas pada
jasa. Dalam hal ini, ijarah manfaat barang saja.
memang terbagi menjadi
dua.1. Manfaat barangAkad
untuk mendapatkan manfaat
dari barang adalah sewa
menyewa. Dengan imbalam
berupa uang sewa
2. Manfaat jasa

Akad yang digunakan untuk


mendapat manfaat jasa
adalah upah mengupah.
Imbalan yang diterima
berupa upah/gaji yang
dibayarkan kepada pekerja.

Methods of Ada 2 metode pembayaran Metode pembayaran yang ada


payments dalam akad Ijarah1) Not dalam leasing adalah Not
(Metode contingent to contingent to performance.
Pembayaran) performanceMetode
pembayaran ini tidak
tergatung kepada kinerja
objek ijarah. Harga
sewa/upah yang harus
dibayarkan tergantung pada
lamanya masa sewa,bukan
pada kinerjanya.
2) Contingent to
performance

Metode pembayaran ini


disebut juga sebagai Jualah.
Yaitu uang sewa/upah yang
dibayarkan tergantung pada
kinerja/syarat yang
disepakati di awal. Kalau
ternyata syarat tersebut tidak
terpenuhi,maka uang sewa
tidak dibayarkan.

Transfer of Perpindahan kepemilikan: Perpindahan kepemilikan:


Tittle Ijarah: tidak ada Operating lease: tidak terjadi
(Perpindahan perpindahan kepemilikan perpindahan kepemilikan
Kepemilikan) IMBT: ada perjanjian di awal Financial lease: di akhir periode
akad apakah nantinya barang sewa si penyewa diberikan pilihan
yang disewakan dihibahkan untuk membeli atau tidak barang
atau dijual di akhir periode yang disewa tersebut
sewa
Lease Tidak mengenal Lease- Terdapat variasi/model lain
purchase PurchaseTransaksi tersebut dalam transaksi leasing,yaitu
(sewa-beli) dilarang dalam syariah Lease-purchase (sewa-beli)
karena terjadi akad two in dimana dalam kontrak
one (shafqatain fi al ini,perpindahan kepemilikan
shafqah). Tidak ada terjadi selama masa sewa. Jika di
kepastian dalam akad ini. tengah periode transaksi tersebut
Apakah ini akad sewa atau dibatalkan,maka kepemilikan
beli. Kerena perpindahan barang tersebut dibagi 2 antara
kepemilikan berlangsung penyewa danyang menyewakan.
selama periode sewa.Akan Transaksi tersebut dilarang dalam
tetapi dalam perbankan syariah karena terjadi akad two in
syariah dikenal bentuk one (shafqatain fi al shafqah).
Ijarah Muntahia bittamlik. Tidak ada kepastian dalam akad
ini. Apakah ini akad sewa atau
beli. Kerena perpindahan
kepemilikan berlangsung selama
periode sewa.
Sale and Sale and lease back adalah Dalam Leasing juga mengenal
lease back akad dimana si penjual ingin transaksi Sale and Lease.
menjual sebuah barang,akan
tetapi ia masih ingin
menggunakannya. Contoh, A
ingin menjual mobil kepada
si B. karena A masih butuh
manfaat dari mantan
mobilnya tersebut,maka B
menyewakan kembali
mobilnya kepada A. dalam
Syariah,akad tersebut
diperbolehkan.

Anda mungkin juga menyukai