Anda di halaman 1dari 12

TEORI DAN PERSPEKTIF DALAM PENELITIAN ILMU KOMUNIKASI

Halimatusadiah
Program Studi Kehumasan Akom BSI Jakarta
Jl. Kayu Jati V No.2, Pemuda Rawamangun, Jakarta Timur
halimatusadiah.hlm@bsi.ac.id

Abstract

This paper aims to provide an understanding of the theory and perspective in the research domain of
communication sciences. The theory is a guide book to explain, interpret and understand the intricacies of
human relationships. With the theory, we helped to clarify what are we observe that allow us to understand
relationships and interpret the events that occur. In observing this kind of theory will function better when we
put more emphasis on this aspect of the theory, not the truth benefits of theory. A good perspective of the Para-
digm model has a different implilkasi in reality, looking at the relationship reality theory with the perspective
or the relationship between the researcher and the researched reality, values of researchers, and methodology.
That is, how a scientist or researcher to give a definition to a reality or phenomena, as well as theories to ex-
plain the phenomenon of the reality or the ditelitinya will be largely determined by the choice of perspective,
whether objective or are leaning towards more leaning towards subjective.

Keywords: communication, theory, perspectives, research

Abstraksi

Tulisan ini bertujuan memberikan pemahaman tentang teori dan perspektif dalam ranah penelitian
Ilmu Komunikasi. Teori adalah buku panduan untuk menjelaskan, menafsirkan dan memahami kerumitan
hubungan antar manusia. Dengan teori, kita dibantu untuk menjelaskan apa yang sedang kita amati yang me-
mungkinkan kita untuk memahami hubungan-hubungan dan menafsirkan peristiwa-peristiwa yang terjadi.
Dalam mencermati fungsi teori semacam ini akan lebih baik apabila kita lebih menekankan pada aspek ke-
bermanfaatan teori, bukan kebenaran teori. Perspektif baik dari model Paradigma mempunyai implilkasi yang
berbeda dalam melihat realitas, melihat hubungan realitas teori dengan perspektif atau hubungan antara pe-
neliti dengan realitas yang diteliti, nilai-nilai peneliti, dan metodologi. Artinya, bagaimana seorang ilmuwan
atau peneliti memberi definisi terhadap suatu realitas atau fenomena, serta teori untuk menjelaskan fenomena
atau realitas yang ditelitinya tersebut akan sangat ditentukan oleh pilihan perspektifnya, apakah yang condong
ke arah objektif ataukah lebih condong ke arah subjektif.

Kata kunci: komunikasi, teori, perspektif, penelitian


I. PENDAHULUAN

Ilmuwan komunikasi itu memiliki pandangan ilmu komunikasi. Proses perkembangan teori tidak
yang divergen tentang apa itu komunikasi, sesuai den- terjadi dalam vakum (terlepas dari pengaruh ru-
gan bidang mereka masing-masing, sehingga menjadi ang dan waktu). Tetapi, kerangka filosofis berlaku
sangat sulit kemudian untuk melakukan pemetaan ketika pembentukan dan pengujian teori terjadi.
wilayah kajian teori komunikasi karena bisa saja para
ilmuwan ini tidak setuju pada pada suatu teori karena II. PEMBAHASAN
tidak sesuai dengan pengalaman mereka. Dalam me-
mahami ilmu komunikasi kita membutuhkan tero- 2.1. Teori : Definisi dan Fungsi
pong (perspektif) yang dapat menuntun kita pada
pengertian/pengetahuan tentang konseptualisasi teori Suatu teori adalah seperangkat konstruk
dan perspektif dalam ilmu komunikasi. (konsep), batasan, dan proposisi yang menyajikan
Tulisan ini bertujuan memberikan pemahaman suatau pandangan sistematis tentang fenomena de-
tentang teori dan perspektif dalam ranah penelitian ngan memerinci hubungan-hubungan antarvariable,
54
dengan tujuan menjelaskan dan memprediksikan ge- Sejalan dengan itu, menurut Deetz, sebuah teori ada-
jala itu (Kerlinger dalam Miller 2005:14). lah sebuah cara untuk melihat dan memikirkan dunia
Batasan teori, ungkap Kerlinger, mengan- ini. Teori adalah sebuah lensa (teropong) untuk me-
dung tiga hal, pertama, sebuah teori adalah seperang- lihat dunia, bukan sebuah cermin. Artinya, semua
kat proposisi yang terdiri atas konstruk-konstruk orang boleh menggunakan teropong masing-masing
yang terdefinisikan dan saling terhubung. Kedua, untuk menjelaskan fenomena tertentu. Semua pihak
teori menyusun antarhubungan seperangkat variable bisa mengkonstruksi teori masing-masing sesuai ke-
(konstruk) dan dengan demikian merupakan suatu pentingan masing-masing dengan segala implikasi
pandangan sistematis mengenai fenomena-fenomena pada klaim kebenaran masing-masing.
yang dideskrispsikan oleh variable-variable itu. Ke- Pandangan lain tentang teori dikemukakan
tiga, teori itu menjelaskan fenomena. oleh Judee Burgoon (dalam Griffin, 2012: 2), teori
Dalam pengertian luas, teori adalah serang- adalah a set of systematic, informed hunches about
kaian konsep-konsep, penjelasan-penjelasan dan the way things work (teori adalah serangkaian dug-
prinsip-prinsip yang teratur dari beberapa aspek aan sistematis dan diinformasikan mengenai cara se-
pengalaman manusia. (Littlejohn dan Foss, 2008: gala sesuatu bekerja). Maksudnya, sebelum berteori,
14). Dalam pengertian semacam ini, Littlejohn dan seorang ilmuwan mungkin melakukan serangkaian
Foss juga menegaskan, bahwa teori adalah abstrak- tindakan seperti membaca buku atau artikel, men-
si dan konstruksi. Teori dikatakan sebagai abstraksi dengarkan orang berbicara, mengkonsumsi media,
karena teori mereduksi pengalaman ke dalam serang- melakukan pengamatan atau percobaan. Pengetahuan
kaian kategori-kategori tertentu dan meninggalkan yang didapatkan dari kegiatan tersebut akan menge-
kategori-kategori yang lain. Kategori ini bisa berupa nalkannya pada serangkaian konsep-konsep atau sim-
pola, hubungan atau variabel. Tidak ada sebuah teori bol-simbol tertentu dan melahirkan dugaan-dugaan
yang mampu mengungkap seluruh kebenaran dari tertentu atas kaitan antara konsep atau simbol yang
subjek yang diteliti. Teori dikatakan sebagai kon- satu dengan konsep atau simbol yang lain. Dengan
struksi, karena teori merupakan hasil kreasi manusia melihat rangkaian konsep atau simbol inilah seorang
untuk menjelaskan sesuatu yang terjadi di dunia ini. ilmuwan bisa menjelaskan bagaimana segala sesuatu
Dalam upayanya untuk menjelaskan sesuatu tersebut bekerja atau suatu peristiwa terjadi.
manusia menggunakan kategori-kategori konseptual Mendengar kata teori kita bisa mempu-
yang sudah dimilikinya. Manusia dihadapkan pada nyai banyak bayangan. Karl Popper, seorang filosof
pilihan-pilihan tertentu terhadap serangkaian kategori pembentuk pandangan abad 20 tentang pengetahuan,
konseptual yang sudah dimilikinya. mengatakan bahwa teori adalah jaring untuk me-
Teori membantu kita memahami atau men- nangkap apa yang kita sebut dunia (Popper, dalam
jelaskan fenomena yang kita amati dalam dunia so- Miller. 2005:18). Ada juga yang menganalogkan den-
sial. Teori adalah jaring untuk menagkap dunia atau gan lensa (teropong) seperti Deetz. Mungkin ada juga
cara kita mengartikan kehidupan sosial. Jadi, sebuah yang menganalogkan teori dengan peta (map) seperti
teori harus merupakan abstraksi/pemikiran dari dunia Em Griffin (2012: 5-6). Analogi-analogi semacam ini
sosial. Sebuah teori bukan dengan sendirinya perilaku sekaligus menunjukkan fungsi sebuah teori.
komunikatif tetapi serangkaian pemikiran abstrak Teori adalah jaring-jaring untuk menangkap
yang membantu kita memahami perilaku tersebut. dunia (theories are nets cast to catch what we call
Abstraksi bisa dalam beragam bentuk dan bisa disatu- the world). Terma jaring-jaring bersinonim den-
kan salam berbagai cara, tetapi harus ditekankan bah- gan konsep . Artinya dunia tempat dimana kita
wa teori berada pada level abstrak atau lebih tinggi hidup dan tinggal dapat kita tangkap eksistensinya
dari pengamatan aktual; teori memiliki tujuan men- apabila kita punya jaring (konsep) tertentu sebagai
jelaskan dan menyistematisasi penemuan pada level pengetahuan dalam benak kita (stock of knowledge).
yang lebih rendah. Untuk memberikan pemahaman Teori analog dengan lensa (teropong). Sebuah
pengamatan pada abstraksi, teori harus bisa melihat lensa atau teropong mampu melihat sesuatu hanya
sesuatu dibalik fenomena dalam dunia sosial. sebagian saja yang masuk dalam cakupan lubang
Abraham Kaplan dan Stanley Deetz (da- lensa tersebut. Obyek-obyek lain di luar teropong
lam Littlejohn dan Foss, 2008:15) mengemukakan tersebut tidak akan terlihat. Teori adalah lensa, bu-
bahwa pembentukan sebuah teori tidak hanya seke- kan cermin. Analog cermin mengandaikan segala
dar menemukan sebuah fakta tersembunyi, tetapi sesuatu terproyeksikan secara kongkrit, jelas dan
ia sekaligus merupakan sebuah cara untuk me- apa adanya di depan mata. Teori analog dengan peta.
lihat, mengatur dan menyajikan fakta itu sendiri. Teori berfungsi sebagai peta untuk memberikan

55
petunjuk dan panduan bagaimana menjelajahi dan Beragam perspektif ini akhirnya mengantarkan kita
mengalami dunia ini. Teori adalah buku panduan pada persoalan metodologi. Apa metodologi khas
untuk menjelaskan, menafsirkan dan memahami dalam disiplin ilmu komunikasi? Jawaban atas per-
kerumitan hubungan antar manusia. Dengan teori, tanyaan ini mengantarkan kita pada pokok perso-
kita dibantu untuk menjelaskan apa yang sedang alan terkait paradigma Paradigma (paradigm) oleh
kita amati yang memungkinkan kita untuk mema- Kuhn (1970: 10) disejajarkan maknanya dengan ilmu
hami hubungan-hubungan dan menafsirkan pe- pengetahuan normal (normal science) dengan tujuan
ristiwa-peristiwa yang terjadi. Dalam mencermati untuk memberikan model praktek ilmu pengetahuan
fungsi teori semacam ini akan lebih baik apabila aktual yang diterima yang didalamnya bisa dijumpai
kita lebih menekankan pada aspek kebermanfaatan hukum, teori, aplikasi dan instrumentasi yang mencer-
teori, bukan kebenaran teori (dalam Sunarto, 2013). minkan koherensi tradisi-tradisi tertentu. Sementara
Membahas masalah pendefinisian teori da- itu, Guba dan Lincoln (2010: 200) mendefinisikan
lam ilmu sosial, D.C Phillips, dalam Miller (2005:19) paradigma sebagai serangkaian keyakinan-keyakinan
berpendapat. tidak ada aturan penggunaan yang dasar (basic beliefs) atau metafisika yang berhubun-
tepat, tetapi kita bisa berusaha menggunakan kata gan dengan prinsip-prinsip utama atau prinsip-prinsip
secara konsisten dan menandai perbedaan yang pokok. Paradigma ini menggambarkan suatu pandan-
kita rasa penting. Seperti diungkap dalam pemba- gan dunia (worldview) yang menentukan, bagi pen-
hasan tersebut, kita bukan mencari definisi yang ganutnya, sifat dari dunia sebagai tempat individu
benar dari satu istilah tertentu tetapi satu yang pal- dan kemungkinan hubungan dengan dunia tersebut
ing berguna, yaitu: definisi harus dinilai dalam hal beserta bagian-bagiannya. Keyakinan-keyakinan itu
kegunaannya bukan dalam bahasan kebenarannya. bersifat dasar dalam pengertian harus diterima secara
sederhana semata-mata berdasarkan kepercayaan saja
2.2. Perspektif Teori Komunikasi disebabkan tidak ada suatu cara final untuk menentu-
kan kebenaran akhir.
Wacana meta-teori dalam disiplin ilmu Newman (2013: 108) mengemukakan bahwa
komunikasi ditandai dengan munculnya be- paradigma ilmiah merupakan keseluruhan sistem ber-
ragam perspektif yang dikemukakan oleh para il- pikir. Hal ini mencakup asumsi dasar, pentingnya per-
muwan komunikasi. Perspektif adalah kerangka tanyaan yang harus dijawab atau teka-teki yang harus
konseptual; seperangkat asumsi-asumsi; seperang- dipecahkan, teknik penelitian yang harus digunakan,
kat nilai-nilai; dan seperangkat gagasan-gagasan dan contoh-contoh penelitian ilmiah yang baik.
yang memengaruhi persepsi kita dan memengar- Berangkat dari berbagai pendapat di atas, pada
uhi tindakan dalam suatu situasi (Charon, 1998). intinya dapat dikatakan bahwa paradigma merupakan
Perspektif ini analog dengan stand- konstruksi manusia (human construction), yaitu ga-
point, viewpoint, outlook dan position. gasan yang merepresentasikan beragam cara yang
Perspektif berfungsi untuk memandu dan dilakukan peneliti untuk memahami dunia (reali-
mendikte secara virtual pengamatan dan pemaha- tas). Sebagai konstruksi manusia, paradigma tidak
man kita pada fenomena komunikasi yang ada. De- dipahami dalam lingkup benar atau salah. Paradigma
mikian ditegasksn Aubrey Fisher (1978) pengaruh adalah cara melihat (way of looking) realitas, seh-
mendasar dari perspektif adalah untuk mendefinisi- ingga perlu dimengerti dalam konteks kegunaannya.
kan dan mengarahkan pemahaman seseorang pada Melalui paradigma, peneliti bisa menetapkan pijakan
konsep-konsep komunikasi. Dengan demikian per- teori dan metoda penelitian yang digunakan. (Guba &
bedaan perspektif yang digunakan akan mempunyai Lincoln, 2010: 133)
implikasi penafsiran berbeda atas sebuah realita. Secara filosofis, paradigma penelitian tersebut
Sudut pandang sosial yang berbeda memiliki mempunyai persoalan- persoalan dasar untuk dijadi-
pemikiran yang berbeda tentang apa itu teori dan apa kan acuan dasar bagi peneliti terkait aspek ontologis,
yang diberikan teori. Dengan kata lain, proses perkem- epistimologis, aksiologis, dan metodologis.
bangan teori tidak terjadi dalam vakum (terlepas dari
pengaruh ruang dan waktu). Tetapi, kerangka filosofis 2.3. Ontologi
berlaku di mana pembentuan dan pengujian teori ter-
jadi. Kerangka ini cukup kuat untuk memengaruhi Pertanyaan ontologi mencakup masalah sep-
keyakinan tentang apa yang termasuk sebagai teori dan erti apa bentuk dan sifat realitas? dan oleh kar-
bagaimana teori seharusnya berfungsi dalam komuni- ena itu, apakah yang ada di sana yang dapat dike-
tas akademik dan dalam masyarakat yang lebih luas. tahui tentangnya? (Guba & Lincoln, 2010: 133)
56
Dengan kata lain, pertanyaan tentang ontologi mem- Sisi lain dari spektrum ontologi adalah sikap nomina-
bicarakan sifat dan fenomena yang kita bicarakan lis, posisi nominalis terpusat pada anggapan bahwa
dalam keilmuwan kita- kata apa dalam pembentu- dunia sosial adalah eksternal pada persepsi individu
kan teori. Bagi penelitian dalam bidang sosial sep- tersusun tidak lebih dari sekedar nama, konsep dan la-
erti komunikasi, ini mencakup pertimbangan si- bel yang digunakan untuk membuat struktur realitas.
fat dunia sosial dan entitas yang mendiami dunia. Jadi bagi seorang nominalis, tidak ada dunia diluar
Burrell dan Morgan, dalam Miller (2005), me- sana-hanya nama, label entitas yang dibuat oleh in-
nandai suatu posisi pada peta ontologi sebagai sikap dividu. Kompetensi komunikasi hanyalah label yang
realis. Banyak ilmuan mengambil sikap realis menge- mungkin diberikan individu pada pengalaman diri
nai dunia fisik-seperti, mereka yakni pada kebenaran atau orang lain dalam kehidupan sosial, ia tidak nyata
kekerasan batu, pohon, planet dan sebagainya-tetapi dan bukan merupakan hal objektif.
pandangan dunia sosial lebih penting bagi para ahli Posisi ketiga, konstruksionisme simbolis, san-
teori komunikasi. Menurut ahli realis sosial, dunia gat berpengaruh dalam penelitian sosial sejak tahun
sosial yang eksternal bagi persepsi manusia adalah 1960-an. Sikap ini disebut posisi konstruksionis sosial
dunia nyata yang terbuat dari struktur yang keras, (Berger & Luckman, dalam Miller. 2005). Menurut
nyata dan relatif tidak berubah. Seorang realis sosial posisi ini, kenyataan sosial tidak dijelaskan sebagai
melihat keduanya, dunia fisik dan sosial, terdiri atas sepenuhnya objektif (posisi realis) atau sepenuhnya
struktur-struktur yang ada di sana dan yang tidak subjetkif (posisi nominalis). Tetapi, kenyataan so-
bergantung pada persepsi individu. sial dilihat sebagai pembentukan intersubjektif yang
diciptakan melalui interaksi komunikatif.

Tabel 01: Posisi Ontologi

Sumber: Konstruksi Penulis


karena individu memerlukan konstruksi sosial dan
Seperti yang dinyatakan Leeds-Hurwitz (1992), Da- terpengaruh oleh konstruksi sosial layaknya karakter-
lam pandangan ini, kenyataan sosial bukanlah satu istik objektif dari dunia sosial.
kenyataan atau serangkaian kenyataan yang terjadi Menggambarkan hal ini lebih lan-
sebelum aktivitas manusia (kita) menciptakan dunia jut, ketiga posisi ontologi ini bisa dibanding-
sosial kita melalui perkataan dan simbolik lain, dan kan dengan satu konsep tambahan. Misalnya,
melalui perilaku. Namun, kebanyakan konstruk- bayangkan anggapan hierarki yang sentral pada ko-
sionis sosial berpendapat bahwa kenyataan inter- munikasi dalam suatu organisasi. Seorang realis be-
subjektif ini dianggap sebagai materi atau objek ranggapan bahwa keberadaan level hierarki dalam

57
organisasi adalah satu hal nyata yang memengaruhi 2.4. Epistimologi
individu setiap hari. Hierarki ini ditunjukkan dalam
beragam cara: diagram struktur organisasi yang didis- Epistimologi adalah persoalan mengenai cara
tribusikan dalam publikasi organisasi, dan semacam- kita mengetahui dunia di sekitar kita atau apa yang me-
nya. Bagi seorang realis, hierarki adalah kenyataan nyebabkan suatu klaim mengenainya benar (Newman,
sosial dari kehidupan organisasi. Sebaliknya, seorang 2013: 106). Pertanyaan epistimologis menyangkut
nominalis beranggapan bahwa artibut hierarki hany- persoalan apakah sifat hubungan yang terjalin antara
alah label sosial yang diciptakan oleh individu un- yang mengetahui atau calon yang mengetahui dengan
tuk melalui dunia sosial. Label ini bisa jadi sebagai sesuatu yang dapat diketahui? Jawaban yang dapat
cara yang mudah untuk membantu dalam interaksi- diberikan untuk pertanyaan ini dibatasi oleh jawa-
terutama bagi mereka yang memegang kekuasaan da- ban yang telah diberikan untuk pertanyaan ontologis;
lam organisasi-tetapi tidak memiliki kenyataan yang artinya, kini tidak dapat sembarang hubungan yang
inheren atau makna selain nama. Dan yang terakhir, dapat dipostulatkan (Guba & Lincoln, 2010: 133).
konstruksionis sosial berpendapat bahwa konsep hi- Senada dengan hal tersebut, dalam bukunya Com-
erarki adalah yang telah diberi makna melalui ban- munication Theories: Perspective, Processes and
yak interaksi komunikatif, baik secara historis (se- Context Miller (2005: 28-29) mengemukakan, Po-
perti melihat bagaimana kinerja organisasi selama sisi epistemologis yang mendominasi pemikiran ilmu
rentang waktu) dan dalam pengalaman saat ini (mi- eksakta dan sosial selama abad 20 adalah posisi ob-
salnya, cara kerja dalam organisasi tempat anda di- jektivis. Beberapa aspek dari epistemologi objektivis
pekerjakan). Seiring konsep hierarki menjadi bagian sangat penting. Pertama, objektivis meyakini bahwa
dari tatanan sosial, ia memengaruhi interaksi komu- kita dapat memahami dan menjelaskan dunia sosial
nikatif berikutnya (seperti kita selalu mengikuti ran- dan bahwa penjelasan tentang dunia sosial teraku-
tai perintah dalam komunikasi organisasi) dan juga mulasi melalui upaya komunitas ilmuwan. Kedua,
berpotensi berubah oleh interaksi ini (seperti, kita objektivis yakin bahwa pengetahuan tentang dunia
selalu dapat menentang sistem dengan persetujuan sosial dapat diperoleh melalui pencarian kesamaan
bos). Ini menggambarkan cara suatu konsep diben- dan hubungan sebab antarkomponen dari dunia so-
tuk melalui interkasi sosial, menyambung dan me- sial. Ketiga, objektivis yakin bahwa regularitas dan
mutus komunikasi, tetapi bisa menjadi begitu alami hubungan sebab bisa ditemukan jika terdapat pemi-
sehingga kita tidak sadar pengaruhnya pada diri kita. sahan antara penelitian dan subjek yang diteliti
(yaitu antara yang mengetahui dan yang diketahui).
Tabel 02 : Posisi Objectivist Dan Subjectivist Dalam Epistemologi

Sumber: Katherine Miller, Communication Theories, Perspectives, Processes, and Contexts, Second Edi-
tion, 2005: 29.

58
Dan yang terakhir, objektivis berpendapat bahwa dalam proses pengembangan teoretis dan pengujian.
Meskipun beberapa peneliti sosial mengusulkan bah-
pemisahan ini bisa dipastikan-atau ditingkatkan- den-
gan menggunakan metode ilmiah. Secara singkat, wa perkembangan teori danpengujian biasa jadi pros-
metode ilmiah menekankan bukti yang teramati, danes yang bebas nilai, banyak yang berpendapat peran
nilai yang sangat terbatas (dalam Miller, 2005).
sebanyak mungkin kontrol atas fenomena yang diteli-
ti. Dalam sudut pandang epistemologi objektivis, me- Nilai (aksiologis) terkait dengan persoalan
keyakinan subyektif peneliti diperbolehkan masuk
tode ilmiah tetap diperlukan karena ilmuwan tidak-
atau tidak dalam proses penelitian. Penelitian dalam
lah bebas nilai, ia terikat oleh jenis kelaminnya (pria
dan wanita), pendapat, memiliki dogma, ideologi. kategori objective melarang masuknya keyakinan-
keyakinan peneliti dalam proses penelitia (value
Inilah alasan digunakannya objektivitas prosedural,
free). Akan tetapi ada juga penelitian yang justru
yaitu untuk mengetahui segala sesuatu secara terukur
mensyaratkan keterlibatan intensif keyakinan peneliti
(Kerlinger, dalam Miller. 2005). Pilihan metodologis
sebagai basis positioning peneliti atas objek sosial
seperti ini terkait erat dengan masalah epistemologi
dalam penelitian sosial. tertentu (value laden).
Sebaliknya, posisi subjektivis menolak ban- Pandangan klasik ilmiah dari topik ini ada-
lah bahwa nilai tidak boleh berperan dalam praktik
yak prinsip dasar ini. Bagi subjektivis, dunia sosial
peneliti. Phillips, dalam Miller (2005:19) berpenda-
pada dasarnya adalah relatif dan hanya bisa dipahami
pat, ilmuwan yang menganut pandangan ini percaya
dari sudut pandang individu yang terlibat langsung
bahwa ilmu pengetahuan sosial harus bebas nilai
dalam aktivitas yang dipelajari (Burrell & Morgan,
karena jika kita membiarkan celah untuk masuknya
dalam Miller. 2005). Jadi, subjektivis menghindari
anggapan suatu batas antara yang mengetahui dan nilai, maka objektivitas akan hilang melalui celah
yang diketahui dan dengannya metode ilmiah yang yang sama. Kebanyakan filusuf ilmu pengetahuan-
mencoba mendorong pemisahan. Subjektivis men- dan kebnyakan peneliti sosial-menolak pandangan
dorong pertanyaan dari dalam melalui penggunaanekstrem ini. Memang, mungkin lebih aman berkata
bahwa tidak ada peneliti sosial yang yakin bahwa nilai
metode etnografi daripada penjelasan kausal dan hu-
bisa dihapus sepenuhnya dari proses penelitian dan
kum. Karena pengetahuan sudah tertentu dan relatif,
perkembangan teori. Seperti dinyatakan G.S Howard,
epistemologi subjektif juga menolak konsep general-
dalam Miller (2005), kontroversi tidak lagi tentang
isasi pengetahuan dan penyatuan pengetahuan, lebih
memilih pemahaman lokal yang muncul melalui pe- apakah nilai mempengaruhi praktik ilmiah, tetapi leb-
nelitian. ih pada bagaimana nilai dilibatkan dan membentuk
Dalam konteks ini, pertanyaan-pertanyaan praktik ilmiah. Dalam bagian ini, dibahas tiga sudut
mengenai penciptaan dan perkembangan pengeta- pandang nilai terhadap masalah ini (dalam Miller,
2005: 19).
huan, Miller menjelaskan posisi antara Objectivist dan
Subjectivist dalam epistemologi yang meliputi jenis Salah satu sudut pandang menyatakan bahwa
peran nilai dalam penelitian sosial bisa dipilih dengan
pengetahuan yang diperoleh melalui teori, komitmen
metodologi dalam pencarian pengetahuan dan tujuanmembedakan diantara beragam jenis nilai dan aspek
pengetahuan untuk pengembangan teori. yang berbeda dari proses ilmiah. Misalnya, George
Howard, dalam Miller (2005) membedakan antara
Secara singkat, dasar epistemologi mencakup
nilai nonepistemik (emosi, moral dan nilai etis) dan
pemikiran ahli teori tentang apa itu pengetahuan dan
bagaimana pengetahuan bisa dilibatkan dalam dunianilai epistemik (nilai mengenai apa yang mencakup
teori dan penelitian yang baik). Howard berpendapat
sosial. Bagi objektivis, pengetahuan harus terdiri dari
bahwa nilai epistemik penting untuk memungkinkan
pernyataan kausal tentang dunia sosial dan harus diam-
ilmuwan mengambil pilihan tentang teori apa yang
bil melalui upaya dari satu komunitas ilmuwan meng-
gunakan metode ilmiah yang sudah ada. Sebaliknya,bisa diterima sebagai dasar, sementara nilai non-
sudut pandang epistemologi subjektivis menyatakanepistemik tidak boleh memengaruhi sikap imuwan
dan jika menggangu, itu adalah resiko dari keputu-
bahwa pengetahuan terletak dalam situasi lokal dan
karena itu harus disimpan melalui pengalaman atausan.
melalui interaksi kontinyu dengan yang mengalami. Argumen yang sama dibuat dengan mem-
bedakan antara konteks penemuan dimana masalah
2.5. Aksiologi penelitian dipilih dan dirumuskan serta konteks
justifikasi dimana hipotesis penelitian diperiksa,
Relevan dengan persoalan ini adalah aspek diuji dan dievaluasi secara kritis. Karl Popper, ber-
aksiologis. Aspek aksiologi membahas peran nilai pendapat bahwa kita tidak dapat (dan tidak boleh)

59
menghilangkan nilai-nilai konteks penemuan tetapi Pandangan kedua terhadap hubungan antara nilai dan
dalam konteks verifikasi kita harus memiliki meka- teori berpendapat bahwa kita tidak mungkin mengabai-
nisme yang bisa menerima penghapusan nilai yang kan pengaruh nilai dari bagian mana pun dari upaya
terlalu ilmiah dari aktivitas ilmiah. Misalnya, nilai penetilian. Pandangan ini berpendapat bahwa beber-
mungkin memengaruhi pilihan peneliti sosial dalam apa orientasi nilai begitu melekat pada pola pikir kita
meneliti perbedaan interaksi seseorang yang berasal sehingga secara tidak sadar dipegang oleh semua il-
dari kelompok budaya yang berbeda. Pada awalnya, muwan (Phillips, dalam Miller 2005). Misalnya, San-
pilihan bidang penelitian ini mungkin didorong oleh dra Harding, dalam Miller (2005) berpendapat bahwa
keterkaitan ilmuwan, jadi ada nilai tertentu yang dari sudut pandang feminis ada bias pria dalam aspek
mendasari pilhan objek. Namun, setelah penelitian dasar pemikiran ilmiah dan Stephanie Shields, dalam
berjalan, metode ilmiah harus mengabaikan pen- Miller (2005) menemukan bahwa sejumlah besar pe-
garuh nilai dalam pengujian proposisi teoretis. Jadi, nelitian pada perbedaan gender di abad 20 dipengaruhi
menurut pandangan ini, pada taraf aksiologi, nilai oleh bias sejarah (yaitu pemikiran tentang perbedaan
berperan dalam penelitian, tetapi peran itu terbatas alam dan sosial antara pria dan wanita). Nilai-nilai
pada bahasan ketika beragam nilai memenaruhi ilmu. ini bisa masuk penelitian dan proses pengembangan
teori baik dengan cara yang tersembunyi atau nyata.

Tabel 03: Posisi Aksiologi

Sumber: Katherine Miller, Communication Theories, Perspectives, Processes, and Contexts, Second Edi-
tion, 2005: 29.

2.6. Metodologis

Aspek metodologis menyangkut persoalan Aspek metodologis mempersoalkan cara bagaimana


apa saja yang ditempuh peneliti (calon yang akan peneliti dapat menemukan apapun yang ingin diketa-
mengetahui) untuk menemukan apapun yang ia per- huinya. Desain atau metode penelitian apa saja yang
caya dapat diketahui. Terkait dengan hal ini, Guba bisa digunakan untuk menjelaskan dan memahami
dan Lincoln (2010: 133) menegaskan, jawaban yang realita komunikasi yang ada.
dapat diberikan terhadap pertanyaan ini dibatasi Penelitian komunikasi dapat dilakukan meng-
oleh jawaban-jawaban yang telah diberikan untuk gunakan dua pendekatan tunggal yang berbeda
dua pertanyaan di awal (ontologis dan epistimolo- karaktersitiknya, yaitu pendekatan kuantitatif (ob-
gis); artinya tidak sembarang metode yang sesuai. jectivist) dan pendekatan kualitatif (subjectivist)

60
. Secara umum dapat dipahami bahwa peneli- pengamatan sebagai yang lebih dahulu dalam
tian komunikasi dengan pendekatan objectiv- pendekatan ini, abstraksi teoris didasarkan pada
ist berhubungan dengan pengujian hipotesis dan pengamatan empiris. Sebagai contoh, pendekatan in-
data yang dikuantifikasikan melalui penggunaan duktif pada penelitian perkembangan hubungan akan
teknik-teknik pengukuran yang obyektif dan anali- menyarankan sejumlah pengamatan (dan biasanya
sis statistik. Sedangkan penelitian komunikasi den- berpatisipasi) dalam pengembangan hubungan sebe-
gan pendekatan subjectivist memiliki keterkaitan lum dibuat usulan atau hipotesis. Segera setelah mun-
dengan analisis data visual dan data verbal yang cul dalam proses pengenbangan hubungan ia dapat
merupakan cerminan dari pengalaman sehari-hari. mengambil kesimpulan tetang proses abstrak yang
Pendekatan objective pada pembentukan teori terlibat dalam proses perkembangan hubungan da-
(yaitu Dublin, Hage, dalam Miller, 2005) cenderung lam penelitian kualitatif, kita bisa mengembangkan
menekankan teori lebih dahulu dari pengamatan. teori selama proses pengumpulan data. Ini berarti
Yaitu, teori abstrak dikembangkan lebih awal set- bahwa kita membentuk teori dari data atau mendasar-
elah pengamatan senstif awal, kemudian pengama- kan teori tersebut pada data. (Newman, 2013:198).
tan empiris digunakan untuk menguji teori tersebut. Newman juga menegaskan bahwa, Arah pe-
Misalnya, dalam memiirkan teor perkembangan nalaran teoritis dalam Penelitian kualitatif adalah pe-
hubungan dan pembentukan pertemanan, para ahli nalaran induktif yang bermula dari observasi empiris
teori deduktif mungkin pertama merumuskan usulan mengarah pada generalisasi teoritis yang abstrak. Ia
spesifik tentang kesamaan sikap dan perkembangan mulai dari bukti-bukti empiri kemudian dikonseptu-
hubungan dan kemudian menguji usulan ini dengan alisasikan dalam bentuk teori-teori. Lebih lanjut,
data empiris. Arahnya adalah dari usulan awal pada Newman menegaskan bahwa arahan induktif meru-
masalah spesifik yang nampak dalam penelitian. Seba- pakan pendekatan untuk mengembangkan atau mene-
liknya pendekatan subjectivis pada pembentuan teori gaskan suatu teori yang dimulai dengan bukti empiris
(Glaser & Strauss, dalam Miller, 2005) menekanan konkret dan berkembang menuju konsep yang lebih
abstrak dalam hubungan teoritis (Newman, 2013:
79).

Tabel 04 : Karakteristik Pendekatan Kuantitatif Dan Kualitatif

Sumber: John W. Cresswell, Research Design, Qualitative & Quantitative Approaches, 1994: 5

61
Terkait dengan hal di atas, Sharan Meriam dianalogkan dengan konsep, betapapun sederhananya,
(dalam Creswell, 2010:99) menekankan bahwa pe- tetap dibutuhkan. Keberadaan teori dalam penelitian
nelitian subjectivist memang lebih berhubungan kualitatif tetap diperlukan, meskipun bersifat tentatif.
dengan penyusunan teori daripada mengujinya. Na- Artinya, teori yang sudah disiapkan bisa dibuang dan
mun bukan berarti bahwa peneliti memasuki proyek diganti dengan teori baru sama sekali. Dalam proses
penelitian dengan pikiran kosong. Tetapi untuk me- berteori ini sebenarnya peneliti sedang melakukan
nekankan bahwa teori harus diijinkan dalam analisa upaya untuk mengkonstruksi teori: memberi label atas
data. Teori-teori yang sudah ada dapat digunakan realita tertentu. Persoalannya adalah apakah label itu
untuk melahirkan teori baru dengan menghubungkan baru sama sekali atau mengikuti label-label yang su-
apa yang secara teoritis kelihatan mungkin dengan dah ada adalah masalah strategi penelitian. Disinilah
temuan-temuan di lapangan. arti penting peneliti menyiapkan sebuah teori. (dalam
Suatu teori adalah seperangkat konstruk Sunarto, 2013).
(konsep), batasan, dan proposisi yang menyaji- Perbedaaan antara penelitian komunikasi
kan suatau pandangan sistematis tentang fenomena objectivist dengan subjectivist ditandai oleh adanya
dengan memerinci hubungan-hubungan antarvari- paradigma sebagai pijakan filosofis yang memandu
able, dengan tujuan menjelaskan dan mempredik- peneliti dalam menjalankan aktivitas penelitiannya.
sikan gejala itu (Kerlinger. 1992:14). Karl Pop- Paradigma dalam penelitian komunikasi tidak bersifat
per mengatakan bahwa teori adalah jaring untuk monolitik. Artinya, terdapat lebih dari satu paradigma
menangkap apa yang kita sebut dunia (Pop- yang dapat digunakan sebagai pijakan filosofis dalam
per, dalam Miller. 2005:18). Artinya, jaring yang melakukan aktivitas penelitian.
Tabel 05: Basic Beliefs Of Alternative Inquiry Paradigms

Sumber: Egon G. Guba & Yvonna S. Lincoln, Paradigmatic Controversies, Contradictions, and Emerging
Confluences, 2010: 195.
62
Dalam beberapa literatur metodologi penelitian so- yaitu positivism, postpositivism, critival theory et al.,
sial (komunikasi) ditemukan beragam peta tentang constructivism dan participatory. Leslie A. Baxter &
paradigma. Sotirios Sarantakos (Social Research) dan Earl Babbie (The Basics of Communication Research)
W. Lawrence Neumann (Social Research Methods, membagi paradigma ke dalam empat jenis, yaitu pos-
Qualitative and Quantitative Approaches, Third Edi- itivisme, sistem, interpretif dan kritikal.
tion) membagi paradigma ke dalam tiga jenis, yaitu Terkait dengan hal tersebut, James Ander-
positivisme, interpretif dan kritikal son (dalam Griffin, 2012: 517-518) melakukan klas-
Sedangkan Norman K. Denzin & Yvon- ifikasi teori-teori komunikasi berdasarkan perspek-
na S. Lincoln (penyunting The Sage Hand- tif Objective dan Interpretive. Gagasan ini berguna
book of Qualitative Research, Third Edi- untuk memahami relasi antara paradigma peneli-
tion) membagi paradigma ke dalam lima jenis, tian dengan pemikiran teoritik tentang komunikasi

Tabel 6 : Teori-Teori Komunikasi Dalam Skala Objectivis-Subjectivis

Sumber: Em Griffin, A First Look At Communication Theory, Sixth Edition, 2012: 518
Sementara itu, Miller (2005) juga memberi- berimplikasi pada metode peneliti-
kan kerangka kerja teori-teori komunikasi yang annya, sebagaimana dalam tabel 07

63
Tabel 07: Teori-Teori Komunikasi Dalam Skala Objectivis-Subjectivis

Sumber : Miller, (2005). Communication Theories: Perspectives, Processes and Contexts.Boston: McGraw-
Hill
64
Perspektif Miller memberikan gambaran Belmont,CA: Thomson-Wadsworth
mengenai telaah tentang paradigma dalam teori ko- Miller, Katherine. 2005. Communication Theories:
munikasi. Paradigma Paradigma ilmiah merupakan Perspectives. Processes and Contexts. Boston:
keseluruhan sistem pemikiran yang terdiri dari asum- McGraw-Hill
si-asumsi dasar, pertanyaan-pertanyaan penting untuk Neuman, W. Lawrence. 2013. Social Research Meth-
dijawab atau teka-teki untuk dipecahkan, dan teknik- ods: Qualitative and Quantitative Approach
teknik penelitian yang digunakan, serta contoh-con- (3rd ed.). Boston: Allyn and Bacon
toh penelitian ilmiah yang baik. Sunarto. 2013. Dalam tulisannya yang berjudul: Ber-
Perspektif baik dari model Paradigma yang di- teori dalam Penelitian Komunikasi.
tawarkan Miller maupun Griffin tersebut jelas mem-
punyai implilkasi yang berbeda dalam melihat reali-
tas, melihat hubungan realitas teori dengan perspektif
atau hubungan antara peneliti dengan realitas yang
diteliti, nilai-nilai peneliti, dan metodologi. Artinya,
bagaimana seorang ilmuwan atau peneliti memberi
definisi terhadap suatu realitas atau fenomena, serta
teori untuk menjelaskan fenomena atau realitas yang
ditelitinya tersebut akan sangat ditentukan oleh pili-
han perspektifnya, apakah yang condong ke arah ob-
jektif ataukah lebih condong ke arah subjektif.

III. PENUTUP

Kajian tentang teori dan perspektif dalam pe-


nelitian komunikasi ini telah membuka sebuah ruang
baru bagi kita untuk mendiskusikan perbedaan-per-
bedaan dan persamaan-persamaan yang ada dalam
teori-teori komunikasi tanpa memunculkan sekat-
sekat keilmuan yang bersifat multidisiplin.
Keberadaan cara pandang yang diberikan
Griffin maupun Miller kemudian diharapkan dapat
memicu pemikiran-pemikiran baru bagi kita yang
mempelajari ilmu komunikasi dalam melihat teori
komunikasi. Di samping itu perspektif ini juga akan
membangun kajian yang holistik terkait dengan me-
tode penelitian komunikasi.

DAFTAR PUSTAKA

Creswell, John W. 2003. Research Design:


Qualitative, Quantitative and Mixed Methods
Approaches (2nd ed.). Thousand Oaks: Sage
Publications
Griffin, Em. 2006. A First Look At Communication
Theory (5th ed.). Boston: McGraw-Hill
Lincoln, Yvonna S dan Egon G. Guba. 2009. Para-
digmatic Controversies, Contradictions, and
Emerging Confluences. Dalam Norman K. Den-
zin dan Yvonna S. Lincoln (eds.), Handbook of
Qualitative Research (2nd ed.).Thousand Oaks:
Sage Publications Inc.:
Littlejohn, Stephen W. and Karen A. Foss. 2008,
Theories of Human Communication (9th ed.).

65

Anda mungkin juga menyukai