Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

Kehamilan ektopik merupakan masalah kesehatan yang penting bagi


perempuan pada usia reproduktif karena merupakan penyebab utama kematian pada
trimester pertama kehamilan. Kehamilan ektopik ialah suatu kehamilan yang
pertumbuhan sel telur yang telah dibuahi tidak menempel pada dinding endometrium
kavum uteri. Yang termasuk dalam kehamilan ektopik ialah kehamilan tuba, kehamilan
ovarial, kehamilan intraligamenter, kehamilan servikal dan kehamilan abdominal
primer atau sekunder. Lebih dari 95% kehamilan ektopik berada di saluran telur (tuba
Fallopi). Kehamilan ektopik terganggu (KET) adalah keadaan di mana timbul
gangguan pada kehamilan tersebut sehingga terjadi abortus maupun ruptur yang
menyebabkan penurunan keadaan umum pasien.
Kejadian kehamilan ektopik di Indonesia sekitar 5-6 per seribu kehamilan.
Kehamilan ektopik merupakan salah satu kehamilan yang berakhir abortus, dan sekitar
16% kematian dalam kehamilan dikarenakan perdarahan yang dilaporkan disebabkan
kehamilan ektopik yang pecah. Faktor-faktor yang menyebabkan kehamilan kehamilan
ektopik adalah faktor tuba, abnormalitas dari zigot, ovarium, hormonal, dan beberapa
factor lainnya.1,2
Gambaran klinis kehamilan ektopik yang belum terganggu tidak khas, sampai
terjadinya kehamilan ektopik terganggu. Diagnosis klinik kehamilan ektopik dapat
ditegakkan dari ditemukannya trias klinik klasik, yaitu nyeri abdomen, amenore, dan
perdarahan vagina. Komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh kehamilan ektopik
terganggu antara lain berupa syok yang irreversibel, perlekatan, dan obstruksi usus.2,3
Deteksi dini pada kehamilan ektopik sangat diperlukan agar mendapatkan
penanganan yang segera untuk mencegah terjadinya komplikasi dan menurunkan
angka kematian akibat komplikasi tersebut. 2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi
2.1.1 Uterus
Uterus berbentuk seperti buah pir yang sedikit gepeng, ukurannya sebesar telur
ayam dan mempunyai rongga. Dindingnya terdiri dari otot-otot polos. Ukuran panjang
uterus adalah 7-7,5 cm, lebar 5,25 cm dan tebal dinding 1,25 cm. Letak uterus dalam
keadaan fisiologis adalah anteversiofleksi. Uterus terdiri dari fundus uteri, korpus dan
serviks uteri. Fundus uteri adalah bagian proksimal dari uterus, disini kedua tuba
falopii masuk ke uterus. Korpus uteri adalah bagian uterus yang terbesar, pada
kehamilan bagian ini mempunyai fungsi utama sebagai tempat janin berkembang.
Rongga yang terdapat di korpus uteri disebut kavum uteri. Serviks uteri terdiri atas
pars vaginalis servisis uteri dan pars supravaginalis servisis uteri. Saluran yang
terdapat pada serviks disebut kanalis servikalis.3

2.1.2 Tuba Falopii


Tuba falopii terdiri atas2,3:
1) Pars intersisialis, bagian yang terdapat pada dinding uterus.
2) Pars isthmika, bagian medial tuba yang seluruhnya sempit.
3) Pars ampularis, bagian yang berbentuk saluran agak lebar, tempat konsepsi
terjadi.
4) Infundibulum, bagian ujung tuba yang terbuka ke arah abdomen dan mempunyai
fimbrae.

2.1.3 Fimbrae
Fimbrae penting artinya bagi tuba untuk menangkap telur kemudian
disalurkan ke dalam tuba. Bagian luar tuba diliputi oleh peritoneum viseral yang
merupakan bagian dari ligamentum latum. Otot dinding tuba terdiri atas (dari luar ke
dalam) otot longitudinal dan otot sirkuler. Lebih ke dalam lagi didapatkan selaput yang
berlipat-lipat dengan sel-sel yang bersekresi dan bersilia yang khas, berfungsi untuk
menyalurkan telur atau hasil konsepsi ke arah kavum uteri dengan arus yang
ditimbulkan oleh getaran silia tersebut.4

2.1.4 Ovarium
Perempuan umumnya mempunyai 2 indung telur kanan dan kiri. Ovarium
kurang lebih sebesar ibu jari tangan dengan ukuran panjang sekitar 4 cm, lebar dan
tebal kira-kira 1,5 cm. Setiap bulan 1-2 folikel akan keluar yang dalam
perkembangannya akan menjadi folikel de Graaf.4

Gambar 1. Anatomi Organ Reproduksi Wanita2

2.2 Kehamilan Ektopik Terganggu


2.2.1. Definisi
Kehamilan ektopik adalah suatu kehamilan yang pertumbuhan sel telur yang
telah dibuahi tidak menempel pada dinding endometrium kavum uteri. Kehamilan
ektopik terganggu (KET) merupakan kehamilan ektopik yang disertai dengan gejala
akut abdomen, dengan trias gambaran klasik yaitu amenore, nyeri akut abdomen dan
pendarahan pervaginam.2,3
Bentuk-bentuk kehamilan ektopik yaitu kehamilan tuba, kehamilan ovarial,
kehamilan intraligamenter, kehamilan servikal dan kehamilan abdominal primer atau
sekunder. Sebagian besar kehamilan ektopik berlokasi pada tuba fallopi di pars
ampularis 80%, pars ismika 12%, fimbrae 5% dan kornual 2%. Sangat jarang terjadi
implantasi di ovarium (0,2%), roangga perut (1,4%), kanalis servikalis uteri (0,2%),
kornu uterus yang rudimenter dan divertikel pada uterus.1 Terbatasnya kemampuan
tuba fallopi untuk mengembang menyebabkan kehamilan ektopik mengalami rupture
tuba sehingga dapat timbul pendarahan ke dalam kavum abdomen, keadaan ini bisa
dikenal dengan kehamilan ektopik terganggu.2,3

Gambar 2. Kehamilan Ektopik

2.2.2 Etiologi
Beberapa faktor yang berhubungan dengan penyebab kehamilan ektopik
terganggu :
1. Faktor mekanis
Hal-hal yang mengakibatkan terhambatnya perjalanan ovum yang dibuahi ke
dalam kavum uteri, antara lain5:
a. Salpingitis, terutama endosalpingitis yang menyebabkan aglutinasi silia lipatan
mukosa tuba dengan penyempitan saluran atau pembentukan kantong-kantong
buntu. Berkurangnya silia mukosa tuba sebagai akibat infeksi juga
menyebabkan implantasi hasil zigot pada tuba falopii.
b. Adhesi peritubal setelah infeksi pasca abortus atau infeksi pasca nifas,
apendisitis, atau endometriosis, yang menyebabkan tertekuknya tuba atau
penyempitan lumen
c. Kelainan pertumbuhan tuba, terutama divertikulum, ostium asesorius dan
hipoplasi. Namun ini jarang terjadi
d. Bekas operasi tuba memperbaiki fungsi tuba atau terkadang kegagalan usaha
untuk memperbaiki patensi tuba pada sterilisasi
e. Tumor yang merubah bentuk tuba seperti mioma uteri dan adanya benjolan
pada adneksia
f. Penggunaan alat kontrasepsi meningkatkan insiden kehamilan ektopik. Sudi
yang lebih besar dilakukan oleh WHO menyatakan bahwa penggunaan IUD
memiliki risiko <50% untuk mengalami ektopik dibandingkan dengan yang
tidak menggunakan kontrasepsi. Sekitar 3-4% kehamilan pada pemakaian IUD
adalah ektopik.
2. Faktor Fungsional5
a. Migrasi eksternal ovum mungkin bukan faktor pada kasus-kasus
perkembangan duktus mulleri yang abnormal, sehingga terjadi hemiuterus
dengan kornu uterine rudimenter dan tidak berhubungan. Risiko terjadinya
kehamilan ektopik dapat pula sedikit mengingkat pada wanita dengan satu
oviduk kalua saja dia mengalami ovulasi dari ovarium sisi kontra lateralnya.
Kelambatan pengangkutan ovum yang telah dibuahi lewat saluran tuba atau
oviduk akibat migrasi eksternal akan mengingkatkan sifat-sifat invasif
blastokis sementara masih berada di dalam oviduk. Peristiwa ini mungkin
bukan faktor yang penting dalam proses terjadinya kehamilan ektopik pada
manusia.
b. Refluks menstrual pernah dikemukakan sebagai penyebab terjadinya
kehamilan ektopik. Kelambatan fertilisasi ovum dengan perdarahan menstruasi
pada waktu sebagaimana biasanya, secara teoritis dapat mencegah masuknya
ovum tersebut berbalik ke dalam tuba. Bukti yang mendukung fenomena ini
tidak banyak.
c. Berubahnya motilitas tuba dapat terjadi mengikuti perubahan pada kadar
estrogen dan progesterone dalam serum. Perubahan jumlah dan afinitas
reseptor adrenergic dalam otot polos uterus serta tuba fallopi kemungkinan
benar menjadi penyebabnya. Segi praktisnya tampak pada peningkatan insiden
kehamilan ektopik sebesar 4 hingga 13 persen di antara para wanita yang
pernah mendapatkan preparat dietilstilbestrol (DES) intrauteri. Kejadian ini
mungkin lebih disebabkan oleh berubahnya motilitas tuba daripada oleh
abnormalitas strukturnya.
d. Peningkatan daya penerimaan mukosa tuba terhadap ovum yang telah dibuahi.
Unsuk-unsuk ektopik endometrium dapat meningkatkan impalntasi dalam
tuba. Meskipun para pengamat pernah melaporkan adanya fokus-fokus
endometriosis dalam tuba fallopi, namul hal ini merupakan keadaan yang
jarang dijumpai

2.2.3 Patogenesis
Proses implantasi ovum di tuba pada dasarnya sama dengan yang terjadi di
kavum uteri. Telur di tuba bernidasi secara kolumnar atau interkolumnar. Pada nidasi
secara kolumnar telur bernidasi pada ujung atau sisi jonjot endosalping. Perkembangan
telur selanjutnya dibatasi oleh kurangnya vaskularisasi dan biasanya telur mati secara
dini dan direabsorbsi. Pada nidasi interkolumnar, telur bernidasi antara dua jonjot
endosalping. Setelah tempat nidasi tertutup maka ovum dipisahkan dari lumen oleh
lapisan jaringan yang menyerupai desidua dan dinamakan pseudokapsularis. Karena
pembentukan desidua di tuba malahan kadang-kadang sulit dilihat vili khorealis
menembus endosalping dan masuk kedalam otot-otot tuba dengan merusak jaringan
dan pembuluh darah. Perkembangan janin selanjutnya tergantung dari beberapa faktor,
yaitu; tempat implantasi, tebalnya dinding tuba dan banyaknya perdarahan yang terjadi
oleh invasi trofoblas.1,6
Perdarahan yang dijumpai pada kehamilan ektopik terganggu berasal dari uterus
disebabkan pelepasan desidua yang degeneratif. Sebagian besar kehamilan tuba
terganggu pada umur kehamilan antara 6 sampai 10 minggu. Karena tuba bukan tempat
pertumbuhan hasil konsepsi, tidak mungkin janin tumbuh secara utuh seperti dalam
uterus. Beberapa kemungkinan yang mungkin terjadi adalah7:
1. Hasil konsepsi mati dini dan diresorbsi
Pada implantasi secara kolumna, ovum yang dibuahi cepat mati karena
vaskularisasi yang kurang dan dengan mudah diresobsi total.
2. Abortus ke dalam lumen tuba
Perdarahan yang terjadi karena terbukanya dinding pembuluh darah oleh vili
korialis pada dinding tuba di tempat implantasi dapat melepaskan mudigah
dari dinding tersebut bersama-sama dengan robeknya pseudokapsularis.
Segera setelah perdarahan, hubungan antara plasenta serta membran terhadap
dinding tuba terpisah bila pemisahan sempurna, seluruh hasil konsepsi
dikeluarkan melalui ujung fimbrae tuba ke dalam kavum peritonium. Dalam
keadaan tersebut perdarahan berhenti dan gejala-gejala menghilang.
3. Ruptur dinding tuba
Penyebab utama dari ruptur tuba adalah penembusan dinding vili korialis ke
dalam lapisan muskularis tuba terus ke peritoneum. Ruptur tuba sering terjadi
bila ovum yang dibuahi berimplantasi pada isthmus dan biasanya terjadi pada
kehamilan muda. Sebaliknya ruptur yang terjadi pada pars-intersisialis pada
kehamilan lebih lanjut. Ruptur dapat terjadi secara spontan, atau yang
disebabkan trauma ringan seperti pada koitus dan pemeriksaan vagina.

2.2.4 Manifestasi Klinis


Gambaran klinik dari kehamilan ektopik terganggu tergantung pada lokasinya.
Tanda dan gejalanya sangat bervariasi tergantung pada ruptur atau tidaknya kehamilan
tersebut. Trias klasik yang sering ditemukan adalah nyeri abdomen, perdarahan vagina
abnormal, dan amenore.2,3,8 Adapun gejala dan hasil pemeriksaan laboratorium antara
lain 8:
a. Keluhan gastrointestinal
Keluhan yang paling sering dikemukakan oleh pasien kehamilan ektopik
terganggu adalah nyeri pelvis yang disertai rasa vertigo dan pening.
b. Nyeri tekan abdomen dan pelvis
Nyeri tekan yang timbul pada palpasi abdomen dan pemeriksaan,
khususnya dengan menggerakkan servik, dijumpai pada lebih dari tiga per
empat kasus kehamilan ektopik sudah atau sedang mengalami ruptur, tetapi
kadang-kadang tidak terlihat sebelum ruptur terjadinya.
c. Amenore
Riwayat amenore tidak ditemukan pada seperempat kasus atau lebih. Salah
satu sebabnya adalah karena pasien menganggap perdarahan pervaginam
yang lazim pada kehamilan ektopik sebagai periode haid yang normal,
dengan demikian memberikan tanggal haid terakhir yang keliru.
d. Spotting atau perdarahan vaginal
Selama fungsi endokrin plasenta masih bertahan, perdarahan uterus
biasanya tidak ditemukan, namun bila dukungan endokrin dari
endometrium sudah tidak memadai lagi, mukosa uterus akan mengalami
perdarahan. Perdarahan tersebut biasanya sedikit-sedikit, bewarna cokelat
gelap dan dapat terputus-putus atau terus-menerus.
e. Perubahan Uterus
Uterus pada kehamilan etopik dapat terdorong ke salah satu sisi oleh masa
ektopik tersebut. Pada kehamilan ligamentum latum atau ligamentum latum
terisi darah, uterus dapat mengalami pergeseran hebat. Uterine cast akan
dieksresikan oleh sebagian kecil pasien, mungkin 5% atau 10% pasien.
Eksresi uterine cast ini dapat disertai oleh gejala kram yang serupa dengan
peristiwa ekspulsi spontan jaringan abortus dari kavum uteri.
f. Tekanan darah dan denyut nadi
Reaksi awal pada perdarahan sedang tidak menunjukkan perubahan pada
denyut nadi dan tekanan darah, atau reaksinya kadang-kadang sama seperti
yang terlihat pada tindakan flebotomi untuk menjadi donor darah yaitu
kenaikan ringan tekanan darah atau respon vasovagal disertai bradikardi
serta hipotensi.
g. Hipovolemi
Penurunan nyata tekanan darah dan kenaikan denyut nadi dalam posisi
duduk merupakan tanda yang paling sering menunjukkan adanya
penurunan volume darah yang cukup banyak. Semua perubahan tersebut
mungkin baru terjadi setelah timbul hipovolemi yang serius.
h. Suhu tubuh
Setelah terjadi perdarahan akut, suhu tubuh dapat tetap normal atau bahkan
menurun. Suhu yang lebih tinggi jarang dijumpai dalam keadaan tanpa
adanya infeksi. Karena itu panas merupakan gambaran yang penting untuk
membedakan antara kehamilan tuba yang mengalami ruptura dengan
salpingitis akut, dimana pada keadaan ini suhu tubuh umumnya diatas 38oC.
i. Masa pelvis
Masa pelvis dapat teraba pada 20% pasien. Masa tersebut mempunyai
ukuran, konsistensi serta posisi yang bervariasi. Biasanya masa ini
berukuran 5-15 cm, sering teraba lunak dan elastis. Akan tetapi dengan
terjadinya infiltrasi dinding tuba yang luas oleh darah masa tersebut dapat
teraba keras. Hampir selalu masa pelvis ditemukan di sebelah posterior atau
lateral uterus. Keluhan nyeri dan nyeri tekan kerap kali mendahului
terabanya masa pelvis dalam tindakan palpasi.
j. Hematokel pelvik
Pada kehamilan tuba, kerusakan dinding tuba yang terjadi bertahap akan
diukuti oleh perembesan darah secara perlahan-lahan ke dalam lumen tuba,
kavum peritonium atau keduanya. Gejala perdarahan aktif tidak terdapat
dan bahkan keluhan yang ringan dapat mereda, namun darah yang terus
merembes akan berkumpul dalam panggul, kurang lebih terbungkus dengan
adanya perlekatan dan akhirnya membentuk hematokel pelvis.

2.2.5 Diagnosis
Diagnosis KET ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik serta
pemeriksaan penunjang1,8
1. Anamnesis
Pada anamnesis biasanya didapatkan trias KET klasik yaitu: amenorea, nyeri
perut yang biasanya bersifat unilateral serta perdarahan pervaginam. Gejala tak spesifik
lainnya seperti perasaan enek, muntah dan rasa tegang pada payudara serta kadang-
kadang gangguan defekasi.
2. Pemeriksaan fisik8
a. Tanda-tanda syok : tekanan darah menurun (sistolik < 90 mmHg), nadi cepat
dan lemah (> 110 kali permenit), pucat, berkeringat dingin, kulit yang
lembab, nafas cepat (> 30 kali permenit), cemas, kesadaran berkurang atau
tidak sadar.
b. Gejala akut abdomen : perut tegang pada bagian bawah, nyeri tekan, nyeri
ketok dan nyeri lepas dari dinding perut.
c. Pemeriksaan ginekologi: biasanya didapatkan servik teraba lunak, nyeri
tekan dan nyeri goyang, korpus uteri normal atau sedikit membesar, kadang-
kadang sulit diketahui karena nyeri abdomen yang hebat, kavum Douglas
menonjol oleh karena terisi darah.
3. Pemeriksaan penunjang
Gejala-gejala kehamilan ektopik terganggu beraneka ragam, sehingga
pembuatan diagnosis kadang-kadang menimbulkan kesulitan, khususnya pada
kasus-kasus kehamilan ektopik yang belum mengalami atau ruptur pada dinding
tuba sulit untuk dibuat diagnosis. Berikut ini merupakan jenis pemeriksaan untuk
membantu diagnosis kehamilan ektopik9:
1. HCG-
Pengukuran subunit beta dari HCG- (Human Chorionic Gonadotropin-Beta)
merupakan tes laboratorium terpenting dalam diagnosis. Pemeriksaan ini dapat
membedakan antara kehamilan intrauterin dengan kehamilan ektopik. Jaringan
tropoblas pada kehamilan ektopik menghasilkan hCG dalam kadar yang lebih
rendah daripada kehamilan intrauterin normal, oleh sebab itu dibutuhkan tes yang
mempunyai tingkat sensitivitas yang lebih tinggi. Akan tetapi tes negatif tidak
menyingkirkan kemungkinan kehamilan ektopik terganggu karena kematian hasil
konsepsi dan degenerasi tropoblas menyebabkan produksi hCG menurun dan
menyebabkan hasil tes negatif. Doubling time untuk serum beta-hCG pada
kehamilan intrauterine adalah 48 jam hingga mencapai 10.000-20.000 mIU/mL.
Berdasarkan penelitian tentang doubling time, serum level beta-hCG akan
meningkat paling kurang 66 % dalam 48 jam pada 85 % kehamilan normal.
Doubling time hanya bisa digunakan pada awal kehamilan hingga kurang dari 41
hari kehamilan.5

Tabel 1. Hubungan usia kehamilan dengan kadar HCG-


Usia Kehamilan Kadar HCG-
(minggu) (mIU/mL atau IU/L)
1 5-50
2 50-500
3 100-10.000
4 1.080-30.000
6-8 3.500-115.000
12 12.000-270.000
13-16 >20.000
17-40 <4.000

2. Kuldosintesis
Kldosintesis adalah suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui apakah dalam kavum
Douglas ada darah atau cairan lain. Serviks ditarik ke arah simfisis dengan
tenakulum, kemudian sebuah jarum panjang ukuran 16 atau 18 dimasukkan lewat
forniks posterior vagina ke dalam kavum Douglas dan kemudian dilakukan aspirasi
cairan yang ada di dalamnya. Jika darah yang diaspirasi kemudian membeku, darah
ini mungkin berasal dari pembuluh darah yang mengalami perforasi bukan dari
kehamilan ektopik yang mengalami perdarahan kecuali terjadi perdarahan cepat dari
tempat ruptur dan darah dapat diaspirasi dari kavum Douglas sebelum sempat
membeku.
3. Dilatasi dan Kuretase
Manfaat kuretase uterus adalah untuk menentukan ada atau tidaknya vili yang
menandakan adanya kehamilan intrauterin yang non viabel. Pada sebagian besar
kasus, kuretase sangat menolong jika serum progesteron kurang dari 5 ng/mL dan
titer HCG yang tidak meningkat dan kurang dari 1000 IU/L. Kuretase dan
pemeriksaan hasilnya dapat digunakan untuk mencegah laparoskopi yang tidak
perlu pada pasien yang mengalami keguguran. Dengan melarutkan hasil kuretase
pada larutan salin, biasanya menunjukkan adanya vili, tetapi tidak selalu. Hasil
kuretase dalam larutan salin dapat mengalami kesalahan sebesar 6,6 % dari
pasien yang mengalami kehamilan ektopik dan kesalahan sebesar 11,3 % pada
pasien dengan kehamilan intrauterine. Karena ketidakakuratan ini, pemeriksaan
patologi dan pemantauan titer HCG sangat diperlukan untuk konfirmasi.
4. Laparaskopi
Tehnik pemeriksaan ini memberikan sarana untuk mendiagnosis penyakit pada
organ pelvis, termasuk kehamilan ektopik. Sistem optis dan elektronik yang
disempurnakan telah mengatasi sebagian besar keberatan yang timbul dalam
upaya untuk menggunakan sonde transabdominal intraperitoneal yang dilengkapi
dengan cahaya untuk melihat organ-organ dalam panggul. Meskipun demikian,
laparoskopi yang aman dan berhasil memerlukan peralatan yang sempurna,
operator yang berpengalaman, ruang operasi dan biasanya tindakan anestesi
seperti pada pembedahan. Inspeksi lengkap rongga panggul mungkin tidak dapat
dilakukan bila terdapat inflamasi pelvik atau perdarahan yang baru atau sudah
lama terjadi. Kadang-kadang, pengenalan kehamilan tuba dini tanpa terjadinya
ruptur sulit dilakukan dengan laparoskopi, meskipun tuba bisa dilihat
seluruhnya.8 Laparoskopi merupakan diagnosis definitif pada kebanyakan kasus.
Selain itu laparoskopi operatif juga digunakan sebagai jalan untuk memindahkan
massa ektopik dan sekaligus sebagai saluran untuk menyuntikkan kemoterapi 7.
5. Ultrasonografi
Keunggulan cara pemerikssan ini terhadap laparoskopi ialah tidak invasif, artinya
tidak perlu memasukkan rongga dalam rongga perut. Dapat dinilai kavum uteri,
kosong atau berisi, tebal endometrium, adanya massa di kanan kiri uterus dan
apakah kavum Douglas berisi cairan.9
6. Kombinasi USG dengan pengukuran serum -hCG
Bila pada USG transvaginal ditemukan uterus yang kosong, dan kadar -hCG serum
1500 mIU/ml atau lebih, maka diagnosis kehamilan ektopik dapat dipastikan dengan
tingkat akurasi hampir 100 %. Empat kemungkinan klinik berdasarkan nilai
kuantitatif -hCG: 9
a. Kalau nilai -hCG di atas 6000 mIU per ml dan kantong kehamilan terlihat
di dalam uterus lewat pemeriksaan USG abdomen, maka diagnosis
kehamilan normal pada dasarnya bisa dipastikan.
b. Kalau nilai -hCG di atas 6000 mIU per ml dan kavum uteri tampak kosong,
maka kemungkinan adanya kehamilan ektopik sangat besar. Keadaan ini
jarang dijumpai dalam praktek klinik sebenarnya.
c. Kalau nilai -hCG di bawah 6000 mIU per ml dan cincin kehamilan
intrauteri jelas terlihat, maka abortus spontan mungkin tengah terjadi atau
segera akan terjadi. Kehamilan ektopik masih menjadi suatu
kemungkinan karena derajat ultrasonik yang ada. Diagnosis keliru
mengenai kantong kehamilan dalam uterus dapat saja dibuat kalau ada
bekuan darah atau silinder desidua.
d. Kalau nilai -hCG di bawah 6000 mIU per ml dan terlihat uterus yang
kosong, tidak ada diagnosis pasti yang dapat ditegakkan. Kegagalan
untuk melihat kantong kehamilan di dalam uterus sering terjadi pada
pemeriksaan USG abdomen yang dikerjakan sebelum usia kehamilan 5
minggu. Sayangnya usia kehamilan yang tepat acapkali tidak diketahui
pada wanita dengan suspek kehamilan ektopik. Pada kasus-kasus ini,
wanita tersebut dapat mengalami abortus atau bisa mempertahankan
kehamilannya dan kemudian terbentuk kantong kehamilan, atau dapat
pula memperlihatkan bukti yang menunjukkan adanya kehamilan
ektopik.
7. Histerosalpingografi
Memberikan gambaran kavum uteri kosong dan lebih besar dari biasa, dengan
janin diluar uterus. Pemeriksaan ini dilakukan jika diagnosis kehamilan ektopik
terganngu sudah dipastikan dengan USG (Ultra Sono Graphy) dan MRI
(Magnetic Resonance Imagine).9

2.2.6 Terapi
Prinsip umum penatalaksanaan kehamilan ektopik terganggu ialah:
1. Segera dibawa ke rumah sakit
2. Transfusi darah dan pemberian cairan untuk mengoreksi anemia dan
hipovolemia.
3. Operasi segera dilakukan setelah diagnosis ditegakkan.
Pada kehamilan ektopik terganggu, walaupun tidak selalu ada bahaya terhadap
jiwa penderita, dapat dilakukan terapi konservatif, tetapi sebaiknya tetap dilakukan
tindakan operasi. Kekurangan dari terapi konservatif (non-operatif) yaitu walaupun
darah berkumpul di rongga abdomen lambat laun dapat diresorbsi atau untuk
sebagian dapat dikeluarkan dengan kolpotomi (pengeluaran melalui vagina dari
darah di kavum Douglas), sisa darah dapat menyebabkan perlekatan-perlekatan
dengan bahaya ileus. Operasi terdiri dari salpingektomi ataupun salpingo-
ooforektomi. Jika penderita sudah memiliki anak cukup dan terdapat kelainan pada
tuba tersebut dapat dipertimbangkan untuk mengangkat tuba. Namun jika penderita
belum mempunyai anak, maka kelainan tuba dapat dipertimbangkan untuk
dikoreksi supaya tuba berfungsi.2
Tindakan laparatomi dapat dilakukan pada ruptur tuba, kehamilan dalam
divertikulum uterus, kehamilan abdominal dan kehamilan tanduk rudimenter.
Perdarahan sedini mungkin dihentikan dengan menjepit bagian dari adneksia yang
menjadi sumber pterdarahan. Keadaan umum penderita terus diperbaiki dan darah
dari rongga abdomen sebanyak mungkin dikeluarkan. Serta memberikan transfusi
darah.9
Untuk kehamilan ektopik terganggu dini yang berlokasi di ovarium bila
dimungkinkan dirawat, namun apabila tidak menunjukkan perbaikan maka dapat
dilakukan tindakan sistektomi ataupun oovorektomi. Sedangkan kehamilan ektopik
terganggu berlokasi di servik uteri yang sering menngakibatkan perdarahan dapat
dilakukan histerektomi, tetapi pada nulipara yang ingin sekali mempertahankan
fertilitasnya diusahakan melakukan terapi konservatif.9

2.2.7 Prognosis
Angka kematian ibu yang disebabkan oleh kehamilan ektopik terganggu turun
sejalan dengan ditegakkannya diagnosis dini dan persediaan darah yang cukup.
Kehamilan ektopik terganggu yang berlokasi di tuba pada umumnya bersifat
bilateral. Sebagian ibu menjadi steril (tidak dapat mempunyai keturunan) setelah
mengalami keadaan tersebut diatas, namun dapat juga mengalami kehamilan
ektopik terganggu lagi pada tuba yang lain.10
Ibu yang pernah mengalami kehamilan ektopik terganggu, mempunyai resiko
10% untuk terjadinya kehamilan ektopik terganggu berulang. Ibu yang sudah
mengalami kehamilan ektopik terganggu sebanyak dua kali terdapat kemungkinan
50% mengalami kehamilan ektopik terganggu berulang.10
DAFTAR PUSTAKA

1. Kriswedhani, GAP dan Carolia, N. "Kehamilan Ektopik". Medical Profession


Journal Of Lampung [MEDULA] 4.4. 2016
2. Sepilian, VP. Ectopic Pregnancy Clinical Presentation. The Medscape Journal
of Medicine. Available at .http://emedicine.medscape.com/article/2041923-
clinical?src=refgatesrc1 [diakses pada 1 September 2017]
3. Prawirohardjo S, Wiknjosastro H. Kehamilan Ektopik. Dalam Ilmu Kebidanan;
Jakarta; Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2010
4. Keith, Moore & Agur Anne. 2013. Anatomi Klinik Dasar. Jakarta : Hipokrates.
5. Berek JS. Ectopic Gestasion. In Novaks Gynecology. 13thed.Philadelphia
Lippincot Williams & Wilkins, 2002, pp510-534
6. Wiknjosastro,H. Kehamilan Ektopik. Dalam Ilmu Bedah Kebidanan. Jakarta;
Yayasan Bina Pustaka sarwono Prawirohardjo, 2000; 198-204
7. Cheng, L., Wei-Hong, dkk. Risk factors for ectopic pregnancy: A multi-center
case-control study. BMC Pregnancy and Childbirth. 2015. , Available at
https://search.proquest.com/docview/1780306534?accountid=25704 [diakses
pada 2 September 2017]
8. Torpy JM, Burke AE, Golub RM. Ectopic Pregnancy. JAMA. 2012;308(8):829.
doi:10.1001/jama.2012.6215
9. Murray, H., Baakdah, dkk. Diagnosis and treatment of ectopic
pregnancy. Canadian Medical Association.Journal, 173(8). 2005 Available at
https://search.proquest.com/docview/204809702?accountid=25704 [diakses pada
2 September 2017]
10. Krhus, Line Lund, dkk. "Impact of ectopic pregnancy for reproductive prognosis
in next generation." Acta obstetricia et gynecologica Scandinavica. 2014

Anda mungkin juga menyukai