Anda di halaman 1dari 2

TEMPO.CO, Jakarta-Kematian warga setelah ditolak pihak rumah sakit kembali terjadi.

Kali ini,
menimpa Ana Mudrika, 15 tahun, yang meregang nyawa setelah rumah sakit sempat
menolaknya. "Alasannya semuanya penuh tidak ada ruang ICU yang kosong," ujar Andrian, 24,
kerabat korban, Sabtu, 9 Maret 2013.

Andrian yang mencarikan ruang buat Ana ini mengaku, berbekal surat Kartu Jakarta Sehat (KJS)
ia gagal meyakinkan pihak rumah sakit untuk merawat kerabatnya itu. "Saya sempat ke RS Koja,
dan (RS) Pelabuhan namun keduanya menolaknya karena ruangan penuh," kata dia.

Ana mengeluh sakit Selasa lalu setelah pulang sekolah sekitar pukul 14.00. Saat itu, anak
bungsu pasangan Endang Rukmana dan Royati ini mengaku sakit perut yang diikuti muntah-
muntah setelah makan baso cilok di sekolahnya. "Sakit perut dan sesak nafas," ujarnya.

Melihat kondisi itu, Royati membawa siswa kelas 8 SMP Nusantara, Jakarta Utara itu, ke sebuah
klinik dekat rumah dan diberikan obat sakit perut. Namun, upaya itu tidak ada reaksi, hingga sore
harinya korban dilarikan ke RS Firdaus Sukapura untuk rawat inap.

Selama dua hari rawat inap di rumah sakit itu, korban hanya diberikan infus dengan alasan
rumah sakit kekurangan peralatan medis. Akibatnya, kondisi korban terus menurun dengan
kondisi perut membengkak, hingga akhirnya korban dipindahkan ke RS Islam Sukapura, Kamis
malam. "Keluarga korban dimintai uang Rp 2 juta agar Ana keluar," kata dia.

Pihak rumah sakit sempat menolak dengan alasan kamar penuh. Namun, rumah sakit
memberikan kebijakan selama 4 jam dirawat di ruang IGD, dengan catatan keluarga korban
segera mencari kamar inap di rumah sakit lain.

Selama masa itu, keluarga mencari ruang inap ke RS Mulyasari, namun menolaknya karena
tidak menerima pasien KJS dan pihak rumah sakit tidak memiliki kerjasama dengan pemerintah.
Kemudian berturut-turut ke RSUD Koja dan RS Pelabuhan, namun menolaknya dengan alasan
kamar penuh.

Kondisi kesehatan Ana terus menurun, hingga akhirnya, Jumat malam sekitar pukul 23.00, pihak
rumah sakit akhirnya menerima pasien di ruang ICU karena ada pasien membatalkan ruangan
tersebut. "Korban langsung ditangani dan harus di operasi," kata dia.

Namun melihat perkembangan korban yang mengeluarkan darah saat membuang air seni,
pihak rumah sakit akhirnya memutuskan membatalkan operasi. Sabtu sekitar pukul 10.00 pagi,
korban akhirnya meninggal dunia di rumah sakit Islam Sukapura.

Erlan, 35 tahun, Wakil Ketua Rukun Tetangga 02, Sukapura, mengaku terkejut dengan kematian
tetangganya itu, apalagi dengan beredarnya penolakan sejumlah rumah sakit. "Aneh saja , masa
warga butuh ditolak begitu saja, apa tidak diberi surat rujukan agar dipindah," kata dia.
Menurutnya, penolakan yang dilakukan pihak rumah sakit kontras sekali dengan program
Pemerintah DKI Jakarta, sebab semua pasien mesti dilayani dengan baik.

Direktur Utama Rumah Sakit Umum Daerah Koja Toga Asman mengaku belum mengetahui
ihwal penolakan Ana Mudrika saat hendak menggunakan Kartu Jakarta Sehat. Dia mengatakan,
informasi tersebut baru dia dengar saat Tempo mencoba mengkonfirmasi. Tidak, saya belum
dengar ada laporan itu (penolakan pasien), katanya, Sabtu, 9 Maret 2013.

Togi sendiri menyatakan bakal segera mencari tahu apakah kabar penolakan instansinya
terhadap pasien betul-betul terjadi. Soalnya, kata dia, RS Koja tidak pernah menolak pasien
yang memang membutuhkan perawatan oleh tenaga medis.

Meski begitu, Togi menyatakan tingkat keterisian kamar perawatan di RSUD Koja memang
cukup tinggi. Hampir setiap hari ruang perawatan di rumah sakit milik pemerintah daerah penuh.
Kamar di RSUD Koja memang hampir selalu penuh, baik yang untuk anak-anak maupun
dewasa, ujarnya.
JAYADI SUPRIADIN | DIMAS SIREGAR

Anda mungkin juga menyukai