Anda di halaman 1dari 18

TINJAUAN PUSTAKA

Bihun

Bihun atau mihun merupakan makanan yang berasal dari Tiongkok, bihun

berbentuk seperti mie namun ukurannya lebih tipis sehingga dapat juga disebut

dengan vermicelli atau rice noodles atau rice stick. Bihun merupakan produk

olahan pangan yang terdiri dari kata Bi yang berarti beras dan hun artinya

tepung. Oleh sebab itu bahan baku bihun terbuat dari tepung beras. Makanan ini

sangat terkenal di negara Cina dan Asia Selatan seperti India (Wikipedia, 2014).

Proses pembuatan bihun dari pati adalah sebagai berikut : diambil 5% pati

dari total pati untuk adonan dicampur dengan air dengan perbandingan 1 : 7,

kemudian dipanaskan sehingga terjadi gelatinisasi (binder). Gelatinisasi sebagian

pati (pre-gelatinisasi) dengan porsi yang lebih besar dapat mempermudah proses

pematangan akhir lebih cepat dengan tingkat pre-gelatinisasi 10 hingga 20% dapat

menghasilkan bihun yang baik. Fungsi binder sebagai perekat pati dalam

membentuk adonan yang baik. Binder selanjutnya dicampurkan dengan pati

kering dan diadon hingga merata. Jika jumlah binder kurang dari jumlah yang

seharusnya, maka dapat mengakibatkan kurangnya pengikatan adonan yang

menyebabkan bihun rapuh dan mudah patah. Sedangkan jika binder terlalu

banyak akan menyebabkan bihun menjadi lengket. Kemudian adonan dicetak

menggunakan alat pencetak. Untaian yang telah berbentuk bihun direbus dalam

air mendidih selama 2 sampai 3 menit, kemudian direndam dalam air dingin dan

ditiriskan. Bihun lalu dikeringkan pada suhu 40oC dalam convection dryer

(Kim,et. al, 1996; Collado,et. al, 2001; Susilawati, 2007, Tan, et.al., 2009).

6
Bihun memiliki karakteristik yang berbeda dengan mie dari terigu.

Selama proses pembuatannya, pati atau pati dalam tepung sebagai bahan baku

bihun akan mengalami satu atau dua kali proses pemanasan yaitu perebusan atau

pengukusan yang mengelatinisasi pati dan selanjutnya terjadi retrogradasi pati

akan memberi struktur pada produk akhir bihun (Tan, et al., 2009).

Penambahan hidrokoloid berupa karaginan dalam pembuatan bihun tepung

garut dengan penambahan kacang gude dapat berinteraksi baik dengan pati dan

penambahan konsentrasi karaginan berpengaruh nyata terhadap nilai viskositas

panas, viskositas holding, viskositas dingin, swelling power dan kelarutannya

(Fitriana, et al., 2014).

Mutu bihun dipengaruhi oleh mutu bahan baku yang dipergunakan. Mie

dengan mutu yang baik dihasilkan dari bahan baku dengan karakteristik pati yang

memiliki viskositas puncak yang rendah dan lebih mempertahankan viskositasnya

selama pemanasan. Jenis pati inidapat menghasilkan kelengketan dan padatan

terlarut yang rendah serta rehidrasi yang tidak terlalu tinggi

(Lii dan Chang, 1981).

Faktor penting dalam menilai mutu produk mie atau bihun dari pati adalah

kehilangan padatan akibat pemasakan. Struktur pati pada mie pati dapat

dipertahankan sebagai jaringan tiga dimensi bercabang yang dihubungkan dengan

kristal amilosa (Mestres, et al., 1988). Mutu produk bihun berdasarkan SNI

(Standar Nasional Indonesia) juga dapat dilihat pada Tabel 2.


Tabel 2. Mutu bihun
No. Kriteria uji Satuan Persyaratan
1. Keadaan
Bau normal
Rasa normal
Warna normal
2. Benda-benda asing tidak boleh ada
3. Daya tahan tidak hancur
jika direndam dalam air pada
suhu kamar selama 10 menit
4. Air %bb maks. 13
5. Abu %bb maks. 1
6. Protein (N x 6,25) %bb min. 4
7. Bahan tambahan makanan
Pemutih dan pematang sesuai SNI
0222-M
8. Cemaran logam
Timbal (Pb) mg/kg maks. 1,0
Tembaga (Cu) mg/kg maks.10,0
Seng (Zn) mg/kg maks. 40,0
Raksa (Hg) mg/kg maks. 0,05
9. Arsen (As) mg/kg maks. 0,5
10. Cemaran mikroba koloni maks. 1,0x106
Angka lempeng total gram
E.coli APM/gram maks. 10 koloni
Kapang gram maks. 1,0x104
Sumber: (SNI. 0228-79)

Pati

Pati dapat memberikan tekstur, memberikan kekentalan dan meningkatkan

palatabilitas dari berbagai makanan. Pati lebih banyak digunakan dalam industri

fermentasi sebagai bahan baku berupa pembuatan sirup glukosa dan kristal

glukosa. Kestabilan pH yang ekstrim dan pemanasan (retorting) dapat dibentuk

dengan adanya perubahan pati ini, seperti kestabilan dalam bentuk sol dan gel dari

siklus cair-beku (freeze-thaw cyclus), dan memiliki kemampuan bergabung

dengan bahan lain (Buckle, et al., 1987).


Pati merupakan karbohidrat yang terdiri dari amilosa dan amilopektin.

Amilosa memiliki polimer -(1,4) unit glukosa. Sekitar 500-6000 unit glukosa

merupakan derajat polimerisasi amilosa. Rumus molekul amilopektin merupakan

polimer -D-1,4 unit glukosa dengan percabangan -D-1,6 unit glukosa. Ikatan

percabangan 1,6 dalam amilopektin jumlahnya sedikit yaitu 4-5%. Namun, jumlah

molekulnya pada amilopektin sangat banyak yaitu 105 3 105 unit glukosa

(Jacobs dan Delcour, 1998). Adapun struktur amilosa dan amilopektin dapat

dilihat pada Gambar 1.

Pada saat pati dimasukkan ke air dingin, maka pati akan mengembang dan

terserapnya air oleh granula pati. Namun, jumlah air yang diserap dan

pengembangan pati akan terbatas. Kadar air pada bahan hanya akan mencapai

30%. Pembengkakan yang sesungguhnya terjadi pada suhu antara 55 oC sampai

65 oC, saat itu granula pati akan mengalami peningkatan volume di dalam air

setelah terjadi pembengkakan. Perubahan yang terjadi dinamakan dengan

gelatinisasi (Winarno, 1997).

Gambar 1. Struktur amilosa dan amilopektin (Belitz dan Grosch 1999).


Pati Pisang

Pisang merupakan tanaman herba yang berasal dari Asia Tenggara

termasuk Indonesia, yang kemudian menyebar ke Afrika (Madagaskar), Amerika

Selatan dan Tengah. Pisang dikenal dengan cau untuk wilayah bagian Jawa Barat

dan gedang untuk daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur. Pisang terdiri dari 4 jenis

berdasarkan fungsinya yaitu, pisang yang dapat langsung dimakan, pisang yang

dimakan setelah buahnya masak, pisang yang dimanfaatkan daunnya, pisang yang

dimanfaatkan seratnya (Ristek, 2000).Pisang kepok merupakan pisang yang

memiliki pati yang berwarna lebih putih dibandingkan dengan pisang lainnya

yaitu pisang siem dan pisang ambon yang menghasilkan pati berwarna coklat dan

kehitaman (Prabawati, et al., 2008).

Pisang memiliki serat yang berperan sebagai makanan bagi

mikroorganisme baik didalam usus dan berfungsi dalam meningkatkan

kemampuan bakteri yang bertugas dalam menjaga kekebalan (imun) tubuh

membentuk antibodi melawan infeksi dan berperan dalam pembentukan

hemoglobin pada sel darah merah. Pisang mengandung vitamin E, kalium, dan

gula alami. Kalium alami akan mengalami peningkatan pada pisang yang telah

dikeringkan dibandingkan pada pisang yang segar (Marshall, 2005).

Jenis pisang sangat berpengaruh terhadap rendemen pati dan kadar pati

resisten. Pisang raja bulu memiliki kadar pati resisten sebanyak 30,66% dan

rendemen pati 24,12%, sedangkan pisang kepok memiliki pati resisten 27,70%

dan rendemen pati 22,01% (Musita, 2009). Kandungan pati resisten tergantung

dari kandungan amilopektin dan amilosa, semakin tinggi kandungan amilopektin

maka semakin banyak struktur kristal, umumnya struktur tersebut lebih sulit untuk
dicerna (Winarno, 1983). Menurut Titi (2012), pisang kepok memiliki kadar pati

tertinggi kedua (59,62%) setelah pisang tanduk (60,01%) dan pisang biji (pisang

batu) memiliki kadar pati terendah yaitu 17,38%. Pisang kepok juga memiliki

rendemen pati tertinggi kedua (19,58%) setelah pisang tanduk (23,16%).

Pisang kepok memiliki rendemen pati sebesar 22,01% bb, kadar pati

resisten 27,70% bb, memberikan sedikit membentuk gel pada konsentrasi 8%,

daya serap air sebesar 1,49 ml/g dan daya kembang 2,58 g/g (Musita, 2009).

Pati resisten belakangan ini banyak diteliti karena aspek fungsionalnya.

Pati resisten (RS) dapat dihasilkan dari berbagai proses pengolahan seperti proses

pemanasan dan pendinginan yang berulang-ulang, sifat alami pati seperti pati

kentang, pisang, dan bahan nabati yang tinggi amilosa serta sifat fisik bahan

berpati berupa ukuran partikel dan derajat hidrasi (Kingman dan Englyst, 1994).

Adapun klasifikasi pati resisten dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Klasifikasi pati resisten


Jenis pati Definisi Contoh
Resisten
RS-1 pati yang secara fisik sulit dicerna serealia utuh/digiling
(misalnya karena ukuran besar) tidak halus

RS-2 granula pati resisten kentang dan pisang


mentah

RS-3 pati teretrogradasi (resisten corn flakes, roti tawar,


karena proses pengolahan) kerupuk

RS-4 pati termodifikasi kimia pati termodifikasi


RS-5 pati dengan lemak kompleks amilosa yang terkandung
dalam pati
(Shi dan Clodualdo, 2013).
Pati pisang ambon, batu, kepok kuning, raja bulu, dan tanduk merupakan

pati resisten tipe 2 (RS type II) dimana pati resisten ini bersifat tidak dapat

tergelatinisasi pada konsentrasi tertentu (Haralampu, 2000).

Pati Kentang

Suku Solanaceae merupakan suku dari tanaman kentang (Solanum

tuberosum L.) yang memiliki umbi batang yang dapat dimakan. Tanaman ini

sangat penting bagi warga Eropa karena tanaman ini merupakan bahan makanan

pokok bagi bangsa Eropa. Sebenarnya tanaman ini berawal didatangkan dari

Negara Amerika Selatan dan mulai dikenal di Eropa pada 1965 (Wikipedia,

2014).

Kentang merupakan jenis umbi umbian yang memiliki banyak manfaat

untuk tubuh manusia. Masyarakat luar seperti Eropa dan Amerika banyak

menggunakan kentang sebagai makanan pokok sebagai pengganti padi. Adapun

kandungan gizi dari kentang yaitu mengandung karbohidrat sebanyak 18%,

protein 2,4%, lemak 0,1% dan total energi yang dihasilkan dari 100 g kentang

adalah 80 kkal. Adapun manfaat yang dimiliki kentang adalah dapat dikonsumsi

oleh para penderita diabetes, mengandung vitamin C, niasin dan vitamin B12,

baik untuk orang yang sedang diet, mengandung mineral natrium dengan kadar

alkalin yang cukup baik, dapat mengobati penyakit ginjal dan juga menetralisir

asam urat didalam darah (Dinar, 2010). Komposisi kimia kentang mentah dapat

dilihat pada Tabel 4 dan kandungan gizi dalam 100 gram kentang dapat dilihat

pada Tabel 5.
Tabel 4. Komposisi kimia kentang mentah
Senyawa Komposisi (%)
Air 72,1 80
Bahan padat kering 23
Protein 2
Lemak 0,056-0,11
Karbohidrat 12,4-17,8
Gula 0,2-6,8
Abu 0,96
Serat kasar 0,4-1
Sumber: Soelarso (1997)

Tabel 5. Kandungan gizi dalam 100 gram kentang


Senyawa Komposisi
Protein (g/100gram) 2
Lemak (g/100 gram) 0,1
Karbohidrat g/100 gram) 19,1
Vitamin A sedikit/diabaikan
Thiamin (Vitamin B1) (mg/100 gram) 0,081
Ribovlavin (Vitamin B2) (mg/ 100 gram) 0,04
Vitamin C (mg/ 100 gram) 17-25
Fosfor (mg/ 100 gram) 60
Besi (mg/ 100 gram) 0,8
Kalsium (mg/ 100 gram) 10
Air (g/ 100 gram) 77,8
Kalori (kal) 83-85
Bagian dapat dimakan (%) 85
Sumber: Soelarso (1997).

Sifat-sifat kentang yaitu berat jenis atau kandungan zat kering yang tinggi,

warna, kandungan gula rendah, terutama gula-gula pereduksi, tingkat kemasakan

yang lanjut, kehilangan akibat pengupasan yang rendah. Kentang memiliki

rendemen kandungan zat padat yang tinggi terutama untuk produk yang

berhubungan dengan penepungan. Irisan kentang dengan kandungan zat padat

rendah yang telah dimasak menghasilkan tekstur yang tegar dan dapat

mempertahankan bentuknya (Pantastico, 1986). Adapun karakteristik dari

berbagai jenis pati dapat dilihat pada Tabel 6.


Tabel 6. Karakteristik gelatinisasi beberapa jenis pati.
Pati Suhu Suhu Viskositas puncak Daya
gelatinisasi pemastaan (BU) pembengkakan
(oC) Brabender pada 95 oC
Jagung 62-67-72 75-80 700 24
Kentang 58-63-68 60-65 3000 1153
Gandum 58-61-64 80-85 200 21
Tapioka 59-64-69 65-70 1200 71
BU = Brabender Unit
Sumber: (Beynum dan Roels, 1985).

Modifikasi Fisik Pati Heat Moisture Treatment (HMT)

Modifikasi sifat pati dalam bidang perkembangan teknologi pati,

merupakan perubahan struktur molekul pati yang dapat dilakukan secara fisik,

kimia dan enzimatis. Pati alami dibuat menjadi pati termodifikasi (modified

starch) dengan sifat fisik dan kimia yang diinginkan, sesuai dengan kebutuhan

(Koswara, 2009).

Modifikasi pati perlu dilakukan karena terbatasnya sifat fungsional pati

alami di dalam aplikasi produk pangan maupun rekayasa proses pangan (Manuel,

1996).

Tujuan dari modifikasi pati adalah untuk mengubah sifat fisiko kimia pati

alami dengan cara memutus struktur dari molekul dan menyusunnya kembali

membentuk struktur yang memiliki sifat fisik dan kimia yang lebih baik

(Wurzburg, 1989).

Pati yang telah tergelatinisasi dan dikeringkan dapat menyebabkan pati

mengeras dan berubah susunan molekulnya yang disebut dengan retrogradasi pati.

Perubahan struktur pati ini dapat berpengaruh terhadap daya cerna di dalam tubuh,

karena memiliki struktur yang terkait dengan enzim pencernaan sehingga dapat

mempengaruhi kadar gula darah (Padmaja, et al., 1996).


Heat moisture treatment (HMT) merupakan proses pemanasan pati dengan

menggunakan suhu tinggi diatas suhu gelatinisasi dalam keadaaan semi kering,

yaitu dengan menggunakan kadar air yang lebih rendah dari kondisi disyaratkan

terjadinya gelatinisasi. Kadar air yang digunakan untuk proses HMT adalah 18-

30%. Suhu yang digunakan adalah 100 oC (Lorenz dan Kulp, 1981).

Tabel 7. Kondisi HMT pada penelitian dari berbagai jenis pati (Jacobs dan
Delcour, 1998).
Pati Suhu (oC) Waktu Kadar air Referensi
(%)
Garut dan barley 100 16 jam 18-27 Lorenz dan Kulp,1982
Tapioka 100 16 jam 18-27 Lorenz dan Kulp, 1982
110 3-16 jam 18-24 Abraham, 1993
100 10 jam 30 Gunarathe dan Hoover,2002
Maizena (amilosa 95-110 16 jam 18-27 Sair, 1967
normal, waxy dan 120 30/180 mnt 25 Fukui dan Nikuni, 1969
tinggi) 125 5/20 mnt 14 Kawabata et al, 1994
100 4 jam 25 Schierbaum dan Kettliz,1994
100 16 jam 18-27 Franco et al, 1995
100 16 jam 30 Hoover dan Manuel, 1996
Lentil dan oat 100 16 jam 10-30 Hoover dan Vasanthan, 1994
Pea 100 16 jam 30 Hoover et al, 1993
Kentang 95-110 16 jam 18-27 Sair, 1967
100 16 jam 18-27 Lorenz da Kulp, 1981; Kulp
dan Lorenz, 1981; Donovan
et al., 1983
80-120 15-60 mnt 5-27 Kuge dan Kitamura, 1985
110/120 140/240mnt 20 Stute, 1992
100 16 jam 10-30 Hoover dan Vasanthan, 1994
Hoover, et al., 1994
110 30 mnt 16,5 Kawabata et al., 1994
84-105 16 jam 20-35 Eerlingen et al., 1996
Beras 120 30/180 mnt 25 Fukui dan Nikuni, 1969
Rye 100 4 jam 22/25 Radosta et al., 1992;
Schierbaum dan Kettliz,1994
Triticale 100 16 jam 18-27 Lorenz dan Kulp, 1982
Gandum 120 30/180 mnt 25 Fukui dan Nikuni, 1969
100 16 jam 18-27 Lorenz dan Kulp, 1981;
Kulp dan Lorenz, 1981
100 16 jam 10-30 Hoover dan Vasanthan, 1994
Hoover et al., 1994
100 4 jam 25 Scierbaum dan Kettliz, 1994
Yam 100 16 jam 10-30 Hoover dan Vasanthan, 1994
(Sumber : Jacobs dan Delcour, 1998).
Modifikasi pati sagu menyebabkan pasta pati memiliki puncak dan

breakdown yang lebih rendah, serta viskositas akhir yang lebih tinggi. Hal ini

menunjukkan peningkatan kecenderungan pati termodifikasi mengalami

retrogradasi (Pukkahuta dan Varavinit, 2007). Pemberian perlakuan termodifikasi


a
HMT pada 11 varietas pati sagu putih menunjukkan profil pasta yang memiliki

viskositas puncak, breakdown dan setback yang lebih rendah dari pati alami,

(Olayinka, et al., 2006). Pengaruh HMT terhadap karakeristik fisikokimia pati

kentang dapat dilihat pada Tabel 8 dan pengaruh HMT terhadap karakteristik

pasta pati kentang dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 8. Karakeristik fisikokimia pati kentang


Parameter Pati kentang HMT
Kadar air (%bk) 6,70,45
Kadar abu (%bk) 0,171 0,02
Nilai Ph 5,81 0,14
Derajat putih (%BaSO4) 94,65 0,52
Warna 58,76 0,67
Bentuk granula pati Oval
Ukuran granula pati (m) 18-51
Sumber: (Hardiyanti, 2013)

Tabel 9. Pengaruh HMT terhadap karakteristik pasta pati kentang


Parameter Pati kentang
Alamia Modifikasi HMTb
Viskositas puncak (cP) 5523 8 1260 29
Viskositas breakdown (cP) Td 5 2
Viskositas setback (cP) 480 5 880 7
Viskositas akhir (cP) 3252 19 2145 37
Suhu gelatinisasi (oC) 65,6 89,3
a
Keterangan: - Data dari Kusnandar (2010)
- bData dari Hardiyanti (2013)
- Standar deviasi
Sumber : (Hardiyanti, 2013)

Perlakuan HMT pada pati pisang (varietas saba) dapat mempengaruhi

warna pati dari cerah menjadi cerah kecoklatan tetapi morfologi dari granula tidak

berubah. Modifikasi juga memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata


terhadap kadar amilosa, daya serap air dan minyak menggunakan perlakuan

dengan tingkat kadar air yang lebih tinggi (27% dan 30%), hal ini kemungkinan

diakibatkan parsial gelatinisasi pada tingkat kelembaban ini menyebabkan

pembentukan lemak amilosa kompleks lemak amilosa. HMT juga memberikan

pengaruh terhadap kelarutan, swelling power, kejernihan pasta dan peningkatan

gelasi dengan meningkatnya tingkat kelembaban kristal pada granula pati. Persen

sineresis meningkat dengan meningkatnya periode penyimpanan. Penggunaan

HMT dapat meningkatkan retrogradasi dibandingkan pati alami yang dihasilkan

dari kekuatan daerah amorf pada granula pati, dan umumnya HMT memberikan

pengaruh terhadap sifat fisikokimia pati (Poh, 2007).

Tepung Jagung

Jagung merupakan komoditas pertanian yang memiliki banyak kegunaan

dan memiliki sumber karbohidrat yang tinggi setelah beras. Jagung memiliki

produktivitas yang tinggi pada tahun 2007, yaitu mencapai 13,287 juta ton dan

naik 14,45% dari 11,6 juta ton pada produksi 2006 (Suarni, 2009).

Jagung menduduki posisi kedua setelah beras sebagai bahan makanan

pokok Madura dan Jawa Timur adalah contoh daerah yang masyarakatnya

mengonsumsi jagung sebagai makanan pokok. Kandungan nutrisi dan gizi jagung

mirip dengan beras yaitu memiliki karbohidrat, protein, vitamin juga mineral.

Olahan jagung dimasyarakat biasanya, hanya direbus, dan diubah menjadi tepung.

Tepung jagung ini dapat dibuat dengan cara biji jagung dicuci, lalu direndam

selama beberapa jam kemudian ditiriskan, dan ditumbuk hingga halus dan dijemur

hingga kering (kadar air 14%) (Tarwotjo, 1998).


Tepung jagung mempunyai tekstur yang lebih kasar, mengandung gluten

kurang dari 1%, sehingga tidak sesuai jika digunakan untuk pembuatan olahan

yang membutuhkan pengembangan volume yang tinggi, akan tetapi tepung jagung

punya kandungan serat dan pro vitamin A yang tinggi, dan dapat mensubsitusi

tepung terigu sebesar 50 60%, sehingga terigu dapat digantikan dengan tepung

jagung (Suarni, 2009). Komposisi kimia tepung jagung dapat dilihat pada Tabel

10.

Centro Internacional de Mejoramiento de Maizy Trigo (CIMMYT) telah

memproduksi jagung dengan komposisi mutu gizi opaque-2 dengan struktur biji

yang konvensional yang diberi label quality protein maize (QPM). Jagung jenis

ini ditanam di Sulawesi Selatan untuk mengetahui tipe yang paling sesuai untuk

daerah lokal (Suharyono et al., 2005).

Pada jagung QPM terdapat keunggulan berupa kandungan lisin dan

triptofan yang dimiliki lebih tinggi dibandingkan dengan jagung biasa. Walaupun

QPM mengandung protein yang hampir sama dengan jagung biasa. Namun,

protein tersebut dapat dimanfaatkan 2-3 kali lipat di dalam tubuh dibanding

dengan jagung lainnya, karena mutu biologis proteinnya yang jauh lebih tinggi

(Brown et al., 1988).


Tabel 10. Komposisi kimia jagung

Varietas Air Abu Protein Serat kasar Lemak Karbohidrat


(%) (%) (%) (%) (%) (%)
Kristalin 10,5 1,7 10,3 2,2 5,0 70,3
Floury 9,6 1,7 10,7 2,2 5,4 70,4
Starchy 11,2 2,9 9,1 1,8 2,2 72,8
Manis 9,5 1,5 12,9 2,9 3,9 69,3
Pop 10,4 1,7 13,7 2,5 5,7 66,0
Hitam 12,3 1,2 5,2 1,0 4,4 75,9
Srikandi putih 10,08 1,81 9,99 2,99 5,05 73,07
Srikandi kuning11,03 1,85 9,95 2,97 5,10 72,07
Anoman 10,07 1,89 9,71 2,05 4,56 73,77
Lokal pulut 11,12 1,99 9,11 3,02 4,97 72,81
Lokal nonpulut10,09 2,01 8,78 3,12 4,92 74,20
Bisi 2 9,70 1,00 8,40 2,20 3,60 75,10
Lamuru 9,80 1,20 6,90 2,60 3,20 76,30
Sumber : Suarni dan Firmansyah, ( 2005) dan Suharyonoet al.(2005).

Tepung jagung pioneer P21 memiliki kandungan protein sebanyak 6,32%,

lemak 1,73%, kadar abu 0,31%, karbohidrat 86,18%, dan amilosa 30,09%.

Tepung jagung pioneer (P21) memiliki kandungan amilosa yang sedang dan

merupakan varietas yang cocok digunakan untuk membuat mie (Muhandri dan

Subarna, 2009). Adapun syarat mutu tepung jagung berdasarkan Standar Nasional

Indonesia dapat di lihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Syarat mutu tepung jagung berdasarkan Standar Nasional Indonesia
Kriteria uji Parameter (%)
Air 10,9
Abu 0,4
Protein 5,8
Lemak 0,9
Karbohidrat by difference 82,0
Pati 68,2
Serat makanan 7,8
Sumber : Juniawati (2003).
Karaginan

Kappaphycus alvarezii (kappa karaginan) merupakan rumput laut dari

jenis Rhodophyceae (ganggang merah), struktur molekul kappa karaginan dapat

dilihat pada Gambar 2. Rumput laut segar memiliki kandungan air sebesar 80-

90%, memiliki lemak berupa omega 3 dan omega 6 yang cukup tinggi. Rumput

laut kering seberat 100 gram memiliki asam omega 3 128-1629 mg dan omega 6

sebanyak 188-1704 mg (Winarno, 1996).

Karaginan memiliki sifat yang baik untuk dapat mengikat air sehingga

dapat menjadikan produk tidak cepat kering pada udara dengan kelembaban yang

rendah, selain itu tekstur yang halus dapat dipertahankan (Winarno, 1990).

Penambahan berbagai perbandingan karaginan pada produk pangan

berfungsi untuk membentuk tekstur (bihun) dan gel, serta sebagai penstabil dan

pengental. Penelitian Prasetyo dan Harijono (2014), menunjukkan bahwa

penambahan konsentrasi karaginan pada campuran bahan baku tepung uwi

memberikan pengaruh nyata pada parameter viskositas panas, holding, dingin, dan

swelling power, namun memberikan pengaruh tidak berbeda nyata pada

kelarutannya. Semakin banyak jumlah karaginan yang ditambahkan dapat

meningkatkan viskositas panas, viskositas holding dan viskositas dingin dari

bahan baku tepung uwi.

Tujuan mengetahui viskositas holding adalah untuk mengetahui kestabilan

pasta terhadap panas dan gesekan. Jika dibandingkan dengan viskositas panas,

viskositas holding nilainya lebih rendah. Itu menandakan bahwa kestabilan pasta

tepung terhadap gesekan dan panas kurang bagus. Oleh sebab itu adanya peranan
karaginan menyebabkan nilai viskositasnya meningkat (Susanti dan Harijono,

2014).

Gambar 2. Struktur molekul kappa karaginan (Tojo dan Prado, 2003).

Adapun komposisi kimia rumput laut Kappaphycus alvarezii dapat dilihat

pada Tabel 12.

Tabel 12. Komposisi kimia rumput laut Kappaphycus alvarezii


Komponen Jumlah
Protein (%) 0,7
Lemak (%) 0,2
Abu (%) 3,4
Serat pangan tidak larut (g/100 g)* 58,6
Serat pangan larut (g/100 g)* 10,7
Zn (mg/g) 0,01
Mg (mg/g) 2,88
Ca (mg/g) 2,80
K (mg/g) 87,10
Na (mg/g) 11,93
Sumber : Santoso et al. (2003)
Keterangan * = basis kering
Daya Cerna dan Indeks Glikemik

Daya cerna merupakan tingkat kemudahan suatu jenis bahan untuk bisa

dihidrolisis oleh enzim pencernaan (enzim pemecah pati) menjadi unit-unit yang

lebih sederhana (Mercier, 1988). Amilosa dihidrolisis oleh enzim -amilase

dengan dua tahap. Tahap pertama yaitu degradasi amilosa menjadi maltosa dan

maltotriosa yang terjadi secara acak. Selanjutnya pembentukan glukosa dan

maltosa sebagai tahap akhir secara tidak acak dan berjalan lebih lambat (Winarno,

1983). Proses pencernaan karbohidrat awalnya melalui mulut yang dipecah

terlebih dahulu menjadi menjadi senyawa yang lebih sederhana sebelum melewati

dinding usus halus setelah itu masuk ke sirkulasi darah. Pemecahan karbohidrat

dibantu oleh enzim amilase. Makanan di dalam mulut bercampur dengan amilase

akan diubah dari pati menjadi dekstrin. Sebelum makanan bereaksi dengan asam

dan pati terlebih dahulu diubah menjadi disakarida (Maryati, 2000).

Mengonsumsi makanan dengan indeks glikemik rendah, seperti

mengonsumsi buah kurma yang sama dengan mengonsumsi satu buah pisang,

tidak akan menaikkan kadar gula darah pada penderita diabetisi yang mendapat

terapi OHO (obat hipoglikemik oral) maupun yang mendapat insulin (Munadi dan

Ardinata, 2008).

Indeks glikemik pada makanan merupakan standar makan yang diberikan

pada penderita diabetisi, sehingga nilai glikemik merupakan acuan sebagai respon

tubuh terhadap fluktuasi peninggian kadar glukosa darah. Kadar glukosa darah

tidak akan naik jika mengonsumsi makanan dengan indeks glikemik yang rendah

(Jenkins, et al., 1994).


Faktor yang mempengaruhi respon terhadap glukosa darah yaitu

komposisi dari makanan, jenis dari karbohidrat yang terdapat pada makanan,

struktur fisik dan kimia dari molekul ataupun granula pati, kandungan dan jenis

serat, kandungan kalsium, pemasakan, kandungan asam dari makanan, bahan

tambahan makanan, indeks glikemik bahan makanan, pengaruh hidrasi dan

gelatinisasi pati, retrogradasi pati, penambahan bahan pada pengosongan lambung

dan interaksi nutrisi (Sunarsih et al., 2007).

Indeks glikemik pangan dapat terbagi mejadi tiga kelompok yaitu pangan

dengan indeks glikemik rendah dengan rentang nilai indeks glikemik 55, pangan

dengan indeks glikemik sedang dengan rentang nilai 55 70, dan pangan dengan

indeks glikemik tinggi yaitu > 70. Karbohidrat yang dapat dipecah secara cepat

memiliki kandungan indeks glikemik yang tinggi, begitu dengan sebaliknya

karbohidrat yang dipecah dengan lambat sehingga melepaskan glukosa darah

dengan lambat memiliki kandungan indeks glikemik yang rendah (Rimbawan dan

Siagian, 2004).

Anda mungkin juga menyukai