Anda di halaman 1dari 49

A.

ANATOMI DAN FISIOLOGI OTAK


Susunan Saraf pusat
1. Medula Spinalis
a. Otak besar
b. Otak kecil
2. Otak
3. Batang otak
Susunan saraf perifer

1. Susunan saraf somatic


Susunan saraf yang
mempunyai peranan spesifik untuk
mengatur aktivitas otot sadar atau serat
lintang.
2. Susunan saraf otonom
Susunan saraf yang mempunyai peranan penting memengaruhi pekerjaan otot
involunter (otot polos) seperti jantung, hati, pancreas, jalan pencernaan, kelenjar dan
lain-lain.
a. Susunan saraf simpatis
b. Susunan saraf parasimpatis

Otak

Otak terletak dalam rongga kranium (tengkorak) berkembang dari sebuah tabung
yang mulanya memperhatikan tiga gejala pembesaran otak awal.

a. Otak depan menjadi hemisfer serebri, korpus striatum, thalamus, serta hipotalamus.
b. Otak tengah, tegmentum, krus serebrium, korpus kuadrigeminus.
c. Otak belakang, menjadi pons varoli, medulla oblongata, dan serebelum.
Serebrum

Pada otak besar ditemukan beberapa lobus yaitu:

1. Lobus frontalis, adalah bagian dari serebrum yang terletak di depan sulkus sentralis.
2. Lobus parietalis, terdapat di depan sulkus sentralis dan dibelakang oleh korako-
oksipitalis.
3. Lobus temporalis, terdapat dibawah
lateral dari fisura serebralis dan di depan
lobus oksipitalis.
4. Oksipitalis yang mengisi bagian
belakang dari serebrum.

Korteks serebri selain dibagi dalam lobus


dapat juga dibagi menurut fungsi dan
banyaknya area. Campbel membagi bentuk
korteks serebri menjadi 20 area. Secara umum korteks serebri dibagi menjadi empat
bagian:

1. Korteks sensoris. Pusat sensasi umum primer suatu hemisfer serebri yang mengurus
bagian badan, luas daerah korteks yang menangani suatu alat atau bagian tubuh
bergantung pada fungsi alat yang bersangkutan. Di samping itu juga korteks sensoris
bagian fisura lateralis menangani bagian tubuh bilateral lebih dominan.
2. Korteks asosiasi. Tiap indra manusia, korteks asosiasi sendiri merupakan kemampuan
otak manusia dalam bidang intelektual, ingatan, berpikir, rangsangan yang diterima
diolah dan disimpan serta dihubungkan dengan daya yang lain. Bagian anterior lobus
temporalis mempunyai hubungan dengan fungsi luhur dan disebut psikokorteks.
3. Korteks motoris menerima impuls dari korteks sensoris, fungsi utamanya adalah
kontribusi pada traktur piramidalis yang mengatur bagian tubuh kontralateral.
Korteks pre-frontal terletak pada lobus frontalis berhubungan dengan sikap mental
dan kepribadian.

Fungsi serebrum
1. Mengingat pengalaman yang lalu.
2. Pusat persarafan yang menangani, aktivitas mental, akal, intelegensi, keinginan,
dan memori.
3. Pusat menangis, buang air besar, dan buang air kecil.
Batang otak

Batang otak terdiri dari:

1. Diensefalon, ialah bagian otak


yang paling rostral, dan tertanam di
antara ke-dua belahan otak besar
(haemispherium cerebri). Diantara
diensefalon dan mesencephalon, batang
otak membengkok hampir sembilah
puluh derajat kearah ventral. Kumpulan
dari sel saraf yang terdapat di bagian
depan lobus temporalis terdapat kapsula interna dengan sudut menghadap kesamping.
Fungsi dari diensefalon:
a. Vasokonstriktor, mengecilkan pembuluh darah
b. Respiratori, membantu proses persarafan.
c. Mengontrol kegiatan refleks.
d. Membantu kerja jantung.
2. Mesensefalon, atap dari mesensefalon terdiri dari empat bagian yang menonjol ke
atas. Dua di sebelah atas disebut korpus kuadrigeminus superior dan dua di sebelah
bawah disebut korpus kuadrigeminus inferior. Serat saraf okulomotorius berjalan ke
ventral di bagian medial. Serat nervus troklearis berjalan ke arah dorsal menyilang
garis tengah ke sisi lain. Fungsinya:
a. Membantu pergerakan mata dan mengangkat kelopak mata.
b. Memutar mata dan pusat pergerakan mata.
3. Pons varoli, brakium pontis yang menghubungkan mesensefalon dengan pons varoli
dengan serebelum, terletak di depan serebelum di antara otak tengah dan medula
oblongata. Disini terdapat premotoksid yang mengatur gerakan pernapasan dan
refleks. Fungsinya:
a. Penghubung antara kedua bagian serebelum dan juga antara medula oblongata
dengan serebelum atau otak besar.
b. Pusat saraf nervus trigeminus.
4. Medula oblongata merupakan bagian dari batang otak yang paling bawah yang
menghubungkan pons varoli dengan medula spinalis. Bagian bawah medula oblongata
merupakan persambungan medula spinalis ke atas, bagian atas medula oblongata yang
melebar disebut kanalis sentralis di daerah tengah bagian ventral medula oblongata.
Fungsi medula oblongata:
a. Mengontrol kerja jantung.
b. Mengecilkan pembuluh darah (vasokonstriktor).
c. Pusat pernapasan.
d. Mengontrol kegiatan refleks

Serebelum

Serebelum (otak kecil) terletak pada


bagian bawah dan belakang tengkorak
dipisahkan dengan serebrum oleh fisura
transversalis dibelakangi oleh pons varoli
dan di atas medula oblongata. Organ ini
banyak menerima serabut aferen sensoris,
merupakan pusat koordinasi dan integrasi.

Bentuknya oval, bagian yang


mengecil pada sentral disebut vermis dan
bagian yang melebar pada lateral disebut
hemisfer. Serebelum berhubungan dengan batang otak melalui pendunkulus serebri
inferior (korpus retiformi) permukaan luar serebelum berlipat-lipat menyerupai
serebelum tetapi lipatannya lebih kecil dan lebih teratur. Permukaan serebelum ini
mengandung zat kelabu.

Korteks serebelum dibentuk oleh subtansia grisea, terdiri dari tiga lapisan yaitu
granular luar, lapisan purkinye, lapisan granular dalam. Serabut saraf yang masuk dan
yang keluar dari serebrum harus melewati serebelum

Fungsi serebelum
1. Arkhioserebelum (vestibuloserebelum), serabut aferen berasal dari telinga dalam yang
diteruskan oleh nervus VIII (auditorius) untuk keseimbangan dan rangsangan pendengaran
ke otak.
2. Paleaserebelum (spinoserebelum. Sebagai pusat penerima impuls dari reseptor sensasi
umum medula spinalis dan nervus vagus (N. trigeminus) kelopak mata, rahang atas, dan
bawah serta otot pengunyah.
3. Neoserebelum (pontoserebelum). Korteks serebelum menerima informasi tentang
gerakan yang sedang dan yang akan dikerjakan dan mengaturgerakan sisi badan.

Saraf otak

Urutan saraf Nama Saraf Sifat Saraf Memberikan saraf untuk


dan fungsi
I Nervus olfaktorius Sensorik Hidung, sebagai alat penciuman
II Nervus optikus Sensorik Bola mata, untuk penglihatan
III Nervus Motorik Penggerak bola mata dan
okulomotoris mengangkat kelopak mata
IV Nervus troklearis Motorik Mata, memutar mata dan
penggerak bola mata

V Nervus trigeminus Motorik dan sensorik -

N. Oftalmikus Motorik dan sensorik Kulit kepala dan kelopak mata


atas
N. Maksilaris Sensorik Rahang atas, palatum dan
hidung
N. Mandibularis Motorik dan sensorik Rahang bawah dan lidah
VI Nervus abdusen Motorik Mata, penggoyang sisi mata
VII Nervus fasialis Motorik dan Sensorik Otot lidah, menggerakkan lidah
dan selaput lendir rongga mulut
VIII Nervus auditorius Sensorik Telinga, rangsangan
pendengaran
IX Nervus vagus Sensorik dan motorik Faring, tonsil, dan lidah,
rangsangan citarasa
X Nervus vagus Sensorik dan motorik Faring, laring, paru-paru dan
esophagus
XI Nervus asesorius Motorik Leher, otot leher
XII Nervus hipoglosus Motorik Lidah, citarasa, dan otot lidah
Saraf otonom

Saraf Simpatis

Saraf ini terletak di depan kolumna vertebra dan berhubungan dengan sumsum
tulang belakang melalui serabut serabut saraf. Sistem simpatis terdiri dari 3 bagian,
yaitu :

1. Kornu anterior segmen torakalis ke 1 sampai ke-12 dan segmen lumbalis 1-3
terdapat nucleus vegetative yang berisi kumpulan kumpulan sel saraf simpatis. Sel
saraf simpatis ini mempunyai serabut serabut preganglion yang keluar dari kornu
anterior bersama- sama dengan radiks anterior dan nucleus spinalis. Setelah keluar
dari foramen intervertebralis, serabut serabut preganglion ini segera memusnahkan
diri dari nucleus spinalis dan masuk ke trunkus simpatikus serabut. Serabut
preganglion ini membentuk sinap terhadap sel sel simpatis yang ada dalam trunkus
simpatikus. Tetapi ada pula serabut serabut preganglion setelah berada di dalam
trunkus simpatikus terus keluar lagi dengan terlebih dahulu membentuk sinaps
menuju ganglion ganglion / pleksus simpatikus.

2. Trunkus simpatikus beserta cabang cabangnya. Di sebelah kiri dan kanan vertebra
terdapat barisan ganglion saraf simpatikus yang membujur di sepanjang vertebra.
Barisan ganglion ganglion saraf simpatikus ini disebut trunkus simpatikus. Ganglion
ganglion ini berisi sel saraf simpatis. Antara ganglion satu dengan ganglion lainnya,
atas, bawah, kiri, kanan, dihubungkan oleh saraf simpatis yang keluar masuk ke dalam
ganglion ganglion itu. Hali ini menyebabkan sepasang trunkus simpatikus juga
menerima serabut serabut saraf yang datang dari kornu anterior. Trunkus simpatikus
di bagi menjadi 4 bagian yaitu :

a. Trunkus simpatikus servikalis.


Terdiri dari 3 pasang ganglion. Dari ganglion ganglion ini keluar cabang
cabang saraf simpatis yang menuju ke jantung dari arteri karotis. Disekitar arteri
karotis membentuk pleksus. Dari pleksus ini keluar cabang cabang yang menuju
ke atas cabang lain mempersarafi pembuluh darah serta organ organ yang
terletak di kepala. Misalnya faring, kelenjar ludah, kelenjar lakrimalis, otot otot
dilatators, pupil mata, dan sebagainya.
b. Trunkus simpatikus torakalis.
Terdiri dari 10-11 ganglion, dari ganglion ini keluar cabang cabang simpatis
seperti cabang yang mensarafi organ organ di dalam toraks ( mis, orta, paru
paru, bronkus, esophagus, dsb ) dan cabang cabang yang menembus diafragma
dan masuk ke dalam abdomen, Cabang ini dalam rongga abdomen mensarafi
organ organ di dalamnya.

c. Trunkus simpatikus lumbalis.


Bercabang cabang menuju ke dalam abdomen, juga ikut membentuk pleksus
solare yang bercabang cabang ke dalam pelvis untuk turut membentuk pleksus
pelvini.
d. Trunkus simpatikus pelvis. Bercabang cabang ke dalam pelvis untuk membentuk
pleksus pelvini.
3. Pleksus simpatikus beserta cabang cabangnya. Di dalam abdomen, pelvis, toraks,
serta di dekat organ organ yang dipersarafi oleh saraf simpatis ( otonom ).
Umumnya terdapat pleksus pleksus yang dibentuk oleh saraf simpatis / ganglion
yaitu pleksus/ganglion simpatikus.

Ganglion lainnya ( simpatis ) berhubungan dengan rangkaian dua ganglion besar,


ini bersama serabutnya membentuk pleksus pleksus simpatis :

1. Pleksus kardio, terletak dekat dasar jantung serta mengarahkan cabangnya ke


daerah tersebut dan paru paru
2. Pleksus seliaka, terletak di sebelah belakang lambung dan mempersarafi organ
organ dalam rongga abdomen
3. Pleksus mesentrikus ( pleksus higratrikus ), terletak depan sacrum dan mencapai
organ organ pelvis

Tabel 10-2 Organ tubuh dan system pengendalian ganda


Organ Rangsangan simpatis Rangsangan
parasimpatis
Jantung Denyut dipercepat Denyut dipercepat
Arteri koronari Dilatasi Konstriksi
Pembuluh darah perifer Vasokonstriksi Vasodilatasi
Tekanan darah Naik Turun
Bronkus Dilatasi Konstriksi
Kelenjar ludah Sekresi berkurang Sekresi bertambah
Kelenjar lakrimalis Sekresi berkurang Sekresi bertambah
Pupil mata Dilatasi Konstriksi
Sistem pencernaan Peristaltik berkurang Peristaltik bertambah
makanan (SPM)
Kelenjar kelenjar SPM Sekresi berkurang Sekresi bertambah
Kelenjar keringat Ekskresi bertambah Ekskresi berkurang
Fungsi serabut saraf simpatis

1. Mensarafi otot jantung


2. Mensarafi pembuluh darah dan otot tak sadar
3. Mempersarafi semua alat dalam seperti lambung, pancreas dan usus
4. Melayani serabut motorik sekretorik pada kelenjar keringat
5. Serabut motorik pada otot tak sadar dalam kulit
6. Mempertahankan tonus semua otot sadar.

Sistem Parasimpatis

Saraf cranial otonom adalah saraf cranial 3, 7, 9, dan 10. Saraf ini merupakan
penghubung, melalui serabut serabut parasimpatis dalam perjalanan keluar dari otak
menuju organ organ sebagian dikendalikan oleh serabut serabut menuju iris. Dan
dengan demikian merangsang gerakan gerakan saraf ke -3 yaitu saraf okulomotorik.

Saraf simpatis sacral keluar dari sumsum tulang belakang melalui daerah sacral.
Saraf saraf ini membentuk urat saraf pada alat alat dalam pelvis dan bersama saraf
saraf simpatis membentuk pleksus yang mempersarafi kolon rectum dan kandung kemih.

Refleks miksi juga menghilang bila saraf sensorik kandung kemih mengalami
gangguan. System pengendalian ganda ( simpatis dan parasimpatis ). Sebagian kecil
organ dan kelenjar memiliki satu sumber persarafan yaitu simpatis atau parasimpatis.
Sebagian besar organ memiliki persarafan ganda yaitu : menerima beberapa serabut dari
saraf otonom sacral atau cranial. Kelenjar organ dirangsang oleh sekelompok urat saraf (
masing masing bekerja berlawanan ).
Dengan demikian penyesuaian antara aktivitas dan tempat istirahat tetap
dipertahankan. Demikian pula jantung menerima serabut serabut ekselevator dari saraf
simpatis dan serabut inhibitor dari nervus vagus. Saluran pencernaan memiliki urat saraf
ekselevator dan inhibitor yang mempercepaT dan memperlambat peristaltic berturut
turut.

Fungsi serabut parasimpatis :

1. Merangsang sekresi kelenjar air mata, kelenjar sublingualis, submandibularis, dan


kelenjar kelenjar dalam mukosa rongga hidung.
2. Mmepersarafi kelenjar air mata dan mukosa rongga hidung, berpusat di nuclei
lakrimalis, saraf sarafnya keluar bersama nervus fasialis.
3. Mempersarafi kelenjar ludah ( sublingualis dan submandibularis ), berpusat di nucleus
salivatorius superior, saraf saraf ini mengikuti nervus VII
4. Mempersarafi parotis yang berpusat di nucleus salivatoris inferior di dalam medulla
oblongata, saraf ini mengikuti nervus IX
5. Mempersarafi sebagian besar alat tubuh yaitu jantung, paru paru, gastrointestinum,
ginjal, pancreas, limfa, hepar, dan kelenjar suprarenalis yang berpusat pada nucleus
dorsalis nervus X
6. Mempersarafi kolon desendens, sigmoid, rectum, vesika urinaria dan alat kelamin,
berpusat di sacral II, III, IV.
7. Miksi dan defekasi pada dasarnya adalah suatu reflex yang berpusat di kornu lateralis
medulla spinalis bagian sacral. Bila kandung kemih dan rectum tegang miksi dan
defekasi secara reflex. Pada orang dewasa reflex ini dapat dikendalikan oleh
kehendak. Saraf yang berpengaruh menghambat ini berasal dari korteks di daerah
lotus parasentralis yang berjalan dalam traktus piramidalis.

B. DEFINISI STROKE

Stroke merupakan penyebab cacat nomor satu dan penyebab kematian nomor
dua di dunia. Penyakit ini telah menjadi masalah kesehatan yang mendunia dan
semakin penting, dengan dua pertiga stroke terjadi di negara-negara yang sedang
berkembang (Feigin, 2006). Di Indonesia, diperkirakan setiap tahun terjadi 500.000
penduduk terkena serangan stroke, sekitar 2,5 % atau 125.000 orang meninggal, dan
sisanya cacat ringan maupun berat.
Jumlah penderita stroke cenderung terus meningkat setiap tahun, bukan hanya
menyerang penduduk usia tua, tetapi juga dialami oleh mereka yang berusia muda dan
produktif hal ini akibat gaya dan pola hidup masyarakat yang tidak sehat, seperti
malas bergerak, makanan berlemak dan kolesterol tinggi, sehingga banyak diantara
mereka mengidap penyakit yang menjadi pemicu timbulnya serangan stroke. Saat ini
serangan stroke lebih banyak dipicu oleh adanya hipertensi yang disebut sebagai
silent killer, diabetes melittus, obesitas dan berbagai gangguan kesehatan yang terkait
dengan penyakit degeneratif. Secara ekonomi, dampak dari insiden ini prevalensi dan
akibat kecacatan karena stroke akan memberikan pengaruh terhadap menurunnya
produktivitas dan kemampuan ekonomi masyarakat dan bangsa (Yastroki, 2009).

Gangguan peredaran darah diotak (GPDO) atau dikenal dengan CVA ( Cerebro
Vaskuar Accident) adalah gangguan fungsi syaraf yang disebabkan oleh gangguan
aliran darah dalam otak yang dapat timbul secara mendadak ( dalam beberapa detik)
atau secara cepat ( dalam beberapa jam ) dengan gejala atau tanda yang sesuai dengan
daerah yang terganggu.(Harsono,1996, hal 67)
Stroke menurut World Health Organization (WHO) adalah disfungsi neurologi
akut yang disebabkan oleh gangguan aliran darah yang timbul secara mendadak
sesuai dengan tanda dan gejala daerah lokal pada otak yang terganggu.

Sindrom neurologi akut yang disebabkan oleh gangguan aliran darah yang
timbul secara hemiparesis sekunder semacam gangguan aliran darah. Stroke atau
cedera cerebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh
berhentinya suplai darah ke bagian otak sering ini adalah kulminasi penyakit
serebrovaskuler selama beberapa tahun. (Smeltzer C. Suzanne, 2002, hal 2131)

Penyakit ini merupakan peringkat ketiga penyebab kematian di United State.


Akibat stroke pada setiap tingkat umur tapi yang paling sering pada usia antara 75
85 tahun. (Long. C, Barbara;1996, hal 176).

C. KLASIFIKASI STROKE
Klasifikasi stroke terbagi menjadi 2 macam, yaitu:

a. Stroke hemoragik: salah satu pembuluh darah di otak (aneurisma,


mikroaneurisma, kelainan pembuluh darah kongenital) pecah atau robek
b. Stroke non hemoragik/ iskemik stroke: Terjadi akibat obstruksi atau bekuan di
satu atau lebih arteri besar pada sirkulasi serebrum

STROKE HEMORAGIK

Pecahnya pembuluh darah serebral diotak dan terjadinya pendarahan diotak disaat
seseorang sedang melakukan aktifitas. Stoke hemoragik dapat dibagi 2 :

1. Perdarahan intra serebral (PIS)

Pendarahan intra serebral mempunyai gejala prodromal,kecuali nyeri kepala


pada hipertensi. Serangan sering kali pada siang hari.mual dan muntah sering terdapat
pada serangan permulaan serangan hemiparesis/hemiplegi terjadi pada sejak
kesadaran menurun dan cepat coma (65% terjadi kurang dari setengah jam dan 12%
terjadi setelah 2 jam sampai 19 hari.

2. Perdarahan serebral anachroid (PSA)

Gejala nyeri kepala hebat dan akut kesadaran sering terganggu dan sangat
bervariasi.ada gejala, tanda rangsangan meningeal. edema pupil bila ada pendarahan
subhilaloid karena pecahnya aneurisma.

STROKE NON-HEMORAGIK (stroke iskemik, infark otak, penyumbatan)

EPIDEMIOLOGI

Stroke Non Hemoragik adalah masalah neurologik primer di AS dan di dunia.


Meskipun upaya pencegahan telah menimbulkan penurunan pada insiden beberapa
tahun terakhir,stroke adalah peringkat ketiga penyebab kematian, dengan laju
mortalitas 18 % sampai 37% untuk stroke pertama dan sebesr 62 % untuk stroke selanjutnya.
Terdapat kira-kira 2 juta orang bertahan hidup dari stroke yang mempunyai beberapa
kecacatan; dari angka ini,40% memerlukan bantuan dalam aktivitas kehidupan sehari-
hari.( Smeltzer C. Suzanne,2002, hal 2131).Penyakit ini merupakan peringkat ketiga
penyebab kematian di United State. Akibat stroke pada setiap tingkat umur tapi yang
paling sering pada usia antara 75 85 tahun.(Long. C, Barbara;1996, hal 176)

Stroke adalah penyebab cacat nomor satu dan penyebab kematian nomor dua di
dunia. Penyakit ini telah menjadi masalah kesehatan yang mendunia dan semakin
penting, dengan dua pertiga stroke sekarang terjadi di negara-negara yang sedang
berkembang.( Feigin, Valery. Stroke Panduan Bergambar Tentang Pencegahan dan
Pemulihan Stroke. Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer. 2006.)

Menurut taksiran Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), sebanyak 20,5 juta jiwa
di dunia sudah terjangkit stroke pada tahun 2001. Dari jumlah itu 5,5 juta telah
meninggal dunia. Penyakit tekanan darah tinggi atau hipertensi menyumbangkan 17,5
juta kasus stroke di dunia.( Sutrisno, Alfred. Stroke? You Must Know Before you Get
It!. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. 2007. Hal: 1-13) Di Amerika Serikat,
stroke menempati posisi ketiga sebagai penyakit utama yang menyebabkan kematian.
Posisi di atasnya dipegang penyakit jantung dan kanker. Di negeri Paman Sam ini,
setiap tahun terdapat laporan 700.000 kasus stroke. Sebanyak 500.000 diantaranya
kasus serangan pertama, sedangkan 200.000 kasus lainnya berupa stroke berulang.
Sebanyak 75 persen penderita stroke menderita lumpuh dan kehilangan pekerjaan.
(Sutrisno, Alfred. Stroke? You Must Know Before you Get It!. Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama. 2007. Hal: 1-13) Di Indonesia penyakit ini menduduki posisi ketiga
setelah jantung dan kanker. Sebanyak 28,5 persen penderita stroke meninggal dunia.
Sisanya menderita kelumpuhan sebagian maupun total. Hanya 15 persen saja yang
dapat sembuh total dari serangan stroke dan kecacatan.

ETIOLOGI

Beberapa keadaan dibawah ini dapat menyebabkan stroke antara lain :

1. Thrombosis Cerebral

Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi


sehingga menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapa menimbulkan oedema dan
kongesti di sekitarnya.Thrombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang
tidur atau bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis
dan penurunan tekanan darah yang dapat menyebabkan iskemi serebral.Tanda dan
gejala neurologis seringkali memburuk pada 48 jam sete;ah thrombosis.

Beberapa keadaan dibawah ini dapat menyebabkan thrombosis otak :

- Atherosklerosis

Atherosklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta


berkurangnya kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh darah. Manifestasi
klinis atherosklerosis bermacam-macam. Kerusakan dapat terjadi melalui
mekanisme berikut :

Lumen arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya aliran darah.


Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadi thrombosis.
Merupakan tempat terbentuknya thrombus, kemudian melepaskan kepingan
thrombus (embolus)
Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian robek dan
terjadi perdarahan.
- Hypercoagulasi pada polysitemia

Darah bertambah kental , peningkatan viskositas /hematokrit


meningkat dapat melambatkan aliran darah serebral.

- Arteritis ( radang pada arteri )


2. Emboli

Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh


bekuan darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari thrombus di
jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebral. Emboli tersebut
berlangsung cepat dan gejala timbul kurang dari 10-30 detik. Beberapa keadaan
dibawah ini dapat menimbulkan emboli :

a. Katup-katup jantung yang rusak akibat Rheumatik Heart Desease.(RHD)


b. Myokard infark
c. Fibrilasi, Keadaan aritmia menyebabkan berbagai bentuk pengosongan
ventrikel sehingga darah terbentuk gumpalan kecil dan sewaktu-waktu
kosong sama sekali dengan mengeluarkan embolus-embolus kecil.
d. Endokarditis oleh bakteri dan non bakteri, menyebabkan terbentuknya
gumpalan-gumpalan pada endocardium.

Klasifikasi Stroke Iskemik/non hemoragik

Berdasarkan perjalanan klinisnya stroke non-hemoragik dikelompokkan


menjadi 4, yaitu (Junaidi,2004) :

1. Transient Ischemic Attack (TIA) membaik dalam 24 jam tidak menyebabkan


infak jaringan.
2. Reversible Ischemic Neurologic Defisit (RIND); Variasi TIA dengan tanda
neurologis lebih dari 24 jam
3. Progressing Stroke atau Stroke in evolution
4. Completed Stroke atau stroke komplit
PERBEDAAN STROKE HEMORAGIK DAN STROKE NON-HEMORAGIK

Gejala Klinis Stroke Hemoragik Stroke Non


Hemoragik
PIS PSA

1. Gejala defisit lokal Berat Ringan Berat/ringan

2. SIS sebelumnya Amat jarang - +/ biasa

3. Permulaan (onset) Menit/jam 1-2 menit Pelan (jam/hari)

4. Nyeri kepala Hebat Sangat hebat Ringan/ tak ada

5. Muntah pada Sering Sering Tidak, kecuali lesi


awalnya di batang otak

6. Hipertensi Hampir selalu Biasanya tidak Sering kali

7. Kesadaran Bisa hilang Bisa hilang Dapat hilang


sebentar

8. Kaku kuduk Jarang Bisa ada pada Tidak ada


permulaan

9. Hemiparesis Sering sejak awal Tidak ada Sering dari awal

10. Deviasi mata Bisa ada Tidak ada mungkin ada

11. Gangguan bicara Sering Jarang Sering

12. Likuor Sering berdarah Selalu berdarah Jernih

13. Perdarahan Subhialoid Tak ada Bisa ada Tak ada

14. Paresis/gangguan N III - Mungkin (+) -

Stillwell, susan. 2011. pedoman keperawatan kritis. Jakarta : EGC


PATOFISIOLOGI
terlampir

MANIFESTASI KLINIS

Oklusi yang disebabkan oleh trombus atau emboli mempunyai perbedaan. Pada
trombus gejala lebih bertahap. Biasanya terdapat gejala prodormal yang minor. Stroke
akibat trombus biasanya terjadi pada saat tidur, baik pada malam hari maupun pagi hari.
Gejala baru dirasakan saat bangun dari tidur dan penderita yang langsung terjatuh karena
belum menyadari kelainan yang terjadi. Sementara stroke akibat emboli dapat terjadi
kapan saja, bangun dari tidur untuk ke kamar mandi adalah saat-saat yang berbahaya.
Trombosis pada arteri jarang sekali menyebabkan sakit kepala. Namun bila sakit
kepala timbul biasanya sesuai dengan lokasi trombus, pada oklusi arteri karotis, sakit
kepala terjadi sesuai pada sisi yang tersumbat. Penurunan kesadaran yang terjadi akibat
trombus disebabkan oleh paralisis fungsi secara keseluruhan. Penurunan kesadaran juga
dapat disebabkan oleh kejang yang terjadi akibat edema sekunder dan ancaman herniasi
batang otak.
Bila arteri karotis komunis tersumbat, maka pada palpasi di leher tidak teraba
denyut nadi. Pada oklusi arteri karotis interna, denyut arteri karotis komunis biasanya
teraba di daerah arteri karotis interna di leher. Adanya bruit dapat menunjukkan adanya
sumbatan di arteri karotis interna. Namun bila sumbatan sangat besar sehingga tidak ada
aliran darah, maka bruit tidak akan terdengar. Bila bruit juga terdengar pada mata
ipsilateral maka dapat dipastikan sumbatan berada di arteri tersebut.
Oklusi trungkus yang melibatkan hemisfer dominan menyebabkan afasia global.
Sementara bila melibatkan hemisfer yang tidak dominan akan menyebabkan gangguan
persepsi (anosognia) dan fungsi bahasa yang berkurang secara kualitatif. Oklusi yang
mengenai cabang superior akan menyebabkan defisit kontralateral yang melibatkan
ekstremitas atas dan wajah dan sebagian kontralateral tungkai dan kaki. Dan oklusi yang
mengenai cabang inferior hemisfer dominan akan mengakibatkan afasia Wernicke.
Infark pada hemisfer yang tidak dominan akan menyebabkan quadrantanopsia superior
atau hemiaopsia homonim. Oklusi pada cabang inferior kanan juga dapat menyebabkan
neglect visual kiri. Dan kerusakan lobus temporal pada akhirnya akan menyebabkan
agitasi dan confusional state
Hemisfer kiri merupakan hemisfer yang dominan untuk bicara dan bahasa pada
hampir 95% individu yang kinan. Infark yang terjadi pada hemisfer ini akan
menyebabkan terjadinya gangguan bahasa dan praksi, tergantung dimana lesi iskemi
terjadi. Sementara oklusi pada hemisfer kanan akan menyebabkan defisit motorik dan
perilaku abnormal. Dan pada akhirnya mempengaruhi afek atensi yang menyebabkan
terjadinya impersistence dan neglect.

Gejala-gejala neurologi yang timbul biasanya bergantung pada arteri yang


tersumbat.

1. Arteri serebri media (MCA)

Gejala-gejalanya antara lain hemiparese kontralateral, hipestesi


kontralateral, hemianopsia ipsilateral, agnosia, afasia, dan disfagia, Deviasi kedua
mata ke arah lesi. Karena MCA memperdarahi motorik ekstremitas atas maka
kelemahan tungkai atas dan wajah biasanya lebih berat daripada tungkai bawah.

2. Arteri serebri anterior

Umumnya menyerang lobus frontalis sehingga menyebabkan gangguan


bicara, timbulnya refleks primitive (grasping dan sucking reflex), penurunan
tingkat kesadaran, kelemahan kontralateral (tungkai bawah lebih berat dari pada
tungkai atas), defisit sensorik kontralateral, demensia, dan inkontinensia uri.

3. Arteri serebri posterior

Menimbulkan gejalah seperti hemianopsia homonymous kontralateral,


kebutaan kortikal, agnosia visual, penurunan tingkat kesadaran, hemiparese
kontralateral, gangguan memori.

4. Arteri vertebrobasiler (sirkulasi posterior)

Umumnya sulit dideteksi karena menyebabkan deficit nervus kranialis,


serebellar, batang otak yang luas. Gejalah yang timbul antara lain vertigo,
nistagmus, diplopia, sinkop, ataksia, peningkatan refleks tendon, tanda Babynski
bilateral, tanda serebellar, disfagia, disatria, dan rasa tebal pada wajah. Tanda
khas pada stroke jenis ini adalah temuan klinis yang saling berseberangan (defisit
nervus kranialis ipsilateral dan deficit motorik kontralateral).

5. Arteri karotis interna (sirkulasi anterior)

Gejala yang ada umumnya unilateral. Lokasi lesi yang paling sering
adalah bifurkasio arteri karotis komunis menjadi arteri karotis interna dan
eksterna. Adapun cabang-cabang dari arteri karotis interna adalah arteri oftalmika
(manifestasinya adalah buta satu mata yang episodik biasa disebut amaurosis
fugaks), komunikans posterior, karoidea anterior, serebri anterior dan media
sehingga gejala pada oklusi arteri serebri anterior dan media pun dapat timbul.

6. Lakunar stroke

Lakunar stroke timbul akibat adanya oklusi pada arteri perforans kecil di
daerah subkortikal profunda otak. Diameter infark biasanya 2-20 mm. Gejala
yang timbul adalah hemiparese motorik saja, sensorik saja, atau ataksia. Stroke
jenis ini biasanya terjadi pada pasien dengan penyakit pembuluh darah kecil
seperti diabetes dan hipertensi.

KOMPLIKASI
Komplikasi stroke menurut Satyanegara (1998):

a. Komplikasi Dini (0-48 jam pertama)

1. Edema serebri: defisit neurologis cenderung memberat, dapat mengakibatkan


peningkatan tekanan intrakranial, herniasi, dan akhirnya menimbulkan
kematian.
2. Infark miokard: penyebab kematian mendadak pada stroke stadium awal.

b. Komplikasi Jangka pendek (1-14 hari pertama)

1. Pneumonia: Akibat immobilisasi lama


2. Infark miokard
3. Emboli paru: Cenderung terjadi 7 -14 hari pasca stroke, seringkali pada saat
penderita mulai mobilisasi.
4. Stroke rekuren: Dapat terjadi pada setiap saat.
c. Komplikasi Jangka panjang

Stroke rekuren, infark miokard, gangguan vaskular lain: penyakit vaskular


perifer.

Menurut Smeltzer (2001), komplikasi yang terjadi pada pasien stroke yaitu:

1. Hipoksia serebral

Diminimalakan dengan memberikan oksigenasi darah adekuat ke otak.


Fungsi otak tergantung pada ketersediaan O2 yang dikirimkan ke jaringan.
Pemberian O2 suplemen dan mempertahankan hemoglobin dan hematokrit pada
tingkat dapat diterima akan membantu dalam mempertahankan hemoglobin dan
hematrokit pada tingkat dapat diterima akan membantu dalam mempertahankan
oksigenasi jaringan adekuat.

2. Aliran darah serebral

Bergantung pada tekanan darah, curah jantung, dan intregitas pembuluh


darah serebral. Hidrasi adekuat ( cairan intravena) harus menjamin penurunan
vikosis darah dan memperbaiki aliran darah serebral dan potensi meluasnya area
cedera.

3. Embolisme serebral

Dapat terjadi setelah infark miokard / fibrilasi atrium / dapat berasal dari
katup jantung protestik. Embolisme akan menurunkan aliran darah ke otak dan
selanjutnya menurunkan aliran darah serebral. Disritmia dapat mengakibtakan
curah jantung tidak konsisten dan penghentian trombul lokal. Selain itu disritmia
dapat menyebabkan embolus serebral dan harus diperbaiki.
FAKTOR RESIKO

Menurut Smaelzier 2001 faktor resiko yang sering teridentifikasi, yaitu ;

1. Hipertensi

Hipertensi merupakan factor resiko terjadinya stroke baik non perdarahan


atau perdarahan, dan juga menjadi factor terjadinya gangguan jantung yang
menjadi penyebab munculnya emboli otak.
Hipertensi sangat berpengaruh pada peredaran darah otak, karena
menyebabkan terjadinya penebalan dan remodeling pembuluh darah hingga
memperkecil diameternya. Perubahan ini menaikkan tahanan vaskuler dan memicu
terjadinya artherosclerosis, hipertensi juga merubah kemampuan sel2 endotel untuk
melepas zat vasoaktif dan menimbulkan kenaikkan tonus otot dan menyebabkan
mudah terjadinya vasokonstriksi pembuluh darah, selain itu hipertensi juga
mengganggu mekanisme autoregulasi pembuluh darah otak, yang mengatur
kestabilan cerebral blood flow, yakni jika terjadi perubahan tekanan perfusion ke
otak yaitu diantara 70-150 mm Hg. Hipertensi yang menahun merubah rentang
autoregulasi hingga tekanan perfussi menurun hingga otak lebih mudah terkena
gangguan aliran darah/ischaemi.
Hipertensi juga menyebabkan terjadinya atherosclerosis, karena merupakan
proinflammatory dan bersama radikal bebas otot halus pembuluh darah
berproliferasi dan mengoksidasi low density lipoprotein, mengaktifkan makrofag
dan monosit bermigrasi keluar. Disamping angiotensin II meningkat pada pasien
hipertensi dan diduga berperanan langsung dalam terjadinya artherosclerosis,
melalui proses pertumbuhan/penebalan otot halus, dan aktivitas lipoksigenase
hingga menghasilkan suatu reaksi radang dan oksidasi low density lipoprotein. Hal
ini memicu terjadinya artherosclerosis.
http://www.strokebethesda.com/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=95

2. Aneurisma pembuluh darah cerebral

Adanya kelainan pembuluh darah yakni berupa penebalan pada satu tempat
yang diikuti oleh penipisan di tempat lain. Pada daerah penipisan dengan maneuver
tertentu dapat menimbulkan perdarahan.
3. Kelainan jantung / penyakit jantung

Antara 34% penderita infark miokardial di kemudian hari mengalami strok


embolik. Risiko terbesar berada dalam satu bulan setelah terjadi infark miokardial.
Aterosklerosis mendasari terjadinya infark miokardial maupun strok iskemik.
Infark miokardial akan menimbulkan kerusakan pada dinding jantung ataupun
fibrilasi atrium yang menetap; keduanya memudahkan terjadinya trombus yang
pada suatu saat dapat terlepas atau pecah dan berubah menjadi emboli untuk
kemudian masuk ke dalam aliran darah otak

4. Diabetes mellitus (DM)

Diabetes mellitus meningkatkan risiko strok sebanyak 13 kali lipat


dibandingkan dengan orang yang tidak mengalami diabetes mellitus. Diabetes
mellitus meningkatkan risiko strok melalui beberapa mekanisme yang saling
berkaitan, yang bermuara pada terbentuknya plaque aterosklerotik. Plaque pada
diabetes mellitus banyak dijumpai di cabangcabang arteri serebral yang kecil.
Plaque tersebut akan menyempitkan diameter pembuluh darah kecil yang
kemudian dapat menimbulkan strok. Pada penderita diabetes mellitus, terjadi
hiperviskositas darah, kerusakan kronik aliran darah otak dan autoregulasi,
deformabilitas sel darah merah dan putih yang menurun, disfungsi sel endotel,
hiperkoagulabilitas, terganggunya sintesa prostasiklin yang menyebabkan
meningkatnya agregasi trombosit dan kemungkinan disfungsi otot polos arterioler
kortikal dan endotelium yang penting untuk kolatera

5. Usia lanjut

Kemunduran sistem pembuluh darah meningkat seiring dengan


bertambahnya usia hingga makin bertambah usia makin tinggi kemungkinan
mendapat strok. Dalam statistik faktor ini menjadi 2 x lipat setelah usia 55 tahun.
Dari berbagai penelitian, diketahui bahwa semakin tua usia, semakin besar pula
risiko terkena strok. Hal ini berkaitan dengan adanya proses degenerasi (penuan)
yang terjadi secara alamiah dan pada umumnya pada orang lanjut usia, pembuluh
darahnya lebih kaku oleh sebab adanya plak (atherosklerosis)
6. Policitemia

Pada policitemia viskositas darah meningkat dan aliran darah menjadi lambat
sehingga perfusi otak menurun.

7. Peningkatan kolesterol (lipid total)

Kolesterol merupakan faktor risiko stroke yang secara konsisten dilaporkan


dari berbagai hasil penelitian. Kolesterol LDL yang tinggi, kolesterol HDL yang
rendah, dan rasio kolesterol LDL dan HDL yang tinggi dihubungkan dengan
peningkatan risiko terkena stroke. Hal ini akan diperkuat bila ada faktor risiko
stroke yang lain (misalnya: hipertensi, merokok, obesitas).
Hubungan antara kolesterol dan stroke tergambarkan pula dalam berbagai
penelitian terapi kolesterol. Keberhasilan terapi penurunan kadar kolesterol darah
akan menurunkan risiko stroke dan penyakit jantung sebesar 60%. Penurunan
kadar koleserol darah akan menghambat proses atherosclerosis (pengerasan
diniding pembuluh darah arteri). Perkembangan atherosclerosis dapat dihambat
pada sebagian besar pasien yang menjalani terapi selama 2 tahun.
Kadar kolesterol darah yang tidak terkendali akan meningkatkan risiko
stroke. Pasien berusia 40 tahun-an yang memiliki kadar kolesterol LDL tinggi akan
memiliki risiko sebesar 52% untuk mengalami serangan jantung dan stroke pada
usia diatas 50 tahun (Lang, 2005).

8. Obesitas

Pada obesitas dapat terjadi hipertensi dan peningkatan kadar kolesterol


sehingga dapat mengakibatkan gangguan pada pembuluh darah, salah satunya
pembuluh drah otak.

9. Perokok

Studi terbaru menunjukkan hubungan yang signifikan antara merokok dan stroke.
Perokok memiliki risiko terkena stroke akibat gumpalan darah lepas (stroke
iskemik) 2 kali lipat lebih besar, sedangkan risiko stroke akibat pembuluh darah
pecah (hemorrhagic stroke) risikonya meningkat 4 kali lipat. Dr Pipe menuturkan
risiko ini karena rokok menyebabkan penumpukan kotoran pada bagian dalam
pembuluh darah (aterosklerosis), kondisi ini memberikan kemungkinan yang lebih
besar terhadap pembentukan bekuan atau gumpalan. Perokok punya kesempatan
lebih besar mengalami komplikasi dan stroke berulang. Pasien yang mengalami
stroke ringan 10 kali lebih mungkin mengalami stroke besar terutama jika mereka
terus merokok.

PEMERIKSAAN STROKE NON HEMORAGIK

a. Anamnesis

Stroke harus dipertimbangkan pada setiap pasien yang mengalami defisit


neurologi akut (baik fokal maupun global) atau penurunan tingkat kesadaran. Tidak
terdapat tanda atau gejala yang dapat membedakan stroke hemoragik dan non
hemoragik meskipun gejalah seperti mual muntah, sakit kepala dan perubahan tingkat
kesadaran lebih sering terjadi pada stroke hemoragik. Beberapa gejalah umum yang
terjadi pada stroke meliputi hemiparese, monoparese, atau qudriparese, hilangnya
penglihatan monokuler atau binokuler, diplopia, disartria, ataksia, vertigo, afasia, atau
penurunan kesadaran tiba-tiba. Meskipun gejala-gejala tersebut dapat muncul sendiri
namun umumnya muncul secara bersamaan. Penentuan waktu terjadinya gejala-gejala
tersebut juga penting untuk menentukan perlu tidaknya pemberian terapi trombolitik.
Beberapa faktor dapat mengganggu dalam mencari gejala atau onset stroke seperti:

Stroke terjadi saat pasien sedang tertidur sehingga kelainan tidak didapatkan
hingga pasien bangun (wake up stroke).
Stroke mengakibatkan seseorang sangat tidak mampu untuk mencari
pertolongan.
Penderita atau penolong tidak mengetahui gejala-gejala stroke.
Terdapat beberapa kelainan yang gejalanya menyerupai stroke seperti kejang,
infeksi sistemik, tumor serebral, subdural hematom, ensefalitis, dan
hiponatremia.
b. Pemeriksaan Fisik

Tujuan pemeriksaan fisik adalah untuk mendeteksi penyebab stroke


ekstrakranial, memisahkan stroke dengan kelainan lain yang menyerupai stroke, dan
menentukan beratnya defisit neurologi yang dialami. Pemeriksaan fisik harus
mencakup pemeriksaaan kepala dan leher untuk mencari tanda trauma, infeksi, dan
iritasi menings. Pemeriksaan terhadap faktor kardiovaskuler penyebab stroke
membutuhkan pemeriksaan fundus okuler (retinopati, emboli, perdarahan), jantung
(ritmik ireguler, bising), dan vaskuler perifer (palpasi arteri karotis, radial, dan
femoralis). Pasien dengan gangguan kesadaran harus dipastikan mampu untuk
menjaga jalan napasnya sendiri.

c. Pemeriksaan Neurologi

Tujuan pemeriksaan neurologi adalah untuk mengidentifikasi gejalah stroke,


memisahkan stroke dengan kelainan lain yang memiliki gejalah seperti stroke, dan
menyediakan informasi neurologi untuk mengetahui keberhasilan terapi. Komponen
penting dalam pemeriksaan neurologi mencakup pemeriksaan status mental dan
tingkat kesadaran, pemeriksaan nervus kranial, fungsi motorik dan sensorik, fungsi
serebral, gait, dan refleks tendon profunda. Tengkorak dan tulang belakang pun harus
diperiksa dan tanda-tanda meningimus pun harus dicari. Adanya kelemahan otot
wajah pada stroke harus dibedakan dengan Bells palsy di mana pada Bells
palsy biasanya ditemukan pasien yang tidak mampu mengangkat alis atau
mengerutkan dahinya.

d. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan darah rutin diperlukan sebagai dasar pembelajaran dan


mungkin pula menunjukkan faktor resiko stroke seperti polisitemia, trombositosis,
trombositopenia, dan leukemia). Pemeriksaan ini pun dapat menunjukkan
kemungkinan penyakit yang sedang diderita saat ini seperti anemia.

Pemeriksaan kimia darah dilakukan untuk mengeliminasi kelainan yang


memiliki gejalah seperti stoke (hipoglikemia, hiponatremia) atau dapat pula
menunjukka penyakit yang diderita pasien saat ini (diabetes, gangguan ginjal).

Pemeriksaan koagulasi dapat menunjukkan kemungkinan koagulopati pada


pasien. Selain itu, pemeriksaan ini juga berguna jika digunakan terapi trombolitik dan
antikoagulan.

Biomarker jantung juga penting karena eratnya hubungan antara stroke


dengan penyakit jantung koroner. Penelitian lain juga mengindikasikan adanya
hubungan anatara peningkatan enzim jantung dengan hasih yang buruk dari stroke.

e. Pemeriksaan Radiologi
- CT scan kepala non kontras
Modalitas ini baik digunakan untuk membedakan stroke hemoragik
dan stroke non hemoragik secara tepat kerena pasien stroke non hemoragik
memerlukan pemberian trombolitik sesegera mungkin. Selain itu, pemeriksaan
ini juga berguna untuk menentukan distribusi anatomi dari stroke dan
mengeliminasi kemungkinan adanya kelainan lain yang gejalahnya mirip
dengan stroke (hematoma, neoplasma, abses).

Adanya perubahan hasil CT scan pada infark serebri akut harus


dipahami. Setelah 6-12 jam setelah stroke terbentuk daerah hipodense regional
yang menandakan terjadinya edema di otak. Jika setelah 3 jam terdapat daerah
hipodense yang luas di otak maka diperlukan pertimbangan ulang mengenai
waktu terjadinya stroke. Tanda lain terjadinya stroke non hemoragik adalah
adanya insular ribbon sign, hiperdense MCA (oklusi MCA), asimetris sulkus,
dan hilangnya perberdaan gray-white matter.

- CT perfussion

Modalitas ini merupakan modalitas baru yang berguna untuk


mengidentifikasi daerah awal terjadinya iskemik. Dengan melanjutkan
pemeriksaan scan setelah kontras, perfusi dari region otak dapat diukur.
Adanya hipoatenuasi menunjukkan terjadinya iskemik di daerah tersebut.

- CT angiografi (CTA)

Pemeriksaan CT scan non kontras dapat dilanjutkan dengan CT


angiografi (CTA). Pemeriksaan ini dapat mengidentifikasi defek pengisian
arteri serebral yang menunjukkan lesi spesifik dari pembuluh darah penyebab
stroke. Selain itu, CTA juga dapat memperkirakan jumlah perfusi karena
daerah yang mengalami hipoperfusi memberikan gambaran hipodense.

- MR angiografi (MRA)

MRA juga terbukti dapat mengidentifikasi lesi vaskuler dan oklusi


lebih awal pada stroke akut. Sayangnya, pemerikasaan ini dan pemeriksaan
MRI lainnya memerlukan biaya yang tidak sedikit serta waktu pemeriksaan
yang agak panjang.

Protokol MRI memiliki banyak kegunaan untuk pada stroke akut. MR


T1 dan T2 standar dapat dikombinasikan dengan protokol lain
seperti diffusion-weighted imaging (DWI) dan perfussion-weighted
imaging (PWI) untuk meningkatkan sensitivitas agar dapat mendeteksi stroke
non hemoragik akut. DWI dapat mendeteksi iskemik lebih cepat daripada CT
scan dan MRI. Selain itu, DWI juga dapat mendeteksi iskemik pada daerah
kecil. PWI dapat mengukur langsung perfusi daerah di otak dengan cara yang
serupa dengan CT perfusion. Kontras dimasukkan dan beberapa gambar
dinilai dari waktu ke waktu serta dibandingkan.

- USG, ECG, EKG, Chest X-Ray

Untuk evaluasi lebih lanjut dapat digunakan USG. Jika dicurigai


stenosis atau oklusi arteri karotis maka dapat dilakukan pemeriksaan dupleks
karotis. USG transkranial dopler berguna untuk mengevaluasi anatomi
vaskuler proksimal lebih lanjut termasuk di antaranya MCA, arteri karotis
intrakranial, dan arteri vertebrobasiler. Pemeriksaan ECG (ekhokardiografi)
dilakukan pada semua pasien dengan stroke non hemoragik yang dicurigai
mengalami emboli kardiogenik. Transesofageal ECG diperlukan untuk
mendeteksi diseksi aorta thorasik. Selain itu, modalitas ini juga lebih akurat
untuk mengidentifikasi trombi pada atrium kiri. Modalitas lain yang juga
berguna untuk mendeteksi kelainan jantung adalah EKG dan foto thoraks.

PENATALAKSANAAN STROKE NON HEMORAGIK

Stroke merupakan kondisi emergensi yang membutuhkan penanganan segera. Begitu


stroke menyerang, maka akan terjadi kerusakan mayor dalam 3 jam pertama. Oleh
karena itu, sebagian besar obat-obatan yang efektif tidak bisa bermanfaat bahkan tidak
diberikan sama sekali setelah 3 jam.

Dalam kondisi normal, aliran darah otak orang dewasa adalah 50-60 ml/100gram
otak/menit. Pada otak yang mengalami iskemik, terdapat area infark yang terdiri
dari ischemic core (inti iskemik) dan penumbra atau area yang mengelilingi ischemic
core. Pada area ischemic core, aliran darah amat rendah (0-20 ml/100g/menit).
Sedangkan di daerah sekelilingnya, atau penumbra, aliran darah berkurang di bawah
normal (20-50 ml/100 g/menit). Konsep tentang area penumbra merupakan dasar dalam
penatalaksanaan stroke iskemik. Terdapat periode yang dikenal sebagai "window
therapy" (jendela terapi), yaitu 6 jam setelah awitan. Bila ditangani dengan baik dan
tepat, maka daerah penumbra akan dapat diselamatkan sehingga infark tidak bertambah
luas.

1. Penatalaksanaan Umum

a. Airway and breathing

Pasien dengan GCS 8 atau memiliki jalan napas


yang tidak adekuat atau paten memerlukan intubasi
(memasukkan pipa jalan nafas buatan kedalam
trachea melalui mulut.). Jika terdapat tanda-tanda
peningkatan tekanan intrakranial (TIK) maka
pemberian induksi dilakukan untuk mencegah efek
samping dari intubasi. Pada kasus dimana
kemungkinan terjadinya herniasi otak besar maka
target pCO2 arteri adalah 32-36 mmHg. Dapat pula diberikan manitol intravena untuk
mengurangi edema serebri. Pasien harus mendapatkan bantuan oksigen jika pulse
oxymetri atau pemeriksaan analisa gas darah menunjukkan terjadinya hipoksia.
Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan hipoksia pada stroke non hemoragik
adalah adanya obstruksi jalan napas parsial, hipoventilasi, atelektasis ataupun GERD.

b. Circulation

Pasien dengan stroke non hemoragik membutuhkan terapi intravena dan


pengawasan jantung. Pasien dengan stroke akut berisiko tinggi mengalami aritmia
jantung dan peningkatan biomarker jantung. Sebaliknya, atrial fibrilasi juga dapat
menyebabkan terjadinya stroke.

c. Pengontrolan gula darah

Beberapa data menunjukkan bahwa hiperglikemia berat terkait dengan


prognosis yang kurang baik dan menghambat reperfusi pada trombolisis. Pasien
dengan normoglokemik tidak boleh diberikan cairan intravena yang mengandung
glukosa dalam jumlah besar karena dapat menyebabkan hiperglikemia dan memicu
iskemik serebral eksaserbasi. Pengontrolan gula darah harus dilakukan secara ketat
dengan pemberian insulin. Target gula darah yang harus dicapai adalah 90-140 mg/dl.
Pengawasan terhadap gula darah ini harus dilanjutkan hingga pasien pulang untuk
mengantisipasi terjadinya hipoglikemi akibat pemberian insulin.
d. Posisi kepala pasien

Penelitian telah membuktikan bahwa tekanan perfusi serebral lebih maksimal


jika pasien dalam pasien supinasi. Sayangnya, berbaring telentang dapat
menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial padahal hal tersebut tidak dianjurkan
pada kasus stroke. Oleh karena itu, pasien stroke diposisikan telentang dengan kepala
ditinggikan sekitar 30-45 derajat.

e. Pengontrolan tekanan darah

Pada keadaan dimana aliran darah kurang seperti pada stroke atau peningkatan
TIK, pembuluh darah otak tidak memiliki kemampuan vasoregulator sehingga hanya
bergantung pada maen arterial pressure (MAP) dan cardiac output (CO) untuk
mempertahankan aliran darah otak. Oleh karena itu, usaha agresif untuk menurunkan
tekanan darah dapat berakibat turunnya tekanan perfusi yang nantinya akan semakin
memperberat iskemik. Di sisi lain didapatkan bahwa pemberian terapi anti hipertensi
diperlukan jika pasien memiliki tekanan darah yang ekstrim (sistole lebih dari 220
mmHg dan diastole lebih dari 120 mmHg) atau pasien direncanakan untuk
mendapatkan terapi trombolitik.

AHA/ASA merekomendasikan pengontrolan tekanan darah pada pasien stroke


non hemoragik adalah sebagai berikut:

Jika pasien tidak direncanakan untuk mendapatkan terapi trombolitik

Tekanan darah sistolik kurang dari 220 mmHg, dan tekanan darah
diastolik kurang dari 120 mmHg tanpa adanya gangguan organ end-
diastolic maka tekanan darah harus diawasi (tanpa adanya intervensi)
dan gejala stroke (terapi simptomatik) serta komplikasinya harus
ditangani.

Untuk pasien dengan TD sistolik di atas 220 mmHg atau diastolik


antara 120-140 mmHg maka pasien dapat diberikan labetolol (10-20
mmHg IV selama 1-2 menit jika tidak ada kontraindikasi. Dosis dapat
ditingkatkan atau diulang setiap 10 menit hingga mencapai dosis
maksiamal 300 mg. Sebagai alternatif dapat diberikan nicardipine (5
mg/jam IV infus awal) yang dititrasi hingga mencapai efek yang
diinginkan dengan menambahkan 2,5 mg/jam setiap 5 menit hingga
mencapai dosis maksimal 15 mg/jam. Pilihan terakhir (TD diastolik >
140) dapat diberikan nitroprusside 0,5 mcg/kgBB/menit/IV via syringe
pump. Target pencapaian terapi ini adalah nilai tekanan darah
berkurang 10-15 persen.

Pada pasien yang akan mendapatkan terapi trombolitik

TD sistolik lebih 185 mmHg, dan diastolik lebih dari 110 mmHg maka
dibutuhkan antihipertensi. Pengawasan dan pengontrolan tekanan darah
selama dan setelah pemberian trombolitik agar tidak terjadi komplikasi
perdarahan. Preparat antihipertensi yang dapat diberikan adalah
labetolol (10-20 mmHg/IV selama 1-2 menit dapat diulang satu kali).
Alternatif obat yang dapat digunakan adalah nicardipine infuse 5
mg/jam yang dititrasi hingga dosis maksimal 15 mg/jam.

Pengawasan terhadap tekanan darah adalah penting. Tekanan darah harus


diperiksa setiap 15 menit selama 2 jam pertama, setiap 30 menit selama 6 jam
berikutnya, dan setiap jam selama 16 jam terakhir. Target terapi adalah tekanan darah
berkurang 10-15 persen dari nilai awal.

Untuk mengontrol tekanan darah selama opname maka agen berikut dapat
diberikan.

TD sistolik 180-230 mmHg dan diastolik 105-120 mmHg maka dapat diberikan
labetolol 10 mg IV selama 1-2 menit yang dapat diulang selama 10-20 menit
hingga maksimal 300 mg atau jika diberikan lewat infuse hingga 2-8 mg/menit.

TD sistolik lebih dari 230 mmHg atau diastolik 121-140 mmHg dapat diberikan
labetolol dengan dosis diatas atau nicardipine infuse 5 mg/jam hingga dosis
maksimal 15mg/jam.

Penggunaan nifedipin sublingual untuk mengurangi TD dihindari karena dapat


menyebabkan hipotensi ekstrim.

f. Pengontrolan demam

Antipiretik diindikasikan pada pasien stroke yang mengalami demam karena


hipertermia (utamanya pada 12-24 jam setelah onset) dapat menyebabkan trauma
neuronal iskemik. Sebuah penelitian eksprimen menunjukkan bahwa hipotermia otak
ringan dapat berfungsi sebagai neuroprotektor.
g. Pengontrolan edema serebri

Edema serebri terjadi pada 15 persen pasien dengan stroke non hemoragik dan
mencapai puncak keparahan 72-96 jam setelah onset stroke. Hiperventilasi dan
pemberian manitol rutin digunakan untuk mengurangi tekanan intrakranial dengan
cepat.

h. Pengontrolan kejang

Kejang terjadi pada 2-23 persen pasien dalam 24 jam pertama setelah onset.
Meskipun profilaksis kejang tidak diindikasikan, pencegahan terhadap sekuel kejang
dengan menggunakan preparat antiepileptik tetap direkomendasikan

2.Penatalaksanaan Khusus

a. Terapi Trombolitik

Tissue plasminogen activator (recombinant t-PA) yang diberikan secara


intravena akan mengubah plasminogen menjadi plasmin yaitu enzim proteolitik yang
mampu menghidrolisa fibrin, fibrinogen dan protein pembekuan lainnya.

Pada penelitian NINDS (National Institute of Neurological Disorders and


Stroke) di Amerika Serikat, rt-PA diberikan dalam waktu tidak lebih dari 3 jam setelah
onset stroke, dalam dosis 0,9 mg/kg (maksimal 90 mg) dan 10% dari dosis tersebut
diberikan secara bolus IV sedang sisanya diberikan dalam tempo 1 jam. Tiga bulan
setelah pemberian rt-PA didapati pasien tidak mengalami cacat atau hanya minimal.
Efek samping dari rt-PA ini adalah perdarahan intraserebral, yang diperkirakan sekitar
6%. Penggunaan rt-PA di Amerika Serikat telah mendapat pengakuan FDA pada tahun
1996.

Tetapi pada penelitian random dari European Coorperative Acute Stroke


Study (ECASS) pada 620 pasien dengan dosis t-PA 1,1 mg/kg (maksimal 100 mg)
diberikan secara IV dalam waktu tidak lebih dari 6 jam setelah onset. Memperlihatkan
adanya perbaikan fungsi neurologik tapi secara keseluruhan hasil dari penelitian ini
dinyatakan kurang menguntungkan. Tetapi pada penelitian kedua (ECASS II) pada 800
pasien menggunakan dosis 0,9 mg/kg diberikan dalam waktu tidak lebih dari 6 jam
sesudah onset. Hasilnya lebih sedikit pasien yang meninggal atau cacat dengan
pemberian rt-PA dan perdarahan intraserebral dijumpai sebesar 8,8%. Tetapi rt-PA
belum mendapat ijin untuk digunakan di Eropa.
Kontroversi mengenai manfaat rt-PA masih berlanjut, JM Mardlaw dkk
mengatakan bahwa terapi trombolisis perlu penelitian random dalam skala besar sebab
resikonya sangat besar sedang manfaatnya kurang jelas. Lagi pula jendela waktu untuk
terapi tersebut masih kurang jelas dan secara objektif belum terbukti rt-PA lebih aman
dari streptokinase. Sedang penelitian dari The Multicenter Acute Stroke Trial-Europe
Study Group (MAST-E) dengan menggunakan streptokinase 1,5 juta unit dalam waktu
satu jam. Jendela waktu 6 jam setelah onset, ternyata meningkatkan mortalitas.
Sehingga penggunaan streptokinase untuk stroke iskemik akut tidak dianjurkan.

(emedicine.medscape.com)

b. Antikoagulan

Warfarin dan heparin sering digunakan pada TIA dan stroke yang mengancam.
Suatu fakta yang jelas adalah antikoagulan tidak banyak artinya bilamana stroke telah
terjadi, baik apakah stroke itu berupa infark lakuner atau infark massif dengan
hemiplegia. Keadaan yang memerlukan penggunaan heparin adalah trombosis arteri
basilaris, trombosis arteri karotisdan infark serebral akibat kardioemboli. Pada keadaan
yang terakhir ini perlu diwaspadai terjadinya perdarahan intraserebral karena
pemberian heparin tersebut.

1) Warfarin

Segera diabsorpsi dari gastrointestinal. Terkait dengan protein plasma.


Waktu paro plasma: 44 jam. Dimetabolisir di hati, ekskresi: lewat urin. Dosis: 40 mg
(loading dose), diikuti setelah 48 jam dengan 3-10 mg/hari, tergantung PT. Reaksi
yang merugikan: hemoragi, terutama ren dan gastrointestinal.

2) Heparin

Merupakan acidic mucopolysaccharide, sangat terionisir. Normal terdapat


pada mast cells. Cepat bereaksi dengan protein plasma yang terlibat dalam proses
pembekuan darah. Heparin mempunyai efek vasodilatasi ringan. Heparin melepas
lipoprotein lipase. Dimetabolisir di hati, ekskresi lewat urin. Wakto paro plasma: 50-
150 menit. Diberikan tiap 4-6 jam atau infus kontinu. Dosis biasa: 500 mg (50.000
unit) per hari. Bolus initial 50 mg diikuti infus 250 mg dalam 1 liter garam fisiologis
atau glukose. Dosis disesuaikan dengan Whole Blood Clotting Time. Nilai normal: 5-
7 menit, dan level terapetik heparin: memanjang sampai 15 menit. Reaksi yang
merugikan: hemoragi, alopesia, osteoporosis dan diare. Kontraindikasi: sesuai
dengan antikoagulan oral. Apabila pemberian obat dihentikan segala sesuatunya
dapat kembali normal. Akan tetapi kemungkinan perlu diberi protamine
sulphute dengan intravenous lambat untuk menetralisir. Dalam setengah jam
pertama, 1 mg protamin diperlukan untuk tiap 1 mg heparin (100 unit).

c. Hemoreologi

Pada stroke iskemik terjadi perubahan hemoreologi yaitu peningkatan


hematokrit, berkurangnya fleksibilitas eritrosit, aktivitas trombosit, peningkatan kadar
fibrinogen dan aggregasi abnormal eritrosit, keadaan ini menimbulkan gangguan pada
aliran darah. Pentoxyfilline merupakan obat yang mempengaruhi hemoreologi yaitu
memperbaiki mikrosirkulasi dan oksigenasi jaringan dengan cara: meningkatkan
fleksibilitas eritrosit, menghambat aggregasi trombosit dan menurunkan kadar
fibrinogen plasma. Dengan demikian eritrosit akan mengurangi viskositas
darah.Pentoxyfilline diberikan dalam dosis 16/kg/hari, maksimum 1200 mg/hari
dalam jendela waktu 12 jam sesudah onset.

d. Antiplatelet (Antiaggregasi Trombosit)

- Aspirin

Obat ini menghambat sklooksigenase, dengan cara menurunkan sintesis


atau mengurangi lepasnya senyawa yang mendorong adhesi seperti thromboxane
A2. Aspirin merupakan obat pilihan untuk pencegahan stroke. Dosis yang dipakai
bermacam-macam, mulai dari 50 mg/hari, 80 mg/hari samapi 1.300 mg/hari. Obat
ini sering dikombinasikan dengan dipiridamol. Suatu penelitian di Eropa (ESPE)
memakai dosis aspirin 975 mg/hari dikombinasi dengan dipiridamol 225 mg/hari
dengan hasil yang efikasius.

Dosis lain yang diakui efektif ialah: 625 mg 2 kali sehari. Aspirin harus
diminum terus, kecuali bila terjadi reaksi yang merugikan. Konsentrasi puncak
tercapai 2 jam sesudah diminum. Cepat diabsorpsi, konsentrasi di otak rendah.
Hidrolise ke asam salisilat terjadi cepat, tetapi tetap aktif. Ikatan protein plasma:
50-80 persen. Waktu paro (half time) plasma: 4 jam. Metabolisme secara
konjugasi (dengan glucuronic acid dan glycine). Ekskresi lewat urine, tergantung
pH. Sekitar 85 persen dari obat yang diberikan dibuang lewat urin pada suasana
alkalis. Reaksi yang merugikan: nyeri epigastrik, muntah, perdarahan,
hipoprotrombinemia dan diduga: sindrom Reye.
Alasan mereka yang tidak menggunakan dosis rendah aspirin antara lain
adalah kemungkinan terjadi resistensi aspirin pada dosis rendah. Hal ini
memungkinkan platelet untuk menghasilkan12-hydroxy-eicosatetraenoic
acid, hasil samping kreasi asam arakhidonat intraplatelet (lipid oksigenase).
Sintesis senyawa ini tidak dipengaruhi oleh dosis rendah aspirin, walaupun
penghambatan pada tromboksan A2 terjadi dengan dosis rendah aspirin.

Aspirin mengurangi agregasi platelet dosis aspirin 300-600 mg


(belakangan ada yang memakai 150 mg) mampu secara permanen merusak
pembentukan agregasi platelet. Sayang ada yang mendapatkan bukti bahwa
aspirin tidak efektif untuk wanita.

- Tiklopidin (ticlopidine) dan klopidogrel (clopidogrel)

Pasien yang tidak tahan aspirin atau gagal dengan terapi aspirin, dapat
menggunakan tiklopidin atau clopidogrel. Obat ini bereaksi dengan mencegah
aktivasi platelet, agregasi, dan melepaskan granul platelet, mengganggu fungsi
membran platelet dengan penghambatan ikatan fibrinogen-platelet yang
diperantarai oleh ADP dan antraksi platelet-platelet. Menurut suatu studi, angka
fatalitas dan nonfatalitas stroke dalam 3 tahun dan dalam 10 persen untuk grup
tiklopidin dan 13 persen untuk grup aspirin. Resiko relatif berkurang 21 persen
dengan penggunaan tiklopidin.

Setyaningsih at al, (1988) telah melakukan studi meta-analisis terhadap


terapi tiklopidin untuk prevensi sekunder stroke iskemik. Berdasarkan sejumlah 7
studi terapi tiklopidin, disimpulkan bahwa efikasi tiklopidin lebih baik daripada
plasebo, aspirin maupun indofen dalam mencegah serangan ulang stroke iskemik.

Efek samping tiklopidin adalah diare (12,5 persen) dan netropenia (2,4
persen). Bila obat dihentikan akan reversibel. Pantau jumlah sel darah putih tiap
15 hari selama 3 bulan. Komplikas yang lebih serius, teyapi jarang, adalah pur-
pura trombositopenia trombotik dan anemia aplastik.

e. Terapi Neuroprotektif

Terapi neuroprotektif diharapkan meningkatkan ketahanan neuron yang


iskemik dan sel-sel glia di sekitar inti iskemik dengan memperbaiki fungsi sel yang
terganggu akibat oklusi dan reperfusi. Berdasarkan pada kaskade iskemik dan jendela
waktu yang potensial untuk reversibilitas daerah penumbra maka berbagai terapi
neuroprotektif telah dievaluasi pada binatang percobaan maupun pada manusia.

f. Pembedahan

Indikasi pembedahan pada completed stroke sangat dibatasi. Jika kondisi


pasien semakin buruk akibat penekanan batang otak yang diikuti infark serebral maka
pemindahan dari jaringan yang mengalami infark harus dilakukan.

- Karotis Endarterektomi

Prosedur ini mencakup pemindahan trombus


dari arteri karotis interna yang mengalami
stenosis. Pada pasien yang mengalami stroke di
daerah sirkulasi anterior atau yang mengalami
stenosis arteri karotis interna yang sedang
hingga berat. Karotis Endarterektomi adalah
prosedur bedah untuk membersihkan plak dan
membuka arteri karotis yang menyempit di
leher. Endarterektomi dan aspirin lebih baik
digunakan daripada penggunaan aspirin saja
untuk mencegah stroke.

Endarterektomi tidak dapat digunakan untuk stroke di daerah


vertebrobasiler atau oklusi karotis lengkap. Angka mortalitas akibat prosedur
karotis endarterektomi berkisar 1-5 persen. (Simon, Harvey. Stroke Surgery)

- Angioplasti dan Sten Intraluminal

Pemasangan angioplasti transluminal pada arteri karotis dan vertebral serta


pemasangan sten metal tubuler untuk menjaga patensi lumen pada stenosis arteri
serebri masih dalam penelitian. Suatu penelitian menyebutkan bahwa angioplasti
lebih aman dilaksanakan dibandingkan endarterektomi namun juga memiliki
resiko untuk terjadi restenosis lebih besar.

Carotid angioplasty dan stenting (CAS) digunakan sebagai alternative dari


carotid endarterectoomi untuk beberapa pasien. CAS berdasarkan pada prinsip
yang sama seperti angioplasty untuk penyakit jantung.
Sebuah kateter tube yang sangat kecil di insersikan ke dalam arteri di
lipatan paha

Melalui system sirkulasi sampai mencapai area yang tersumbat di arteri


karotis

Dapat juga mengahancurkan bekuan dengan mengembangkan balon kecil


didalam dindng pembuluh darah (angioplasty)

Setelah menggembungkan balon sementara waktu, dokter biasanya


meninggalkan kawat berbentuk sirkular(stent) ke dalam pembuluh darah
untuk menjaga agar pembuluh darah tetap terbuka

(Simon, Harvey. Stroke Surgery)

D. PENCEGAHAN

Mengetahui faktor-faktor resiko Anda dan mengadopsi gaya hidup sehat


merupakan langkah terbaik yang dapat Anda ambil untuk mencegah stroke.

1. Kontrol tekanan darah tinggi (hipertensi). Salah satu hal paling penting yang
dapat Anda lakukan untuk mengurangi resiko stroke adalah untuk menjaga
tekanan darah terkendali. Jika anda pernah mengalami stroke, menurunkan
tekanan darah anda dapat membantu mencegah serangan transient ischemic
berikutnya atau stroke. Berolahraga, mengelola stres, menjaga berat badan yang
sehat, dan membatasi asupan natrium dan alkohol adalah cara-cara untuk
menjaga tekanan darah tinggi di cek. Selain rekomendasi untuk perubahan gaya
hidup, dokter mungkin meresepkan obat untuk mengobati tekanan darah tinggi,
seperti diuretik, angiotensin-converting enzyme (ACE) inhibitor dan angiotensin
reseptor blocker.
2. Turunkan kolesterol dan lemak jenuh asupan. Makan kurang kolesterol dan
lemak, terutama lemak jenuh, dapat mengurangi plak di arteri Anda. Jika Anda
tidak dapat mengendalikan kolesterol melalui perubahan pola makan sendirian,
dokter Anda mungkin akan meresepkan obat penurun kolesterol.
3. Jangan merokok. Berhenti merokok mengurangi resiko stroke. Beberapa tahun
setelah berhenti, seorang mantan perokok resiko stroke adalah sama dengan
bukan perokok.
4. Kontrol diabetes. Mengelola diabetes dengan diet, olahraga, pengendalian berat
badan dan pengobatan. Kontrol ketat gula darah dapat mengurangi kerusakan
otak jika penderita mengalami stroke.
5. Menjaga berat badan yang sehat. Kelebihan berat badan lain yang memberikan
kontribusi pada faktor-faktor resiko stroke, seperti tekanan darah tinggi,
penyakit jantung dan diabetes.
6. Berolahragalah secara teratur. Latihan aerobik mengurangi resiko stroke dalam
banyak cara. Olahraga dapat menurunkan tekanan darah, meningkatkan tingkat-
tinggi density lipoprotein (HDL) kolesterol, dan meningkatkan kesehatan secara
keseluruhan pembuluh darah dan jantung. Hal ini juga membantu Anda
menurunkan berat badan, mengendalikan diabetes dan mengurangi stres. Olah
raga secara bertahap sampai 30 menit kegiatan - seperti berjalan, joging,
berenang atau bersepeda jika tidak setiap hari, 1 hari dalam seminggu.
7. Kelola stres. Stres dapat menyebabkan peningkatan sementara dalam tekanan
darah - faktor resiko untuk pendarahan otak - atau hipertensi bertahan lama.
Juga dapat meningkatkan kecenderungan darah membeku, yang dapat
meningkatkan resiko stroke iskemik. Menyederhanakan hidup Anda,
berolahraga dan menggunakan teknik relaksasi semua pendekatan yang dapat
Anda belajar untuk mengurangi stres.
8. Minum alkohol dalam jumlah sedang, atau tidak sama sekali. Alkohol dapat
menjadi faktor resiko dan tindakan pencegahan stroke. Pesta minum dan berat
konsumsi alkohol meningkatkan resiko tekanan darah tinggi dan stroke iskemik
dan perdarahan.
9. Jangan gunakan obat-obatan terlarang. Banyak jalan obat, seperti kokain dan
kokain, yang menjadi faktor resiko untuk TIA atau stroke.
E. DIET

Selain itu, makan makanan sehat. Sebuah diet sehat otak harus mencakup:

1. Lima atau lebih porsi harian buah dan sayuran, yang mengandung zat gizi seperti
kalium, folat dan antioksidan yang dapat melindungi Anda terhadap stroke.
2. Makanan kaya akan kalsium, mineral yang ditemukan untuk mengurangi resiko
stroke.
3. Produk kedelai, seperti tempe, miso, tahu, dan susu kedelai, yang dapat
mengurangi low-density lipoprotein (LDL) kolesterol dan meningkatkan kadar
kolesterol HDL.
4. Makanan kaya omega-3 asam lemak, termasuk ikan air dingin, seperti salmon,
makarel dan tuna.
ASUHAN KEPERAWATAN STROKE NON HEMORRHAGE

Kasus 4

Pasien Tn. N berusia 65 tahun, pada tanggal 2 April 2010 masuk ke RSSN Bukittinggi melaui
IGD Jam 11.40, didiagnosa menderita suspect stroke iskemik dengan keluhan anggota gerak
kanan terasa kebas, bicara pelo sehari sebelum masuk RSSN Bukittinggi, pusing, nafsu
makan turun, lidah berat, dengan pemeriksaan fisik keadaan umum sedang, tingkat kesadaran
CM, GCS 15 (E4 M6 V5), TD 170/100 mmHg, Nadi 84x/menit, Pernapasan 20x/menit.
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada tanggal 2 April yaitu darah lengkap, ureum,
creatinin. Dari hasil labor didapat gula darah random 198 mg%, ureum 35 mg%, creatinin 1,3
mg%.

Wawancara

a. Keluhan Utama : Kesadaran CM, bicara pelo

b. Riwayat kesehatan sekarang

a) Identifikasi faktor penyebab : karena adanya thrombosis dan penurunan


aliran darah ke area otak: Kontriksi ateroma pada arteri
b) Kaji saat mulai timbul : terjadi saat klien istirahat
c) Bagaimana tanda dan gejala berkembang : tanda dan gejala berkembang
secara bertahap karena kemungkinan stoke thrombosis.
d) Bagaimana gejalanya : tanda dan gejala hilang kurang dari 24 jam
kemungkinan TIA.
e) Observasi selama proses interview/ wawancara meliputi : Kesadaran klien
CM, klien mengalami kesulitan bicara karena bicaranya pelo, kemampuan
mendengar klien baik, kemampuan intelektual dan memori klien tidak ada
masalah karena klien masih dapat mengingat.
f) Adanya kesulitan dalam visual.

c. Riwayat penyakit dahulu

Ada riwayat hipertensi, obesitas, DM, gaya hidup kurang olahraga.

2. Universal self care requisiter


a Fungsi sadar

a) Keadan umum : klien tampak lemah, kehilangan sensasi atau paralisis


b) Tingkat kesadaran : CM
c) Tanda-tanda vital : TD : 170/100 mmHg, N : 84 x/menit, P : 20 x/menit
d) Penurunan intelektual : tidak terjadi penurunan intelektual
e) Penurunan memory : tidak terjadi penurunan memori

b. Udara / oksigen

a) Disritmia
b) Hepertensi
c) Suara pernapasan klien snowring (ngorok)
d) Rongga mulut banyak mukus (slim)
e) Terdengar suara cairan (gurgling)

c. Nutrisi

a) Bising usus 6 x/menit, Dispagia


b) Sulit mengunyah, gangguan nervus V motorik
c) Tidak mampu / sulit menelan gangguan nervus N IX dan X
d) Gangguan pergerakan lidah, gangguan N XII
e) Gangguan reflek N IX akan mengakibatkan menurunya refkeks GAG dan
gerakan uvula simetris

d. Kebutuhan eliminasi :Tidak ada masalah

e. Aktifitas dan pergerakan

a) klien mengeluh anggota gerak kanan terasa kebas


b) Hemiplegia / hemiparese kanan merupakan indiksi adanya stoke yang
melibatkan hemisphere serebral kiri
c) Kelemahan otot sebelah kanan menujukan adanya hemisphere serbral
sebelah kiri, kejadian ini di karenakan bahwa otot di persyarafi oleh 50 %
serabut (traktus piramidalis) yang sistm kerjanya menyilang
d) Hipotonik / flaciality : tidak kuat menahan gravitasi, tidak memunyai otot
untuk menulis, adanya equilibrium atau meluruskan ekstermitas dan ketidak
mampuan untuk mempertahankan mekaisme protektif.

f. Kebutuhan Komunikasi dan interaksi social

a) komunikasi klien dengan keluarga serta hubungan interaksi klien dengan


keluarga kooperatif, akan tetapi bicara klien pelo sehari sebelum masuk
RSSN Bukittinggi.
b) Afasia.

g. Promosi Kesehatan

Klien belum memahami tentang penyakit yang di deritanya, karena


meskipun klien mempunyai riwayat hipertensi, DM, dan obesitas, klien tidak
menjaga dan mengontrol kesehatannya, sehingga klien sekarang terkena stroke.

Klien berharap dengan di rawatnya sekarang, klien dapat sembuh kembali.


Dan klien mengatakan akan menjaga kesehatannya serta mengubah gaya hidupnya
yang kurang baik setelah pulang dari rumah sakit

A. Pengkajian

Data Subjektif Data Objektif


- Tn. N (65 tahun) - Klien di diagnosa menderita suspect
- Klien mengeluh anggota kanan teraba stroke iskemik
kebas - Keadaan Umum klien sedang
- Klien mengatakan klien bicara pelo - Tingkat kesadaran CM
sehari SMRSN bukittinggi - GCS : 15 (E4 M6 V5)
- Klien mengeluh pusing - TD : 170/100 mmHg
- Klien mengatakan nafsu makan turun - N : 84 x/menit
- Klien mengatakan lidah berat - P : 20 x/menit
- Klien mengatakan kuku teraba keras, - Gula darah random 198 mg%
tebal - Ureum 35 mg%
- Klien mengatakan kehilangan rambut - Kreatinin 1,3 mg%
- Klien mengatakan ada riwayat - Klien tampak susah menelan ketika
hipertensi makan
- Klien mengatakan ada riwayat DM - Klien tampak batuk setelah asupan
dan obesitas makanan / minuman
- Klien tampak tidak jelas ketika
berbicara
- Klien tampak pucat

B. Analisa Data
Problem Etiologi Symptom
Ketidakefektifan perfusi b.d Hipertensi DS :
jaringan - Klien mengeluh
anggota kanan teraba
kebas
- Keluarga mengatakan
klien bicara pelo
sehari SMRSN
bukittinggi
- Klien mengeluh
pusing
- Klien mengatakan
lidah berat
- Klien mengatakan
kuku teraba keras,
tebal
- Klien mengatakan
kehilangan rambut
- Klien mengatakan ada
riwayat hipertensi
- Klien mengatakan ada
riwayat DM dan
obesitas
DO :
- Klien di diagnosa
menderita suspect
stroke iskemik
- Keadaan Umum klien
sedang
- Tingkat kesadaran
CM
- GCS : 15 (E4 M6 V5)
- TD : 170/100 mmHg
- N : 84 x/menit
- P : 20 x/menit
- Gula darah random
198 mg%
- Ureum 35 mg%
- Kreatinin 1,3 mg%
Hambatan komunikasi verbal b.d perubahan sistem syaraf DS :
pusat - Klien mengatakan
klien bicara pelo
sehari SMRSN
bukittinggi

DO :
- GCS : 15 (E4 M6 V5)
- TD : 170/100 mmHg
- Klien di diagnosa
menderita suspect
stroke iskemik
- Klien tampak tidak
jelas ketika berbicara

Gangguan menelan b.d kerusakan DS :


neuromuskuler/ perseptual - Klien mengatakan
nafsu makan turun
- Klien mengatakan
lidah berat
- Keluarga mengatakan
klien bicara pelo
sehari SMRSN
bukittinggi
DO :
- Klien tampak susah
menelan ketika makan
- Klien tampak batuk
setelah asupan
makanan / minuman

C. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan b.d hipertensi
2. Hambatan komunikasi verbal b.d perubahan sistem syaraf pusat
3. Gangguan menelan b.d kerusakan neuromuskuler/ perseptual

No Diagnosa Tujuan dan KH Intervensi Rasional


Keperawatan
1 Ketidakefektifan Tujuan: Mandiri:
perfusi jaringan b.d fungsi serebral Tentukan faktor-faktor Mempengaruhi
hipertensi membaik/meningka, yang berhubungan penetapan intervensi.
ditandai dengan penurunan fungsi dengan keadaan
DS : neurologis dapat klien/penurunan perfusi
- Klien mengeluh diminimalkan/ serebral dan potensial
anggota kanan dapat distabilkan terjadinya peningkatan
teraba kebas TIK.
- Keluarga Kriteria Hasil:
mengatakan mendemonstrasikan pantau/catat status Mengetahui
klien bicara tanda-tanda vital neurologis sesering kecenderungan tingkat
pelo sehari stabil dan tidak ada mungkin dan kesadaran dan potensial
SMRSN tanda-tanda bandingkan dengan peningkatan TIK dan
bukittinggi peningkatan TIK. keadaan normalnya mengerahui lokasinya
- Klien mengeluh Perubahan dalam isi
pusing kaji fungsi-fungsi yang kognitif dan bicara
- Klien lebih tinggi, seperti merupakan indikator
mengatakan fungsi bicara jika pasien dari lokasi gangguan
lidah berat sadar sersbral dan mungkin
- Klien mengindikasikan
mengatakan penurunan/peningkatan
kuku teraba TIK
keras, tebal
- Klien
kolaborasi :
mengatakan Menurunkan hipoksia
berikan oksigen sesuai
kehilangan yang dapat
indikasi
rambut menyebabkan
- Klien vasodilatasi serebral
mengatakan ada dan tekanan meningkat/
riwayat pembentukan edem
hipertensi Dapat digunakan untuk
berikan obat sesuai
- Klien meningkatkan aliran
indikasi :
mengatakan ada darah serebral dan
antikoagulasi
riwayat DM mencegah pembekuan
dan obesitas saat embolus/trombus
DO :
- Klien di diagnosa Mencegah lisis bekuan
antifibrolitik
menderita yang terbentuk dan
suspect stroke perdarahan berulang
iskemik serupa
- Keadaan Umum
klien sedang antihipertensi Hipertensi kronis
- Tingkat memerlukan
kesadaran CM penanganan hati-hati
- GCS : 15 (E4 M6 sebab penanganan
V5) yang berlebihan
- TD : 170/100 meningkatkan resiko
mmHg terjadi perluasan
- N : 84 x/menit kerusakan jaringan.
- P : 20 x/menit vasodilatasi Memperbaiki sirkulasi
- Gula darah perifeer kolateral atau
random 198 kenurunkan
mg% vasospasme
- Ureum 35 mg% fenitonin Dapat digunakan untuk
- Kreatinin 1,3 mengontrol kejang atau
mg% untuk kegiatan sedatif

Mencegah proses
pelunak feses mengejan selama
defekasi dan yang
berhubungan dengan
peningkatan TIK.

Memberikan informasi
pantau pemeriksaan
tentang keefektifan
laboratorium indikasi
pengobatan
seperti masa
protrombin,kadar
dilantin
2 Hambatan Tujuan: Mandiri:
komunikasi verbal Setelah dilakukan Kaji tipe/drajat Membantu
b.d perubahan sistem asuhan keperawatan disfungi,seperti pasien menentukan daerah
syaraf pusat 3x24 komunikasi tidak tampak memahami dan drajat kerusakan
ditandai dengan : verbal dapat di latih kata atau mengalami serebral yang terjadi
DS : Kriteria Hasil: kesulitan dalam dan kesulitan pasien
- Klien Membuat metode berbicara atau membuat dalam
mengatakan komunikasi dimana pengertian sendiri beberapa/seluruh
klien bicara pelo kebutuhan dapat tahap proses
sehari SMRSN diekspresikan komunikasi
bukittinggi menggunakan Peerhatikan kesalahan Umpan balik
sumber-sumber dalam berkomunikasi membantu perawat
DO : dengan tepat dan berikan umpan balik berespon pada kata
- GCS : 15 (E4 M6 yang sulit dimengerti
V5) dan kalrifikasi
- TD : 170/100 makna/isi pada
mmHg ucapannya
- Klien di diagnosa Mintalah pasien untuk Melakukan penilaian
menderita mengikuti perintah trehadap adanya
suspect stroke sederhana. Ulangi kerusakan sensorik
iskemik dengan kalimat
- Klien tampak sederhana.
tidak jelas ketika Tunjukan objek dan Melakukan penilaian
berbicara minta pasien untuk terhadap adanya
menyebutkan nama kerusakan motoik
benda tersebut
Antisipasi dan penuhi Bermanfaat dalam
kebutuhan pasien menurunkan frustasi
bila tergantung pada
orang lain dan tidak
dapat berkomunikasi
secara berarti.
Anjurkan Mengurangi isolasi
pengunjung/orang sosial pasien dan
terdekat untuk meningkatkan
mempertahankan penciptaan
usahanya dalam komunikasi yang
berkomunikasi dengan efektif
pasien.

Kolaborasi :
Konsultasikan dengan Pengkajian secara
ahli terapi wicara individu kemampuan
bicara dan
sensorik,motorik dan
kognitif berfungsi
untuk
mengidentifikasi
kekurangan terapi
3 Ganguan menelan Tujuan: Mandiri:
b.d kerusakan Setelah dilakukan Tinjau ulang Intervensi
neuromuskuler/ asuhan keperawatan patologi/kemampuan nutrisi/pilihan rute
perseptual ditandai 3x24 , kerusakan menelan pasien sewcara makan ditentukan oleh
dengan : menelan tidak individual. Catat luas faktor-faktor ini
DS : terjadi paralisis fasial,gangguan
- Klien lidah, kemampua
mengatakan Kriteria Hasil: melindungi jalan napas.
nafsu makan Mampu Timbang berat badan
turun mendemonstrasikan seccara teratur
- Klien metode makan tepat
mengatakan untuk situasi Tingkatkan upaya untuk Menetralkan
lidah berat individual dengan melakukan prosese hiperekstensi,
- Keluarga aspirasi tercegah menelan yang efektif. membantu mencegah
mengatakan dan mampu Seperti, bantu pasien aspirasi dan
klien bicara pelo mempertahankan mengontrol dengan meningkatkan
sehari SMRSN berat badan yang kepala kemampuann untuk
bukittinggi diinginkan menelan
DO :
- Klien tampak Anjurkan pasien Menguatkan otot fasial
susah menelan menggunakan sedotan dan otot menelan dan
ketika makan untuk meminun cairan menurunkan risiko
- Klien tampak terjadinya tersedak
batuk setelah Pertahankan masukan Jika usaha menelan
asupan makanan dan haluaran dengan tidak memadai untuk
/ minuman akurat, catat jumlah memenuhi kebutuhan
kalori yang masuk cairan dan makanan
harus dicaikan metode
alternatif untk makan.
Kolaborasi ;
Berikan cairan iv dan/atau memberikan cairan
makanan melalui selang pengganti dan juga
makanan jika pasien
tidak mampu untuk
memasukan segala
sesuati melalui mulut
DAFTAR PUSTAKA

Feigin, Valery. Stroke Panduan Bergambar Tentang Pencegahan dan Pemulihan Stroke.
Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer. 2006
Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC
Prince,sylfia A. 2006. Patofisiologi : konsep klinis proses-proses penyakit Vol. 2, Edisi 6.
Jakarta: EGC
Harsono. 1996. Buku Ajar : Neorologi Klinis. Yogyakarta : Gajah Mada University Press

Sjahrial Rasad.2008. Radiologi Diagnostik. Edisi dua

Simon, Harvey. Stroke Surgery. Harvard Medical School. [Online]. Diakses pada 13 Mei
2012. Dari
http://www.umm.edu/patiented/articles/what_drugs_used_treat_stroke_patients_prevent_
recurrence_000045_8.htm

http://www.artikelkedokteran.com/527/stroke-non-hemoragik.html diakses pada 13 Mei 2012

http://www.medicinenet.com/labetalol/article.htm diakses pada 13 Mei 2012

http://www.spesialis.info/?pencegahan-stroke-iskemik,978 diakses pada pkl 13.35 tanggal 10


Mei 2012

http://www.news-medical.net/news/20091030/33/Indonesian.aspx diakses pada 15 Mei 2012

Salvador Cruz-Flores, MD, MPH. Ischemic Stroke in Emergency Medicine Treatment &
Management

http://emedicine.medscape.com/article/1916852-treatment diakses pada 15 Mei 2012

http://www.strokebethesda.com/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=95 diakses
pada 22 Mei 2012

Anda mungkin juga menyukai