Anda di halaman 1dari 6

1.

Pankreas

a. Patofisiologi

2. Diabetes mmelitus tipe 1

a. Definisi

DM tipe-1 adalah kelainan sistemik akibat terjadinya gangguan


metabolisme glukosa yang ditandai oleh hiperglikemia kronik.
Keadaan ini diakibatkan oleh kerusakan sel- pankreas baik oleh
proses autoimun maupun idioptaik sehingga produksi insulin
berkurang bahkan terhenti.

Tridjaja, Bambang. Konsensus Nasional Pengelolaan Diabetes Mellitus Tipe 1


Ukk Endokrinologi Anak Dan Remaja, Ikatan Dokter Anak Indonesia World
Diabetes Foundation World Diabetes. UKK Endokrinologi Anak Dan Remaja,
IDAI - World Diabetes Foundation.2009

b. Epidemiologi

Insidens DM tipe-1 sangat bervariasi baik antar negara maupun di


dalam suatu negara. Insidens tertinggi terdapat di Finlandia yaitu
43/100.000 dan insidens yang rendah di Jepang yaitu 1,5-2/100.000
untuk usia kurang 15 tahun. Insidens DM tipe-1 lebih tinggi pada ras
kaukasia dibandingkan ras-ras lainnya.

Berdasarkan data dari rumah sakit terdapat 2 puncak insidens DM


tipe-1 pada anak yaitu pada usia 5-6 tahun dan 11 tahun. Patut dicatat
bahwa lebih dari 50 % penderita baru DM tipe-1 berusia > 20 tahun.

Faktor genetik dan lingkungan sangat berperan dalam terjadinya


DM tipe-1. Walaupun hampir 80 % penderita DM tipe-1 baru tidak
mempunyai riwayat keluarga dengan penyakit serupa, namun faktor
genetik diakui berperan dalam patogenesis DM tipe-1. Faktor genetik
dikaitkan dengan pola HLA tertentu, tetapi sistim HLA bukan
merupakan faktor satu-satunya ataupun faktor dominan pada
patogenesis DM tipe-1. Sistim HLA berperan sebagai suatu
susceptibility gene atau faktor kerentanan. Diperlukan suatu faktor
pemicu yang berasal dari lingkungan (infeksi virus, toksin dll) untuk
menimbulkan gejala klinis DM tipe-1 pada seseorang yang rentan.

Tridjaja, Bambang. Konsensus Nasional Pengelolaan Diabetes Mellitus Tipe 1


Ukk Endokrinologi Anak Dan Remaja, Ikatan Dokter Anak Indonesia World
Diabetes Foundation World Diabetes. UKK Endokrinologi Anak Dan Remaja,
IDAI - World Diabetes Foundation.2009

3. Diabetes melitus tipe 2

a. Epidemiologi

Kejadian DM Tipe 2 pada wanita lebih tinggi dari pada laki-


laki.Wanita lebih berisiko mengidap diabetes karena secara fisik
wanita memiliki peluang peningkatan indeks masa tubuh yang lebih
besar. Hasil Riset Kesehatan Dasar pada tahun 2008, menunjukan
prevalensi DM di Indonesia membesar sampai 57%, pada tahun 2012
angka kejadian diabetes melitus didunia adalah sebanyak 371 juta jiwa,
dimana proporsi kejadian diabetes melitus tipe 2 adalah 95% dari
populasi dunia yang menderita diabetes mellitus dan hanya 5% dari
jumlah tersebut menderita diabetes mellitus tipe 1.

Bennett,P. Epidemiology of Type 2 Diabetes Millitus. In LeRoithet.al, Diabetes


Millitusa Fundamentaland Clinical Text. Philadelphia: Lippincott William &
Wilkin s. 2008;43(1): 544-7.
Harding, Anne Helen et al. Dietary Fat adn Risk of Clinic Type Diabetes. A,erican
Journal of Epidemiology .2003;15(1);150-9.

b. Tatalaksana

a) Antidiabetik oral

Indikasi antidiabetik oral terutama ditujukan untuk penanganan


pasien DM tipe 2 ringan sampai sedang yang gagal dikendalikan
dengan pengaturan asupan energi dan karbohidrat serta olah raga.
Obat golongan ini ditambahkan bila setelah 4-8 minggu upaya diet
dan olah raga dilakukan, kadar gula darah tetap di atas 200 mg%
dan HbA1c di atas 8%. Jadi obat ini bukan menggantikan upaya
diet, melainkan membantunya. Pemilihan obat antidiabetik oral
yang tepat sangat menentukan keberhasilan terapi diabetes.
Pemilihan terapi menggunakan antidiabetik oral dapat dilakukan
dengan satu jenis obat atau kombinasi. Pemilihan dan penentuan
regimen antidiabetik oral yang digunakan harus
mempertimbangkan tingkat keparahan penyakit DM serta kondisi
kesehatan pasien secara umum termasuk penyakit-penyakit lain
dan komplikasi yang ada. Dalam hal ini obat hipoglikemik oral
adalah termasuk golongan sulfonilurea, biguanid, inhibitor alfa
glukosidase dan insulin sensitizing.

Departemen Kesehatan. Pharmaceutical Care untuk Penyakit Diabetes Melitus.


2005.

4. Diabetes insipidus

a. Epidemiologi
Kejadian diabetes insipidus diperkirakan 1 kasus tiap 25.000 populasi.
Penyebab utama adalah tindakan bedah saraf, tumor, trauma kepala,
lesi infiltratif, dan malformasi (sentral).

b. Tatalaksana

a) DDAVP

Penurunan ADH perlu mendapat terapi pengganti hormon


ADH. DDAVP adalah pilihan utama penanganan diabetes insipidus
sentral. DDAVP adalah analog ADH buatan, memiliki masa kerja
panjang dan potensi antidiuretik dua kali ADH. DDAVP tersedia
dalam bentuk subkutan, intravena, intranasal, dan oral. Pemberian
diawali pada malam hari untuk mengurangi gejala nokturia,
sedangkan pada pagi hingga sore hari sesuai kebutuhan dan saat
munculnya gejala. DDAVP lyophilisate dapat larut di bawah lidah,
sehingga memudahkan terapi anak dan sangat efektif.

Dosis awal DDAVP oral adalah 2 x 0,05 mg dapat


ditingkatkan hingga 3 x 0,4 mg. Preparat nasal (100 mcg/mL)
dapat dimulai dengan dosis 0,05-0,1 mL tiap 12-24 jam,
selanjutnya sesuai keparahan individu. Pengawasan perlu untuk
mencegah retensi cairan dan hiponatremia. Obat-obatan selain
DDAVP hanya digunakan bila respons tidak memuaskan atau harga
terlalu mahal.

b) Carbamazepine

Carbamazepine meningkatkan sensitivitas ginjal terhadap efek


ADH.30 Pada studi in vivo, carbamazepine menurunkan volume
urin dan meningkatkan osmolalitas urin dengan meningkatkan
ekspresi aquaporin-2 pada duktus kolektikus medula interna.31
Obat ini mempunyai risiko efek samping ataksia, mual, muntah,
dan mengantuk.
c) Chlorpropamide

Chlorpropamide digunakan untuk diabetes insipidus ringan. Zat ini


meningkatkan potensi ADH yang bersirkulasi, sehingga
mengurangi urin hingga 50%. Chlorpropamide memiliki banyak
efek samping, seperti hipoglikemi, kerusakan hati, anemia aplastik,
sehingga penggunaannya perlu diawasi.

d) Diabetes Insipidus Nefrogenik

Diabetes insipidus nefrogenik tidak berespons terhadap


ADH Terapi berupa koreksi hipokalemia dan hiperkalsemia atau
menghentikan obat-obat yang dapat menyebabkan diabetes
insipidus nefrogenik.

Diuretik thiazide dan restriksi garam bertujuan untuk


mengurangi laju segmen filtrasi menuju segmen dilusi pada nefron.
Pengurangan penyerapan klorida dan natrium pada tubulus distal,
akan meningkatkan penyerapannatrium dan air di tubulus
proksimal.

NSAID membantu mengatasi poliuria pada diabetes


insipidus nefrogenik dengan meningkatkan regulasi aquaporin-2
dan Na-K- 2Cl co-transporter type-2 (NKCC2).

e) Diabetes Insipidus Gestasional

Pilihan pertama DDAVP karena tidak terdegradasi oleh


vasopressinase yang bersirkulasi.

f) Diabetes Insipidus Dipsogenik

Tidak ada terapi spesifik selain mengurangi jumlah asupan cairan.


Jika disebabkan oleh gangguan mental, terapi gangguan mental
akan menyembuhkan.
Kusmana, Felix. Diabetes Insipidus Diagnosis dan Terapi. CDK-246/ vol. 43 no.
11 th. 2016

5. Pemeriksaan kadar glukosa darah

a. Interpretasi

6. Pengaruh hormon lain pada diabetes melitus

Anda mungkin juga menyukai