Anda di halaman 1dari 37

BAB I

STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Tn. P
Umur : 75 tahun
Agama : Islam
Status : Menikah
Alamat :Mojoluhur 3/1 Jaken, Pati, Jawa Tengah
Pekerjaan :-
Dirawat di ruang : Gading
Tanggal masuk RS : 20 Agustus 2017

II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis kepada keluarga
pasien pada tanggal 21 Agustus 2017, di ruang Gading.
Keluhan Utama: Kelemahan anggota gerak kanan
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang diantar oleh keluarganya ke IGD RSUD RAA Soewondo Pati
dengan keluhan kelemahan pada anggota gerak kanan sejak 3 jam SMRS.
Keluhan ini dirasakan muncul secara tiba-tiba saat pasien sedang duduk
menonton televisi, ketika pasien ingin berdiri pasien merasa tangan dan kaki
kanan lemah dan sulit digerakkan. Sebelumnya pasien mengeluhkan kepalanya
terasa sakit. Selain kelemahan menurut keluarga pasien bicara pasien juga
menjadi pelo dan mulut perot. Keluhan lain seperti mual, muntah, kejang,
demam, sebelumnya pun disangkal.
Riwayat Penyakit Dahulu:
Pasien tidak pernah mengalami keluhan serupa sebelumnya. Pasien memiliki
hipertensi yang diketahui sejak 1 tahun yang lalu, namun selama 6 bulan
terakhir pasien tak pernah mengkonsumsi obat anti hipertensi dan tak pernah
melakukan pemeriksaan tekanan darahnya. Riwayat diabetes melitus,
hiperkolesterol, asam urat, penyakit jantung, keganasan dan alergi disangkal.
Pasien pernah dirawat di rumah sakit 1 tahun yang lalu dikarenakan menderita
penyakit paru (tuberculosis). Riwayat trauma kepala disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga:
Riwayat keluhan serupa disangkal. Riwayat hipertensi disangkal, diabetes
mellitus dalam keluarga disangkal.
Riwayat kebiasaan:
Pasien tidak mengkonsumsi alkohol ataupun merokok.
Riwayat obat-obatan:
Pasien memiliki riwayat pengobatan paru (OAT) 1 tahun yang lalu selama 6
bulan dan telah dinyatakan sembuh. Pasien juga mengkonsumi obat anti
hipertensi sejak diketahui memiliki hipertensi, namun 6 bulan terakhir pasien
tak mengkonsumsi obat anti hipertensi. Riwayat konsumsi obat-obatan rutin
lain disangkal.

III. PEMERIKSAAN FISIK


Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 21 Agustus 2017, di Ruang Gading
A. Status Generalis
Keadaan Umum : tampak sakit sedang
Status Gizi : tampak normal
Tanda Vital
- Suhu Tubuh : 36,7oC
- Tekanan Darah : 150/100 mmHg
- Nadi : 119x/menit, regular, isi cukup
- Laju Napas : 24 x/menit, regular
B. Status Internus
- Kepala/leher : mesocephale, deformitas (-), bengkak (-)
: pembesaran KGB -/-
: pembesaran kelenjar tiroid -/-
- Mata : Refleks cahaya langsung +/+, Refleks cahaya tak
langsung+/+
: Konjungtiva anemis -/-
: Pupil isokor, 3mm/3mm
- Telinga/hidung : deformitas (-), nyeri (-), sekret (-)
septum nasi di tengah
- Mulut/faring : mukosa hiperemis (-)
tonsil dan uvula sulit dinilai
- Thorax
o Paru
Inspeksi : bentuk dada normal dan simetris
gerak napas tertinggal (-)
Palpasi : taktile fremitus sama kuat, ekspansi dinding dada
normal
Perkusi : bunyi sonor pada semua lapang paru
Auskultasi : vesikuler, wheezing -/-, ronkhi -/-
o Jantung
Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : iktus kordis teraba 2 jari, 1 cm lateral dari MCLS,
thrill (-)
Perkusi : pekak, batas jantung normal
Auskultasi : S1/S2 normal, murmur (-), gallop (-)
- Abdomen
o Inspeksi : datar, bekas luka (-)
o Auskultasi : bising usus normal, bruits (-)
o Perkusi : timpani
o Palpasi : hepatomegali (-), splenomegali (-)
- Ekstremitas : akral hangat
: deformitas (-), edema (-) di kedua tungkai bawah
: CRT <2 detik
C. Status Neurologis
1. Fungsi Luhur
- Kesadaran
o Kualitatif : Compos mentis
o Kuantitatif : E4 M6 V5
- Orientasi : Baik
- Daya ingat : Baik
- Gerakan abnormal :-
- Gangguan berbahasa :
o Afasia motorik :-
o Afasia sensorik :-

2. Rangsang Meningeal
- Kaku kuduk : (-)
- Brudzinsky I : (-)
- Brudzinsky II : (-)
- Brudzinsky III : (-)
- Brudzinsky IV : (-)
- Kernig : > 135 / > 135

3. Koordinasi dan Keseimbangan


- Tes stepping gait : tidak dilakukan
- Tes tunjuk hidung : tidak dilakukan
- Tes pastpointing test : tidak dilakukan
- Tes konfrontasi vertikal : tidak dilakukan
- Tes konfrontasi horizontal : tidak dilakukan
- Tes Romberg : tidak dilakukan

4. Nervi Cranialis
Nervus Kranialis Kanan Kiri
N. I (Olfactorius)
Daya Penghidu Normosmia Normosmia
N. II (Opticus)
a. Visus Tidak dilakukan Tidak dilakukan
b. Lapang pandang Baik Baik
c. Fundus okuli Tidak dilakukan Tidak dilakukan
N. III (Oculomotorius)
a. Ptosis (-) (-)
b. Gerak mata ke superior (+) (+)
c. Gerak mata ke inferior (+) (+)
d. Gerak mata media (+) (+)
e. Ukuran pupil isokor, 3 mm isokor, 3 mm
f. Bentuk pupil Bulat, reguler Bulat, reguler
g. Refleks cahaya langsung (+) (+)
h. Refleks cahaya tak langsung (+) (+)
h. Strabismus divergen (-) (-)
N. IV (Trochlearis)
a. Gerak mata lateroinferior (+) (+)
b. Strabismus konvergen (-) (-)
N. V (Trigeminus)
a. Sensorik (cabang ophtalmicus, Normal Normal
maxillaris, mandibularis)
b. Motorik (membuka mulut, Normal Normal
menggerakan rahang,
menggigit)
N. VI (Abducens)
a. Pergerakan mata ke lateral (+) (+)
b. Strabismus konvergen (-) (-)
N. VII (Facialis)
a. Kerutan kulit dahi Simetris Simetris
b. Mengangkat alis Normal Normal
c. Menutup mata Normal Normal
d. Sulcus nasolabialis Datar Normal
e. Menggembungkan pipi Datar Normal
f. Menyeringai Sudut bibir tertinggal Normal
N. VIII (Vestibulocochlearis)
a. Tes pendengaran Normal Normal
c. Tes Rinne Tidak dilakukan Tidak dilakukan
d. Tes Weber Tidak dilakukan Tidak dilakukan
e. Tes Schwabach Tidak dilakukan Tidak dilakukan
f. Nistagmus (-) (-)
N. IX (Glossopharyngeus)
a. Palatum molle Sulit dinilai Sulit dinilai
b. Arkus faring Sulit dinilai Sulit dinilai
c. Uvula Sulit dinilai Sulit dinilai
d. Disfonia (-) (-)
e. Disfagia (-) (-)
N. X (Vagus)
a. Arkus faring Sulit dinilai Sulit dinilai
b. Bersuara (+) (+)
c. Menelan (+) (+)
N. XI (Acessorius)
a. Memalingkan muka kanan-kiri Normal Normal
b. Mengangkat bahu Normal Normal
N. XII (Hypoglossus) Deviasi ke kiri, fasikulasi (-), tremor (-),
a. Sikap lidah atrofi (-)
b. Menjulurkan lidah Deviasi ke kanan
c. Disartria (+)

Pemeriksaan Motorik
o Trofi otot : Eutrofi Eutrofi
Eutrofi Eutrofi
o Tonus otot : Normotonus Normotonus
Normotonus Normotonus
o Kekuatan : 2 5
2 5

Pemeriksaan Sensorik : + +
+ +

Refleks Fisiologis
o Biceps :+ /+
o Triceps :+/+
o Patella : + / +
o Achilles : + / +

Refleks Patologis
o Hoffman-Tromner : +/- o Rosolimo :-/-
o Babinski : +/- o Mendel-Bechterew : - / -
o Chaddock : +/- o Gonda :-/-
o Oppenheim :-/- o Stransky :-/-
o Gordon : +/- o Klonus paha :-/-
o Schaefer :-/- o Klonus kaki :-/-
o Bing : +/-

Pemeriksaan Tambahan
o Tulang belakang : normal
o Laseque : > 70 / > 70
o Test Patrick :-/-
o Test Kontra-Patrick :-/-
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium Tanggal 20 Agustus 2017
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai rujukan

HEMATOLOGI
Leukosit 8.2 10^3/uL 3.6 11.0
Eritrosit 5.49 10^6/uL 4.2 5.4
Hemoglobin 15.7 g/dL 11.7 15.5
Hematokrit 46.8 % 35 -47
MCV 85.2 fL 80 100
MCH 28.6 pg 26 34
MCHC 33.5 % 32 36
Trombosit 215 10^3/uL 150 400
RDW-CV 13.2 % 11.5 14.5
RDW-SD 40.9 fL 35 47
PDW 12.0 fL 9.0 13.0
MPV 10.2 fL 6.8 10.0
P-LCR 27.5 %
HITUNG JENIS
Netrofil 62.70 % 50.0 70.0
Limfosit 24.80 % 25.0 40.0
Monosit 9.70 % 2.0 8.0
Eosinofil 2.60 % 24
Basofil 0.20 % 01
KIMIA KLINIK
Glukosa ACC 117 mg/dL 70 160
Ureum 37.9 mg/dL 10 50
Creatinin 0.96 mg/dL 0.60 1.20
Natrium Darah 139.4 mmol/L 135 155
Kalium Darah 3.84 mmol/L 3.6 5.5
Chlorida Darah 102.1 mmol/L 95 108
Pemeriksaan Laboratorium Tanggal 20 Agustus 2017

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai rujukan


SGOT 27.7 U/L < 31
SGPT/ALAT 17.5 U/L < 34
Cholesterol total 155 mg/dL < 200
Trigliserida 76 mg/dL 0 - 150
Uric Acid 9.2 mg/dL 2.4 7.0
HbsAg Non reaktif Non reaktif

CT scan kepala tanpa kontras tanggal 20 Agustus 2017

KESAN:
Perdarahan pada regio nucleus lentiformis kiri dan korona radiata kiri
(volume = 5.06 cc)
V. RESUME
Seorang laki-laki usia 75 tahun diantar oleh keluarganya ke IGD RSUD RAA
Soewondo Pati dengan keluhan kelemahan pada anggota gerak sebelah kanan sejak 3
jam SMRS. Keluhan muncul secara tiba-tiba saat pasien sedang duduk menonton
televisi, ketika pasien ingin berdiri pasien merasa tangan dan kaki kanan lemah dan
sulit digerakkan. Pasien mengeluhkan sakit kepala (+), bicara pelo(+), mulut perot (+).
Riwayat hipertensi (+) sejak 1 tahun yang lalu namun sejak 6 bulan terakhir pasien
tidak konsumsi obat antihipertensi. 1 tahun yang lalu pasien memiliki riwayat
tuberkulosis yang telah dilakukan pengobatan OAT selama 6 bulan dan dinyatakan
sembuh.
Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum baik, kesadaran compos mentis
dengan GCS 15, status gizi baik. Tanda-tanda vital didapatkan tekanan darah 150/100
mmHg, nadi 119x/menit, pernafasan 24 x/menit, suhu 36,7 C.
Dari pemeriksaan neurologis didapatkan adanya parese N. VII dan N. XII, kekuatan
ekstremitas kanan 2, ditemukan refleks patologis hoffman-tromner, babinski, chaddock,
gordon, dan bing positif pada bagian kanan tubuh.
Pemeriksaan CT scan kepala tanpa kontras didapatkan adanya perdarahan pada regio

nucleus lentiformis kiri dan korona radiata kiri (volume = 5.06 cc)

VI. DIAGNOSIS
a. Diagnosis Klinis: Hemiparese dextra dengan disartria
b. Diagnosa Topis: Nucleus lentiformis kiri dan korona radiata kiri
c. Diagnosa etiologi: Perdarahan intraserebri

VII. DIAGNOSIS KERJA


Stroke Hemoragik

VIII. DIAGNOSIS BANDING


Stroke Iskemik

IX. TATALAKSANA
Medikamentosa
- Inf. Ringer asetat 20 tpm
- Inj. Piracetam 4 x 3 gr
- Inj. Citicolin 2 x 500 mg
- Inj. Asam tranexamat 3 x 250 mg
- Amlodipine 1 x 5 mg
- Allopurinol 1 x 300 mg

Non-medikamentosa
o Penjelasan kepada pasien dan keluarga pasien mengenai penyakit pasien dan
penanganannya
o Edukasi kepada keluarga pasien untuk memantau keadaan pasien
o Anjurkan pasien untuk kontrol ke poli klinik saraf setelah pulang dari rawat inap

X. PROGNOSIS
Ad vitam : dubia
Ad functionam : dubia
Ad sanationam : dubia
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Stroke


Stroke adalah gangguan fungsi neurologi yang disebabkan oleh gangguan aliran
darah dalam otak yang dapat timbul secara mendadak dalam beberapa detik atau secara cepat
dalam beberapa jam dengan gejala atau tanda- tanda sesuai dengan daerah otak yang
terganggu. Menurut World Health Organization (WHO), stroke adalah terjadinya gangguan
fungsional otak fokal maupun global secara mendadak dan akut yang berlangsung lebih dari
24 jam akibat gangguan aliran darah otak.1 Sebagian besar stroke disebabkan tersumbatnya
aliran darah otak yang menyebabkan iskemiknya jaringan otak, hanya sekitar 13% penderita
stroke termasuk dalam kategori stroke hemoragik.2 Stroke hemoragik adalah stroke yang
diakibatkan oleh perdarahan arteri otak didalam jaringan otak (intracerebral hemorrhage) dan
atau perdarahan subarachnoid berupa perdarahan arteri diantara lapisan pembungkus otak,
piamater dan arachnoidea.2

2.2 Anatomi
A. Otak
Otak terdiri dari sel-sel otak yang disebut neuron, sel-sel penunjang yang dikenal
sebagai sel glia, cairan serebrospinal, dan pembuluh darah. Semua orang memiliki jumlah
neuron yang sama sekitar 100 miliar, tetapi koneksi di antara berbagi neuron berbeda-beda.
Pada orang dewasa, otak membentuk hanya sekitar 2% (sekitar 1,4 kg) dari berat tubuh total,
tetapi mengkonsumsi sekitar 20% oksigen dan 50% glukosa yang ada di dalam darah arterial

Otak diselimuti oleh selaput otak yang disebut selaput meninges. Selaput meninges
terdiri dari 3 lapisan :

1. Lapisan durameter yaitu lapisan yang terdapat di paling luar dari otak dan bersifat tidak
kenyal. Lapisan ini melekat langsung dengan tulang tengkorak. Berfungsi untuk
melindungi jaringan-jaringan yang halus dari otak dan medula spinalis.

2. Lapisan araknoid yaitu lapisan yang berada dibagian tengah dan terdiri dari lapisan yang
berbentuk jaring laba-laba. Ruangan dalam lapisan ini disebut dengan ruang subaraknoid
dan memiliki cairan yang disebut cairan serebrospinal. Lapisan ini berfungsi untuk
melindungi otak dan medulla spinalis dari guncangan.
3. Lapisan piameter yaitu lapisan yang terdapat paling dalam dari otak dan melekat
langsung pada otak. Lapisan ini banyak memiliki pembuluh darah. Berfungsi untuk
melindungi otak secara langsung.

B. Anatomi Pembuluh Darah Otak


Secara anatomis, pembuluh darah serebral terdiri dari dua sistem yaitu sistem karotis
dan sistem vertebrobasiler. Jatah darah ke otak 1/3 disalurkan melalui lintasan vaskuler
vertebrobasiler dan 2/3 melalui arteri karotis interna. Pembagian daerah otak yang
diperdarahi pembuluh darah serebral :

Anterior circulation (sistem karotis)

Anterior choroidal Hippocampus, globus pallidus, lower internal


capsule

Anterior cerebral Medial frontal dan parietal cortex cerebri and


subjacent white matter, anterior corpus callosum

Middle cerebral Lateral frontal, parietal, occipital, and temporal


cortex and subjacent white matter

Lenticulostriate branches Caudate nucleus, putamen, upper internal capsule

Posterior circulation (sistem vertebrobasiler)

Posterior inferior cerebellar basilar Medulla, lower cerebellum

Anterior inferior cerebellar Lower and mid pons, mid cerebellum

Superior cerebellar Upper pons, lower midbrain, upper cerebellum

Posterior cerebellar Medial occipital and temporal cortex and subjacent


white matter, posterior corpus callosum, upper
midbrain

Thalamoperforate branches Thalamus

Thalamogeniculate branches Thalamus


Anterior circulation (sistem karotis)

Stroke yang disebabkan karena pembuluh darah ini memberikan tanda dan gejala
disfungsi hemisfer serebri seperti afasia, apraxia, atau agnosia. Selain itu dapat juga timbul
hemiparese, gangguan hemisensoris, dan gangguan lapang pandang.

Posterior circulation (sistem vertebrobasiler)


Stroke yang disebabkan karena pembuluh darah ini memberikan tanda dan gejala
disfungsi batang otak termasuk koma, drop attacks (jatuh tiba-tiba tanpa penurunan
kesadaran), vertigo, mual dan muntah, gangguan saraf otak, ataxia, defisit sistem
sensorimotorik kontralateral (hemiparese alternans). Selain itu dapat juga timbul hemiparese,
gangguan hemisensoris, dan gangguan lapang pandang tetapi tidak spesifik untuk stroke yang
disebabkan sistem vertebrobasiler.

2.3 Fisiologi Otak dan Pembuluh Darah Otak


Ada dua hemisfer di otak yang memiliki masing-masing fungsi. Fungsi-fungsi dari
otak adalah otak merupakan pusat gerakan atau motorik, sebagai pusat sensibilitas, sebagai
area broca atau pusat bicara motorik, sebagai area Wernicke atau pusat bicara sensoris,
sebagai area visuosensoris, dan otak kecil yang berfungsi sebagai pusat koordinasi serta
batang otak yang merupakan tempat jalan serabut-serabut saraf ke target organ.

Gambar 1. Anatomi Otak


Otak dibagi menjadi beberapa bagian :

1. Cerebrum

Merupakan bagian otak yang memenuhi sebagian besar dari otak kita yaitu 7/8 dari otak.

Mempunyai 2 bagian belahan otak yaitu otak besar belahan kiri yang berfungsi mengatur
kegaiatan organ tubuh bagian kanan. Kemudian otak besar belahan kanan yang berfungsi
mengatur kegiatan organ tubuh bagian kiri.

Bagian kortex cerebrum berwarna kelabu yang banyak mengandung badan sel saraf.
Sedangkan bagian medulla berwarna putih yang bayak mengandung dendrite dan neurit.
Bagian kortex dibagi menjadi 3 area yaitu area sensorik yang menerjemahkan impuls
menjadi sensasi. Kedua adalah area motorik yang berfungsi mengendalikan koordinasi
kegiatan otot rangka. Ketiga adalah area asosiasi yang berkaitasn dengan ingatan,
memori, kecedasan, nalar/logika, kemauan.

Mempunyai 4 macam lobus yaitu :

Lobus frontal berfungsi sebagai pusat penciuman, indera peraba.

Lobus temporal berungsi sebagai pusat pendengaran

Lobus oksipetal berfungsi sebagai pusat pengliihatan.

Lobus parietal berfungsi sebagai pusat ingatan, kecerdasan, memori, kemauan, nalar,
sikap.

1. Mesencephalon

Merupakan bagian otak yang terletak di depan cerebellum dan jembatan varol.

Berfungsi sebagai pusat pengaturanan refleks mata, refleks penyempitan pupil mata
dan pendengaran.

2. Diencephalaon

Merupakan bagia otak yang terletak dibagian atas dari batang otak dan di depan
mesencephalon.
Terdiri dari talamus yang berfungsi untuk pemancar bagi impuls yang sampai di otak dan
medulla spinalis.

Bagian yang kedua adalah hipotalamus yang berfungsi sebagai pusat pengaturan suhu
tubuh, selera makan dan keseimbangan cairan tubuh, rasalapar, sexualitas, watak, emosi.

3. Cerebellum

Merupakan bagian otak yang terletak di bagian belakang otak besar. Berfungsi sebagai
pusat pengaturan koordinasi gerakan yang disadari dan keseimbangan tubuh serta posisi
tubuh.

Terdapat 2 bagian belahan yaitu belahan cerebellum bagian kiri dan belahan cerebellum
bagian kanan yang dihubungkan dengan jembatan varoli yang berfungsi untuk
menghantarkan impuls dari otot-otot belahan kiri dan kanan.

4. Medulla oblongata

Disebut juga dengan sumsum lanjutan atau penghubung atau batang otak.

Terletak langsung setelah otak dan menghubungkana dengan medulla spinalis, di depan
cerebellum.

Susunan kortexmya terdiri dari neeurit dan dendrite dengan warna putih dan bagian
medulla terdiri dari bdan sel saraf dengan warna kelabu.

Berfungsi sebagai pusat pengaturan ritme respirasi, denyut jantung, penyempitan dan
pelebaran pembuluh darah, tekanan darah, gerak alat pencernaan, menelan, batuk,
bersin,sendawa.

5. Medulla spinalis

Disebut denga sumsum tulang belakang dan terletak di dalam ruas-ruas tulang belakang
yaitu ruas tulang leher sampaia dengan tulang pinggang yang kedua.

Berfungsi sebagai pusat gerak refleks dan menghantarkan impuls dari organ ke otak dan
dari otak ke organ tubuh.

Sistem karotis terutama melayani kedua hemisfer otak, dan sistem


vertebrabasilaris terutama memberi darah bagi batang otak, serebelum dan bagian
posterior hemisfer. Aliran darah di otak (ADO) dipengaruhi terutama 3 faktor. Dua faktor
yang paling penting adalah tekanan untuk memompa darah dari sistem arteri-kapiler ke
sistem vena, dan tahanan (perifer) pembuluh darah otak. Faktor ketiga, adalah faktor
darah sendiri yaitu viskositas darah dan koagulobilitasnya (kemampuan untuk
membeku).1 Dari faktor pertama, yang terpenting adalah tekanan darah sistemik (faktor
jantung, darah, pembuluh darah, dll), dan faktor kemampuan khusus pembuluh darah otak
(arteriol) untuk menguncup bila tekanan darah sistemik naik dan berdilatasi bila tekanan
darah sistemik menurun. Daya akomodasi sistem arteriol otak ini disebut daya otoregulasi
pembuluh darah otak (yang berfungsi normal bila tekanan sistolik antara 50-150 mmHg).3

Faktor darah, selain viskositas darah dan daya membekunya, juga di antaranya
seperti kadar/tekanan parsial CO2 dan O2 berpengaruh terhadap diameter arteriol.
Kadar/tekanan parsial CO2 yang naik, PO2 yang turun, serta suasana jaringan yang asam
(pH rendah), menyebabkan vasodilatasi, sebaliknya bila tekanan darah parsial CO2 turun,
PO2 naik, atau suasana pH tinggi, maka terjadi vasokonstriksi. Viskositas/kekentalan
darah yang tinggi mengurangi ADO. Sedangkan koagulobilitas yang besar juga
memudahkan terjadinya trombosis, aliran darah lambat, akibat ADO menurun.3

2.4 Epidemiologi Stroke


Stroke merupakan penyebab kematian ketiga dan penyebab utama
kecacatan. [2] Sekitar 0,2% dari populasi barat terkena stroke setiap tahunnya yang
sepertiganyaakan meninggal pada tahun berikutnya dan sepertiganya bertahan
hidup dengan kekacauan, dan sepertiga sisanya dapat sembuh kembali seperti
semula. Dari keseluruhan data di dunia, ternyata stroke sebagai penyebab
[4]
kematian mencapai 9 % (sekitar 4 juta) dari total kematian pertahunnya.
Insidens kejadian stroke di Amerika Serikat yaitu 500.000 pertahunnya
dimana 10-15% merupakan stroke hemoragik khususnya perdarahan intraserebral. Mortalitas
dan morbiditas pada stroke hemoragik lebih berat aripada strpke iskemik. Dilaporkan
hanya sekitar 20% saja pasien yang mendapatkan kembali
kemandirian fungsionalnya.Selain itu ada sekitar 40-80 % akhirnya meninggal pada
30 hari pertama setelah serangan dan sekitar 50% meninggal pada 48 jam pertama. Penelitian
menunjukkan dari 251 penderita stroke, a d a 4 7 % wanita dan 53% kali-laki dengan rata-rata
umur 69 tahun (78%) berumur lebih dari 60 tahun. Pasien dengan umur lebih dari
75 tahun dan berjenis kelamin laki-lakimenunjukkan outcome yang lebih buruk.
Di Indonesia, prevalensi stroke meningkat dari 8,3 per 1.000 penduduk (tahun 2007)
menjadi 12,1 per 1.000 penduduk (2013).7 Prevalensi stroke pada pria sama banyaknya
dengan wanita. Prevalensi penyakit stroke pada kelompok tertinggi pada usia di atas 75 tahun
(43,1%).

2.5 Faktor Risiko Stroke 5,6


2.5.1 Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi :
Usia, jenis kelamin, ras, etnis, dan keturunan diketahui merupakan pertanda risiko
stroke. Walaupun faktor risiko ini tidak dapat dimodifikasi, apabila diketahui adanya faktor
risiko ini, memungkinkan untuk diidentifikasinya pasien dengan risiko yang tinggi, sehingga
dapat dilakukan terapi yang lebih cepat terhadap faktor risiko yang dapat dimodifikasi.8
a. Usia
Risiko terkena stroke meningkat sejak usia 45 tahun. Setiap penambahan usia tiga tahun
akan meningkatkan risiko stroke sebesar 11 20 %. Orang yang berusia > 65 tahun
memiliki risiko stroke sebesar 71 %, sedangkat usia 65 45 tahun memiliki risiko 25 %,
dan 4 % terjadi pada orang berusia < 45 tahun.
b. Jenis Kelamin
Insiden stroke 1.25 kali lebih besar pada laki laki dibanding perempuan.
c. Ras / Bangsa
Orang kulit hitam lebih banyak menderita stroke daripada orang kulit putih.
d. Hereditas
Pada penelitian Framingham, menunjukkan bahwa riwayat dari ayah dan ibu
berhubungan dengan peningkatan risiko stroke.8 Risiko stroke juga meningkat apabila
ditemukan saudara derajat satu mempunyai penyakit jantung koroner atau stroke sebelum
usia 55 tahun (laki-laki) atau 65 tahun (wanita).

2.5.2 Faktor risiko yang dapat dimodifikasi :5,6


Faktor risiko yang dapat dimodifikasi lainnya yang diketahui menyebabkan ICH adalah
hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes mellitus, penggunaan kronik alkohol, kokain,
antikoagulan, dan terapi trombolitik. Adanya malformasi vaskular, aneurisma, vaskulitis, dan
keganasan intrakranial juga merupakan faktor risiko terjadinya stroke hemoragik.10
a. Hipertensi
Hipertensi merupakan faktor risiko utama terjadinya stroke. Hipertensi meningkatkan
risiko terjadinya stroke sebanyak 4 sampai 6 kali. Makin tinggi tekanan darah
kemungkinan stroke makin besar karena terjadinya kerusakan pada dinding pembuluh
darah sehingga memudahkan terjadinya penyumbatan/perdarahan otak. Sebanyak 70%
dari orang yang terserang stroke mempunyai tekanan darah tinggi.
b. Diabetes Melitus
Diabetes melitus merupakan faktor risiko untuk stroke, namun tidak sekuat hipertensi.
Diabetes melitus dapat mempercepat terjadinya aterosklerosis (pengerasan pembuluh
darah) yang lebih berat sehingga berpengaruh terhadap terjadinya stroke. risiko terjadinya
stroke pada penderita diabetes mellitus 3,39 kali dibandingkan dengan yang tidak
menderita diabetes mellitus.
c. Penyakit Jantung
Penyakit jantung yang paling sering menyebabkan stroke adalah fibrilasi atrium/atrial
fibrillation (AF), karena memudahkan terjadinya penggumpalan darah di jantung dan
dapat lepas hingga menyumbat pembuluh darah di otak. Di samping itu juga penyakit
jantung koroner, kelainan katup jantung, infeksi otot jantung, pasca operasi jantung juga
memperbesar risiko stroke. Fibrilasi atrium yang tidak diobati meningkatkan risiko stroke
4 7 kali.
d. Transient Ischemic Attack (TIA)
Sekitar 1 dari seratus orang dewasa akan mengalami paling sedikit 1 kali serangan
iskemik sesaat (TIA) seumur hidup mereka. Jika diobati dengan benar, sekitar 1/10 dari
para pasien ini kemudian akan mengalami stroke dalam 3,5 bulan setelah serangan
pertama, dan sekitar 1/3 akan terkena stroke dalam lima tahun setelah serangan pertama.
Risiko TIA untuk terkena stroke 35-60% dalam waktu lima tahun.
e. Obesitas
Obesitas berhubungan erat dengan hipertensi, dislipidemia, dan diabetes melitus. Obesitas
meningkatkan risiko stroke sebesar 15%. Obesitas dapat meningkatkan hipertensi,
jantung, diabetes dan aterosklerosis yang semuanya akan meningkatkan kemungkinan
terkena serangan stroke.
f. Hiperkolesterolemia
Kondisi ini secara langsung dan tidak langsung meningkatkan faktor
risiko, tingginya kolesterol dapat merusak dinding pembuluh darah dan juga
menyebabkan penyakit jantung koroner. Kolesterol yang tinggi terutama Low Density
Lipoprotein (LDL) akan membentuk plak di dalam pembuluh darah dan dapat
menyumbat pembuluh darah baik di jantung maupun di otak. Kadar kolesterol total > 200
mg/dl meningkatkan risiko stroke 1,31 - 2,9 kali.
g. Merokok
Kebiasaan merokok meningkatkan risiko terkena stroke sebesar 4 kali. Merokok
menyebabkan penyempitan dan pengerasan arteri di seluruh tubuh (termasuk yang ada di
otak dan jantung), sehingga merokok mendorong terjadinya aterosklerosis, mengurangi
aliran darah, dan menyebabkan darah mudah menggumpal.
h. Alkohol
Konsumsi alkohol yang berlebihan dapat mengganggu metabolisme tubuh, sehingga
terjadi dislipidemia, diabetes melitus, mempengaruhi berat badan dan tekanan darah,
dapat merusak sel-sel saraf tepi, saraf otak dan lain lain. Konsumsi alkohol berlebihan
meningkatkan risiko terkena stroke 2-3 kali. Apabila konsumsi alkohol satu hingga dua
gelas per hari dapat menurunkan risiko sebanyak 30%. Namun, peminum berat dapat
merusak miokardium.8

2.6 Patofisiologi
a. Pendarahan Intraserebral
Kira-kira 10% stroke disebabkan oleh perdarahan intraserebral. Perdarahan intraserebral
primer (perdarahan intraserebral hipertensif) disebabkan oleh hipertensi kronis yang
menyebabkan vaskulopati serebral dengan akibat pecahnya pembuluh darah otak. Sedangkan
perdarahan sekunder terjadi antara lain akibat anomali vaskuler kongenital, koagulopati,
tumor otak, vaskulopati nonhipertensif (amiloid serebral), vaskulitis, post stroke iskemik,
obat antikoagulan (fibrinolitik atau simpatomimetik). Diperkirakan hampir 50% penyebab
perdarahan intraserebral adalah hipertensi kronik, 25% karena anomali kongenital dan
sisanya penyebab lain. Perdarahan intraserebri ditandai oleh adanya perdarahan ke dalam
parenkim otak akibat pecahnya arteri penetrans yang merupakan cabang dari pembuluh darah
superficial dan berjalan tegak lurus menuju parenkim otak yang di bagian distalnya berupa
anyaman kapiler.
Hipertensi diketahui menyebabkan defek struktural dengan menginduksi perubahan
endovaskular, terutama di bagian tunika media, yang menyebabkan kelemahan fokal pada
dinding pembuluh darah yang menyebabkan aneurysmal ballooning pada bifurkasio arteri.
Terjadinya perdarahan parenkim otak pada aneurisma tersebut merupakan perdarahan
intraserebral. Perdarahan intraserebral terdiri dari tiga fase, (1) perdarahan awal, (2) ekspansi
hematoma, dan (3) edema perihematom.7
Perdarahan awal terjadi karena ruptur arteri serebri yang disebabkan faktor risiko
yang telah disebutkan sebelumnya. Ekspansi hematoma terjadi beberapa jam setelah gejala
awal terjadi dimana terjadi peningkatan tekanan intrakranial. Ekspansi ini akan berlangsung
beberapa menit sampai beberapa jam. Ekspansi hematoma juga akan mengganggu integritas
jaringan lokal (cedera otak primer yang diakibatkan dari efek masa hematom).14 Ukuran awal
hematom dan kecepatan penyebaran hematom merupakan salah satu faktor prognostik untuk
menentukan perburukan neurologis. Ukuran hematoma > 30 ml berhubungan dengan
tingginya mortalitas.15 Diikuti penyebaran hematoma, edema serebri terbentuk sekitar
hematoma yang disebabkan inflamasi dan gangguan sawar darah otak. Edema peri-hematoma
ini merupakan penyebab utama terjadi perburukan neurologis dan terus berkembang hingga
beberapa hari sejak perdarahan awal.
Atherosklerosis yang terjadi dengan meningkatnya usia dan adanya hipertensi kronik,
maka sepanjang arteri penetrans ini terjadi aneurisma kecil kecil (mikroaneurisma) dengan
diameter sekitar 1 mm disebut aneurismas Charcot-Bouchard. Pada suatu saat aneurisma ini
dapat pecah oleh tekanan darah yang meningkat sehingga terjadilan perdarahan ke dalam
parenkim otak. Darah ini mendorong struktur otak dan merembes ke sekitarnya bahkan dapat
masuk ke dalam ventrikel atau ke ruangan subaraknoid yang akan bercampur dengan cairan
serebrospinal dan merangsang meningens. Perdarahan intraventrikel dapat menyebabkan
hidrosefalus obstruksi dan memperburuk prognosis. PIS dan edema yang terjadi dapat
mengganggu dan menekan jaringan sekitar. Hal ini yang menyebabkan gangguan neurologis.
Tergesernya parenkim otak dapat meningkatkan tekanan darah intrakranial dengan
menyebabkan sindroma herniasi.
Lokasi paling sering terjadinya aneurisma serebri pada daerah sekitar arteri
kommunikans anterior dan arteri serebri anterior, pada percabangan dekat arteri serebri media
dan percabangan antara arteri basiler dan arteri serebri posterior.8,9
Gambar 2.. Daerah Terjadi Perdarahan Intraserebral Paling Sering

Lokasi tersering terjadinya PIS adalah pada basal ganglia, tepatnya pada putamen,
dengan persentase 35% hingga 50%, diikuti dengan lobar sekitar 30%, thalamus (10 hingga
15%), pons (5 hingga 12%), nukleus kaudatus (7%), dan serebelum (5%). Perdarahan pada
ganglia basalis sering meluas hingga mengenai kapsula interna dan kadang-kadang rupture ke
dalam ventrikel lateral lalu menyebar melalui system ventrikuler ke dalam rongga
subarachnoid.

Gambar 3. Patogenesis Perdarahan Intraserebral


Arteri yang sering ruptur pada perdarahan intrsebral spontan adalah arteri lentikulostriata
yang merupakan cabang langsung dan arteri serebri media. Ruptur dan arteri ini akan
mengakibatkan perdarahan pada basal ganglia, tepatnya putamen. Arteri Thalamo-perforata
yang merupakan percabangan dan arteri serebri anterior dan media juga merupakan sumber
terjadinya PIS. Ruptur arteri ini akan mengakibatkan perdarahan thalamus. Arteri lain yang
terlibat pada PIS adalah cabang paramedian dari arteri basilaris, yang mana akan
menyebabkan perdarahan dan pons dan serebelum.

b. Perdarahan Subarachnoid
Proses patologis yang terjadi pada PSA adalah terjadi pecahnya darah arteri secara tiba-tiba
yang terjadi pada ruang subarakhnoid atau ke bagian otak. Pada perdarahan subarakhnoid,
perdarahan disebabkan dari aneurisma Berry pada salah satu arteri pada dasar otak, sekitar
sirkulus Willis.15

Gambar 4. Patofisiologi Terjadinya Perdarahan Subarachnoid

Sebagian besar kasus disebabkan oleh pecahnya aneurisma pada percabangan arteri-
arteri besar. Penyebab lain adalah malformasi arterivena atau tumor. Efek patologis dari
perdarahan subarakhnoid bersifat multifokal. Pada PSA, terjadi iritasi meningens yang
mengakibatkan peningkatan TIK dan mengganggu autoregulasi serebri. Gangguan ini dapat
terjadi dengan adanya vasokonstriksi akut, agregasi platelet mikrovaskular, dan hilangnya
perfusi mikrovaskular serebri yang menyebabkan penurunan aliran darah otak dan iskemik
serebri.
Tabel 1. Grade perdarahan subarchnoid (Hunt & Hess)
Grade Kriteria
I Asimptomatik atau minimal sakit keoala atau leher kaku
II Sakit kepala sedang hingga berat, kaku kuduk, tidak ada defisit
neurologis
III Mengantuk, kebingungan, atau gejala fokal ringan
IV Stupor, hemiparese sedang hingga berat, kadang ada gejala deselerasi
awal
V Koma

2.7 Diagnosis Stroke Hemoragik


Hal yang perlu dilakukan adalah menentukan apakah stroke yang diderita adalah
stroke infark atau hemoragik. Pembuatan diagnosis stroke iskemik atau perdarahan di pusat
neurologis tidak sulit karena adanya CT-Scan, tetapi karena alat ini hanya dijumpai pada kota
besar, maka diagnosis harus dibuat berdasarkan pemeriksaan klinis.7

2.7.1 Anamnesis
Hal yang harus diketahui adalah mengenai onset gejala, apakah gejala dialami pada
saat pasien sedang beraktivitas, bagaimana perjalanan gejala, faktor-faktor risiko yang ada
pada pasien, berapa kali serangan telah dialami oleh penderita. Apakah serangan disertai
nyeri kepala, mual dan muntah.
Hal lain yang perlu ditanyakan juga adalah apakah pasien mengalami kesemutan
separuh badan, gangguan penglihatan, apakah terjadi penurunan intelektualitas, dan riwayat
pemakaian obat sebelumnya. Riwayat trauma juga perlu ditanyakan.
Dari anamnesa didapatkan gejala pada pasien biasanya bervariasi tergantung dari area
otak yang terkena dan seberapa luasnya perdarahan. Stroke hemoragik biasanya
menunjukkan gejala peningkatan tekanan intrakranial dibandingkan daripada tipe lain dari
stroke. Pokok manifestasi dari stroke ini adalah hemiparese, hemiparestesia, afasia, disartria,
& hemianopsia. Hemiparese yang ringan dapat dirasakan oleh penderita sebagai gangguan
gerakan tangkas. Hemiparestesia hampir selamanya dikemukakan secara jelas.
a. Pada Insufisiensi karotis biasanya didapatkan keluhan berupa :
Tidak bisa menggerakkan separuh atau sebagian dari anggota tubuhnya
Rasa kesemutan di sebagian tubuh
Gangguan bicara (afasia) bila lesi pada daerah hemisfer dominan
Kebutaan (amaurosis fugaks)
Kesulitan bicara (disartria)
b. Pada insufisiensi vertebrobasiler dapat ditemukan keluhan berupa:
Penglihatan ganda (diplopia)
Mata sulit untuk membuka (ptosis) akibat parese otot otot ekstraokular
Pusing seperti berputar (vertigo)
Kesulitan untuk berbicara atau pelo (disartria)
Kesulitan untuk menelan (disfagia)
Kelumpuhan sebelah atau bahkan seluruh badan (hemiparese atau tetraparese)
Tidak merasakan anggota tubuhnya atau rasa baal (hemianestesia) baik
unilateral maupun bilateral. 9,10

2.7.2 Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan awal dilakukan pemeriksaan status generalis pasien secara umum,
kemudian status neurologisnya. Pemeriksaan yang dilakukan meliputi tanda vital,
pemeriksaan umum meliputi kepala, jantung, paru, abdomen, dan ekstremitas. Pemeriksaan
kepala dan leher (cedera kepala akibat jatuh saat kejang, bruit karotis, dan tanda distensi vena
jugular pada gagal jantung kongestif.)2
Pemeriksaan neurologis dan skala stroke. Pemeriksaan neurologis terutama
pemeriksaan saraf kranialis, rangsang selaput otak, sistem motorik, sikap dan cara jalan,
refleks koordinasi, sensorik, dan fungsi kognitif. Skala stroke yang digunakan adalah NIHSS
(National Institutes of Heart Stroke Scale). Hipertensi (tekanan darah sistolik di atas 220
mmHg) biasanya ditemukan pada stroke hemoragik. Tekanan darah awal yg tinggi
berhubungan dengan kerusakan neurologis dini.2,7

Onset akut defisit neurologis, perubahan kesadaran atau status mental lebih sering
ditemukan pada stroke hemoragik. Hal ini disebabkan karena peningkatan tekanan
intrakranial. Meningismus dapat juga terjadi karena darah pada ruang subarakhnoid.7
Defisit neurologis yang sudah jelas mudah dikenal terutama hemiparesis yang jelas. Selain
itu terdapat pula tanda tanda pengiring hemiparese yang dinamakan gangguan Upper Motor
Neuron (UMN) ialah:
a. Tonus otot pada lesi yang lumpuh meninggi
b. Refleks tendon meningkat pada sisi yang lumpuh
c. Refleks patologis positif pada sisi yang lumpuh
Defisit neurologis yang terjadi tergantung daerah otak yang terlibat. Apabila terkena pada
hemisfer yang kiri, sindroma berikut dapat terjadi: 10
1. Hemiparesis kanan
2. Kehilangan sensorik pada bagian kanan tubuh
3. Kecenderungan melihat pada sebelah kiri
4. Kehilangan lapangan pandang sebelah kanan
5. Afasia
Apabila terjadi pada hemisfer sebelah kanan, terjadi hal sebaliknya dari yang telah
disebutkan di atas.
Apabila perdarahan terjadi pada serebellum, pasien berisiko tinggi terjadi herniasi dan
kompresi batang otak. Herniasi akan menyebabkan penurunan kesadaran yang cepat dan
mengakibatkan apnea dan kematian. Tanda lain dari perdarahan pada serebelum atau batang
otak dapat berupa ataxia, vertigo atau tinitus, mual dan muntah, hemiparesis atau
quadriparesis, kehilangan fungsi sensorik sebagian tubuh atau keempat ekstremitas, gangguan
sensorik pada separuh tubuh atau keempat ekstremitas, kelemahan orofaringeal atau disfagia,
crossed signs (wajah ipsilateral dan badan kontralateral).10
Sindrome stroke lainnya berhubungan dengan perdarahan intraserebral, bervariasi
mulai dari nyeri kepala ringan sampai gangguan neurologis. Perdarahan serebri pada onset
awal dapat menimbulkan kejang.10

2.7.3 Pemeriksaan Penunjang


Meskipun diagnosis dari stroke dapat ditentukan dengan berdasarkan gejala klinis dan faktor
risiko, diagnosis pasti haruslah melalui radio imaging. Dengan radio imaging dapat
ditentukan ada tidaknya perdarahan, luas perdarahan dan lokasi perdarahan, dan bahkan dapat
memprediksikan penyebab terjadinya perdarahan. Pemeriksaan neuroimaging stroke yang
merupakan gold standard adalah CT-Scan atau MRI.7 Pada CT scan akan ditemukan PIS
berupa lesi hiperdense (putih) pada intrakranial jika perdarahan masih pada fase akut. Selain
untuk melihat perdarahan intraserebral CT juga dapat menampilkan perdarahan
intraventrikular dan ada atau tidaknya hidrosefalus.
MRI lebih sensitif dari CT untuk melihat keadaan intrakranial, tetapi memerlukan
waktu yang lebih lama sehingga sulit untuk melakukannya berulang-ulang. MRI tidak
dianjurkan untuk tindakan screening. Dan juga biayanya relatif lebih mahal dan CT scan.
Tetapi dengan MRI dapat melihat etiologi yang menyebabkan terjadinya PIS. Seperti
ditemukannya gambaran tumor, malformasi serebrovaskular dan aneurisma. Tetapi MRI tetap
merupakan pilihan diagnostik sekunder setelah CT.

Serebral angiogarafi diperlukan untuk lesi yang disangkakan akibat gangguan


vascular, seperti AVM atau aneurisma atau tumor sebagai penyebab perdarahan intraserebral.
Pemeriksaan laboratorium yang dianjurkan adalah darah lengkap, elektrolit, kadar
ureum, kadar kreatinin, dan glukosa. Pemeriksaan darah lengkap diperlukan untuk
menentukan keadaan hematologi yang mempengaruhi stroke, misalnya anemia atau
polisitemia. Selain itu, kadar gula darah diperiksa untuk mengetahui adanya DM. Tingginya
kadar gula darah berkaitan dengan angka kecacatan dan kematian. Kadar gula darah diperiksa
juga untuk menyingkirkan hipoglikemia yang memberikan gambaran klinik menyerupai
stroke. 7
Pemeriksaan elektrolit serum untuk memeriksa osmolaritas serum yang berkaitan
dengan dehidrasi dan pemberian osmoterapi pada penderita stroke dengan peningkatan
tekanan intrakranial. Faal hemostasis seperti jumlah trombosit, waktu protrombin, dan
tromboplastin (aPTT) diperlukan untuk pemakaian obat antikoagulan dan trombolitik. 7
Pemeriksaan elektrokardiografi untuk mengetahui adanya iskemik dan aritmia jantung
atau penyakit jantung lainnya untuk menilai fungsi jantung. Foto toraks digunakan untuk
menilai besar jantung ataupun adanya edema paru.7
Pemeriksaan lain yang diperlukan pada keadaan tertentu seperti tes faal hati, saturasi
oksigen, analisa gas darah, toksikologi, kadar alkohol dalam darah, pungsi lumbal (apabila
dugaan kuat perdarahan subarakhnoid, tetapi gambaran CT scan normal), elektroensefalografi
(terutama pada paralisis Todd).7
Oleh karena tidak seluruh Rumah Sakit memiliki alat-alat di atas, maka untuk
memudahkan pemeriksaan dapat dilakukan dengan sistem lain, misalnya sistem skoring yaitu
sistem yang berdasarkan gejala klinis yang ada pada saat pasien masuk Rumah Sakit. Sistem
skoring yang sering digunakan antara lain:
Siriraj Stroke Score 13

SSS = (2,5 x kesadaran) + (2 x muntah) + (2 x sakit kepala) - (0,1 X tekanan darah


diastole) - (3 x atheroma) - 12

Scoring :
Kesadaran :
Sadar = 0; Mengantuk, stupor = 1; Semikoma, koma = 2
Muntah :
Tidak = 0; Ya = 1
Sakit kepala :
Tidak = 0; Ya = 1
Tanda tanda atheroma :
Tidak ada = 0; Satu atau lebih tanda atheroma = 1 (Diabetes mellitus, angina,
claudicatio intermitten).

Interpretasi hasil score :


> 1 : Stroke hemoragik
< -1 : Stroke non-hemoragik
-1 s/d 1 : Diagnosa tidak pasti, lihat hasil CT scan

2.8 Diagnosis Banding


Stroke iskemik merupakan diagnosis banding dari stroke hemoragik. Perbedaan klinisnya
dapat dilihat berdasarkan tabel dibawah ini:
Tabel 2. Perbedaan Stroke
Pada perdarahan subarakhnoid perdarahan mengiritasi meningens. Hal ini
menyebabkan gejala nyeri kepala hebat yang tiba-tiba dan kaku kuduk. Sering juga dijumpai
adanya kehilangan kesadaran sementara pada saat perdarahan terjadi. Onset yang terjadi
secara tiba-tiba ini yang membedakan perdarahan subarakhnoid dari nyeri kepala dan kaku
kuduk dari meningitis, yang terjadi dalam beberapa jam. Migren terkadang dapat
menyebabkan nyeri kepala hebat secara tiba-tiba tetapi tanpa kaku kuduk.11
Perdarahan intraserebral pada bagian kapsula interna akan menyebabkan gangguan
berat pada motorik, sensorik, dan gangguan penglihatan pada sisi kontralateral tubuh
(hemiplegia, hemianestesi, dan hemianopia homonim). Pada pons, kehilangan fungsi motorik
dan sensorik pada keempat ekstremitas, berhubungan dengan gangguan fungsi batang otak.
Perdarahan pada pons merupakan perdarahan dengan tingkat mortalitas yang sangat tinggi.
Perdarahan pada sistem ventrikular, baik berasal dari perdarahan subarakhnoid atau
intraserebral, merupakan pertanda prognosis yang buruk. Apabila terjadi, perdarahan ini
sering menyebabkan kematian dalam waktu beberapa jam setelah perdarahan.11,12

2.9 Penatalaksanaan Stroke Hemoragik2


2.9.1 Penatalaksanaan Umum di Ruang Gawat Darurat
1. Evaluasi cepat dan diagnosis
2. Terapi umum (suportif)
a. stabilisai jalan napas dan pernapasan
b. stabilisasi hemodinamik/sirkulasi
c. pemeriksaan awal fisik umum
d. pengendalian peninggian TIK
e. penanganan transformasi hemoragik
f. pengendalian kejang
g. pengendalian suhu tubuh
h. pemeriksaan penunjang

2.9.2. Penatalaksanaan Khusus


A. Stroke Perdarahan Intra Serebral (PIS)
Terapi medik pada PIS akut:
a. Terapi hemostatik
Eptacog alfa (recombinant activated factor VII [rF VIIa]) adalah obat haemostasis
yang dianjurkan untuk pasien hemofilia yang resisten terhadap pengobatan faktor
VIII replacement dan juga bermanfaat untuk penderita dengan fungsi koagulasi
yang normal.
Aminocaproic acid terbuktitidak mempunyai efek menguntungkan.
Pemberian rF VIIa pada PIS pada onset 3 jam hasilnya adalah highly-significant,
tapi tidak ada perbedaan bila pemberian dilakukan setelah lebih dari 3 jam.

b. Reversal of anticoagulation
Pasien PIS akibat dari pemakaian warfarin harus secepatnya diberikan fresh
frozen plasma atau prothrombic complex concentrate dan vitamin K.
Prothrombic-complex concentrates suatu konsentrat dari vitamin K dependent
coagulation factor II, VII, IX, dan X, menormalkan INR lebih cepat dibandingkan
FFP dan dengan jumlah volume lebih rendah sehingga aman untuk jantung dan
ginjal.
Dosis tunggal intravena rFVIIa 10-90g/kg pada pasien PIS yang memakai
warfarin dapat menormalkan INR dalam beberapa menit. Pemberian obat ini harus
tetap diikuti dengan coagulation-factor replacement dan vitamin K karena efeknya
hanya beberapa jam.
Pasien PIS akibat penggunaan unfractionated atau low moleculer weight heparin
diberikan Protamine Sulfat, dan pasien dengan trombositopenia atau adanya
gangguan fungsi platelet dapat diberikan dosis tunggal Desmopressin, transfusi
platelet, atau keduanya.
Pada pasien yang memang harus menggunakan antikoagulan maka pemberian
obat dapat dimulai pada hari ke-7-14 setelah terjadinya perdarahan.

c. Tindakan bedah pada PIS berdasarkan EBM


Keputusan mengenai apakah dioperasi dan kapan dioperasi masih tetap
kontroversial.
Tidak dioperasi bila:
Pasien dengan perdarahan kecil (<10cm3) atau defisit neurologis minimal.
Pasien dengan GCS <4. Meskipun pasien GCS <4 dengan perdarahan
intraserebral disertai kompresi batang otak masih mungkin untuk life saving.
Dioperasi bila:
Pasien dengan perdarahan serebelar >3cm dengan perburukan klinis atau
kompresi batang otak dan hidrosefalus dari obstruksi ventrikel harus
secepatnya dibedah.
PIS dengan lesi struktural seperti aneurisma malformasi AV atau angioma
cavernosa dibedah jika mempunyai harapan outcome yang baik dan lesi
strukturnya terjangkau.
Pasien usia muda dengan perdarahan lobar sedang s/d besar yang memburuk.
Pembedahan untuk mengevakuasi hematoma terhadap pasien usia muda
dengan perdarahan lobar yang luas (>50cm3) masih menguntungkan.

B. Penatalaksanaan Perdarahan Sub Arakhnoid


1. Pedoman Tatalaksana
a. Perdarahan dengan tanda-tanda Grade I atau II (H&H PSA):
Identifikasi yang dini dari nyeri kepala hebat merupakan petunjuk untuk upaya
menurunkan angka mortalitas dan morbiditas.
Bed rest total dengan posisi kepala ditinggikan 30 dalam ruangan dengan
lingkungan yang tenang dan nyaman, bila perlu diberikan O2 2-3 L/menit.
Hati-hati pemakaian obat-obat sedatif.
Pasang infus IV di ruang gawat darurat dan monitor ketat kelainan-kelainan
neurologi yang timbul.
b. Penderita dengan grade III, IV, atau V (H&H PSA), perawatan harus lebih intensif: 1
Lakukan penatalaksanaan ABC sesuai dengan protokol pasien di ruang gawat
darurat.
Intubasi endotrakheal untuk mencegah aspirasi dan menjamin jalang nafas
yang adekuat.
Bila ada tanda-tanda herniasi maka dilakukan intubasi.
Hindari pemakaian sedatif yang berlebhan karena aan menyulitkan penilaian
status neurologi.

2. Tindakan untuk mencegah perdarahan ulang setelah PSA


a. Istirahat di tempat tidur secara teratur atau pengobatan dengan antihipertensi saja tidak
direkomendasikan untuk mencegah perdarahan ulang setelah terjadi PSA, namun
kedua hal tersebut sering dipakai dalam pengobatan pasien dengan PSA.
b. Terapi antifibrinolitik untuk mencegah perdarahan ulang direkomendasikan pada
keadaan klinis tertentu. Contohnya pasien dengan resiko rendah untuk terjadinya
vasospasme atau memberikan efek yang bermanfaat pada operasi yang ditunda.
c. Pengikatan karotis tidak bermanfaat pada pencegahan perdarahan ulang.
d. Penggunaan koil intra luminal dan balon masih uji coba.

3. Operasi pada aneurisma yang rupture


a. Operasi clipping sangat direkomendasikan untuk mengurangi perdarahan ulang
setelah rupture aneurisma pada PSA.
b. Walaupun operasi yang segera mengurangi resiko perdarahan ulang setelah PSA,
banyak penelitian memperlihatkan bahwa secara keseluruhan hasil akhir tidak
berbeda dengan operasi yang ditunda. Operasi yang segera dianjurkan pada pasien
dengan grade yang lebih baik serta lokasi aneurisma yang tidak rumit. Untuk keadaan
klinis lain, operasi yang segera atau ditunda direkomendasikan tergantung pada situasi
klinik khusus.
c. Aneurisma yang incompletely clipped mempunyai resiko yang tinggi untuk
perdarahan ulang.

4. Tatalaksana pencegahan vasospasme


a. Pemberian nimodipin dimulai dengan dosis 1-2 mg/jam IV pada hari ke-3 atau secara
oral 60 mg setiap 6 jam selama 21 hari. Pemakaian nimodipin oral terbukti
memperbaiki deficit neurologi yang ditimbulkan oleh vasospasme. Calcium
antagonist lainnya yang diberikan secara oral atau intravena tidak bermakna.
b. Pengobatan dengan hyperdinamic therapy yang dikenal dengan triple H yaitu
hypervolemic-hypertensive-hemodilution, dengan tujuan mempertahankan cerebral
perfusion pressure sehingga dapat mengurangi terjadinya iskemia serebral akibat
vasospasme. Hati-hati terhadap kemungkinan terjadinya perdarahan ulang pada pasien
yang tidak dilakukan embolisasi atau clipping.
c. Fibrinolitik intracisternal, antioksidan, dan anti-inflamasi tidak begitu bermakna.
d. Angioplasty transluminal dianjurkan untuk pengobatan vasospasme pada pasien-
pasien yang gagal dengan terapi konvensional.
e. Cara lain untuk manajemen vasospasme adalah sebagai berikut:
Pencegahan vasospasme:
Nimodipine 60 mg per oral 4 kali sehari.
3% NaCl IV 50 mL 3 kali sehari.
Jaga keseimbangan cairan.
Delayed vasospasm:
Stop Nimodipine, antihipertensi, dan diuretika.
Berikan 5% Albumin 250 mL IV.
Pasang Swan-Ganz (bila memungkinkan), usahakan wedge pressure 12-14
mmHg.
Jaga cardiac index sekitar 4 L/menit/m2.
Berikan Dobutamine 2-15 g/kg/menit.

5. Antifibrinolitik
Obat-obat anti-fibrinolitik dapat mencegah perdarahan ulang. Obat-obat yang sering dipakai
adalah epsilon aminocaproic acid dengan dosis 36 g/hari atau tranexamid acid dengan dosis
6-12 g/hari.

6. Antihipertensi
a. Jaga Mean Arterial Pressure (MAP) sekitar 110 mmHg atau tekanan darah sistolik
(TDS) tidak lebih dari 160 dan tekanan darah diastolic (TDD) 90 mmHg (sebelum
tindakan operasi aneurisma clipping).
b. Obat-obat antihipertensi diberikan bila TDS lebih dari 160 mmHg dan TDD lebih dari
90 mmHg atau MAP diatas 130 mmHg.
c. Obat antihipertensi yang dapat dipakai adalah Labetalol (IV) 0,5-2 mg/menit sampai
mencapai maksimal 20 mg/jam atau esmolol infuse dosisnya 50-200 mcg/kg/menit.
Pemakaian nitroprussid tidak danjurkan karena menyebabkan vasodilatasi dan
memberikan efek takikardi.
d. Untuk menjaga TDS jangan meurun (di bawah 120 mmHg) dapat diberikan
vasopressors, dimana hal ini untuk melindungi jaringan iskemik penumbra yang
mungkin terjadi akibat vasospasme.
7. Hiponatremi
Bila Natrium di bawah 120 mEq/L berikan NaCl 0,9% IV 2-3 L/hari. Bila perlu diberikan
NaCl hipertonik 3% 50 mL, 3 kali sehari. Diharapkan dapat terkoreksi 0,5-1 mEq/L/jam dan
tidak melebihi 130 mEq/L dalam 48 jam pertama.
Ada yang menambahkan fludrokortison dengan dosis 0,4 mg/hari oral atau 0,4 mg
dalam 200 mL glukosa 5% IV 2 kali sehari. Cairan hipotonis sebaiknya dihindari karena
menyebabkan hiponatremi. Pembatasan cairan tidak dianjurkan untuk pengobatan
hiponatremi.

8. Kejang
Resiko kejang pada PSA tidak selalu terjadi, sehingga pemberian antikonvulsan tidak
direkomendasikan secara rutin, hanya dipertimbangkan pada pasien-pasien yang mungkin
timbul kejang, umpamanya pada hematom yang luas, aneurisma arteri serebri media,
kesadaran yang tidak membaik. Akan tetapi untuk menghindari risiko perdarahan ulang yang
disebabkan kejang, diberikan anti konvulsan sebagai profilaksis.
Dapat dipakai fenitoin dengan dosis 15-20 mg/kgBB/hari oral atau IV. Initial dosis
100 mg oral atau IV 3 kali/hari. Dosis maintenance 300-400 mg/oral/hari dengan dosis
terbagi. Benzodiazepine dapat dipakai hanya untuk menghentikan kejang.
Penggunaan antikonvulsan jangka lama tidak rutin dianjurkan pada penderita yang
tidak kejang dan harus dipertimbangkan hanya diberikan pada penderita yang mempunyai
faktor-faktor risiko seperti kejang sebelumnya, hematom, infark, atau aneurisma pada arteri
serebri media.

9. Hidrosefalus
a. Akut (obstruksi)
Dapat terjadi setelah hari pertama, namun lebih sering dalam 7 hari pertama.
Kejadiannya kira-kira 20% dari kasus, dianjurkan untuk ventrikulostomi (atau drainase
eksternal ventrikuler), walaupun kemungkinan risikonya dapat terjadi perdarahan ulang
dan infeksi.
b. Kronik (komunikan)
Sering terjadi setelah PSA. Dilakukan pengaliran cairan serebrospinal secara temporer
atau permanen seperti ventriculo-peritoneal shunt.

10. Terapi Tambahan


a. Laksansia (pencahar) iperlukan untuk melembekkan feses secara regular. Mencegah
trombosis vena dalam, dengan memakai stocking atau pneumatic compression
devices.
b. Analgesik:
Asetaminofen -1 g/4-6 jam dengan dosis maksimal 4 g/hari.
Kodein fosfat 30-60 mg oral atau IM per 4-6 jam.
Tylanol dengan kodein.
Hindari asetosal.
Pada pasien dengan sangat gelisah dapat diberikan:
Haloperidol IM 1-10 mg tiap 6 jam.
Petidin IM 50-100 mg atau morfin SC atau IV 5-10 mg/4-6 jam.
Midazolam 0,06-1,1 mg/kg/jam.
Propofol 3-10 mg/kg/jam.
Cegah terjadinya stress ulcer dengan memberikan:
Antagonis H2
Antasida
Inhibitor pompa proton selama beberapa hari.
Pepsid 20 mg IV 2 kali sehari atau zantac 50 mg IV 2 kali sehari.
Sucralfate 1 g dalam 20 mL air 3 kali sehari.

2.10 Komplikasi dan Prognosis Stroke Hemoragik


Peningkatan tekanan intrakranial dan herniasi adalah komplikasi yang paling
ditakutkan pada perdarahan intraserebral. Perburukan edem serebri sering mengakibatkan
deteoriasi pada 24-48 jam pertama. Perdarahan awal juga berhubungan dengan deteorisasi
neurologis, dan perluasan dari hematoma tersebut adalah penyebab paling sering deteorisasi
neurologis dalam 3 jam pertama. Pada pasien yang dalam keadaan waspada, 25% akan
mengalami penurunan kesadaran dalam 24 jam pertama. Kejang setelah stroke dapat muncul.
Selain dari hal-hal yang telah disebutkan diatas, stroke sendiri adalah penyebab utama dari
disabilitas permanen.
Prognosis bervariasi bergantung pada tingkap keparahan stroke dan lokasi serta
ukuran dari perdarahan. Skor dari Skala Koma Glasgow yang rendah berhubungan dengan
prognosis yang lebih buruk dan mortalitas yang lebih tinggi. Apabila terdapat volume darah
yang besar dan pertumbuhan dari volume hematoma, prognosis biasanya buruk dan outcome
fungsionalnya juga sangat buruk dengan tingkat mortalitas yang tinggi. Adanya darah dalam
ventrikel bisa meningkatkan resiko kematian dua kali lipat. Pasien yang menggunakan
antikoagulasi oral yang berhubungan dengan perdarahan intraserebral juga memiliki outcome
fungsional yang buruk dan tingkat mortilitas yang tinggi.
2.11 Pencegahan Stroke Hemoragik
Pencegahan primer pada stroke meliputi upaya memperbaiki gaya hidup dan mengatasi
berbagai faktor risiko. Upaya ini ditujukan pada orang sehat maupun kelompok risiko tinggi
yang berlum pernah terserang stroke. Beberapa pencegahan yang dapat dilakukan adalah:
Mengatur pola makan yang sehat
Melakukan olah raga yang teratur
Menghentikan rokok
Menhindari minum alkohol dan penyalahgunaan obat
Memelihara berat badan yang layak
Perhatikan pemakaian kontrasepsi oral bagi yang beresiko tinggi
Penanganan stres dan beristirahat yang cukup
Pemeriksaan kesehatan teratur dan taat advis dokter dalam hal diet dan obat
Pemakaian antiplatelet
Pada pencehagan sekunder stroke, yang harus dilakukan adalah pengendalian faktor
risiko yang tidak dapat dimodifikasi, dan pengendalian faktor risiko yang dapat dimodifikasi
seperti hipertensi, diabetes mellitus, riwayat TIA, dislipidemia, dan sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA

1. World Health Organization (WHO). 2004. Atlas Country Resources for Neurological
Disorders 2004. Department of Mental Health and Substance Abuse, World Health
Organization. Available from:
http://www.who.int/mental_health/neurology/epidemiology/en/index.html. [Accessed
15 March 2015].
2. Perdossi. 2011. Guideline Stroke Tahun 2011. Jakarta: Perhimpunan Dokter Spesialis
Saraf Indonesia.
3. Aliah A, Kuswara FF, Limoa RA, Wuysang G. Gambaran umum tentang gangguan
peredaran darah otak. Dalam: eds. Harsono. Kapita Selekta Neurologi. Edisi ke-2.
Yogyakarta : Gadjah Mada University Press; 2005. h.81-82.
4. Mozaffarian D, Benjamin EJ, Go AS, Arnett DK, Blaha MJ, Cushman M, et al. 2015.
Heart Disease and Stroke Statistics-2015 Update. Circulation. 2015;131:e1-294.
5. Sacco RL, Benjamin EJ, Broderick JP, Dyken M, Easton D, Feinberg WM, et al. Risk
Factors. Stroke 1997; 28: 1507-1517.
6. American Heart Association. 2012. Stroke Risk Factors. Available from:
http://www.strokeassociation.org/STROKEORG/AboutStroke/UnderstandingRisk/Und
erstanding-Stroke-Risk_UCM_308539_SubHomePage.jsp
7. Broderick J, Connolly S, Feldmann E., et al. Guidelines for the management of
spontaneous intracerebral hemorrhage in adults: 2007 update: a guideline from the
American Heart Association/American Stroke Association Stroke Council, High Blood
Pressure Research Council, and the Quality of Care and Outcomes in Research
Interdisciplinary Working group. Stroke. 2007; 38: 2001-23.
8. Jonathan L. Brisman, Joon K. Song, David W. Newell. Cerebral aneurysms. N Engl J
Med. 2006;355:928-39.
9. Nasissi, Denise. Hemorrhagic Stroke Emedicine. Medscape, 2010. Available at:
http://emedicine.medscape.com/article/793821-overview. Access on : September 29,
2012.
10. Neuroradiology Unit, S P Institute of Neurosciences, Solapur, India. 2011. Dr. Balaji
Anvekars Neuroradiology Cases. Available from:
http://www.neuroradiologycases.com/2011/11/imaging-in-sub-arachnoid-
hemorrhage.html. [Accessed 13 March 2015].
11. Sotirios AT,. Differential Diagnosis in Neurology and Neurosurgery.New York. Thieme
Stuttgart. 2000.
12. Sjahrir, Hasan. Stroke Iskemik. Yandira Agung: Medan, 2003
13. Poungvarin, N. Skor Siriraj stroke dan studi validasi untuk membedakan perdarahan
intraserebral supratentorial dari infark. Diunduh dari:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1670347/. [Tanggal: 2 Oktober 2012]

Anda mungkin juga menyukai