Anda di halaman 1dari 24

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Puskesmas

2.1.1 Pengertian

Puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota

yang menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja (Depkes RI,

2004).

2.1.2 Wilayah Kerja

Secara nasional, standar wilayah kerja puskesmas adalah satu kecamatan,

tetapi apabila di satu kecamatan terdapat lebih dari dari satu puskesmas, maka

tanggungjawab wilayah kerja dibagi antar puskesmas, dengan memperhatikan

keutuhan konsep wilayah (desa/kelurahan atau RW). Masing-masing puskesmas

tersebut secara operasional bertanggungjawab langsung kepada Dinas Kesehatan

Kabupaten/Kota (Depkes RI, 2004).

2.1.3 Visi

Visi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas adalah

tercapainya Kecamatan Sehat menuju terwujudnya Indonesia Sehat. Kecamatan Sehat

adalah gambaran masyarakat kecamatan masa depan yang ingin dicapai melalui

pembangunan kesehatan, yakni masyarakat yang hidup dalam lingkungan dan

berperilaku sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan

37

Universitas Sumatera Utara


yang bermutu secara adil dan merata serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-

tingginya (Depkes RI, 2004).

Indikator Kecamatan Sehat yang ingin dicapai mencakup 4 indikator utama

yakni: (1) Lingkungan sehat, (2) Perilaku sehat, (3) Cakupan pelayanan kesehatan

yang bermutu, (4) Derajat kesehatan penduduk kecamatan (Depkes RI, 2004).

Rumusan visi untuk masing-masing puskesmas harus mengacu pada visi

pembangunan kesehatan puskesmas di atas yakni terwujudnya Kecamatan Sehat,

yang harus sesuai dengan situasi dan kondisi masyarakat serta wilayah kecamatan

setempat (Depkes RI, 2004).

2.1.4 Misi

Misi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas adalah

mendukung tercapainya misi pembangunan kesehatan nasional. Misi tersebut adalah:

1. Menggerakkan pembangunan berwawasan kesehatan di wilayah kerjanya.

Puskesmas akan selalu menggerakkan pembangunan sektor lain yang

diselenggarakan di wilayah kerjanya, agar memperhatikan aspek kesehatan, yakni

pembangunan yang tidak menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan,

setidak-tidaknya terhadap lingkungan dan perilaku masyarakat.

2. Mendorong kemandirian hidup sehat bagi keluarga dan masyarakat di wilayah

kerjanya. Puskesmas akan selalu berupaya agar setiap keluarga dan masyarakat

yang bertempat tinggal di wilayah kerjanya makin berdaya di bidang kesehatan,

Universitas Sumatera Utara


melalui peningkatan pengetahuan dan kemampuan menuju kemandirian untuk

hidup sehat.

3. Memelihara dan meningkatkan mutu, pemerataan dan keterjangkauan pelayanan

kesehatan yang diselenggarakan. Puskesmas akan selalu berupaya

menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan standar dan

memuaskan masyarakat, mengupayakan pemerataan pelayanan kesehatan serta

meningkatkan efisiensi pengelolaan dana sehingga dapat dijangkau oleh seluruh

anggota masyarakat.

4. Memelihara dan meningkatkan kesehatan perorangan, keluarga dan masyarakat

berserta lingkungannya. Puskesmas akan selalu berupaya memelihara dan

meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit, serta

memulihkan kesehatan perorangan, keluarga dan masyarakat yang berkunjung

dan yang bertempat tinggal di wilayah kerjanya, tanpa diskriminasi dan dengan

menerapkan kemajuan ilmu dan teknologi kesehatan yang sesuai. Upaya

pemeliharaan dan peningkatan kesehatan yang dilakukan puskesmas mencakup

pula aspek lingkungan dari yang bersangkutan (Depkes RI, 2004).

2.1.5 Fungsi

Adapun fungsi dari puskesmas ialah :

1. Pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan

Puskesmas selalu berupaya menggerakkan dan memantau penyelenggaraan

pembangunan lintas sektor termasuk oleh masyarakat dan dunia usaha di wilayah

Universitas Sumatera Utara


kerjanya, sehingga berwawasan serta mendukung pembangunan kesehatan. Di

samping itu puskesmas aktif memantau dan melaporkan dampak kesehatan dari

penyelenggaraan setiap program pembangunan di wilayah kerjanya. Khusus untuk

pembangunan kesehatan, upaya yang dilakukan puskesmas adalah mengutamakan

pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit tanpa mengabaikan penyembuhan

penyakit dan pemulihan kesehatan.

2. Pusat pemberdayaan masyarakat.

Puskesmas selalu berupaya agar perorangan terutama pemuka masyarakat,

keluarga dan masyarakat termasuk dunia usaha memiliki kesadaran, kemauan, dan

kemampuan melayani diri sendiri dan masyarakat untuk hidup sehat, berperan aktif

dalam memperjuangkan kepentingan kesehatan termasuk pembiayaannya, serta ikut

menetapkan, menyelenggarakan dan memantau pelaksanaan program kesehatan.

Pemberdayaan perorangan, keluarga dan masyarakat ini diselenggarakan dengan

memperhatikan kondisi dan situasi, khususnya sosial budaya masyarakat setempat.

3. Pusat pelayanan kesehatan strata pertama.

Puskesmas bertanggungjawab menyelenggarakan pelayanan kesehatan

tingkat pertama secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan. Pelayanan

kesehatan tingkat pertama yang menjadi tanggungjawab puskesmas meliputi:

a. Pelayanan kesehatan perorangan

Pelayanan kesehatan perorangan adalah pelayanan yang bersifat pribadi

(private goods) dengan tujuan utama menyembuhkan penyakit dan pemulihan

Universitas Sumatera Utara


kesehatan perorangan, tanpa mengabaikan pemeliharaan kesehatan dan pencegahan

penyakit. Pelayanan perorangan tersebut adalah rawat jalan dan untuk puskesmas

tertentu ditambah dengan rawat inap.

b. Pelayanan kesehatan masyarakat

Pelayanan kesehatan masyarakat adalah pelayanan yang bersifat publik

(public goods) dengan tujuan utama memelihara dan meningkatkan kesehatan serta

mencegah penyakit tanpa mengabaikan penyembuhan penyakit dan pemulihan

kesehatan.Pelayanan kesehatan masyarakat tersebut antara lain promosi kesehatan,

pemberantasan penyakit, penyehatan lingkungan, perbaikan gizi, peningkatan

kesehatan keluarga, keluarga berencana, kesehatan jiwa serta berbagai program

kesehatan masyarakat lainnya (Depkes RI, 2004).

2.1.6 Upaya Penyelenggaraan

Untuk tercapainya visi pembangunan kesehatan melalui puskesmas, yakni

terwujudnya Kecamatan Sehat Menuju Indonesia Sehat, puskesmas bertanggung

jawab menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan

masyarakat, yang keduanya jika ditinjau dari sistem kesehatan nasional merupakan

pelayanan kesehatan tingkat pertama. Upaya kesehatan tersebut dikelompokkan

menjadi dua yakni:

1. Upaya Kesehatan Wajib

Upaya kesehatan wajib puskesmas adalah upaya yang ditetapkan

berdasarkan komitmen nasional, regional dan global serta yang mempunyai daya

Universitas Sumatera Utara


ungkit tinggi untuk peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Upaya kesehatan

wajib ini harus diselenggarakan oleh setiap puskesmas yang ada di wilayah

Indonesia.

Upaya kesehatan wajib tersebut adalah: (1) Upaya Promosi Kesehatan, (2)

Upaya Kesehatan Lingkungan, (3) Upaya Kesehatan Ibu dan Anak serta Keluarga

Berencana, (4) Upaya Perbaikan Gizi, (5) Upaya Pencegahan dan Pemberantasan

Penyakit Menular, (6) Upaya Pengobatan (Depkes RI, 2004).

2. Upaya Kesehatan Pengembangan

Upaya kesehatan pengembangan puskesmas adalah upaya yang ditetapkan

berdasarkan permasalahan kesehatan yang ditemukan di masyarakat serta yang

disesuaikan dengan kemampuan puskesmas. Upaya kesehatan pengembangan dipilih

dari daftar upaya kesehatan pokok puskesmas yang telah ada, yakni: (1)Upaya

Kesehatan Sekolah, (2) Upaya Kesehatan Olah Raga, (3) Upaya Perawatan

Kesehatan Masyarakat, (4) Upaya Kesehatan Kerja, (5) Upaya Kesehatan Gigi dan

Mulut, (6) Upaya Kesehatan Jiwa, (7) Upaya Kesehatan Mata, (8) Upaya Kesehatan

Usia Lanjut, (9) Upaya Pembinaan Pengobatan Tradisional (Depkes RI, 2004).

Apabila puskesmas belum mampu menyelenggarakan upaya kesehatan

pengembangan, padahal menjadi kebutuhan masyarakat, maka Dinas Kesehatan

Kabupaten/Kota bertanggunjawab dan wajib menyelenggarakannya. Untuk itu Dinas

Kesehatan Kabupaten/Kota perlu dilengkapi dengan berbagai unit fungsional lainnya.

Dalam keadaan tertentu, masyarakat membutuhkan pula pelayanan rawat inap. Untuk

Universitas Sumatera Utara


ini di puskesmas dapat dikembangkan pelayanan rawat inap tersebut, yang dalam

pelaksanaannya harus memperhatikan berbagai persyaratan tenaga, sarana dan

prasarana sesuai standar yang telah ditetapkan (Depkes RI, 2004).

Lebih lanjut, di beberapa daerah tertentu telah muncul pula kebutuhan

masyarakat terhadap pelayanan medik spesialistik. Dalam keadaan ini, apabila ada

kemampuan, di puskesmas dapat dikembangkan pelayanan medik spesialistik

tersebut, baik dalam bentuk rawat jalan maupun rawat inap. Keberadaan pelayanan

medik spesialistik di puskesmas hanya dalam rangka mendekatkan pelayanan rujukan

kepada masyarakat yang membutuhkan. Status dokter dan atau tenaga spesialis yang

bekerja di puskesmas dapat sebagai tenaga konsulen atau tenaga tetap fungsional

puskesmas yang diatur oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat (Depkes RI,

2004).

2.1.7 Puskesmas Rawat Inap

Puskesmas dengan tempat tidur atau ruang rawat inap adalah puskesmas

yang diberi tambahan ruangan dan fasilitas untuk menolong pasien - pasien gawat

darurat, baik berupa tindakan operatif terbatas maupun asuhan keperawatan

sementara dengan kapasitaas kurang lebih 10 tempat tidur. Puskesmas dengan ruang

rawat inap berfungsi sebagai pusat rujukan antara yang melayani pasien sebelum

dirujuk ke institusi rujukan yang lebih mampu atau dipulangkan kembali ke

rumahnya dan kemudian mendapat asuhan keperawatan tindak lanjut oleh petugas

perawatan kesehatan masyarakat dari puskesmas yang bersangkutan di rumah pasien.

Universitas Sumatera Utara


Kebijaksanaan puskesmas dengan ruang rawat sebagai pusat rujukan antara dalam

sistem rujukan, berfungsi untuk menunjang upaya penurunan kematian bayi dan ibu

maternal, keadaan-keadaan gawat daruratan serta pembatasan kemungkinan

timbulnya kecacatan (Depkes RI, 1991).

Strategi dalam meningkatkan kemampuan puskesmas dengan ruang rawat

inap yakni puskesamas harus dapat menangani kasus-kasus yang potensial

menimbulkan kematian pada bayi, ibu martenal dan gawat darurat lainnya dengan

pembatasan hari rawat 3- 7 hari. Dari jumlah puskesmas rawatan yang ada saat ini,

sebagian berasal dari rumah sakit pembantu sebelum ditetapkan klasifikasi rumah

sakit yang statusnya diubah dan sebagian lainnya merupakan peningkatan puskesmas

menjadi puskesmas dengan ruang rawat inap (Depkes RI, 1991).

Puskesmas yang ditingkatkan dari puskesmas tanpa rawat inap menjadi

puskesmas dengan rawat inap diberi tambahan fasilitas berupa:

1. Ruang tambahan seluas 246m2 diatas tanah seluas 600m2 yang terdiri dari:

(1) Ruang perawatan untuk 10 tempat tidur, (2) Ruang operasi sederhana, (3) Ruang

persalinan, (4) Ruang perawat jaga, (5) Ruang post operatif, (6) Kamar Linen, (7)

Kamar cuci, (8) Dapur, (9) Laboratorium (Depkes RI, 1991).

2. Peralatan medis dan perawatan yang terdiri dari : (1) Peralatan operasi

terbatas, (2) Peralatan obstetri patologis, (3) Peralatan Resutasi, (4) Peralatan

vasektomi dan tubektomi, (5) Tempat tidur dengan kelengkapannya, (6)

Perlengkapan perawatan (Depkes RI, 1991).

Universitas Sumatera Utara


3. Tambahan tenaga yang terdiri dari : (1) 1 (satu) orang dokter yang telah

mendapatkan pelatihan klinis di rumah sakit selama 6 bulan dalam bidang kebidanan

dan kandungan, bedah, anak dan penyakit dalam, (2) 2 (dua) orang perawat yang

telah dilatih selama 6 bulan dalam bidang kebidanan dan kandungan, bedah, anak dan

penyakit dalam, (3) 3 (tiga) orang perawat kesehatan/ perawat/bidan yang diberi tugas

secara bergiliran, (4) 1 (satu) orang prakarya kesehatan untuk melaksanakan

administrasi di ruang rawat inap puskesmas terutama pencatatan dan pelaporan

(Depkes RI, 1991).

2.1.8 Jenis Kasus di Puskesmas Rawat Inap

Berbagai jenis kasus mungkin ditemui di puskesmas dengan ruang rawat

inap dengan tingkat kegawat daruratan yang masih mampu ditangani oleh sumber

daya yang tersedia di puskesmas tersebut. Beberapa contoh kasus yang bisa di temui

di puskesmas dengan ruang rawat inap adalah kasus ibu martenal yang meliputi:

kelainan karena komplikasi kehamilan seperti hiperemisi gravidarum,pendarahan

pervaginam, keracunan kehamilan, kelainan dan komplikasi pada persalinan seperti

keluarnya air ketuban pada pemeriksaan inspekulo osteum uteri pembukaan kecil,

kontraksi rahim lemah, persalinan lama, gawat janin, uri tidak lahir, dan lainya.

Selain kasus ibu martenal kasus neonatal dan kasus lainnya juga bisa saja ditemui di

puskesmas dengan ruang rawat inap. Kasus lainnya yang mungkin di temui meliputi:

diare, pneumonia, malaria, demam berdarah, pendarahan, luka bakar, keracunan

makanan, syok, dan lainnya (Depkes RI, 1991).

Universitas Sumatera Utara


Sesuai dengan tujuan puskesmas menjadi puskesmas dengan rawat inap

sebagai tempat rujukan antara, maka pasien yang dirawat terutama adalah pasien

gawat darurat yang dapat ditangani di puskesmas dengan fasilitas yang ada atau yang

memerlukan observasi untuk kemudian dirujuk ke institusi lebih mampu, atau dapat

dipulangkan dan dilakukan perawatan dan pengobatan di rumah pasien. Kasus-kasus

yang sejak awal kedatangan tidak mungkin ditangani di puskesmas misalnya kasus-

kasus yang perlu tindakan spesialistis serta kasus lain yang perlu perawatan dan

pengobatan lama, harus segera dirujuk ke institusi yang lebih mampu atau rumah

sakit setelah sebelumnya dilakukan tindakan atau pertolongan pertama terhadap

keadaan kedaruratannya (Depkes RI, 1991).

2.2 Hukum Permintaan

2.2.1 Definisi Demand

Masyarakat harus selalu membuat keputusan dalam mengelolah sumber-

sumber dayanya yang terbatas atau langka dalam upaya pemenuhan kebutuhan

maupun keinginannya (Mankiw, 2000) atas dasar keinginan dan kebutuhan maka

timbulah demand (permintaan) dari pernyataan tersebut menunjukan bahwa

keinginan dengan permintaan adalah dua hal yang berbeda satu dengan yang lainnya.

Namun tidak dapat diingkari bahwa keduanya berhubungan erat (Rosyidi, 2002).

Demand (Permintaan) adalah keinginan yang disertai dengan ketersediaan

serta kemampuan untuk membeli barang yang bersangkutan (Rosyidi, 2002).

Kemampuan untuk membeli barang yang bersangkutan mengartikan pada harga yang

Universitas Sumatera Utara


ditetapkan untuk barang atau jasa yang ditawarkan dalam pasar dan ini akan

memengaruhi jumlah permintaan sesuai dengan hukum dari permintaan dimana

apabila hal lainnya sama, harga meningkat maka jumlah demand akan turun dan

sebaliknya apabila harga turun maka jumlah demand akan meningkat hukum ini

sering di kenal dengan sebutan ceteris paribus (Mankiw, 2000).

Hubungan antara harga barang atau jasa dengan kuantitas yang diminta di

perlihatkan dalam sebuah tabel yang di sebut skedul permintaan atau demand schedul

(Mankiw, 2000). Selanjutnya apa yang digambarkan dalam demand skedul dapat

dilukiskan dalam sebuah grafik yang disebut kurva demand (Rosyidi, 2002).

Kurva demand bisa saja berubah miring ke kiri atau ke kanan ketika terjadi

perubahan harga yang mengakibatkan perubahan kuantitas demand atau jumlah yang

diminta. Ada satu hal yang penting untuk diperhatikan, yaitu perbedaan antara istilah

demand dengan istilah kuantitas demand. Hal ini sering sekali menimbulkan

kesalahpahaman, sebab kebanyakan orang menggangapnya sama. Sampai saat ini

masih sering terdengar orang yang mengatakan, bahwa naiknya harga sesuatu barang

atau jasa akan menurunkan demand orang akan barang atau jasa tersebut. Pernyataan

tersebut salah, sebab dalam persoalan seperti itu bukanlah demand yang berubah

namun kuantitas demand (Rosyidi, 2002).

Elastisitas permintaan merupakan suatu ukuran kuantitatif yang

menunjukkan besarnya pengaruh perubahan harga atau faktor-faktor lainnya terhadap

perubahan permintaan suatu komoditas. Secara umum elastisitas permintaan dapat

Universitas Sumatera Utara


dibedakan menjadi elastisitas permintaan terhadap harga (price elasticity of demand),

elastisitas permintaan terhadap pendapatan (income elasticity of demand), dan

elastisitas permintaan silang (cross price elasticity of demand). Elastisitas permintaan

terhadap harga, mengukur seberapa besar perubahan jumlah komoditas yang diminta

apabila harganya berubah. Jadi elastisitas permintaan terhadap harga adalah ukuran

kepekaan perubahan jumlah komoditas yang diminta terhadap perubahan harga

komoditas tersebut dengan asumsi ceteris paribus. Nilai elastisitas permintaan

terhadap harga merupakan hasil bagi antara persentase perubahan harga. Nilai yang

diperoleh tersebut merupakan suatu besaran yang menggambarkan sampai berapa

besar-kah perubahan jumlah komoditas yang diminta apabila dibandingkan dengan

perubahan harga (Sugiarto, 2005).

Ada beberapa faktor yang memengaruhi elastisitas demand yaitu (1) ada

tidaknya barang pegganti. Semakin banyak serta baik suatu barang memiliki barang

pegganti maka semakin elasti permintaannya dan sebaliknya. (2) Luas atau

sempitnya kemungkinan penggunaan barang yang bersangkutan. Apabila suatu

barang mampu memenuhi banyak kebutuhan yang bermacam- macam atau memiliki

kemungkinan banyak pengguna maka barang tersebut akan semakin elastis dan

sebaliknya. (3) Pentingnya bagi kehidupan. Jika suatu barang memiliki arti yang

penting bagi kehidupan maka akan semakin inelastislah demand-nya. (4) sifat tahan

lamanya suatu barang, barang yang tahan lama (durable goods) dan barang yang

tidak tahan lama (non- durable goods atau perishable goods). Semakin tahan lama

Universitas Sumatera Utara


suatu barang maka akan semakin elastislah permintaan terhadapnya dan sebaliknya.

Kemudian (5) harga barang dibandingkan dengan pendapatan konsumen. Semakin

mahal harga suatu barang makan akan semakin elastislah demand-nya dan

sebaliknya. (Rosyidi, 2002)

2.2.2 Demand Terhadap Pelayanan Kesehatan

Menurut Santerre dan Neun (2000) dalam Murti bahwa Pelayanan

kesehatan berbeda dengan barang dan pelayanan ekonomi lainya. Pelayanan

kesehatan atau pelayanan medis sangat heterogen, terdiri atas banyak sekali barang

dan pelayanan yang bertujuan memelihara, memperbaiki, memulihkan kesehatan

fissik dan jiwa seorang. Karena sifat yang sangaat heterogen, pelayaanan kesehatan

sulit diukur secara kuantitatif. Beberapa karakteristik khusus pelayanan kesehatan

sebagai berikut :

1. Intangibility. Tidak seperti mobil atau makanan, pelayanan kesehatan tidak

bisa dinilai oleh panca indera. Konsumen (pasien) tidak bisa melihat,

mendengar, membau, merasakan, mengecap pelayanan kesehatan.

2. Inseparability. Produksi dan konsumsi pelayanan kesehatan terjadi secara

simultan (bersama). Makanan bisa dibuat dulu, untuk dikonsumsi kemudian.

Tindakan operatif yang dilakukan dokter bedah pada saat yang sama

digunakan oleh pasien.

3. Inventory. Pelayanan kesehataan tidak bisa disimpan untuk digunakan pada

saat dibutuhkan oleh pasien nantinya.

Universitas Sumatera Utara


4. Inkonsistensi. Komposisi dan kualitas pelayanan kesehatan yang diterima

pasien dari seorang dokter dari waktu ke waktu, maupun pelayanan kesehatan

yang digunakan antar pasien, bervariasi.

Jadi pelayanaan kesehatan sulit diukur secara kuantitatif. Biasanya pelayanan

kesehatan diukur berdasarkan ketersediaaan atau penggunaan.

Adanya demand terhadap pelayanan kesehatan menurut Grossman (1972)

karena kesehatan merupakan komoditas yang harus dibeli (consumption commodity)

sebab dapat membuat pembelinya merasa dirinya lebih baik dan nyaman. Kesehatan

dianggap sebagai barang yang tidak habis dalam sekejap (durable good) dan

merupakan suatu investasi (investment commodity) artinya bila keadaan sehat maka

semua waktu yang tersedia dapat digunakan secara produktif sehingga secara tidak

langsung merupakan investasi sedangkan menurut Amran Razak (2000) dalam

Haeruddin (2007), Demand terhadap pelayanan kesehatan timbul akibat adanya

permintaan kesehatan yang baik, dimana meningkatnya umur seseorang bisa

merupakan mulai menurunnya kondisi kesehatan yang lebih baik.

Secara umum keadaan demand dan need jasa pelayanan kesehatan dapat

dilukiskan dalam suatu konsep yang disebut fenomena gunung es atau ice-berg

phenomenon. Konsep ini mengacu pada pengertian bahwa demand yang benar

seharusnya merupakan bagian dari need. Secara konseptual, need akan jasa pelayanan

kesehatan dapat berwujud suatu gunung es yang hanya sedikit puncaknya terlihat

sebagai demand (Pallutturi, 2005).

Universitas Sumatera Utara


Menurut Mills dan Gilson (1990) dalam Andhika (2010) kesehatan

merupakan suatu kebutuhan (need) yang diartikan secara umum yang merupakan

perbandingan antara situasi nyata dan standart teknis tertentu yang telah disepakati.

Selain itu juga kesehatan merupakan kebutuhan yang dirasakan (felt need) yaitu

kebutuhan yang dirasakan sendiri oleh individu. Sehingga keputusan untuk

memanfaatkan suatu jasa pelayanan kesehatan merupakan pencerminan kombinasi

normatif dan kebutuhan yang dirasakan. Bila ditelaah dari pernyataan tersebut, dapat

dikategorikan maka kesehatan merupakan bagian dari kebutuhan fisiologis sesuai

dengan konsep kebutuhan Maslow.

Menurut Kasali (2000) dalam Laij (2012) terdapat dua konsep yang sangat

mendasar yaitu kebutuhan (needs) dan keinginan (wants). Kebutuhan adalah hal-hal

yang mendasar yang dibutuhkan makhluk hidup untuk melangsungkan kehidupannya.

Tanaman membutuhkan air, tanah, pupuk dan udara untuk hidup. Manusia tidak

hanya membutuhkan makanan dan minuman, tetapi juga cinta, penghargaan,

persaudaraan, pengetahuan dan sebagainya. Kalau kebutuhan itu tidak terpenuhi,

mereka akan merasa tidak bahagia, ada yang dirasakan kurang dalam kehidupannya.

Kebutuhan manusia amat bervariasi dan kompleks. Sedangkan keinginan adalah

pernyataan manusia terhadap kebutuhan-kebutuhannya yang dipertajam oleh budaya

dan kepribadiannya. perbedaannya dengan kebutuhan terletak pada barang-barang

yang dipilih untuk melangsungkan kehidupannya.

Universitas Sumatera Utara


Ada 3 situasi yang dapat diperhatikan atas tingkat persoalan kesehatan dan

kebutuhan pelayanan kesehatan yang dirasakan oleh seorang individu. Permintaan

pelayanan kesehatan timbul melalui proses perubahan persoalan kesehatan menjadi

persoalan kesehatan yang dirasakan, dilanjutkan dengan merasa dibutuhkannya

pelayanan kesehatan dan akhirnya dinyatakan dengan permintaan aktual. Dalam

upayanya mengubah kebutuhan pelayanan yang dirasakan menjadi suatu bentuk

permintaan yang efektif, konsumen harus memiliki kesediaan (willingness) dan

kemampuan (ability) untuk membeli atau membayar sejumlah jenis pelayanan

kesehatan yang diperlukan (Andhika, 2010).

Hubungan antara keinginan kesehatan permintaan akan pelayanan kesehatan

hanya kelihatannya saja yang sederhana, namun sebenarnya sangat kompleks.

Penyebab utamanya karena persoalan kesenjangan informasi. Menerjemahkan

keinginan sehat menjadi konsumsi pelayanan kesehatan melibatkan berbagai

informasi tentang berbagai hal, antara lain : aspek status kesehatan saat ini, informasi

status kesehatan yang lebih baik, informasi tentang macam pelayanan yang tersedia,

tentang kesesuaian pelayanan tersebut, dan lain sebagainya. Hal ini disebabkan

karena permintaan pelayanan kesehatan mengandung masalah uncertainty

(ketidakpastian), sakit sebagai ciri-ciri persoalan kesehatan merupakan suatu

ketidakpastian. Keduanya, imperfect information dan uncertainty merupakan

karakteristik umum dari permintaan pelayanan kesehatan dan kesehatan (Laij, 2012).

Universitas Sumatera Utara


2.2.3 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Demand terhadap Pelayanan Kesehatan

Demand terhadap pelayanan kesehatan mempunyai faktor-faktor eksogen

antara lain ketidaktahuan pasien-pasien sehingga penderita mendelegasikan

keputusannya kepada petugas kesehatan (dokter/paramedik), faktor penghasilan

pemakai jasa pelayanan dan sebagainya; dan demand terhadap pelayanan kesehatan

melibatkan banyak hal, antara lain penyediaan dan tingkat keterampilan petugas

kesehatan yang ada, dimana peran ganda yang dimilikinya (penyedia layanan medis

dan wakil pasien) dapat menciptakan motif ekonomi berupa pelayanan kesehatan

yang berlebih-lebihan (unnecessary procedure) Amran Razak (2000) dalam

Haeruddin (2007).

Beberapa faktor yang memengaruhi demand pelayanan kesehatan yaitu

faktor kebutuhan yang berbasis pada aspek fisiologis, penilaian pribadi akan status

kesehatannya, variabel-variabel ekonomi seperti : tarif, ada tidaknya sistem asuransi,

dan penghasilan, serta variabel-variabel demografis dan organisasi. Disamping

faktor-faktor tersebut masih ada faktor lain misalnya: pengiklanan, pengaruh jumlah

dokter dan fasilitas pelayanan kesehatan, serta pengaruh inflasi, Dunlop dan Zubkoff

(1981) dalam Pallutturi (2005).

Menurut Santerre dan Neun (2000) dalam Andhika (2010), ada beberapa

faktor yang berpengaruh terhadap jumlah permintaan pemeliharaan pelayanan

kesehatan (Quantity demanded) seperti harga pembayaran secara langsung oleh

rumah tangga, pendapatan bersih (real income), biaya waktu (time cost), termasuk di

Universitas Sumatera Utara


dalamnya adalah biaya (uang) untuk perjalanan termasuk muatan bis atau bensin di

tambah biaya pengganti untuk waktu, harga barang substitusi dan komplementer,

selera dan preferensi, termasuk di dalamnya status pernikahan, pendidikan dan gaya

hidup, phisik dan mental hidup, status kesehatan serta kualitas pelayanan (quality of

care).

Menurut Mills & Gilson (1990) dalam Andhika (2010), hubungan antara

teori permintaan dengan pelayanan kesehatan di negara-negara berkembang sangat

dipengaruhi oleh pendapatan, sarana dan kualitas pelayanan kesehatan. Pendapatan

memiliki hubungan (asosiasi) dengan besarnya permintaan akan pemeliharaan

kesehatan, terutama dalam hal pelayanan kesehatan modern. Harga berperan dalam

menentukan permintaan terhadap pemeliharaan kesehatan. Meningkatnya harga

mungkin akan lebih mengurangi permintaan dari kelompok yang berpendapatan

rendah dibanding dengan kelompok yang berpendapatan tinggi. Sulitnya pencapaian

sarana pelayanan kesehatan secara fisik akan menurunkan permintaan. Kemanjuran

dan kualitas pelayanan kesehatan yang diberikan sangat berpengaruh dalam

pengambilan keputusan untuk meminta pelayanan dan pemberi jasa tertentu.

Menurut teori laissez- faire demand didasarkan atas individual dan harapan

masyarakat sehingga faktor-faktor yang memengaruhi demand menurut teori ini

adalah faktor individual seperti usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, tingkat sosial,

faktor lingkungan seperti ekonomi, masyarakat sekitar, faktor penyedia jasa

pelayanan kesehatan seperti akses, jarak, penawaran, pelayanan dan faktor

Universitas Sumatera Utara


pembayaran seperti asuransi kesehatan yang dimiliki, pajak dari asuransi, cara

pembayaran dan sebagainya (Tulchinsky and Elena Varavikova, 2009).

Menurut Grossman (1972) kerangka kerja dari proses produksi kesehatan

terdiri dari 2 yaitu: input dan output, dimana output yang di hasilkan merupakan

kesehatan itu sendiri. Sedangkan untuk input atau masukan, kesehatan di pengaruhi

oleh faktor individual, lingkungan dan pelayanan kesehatan. Faktor individual

meliputi sosial ekonomi, pendidikan, faktor budaya, pendapatan, perbedaan usia,

gender, dan status kesehatannya. Faktor pelayanan kesehatan akan meliputi

organisasi pelayanan kesehatan itu sendiri dimana penyedia pelayanan kesehatan

harus mampu menawarkan pelayanan berkualitas sesuai dengan permintaan dan

tujuan pelayanan tersebut, kepuasan pelanggan akan menjadi tolak ukurnya. Faktor

lingkungan yang memengaruhi permintaan kesehatan meliputi pengaruh-penggaruh

lingkungan yang mendukung seseorang dalam memutuskan permintaan akan

pembelian pelayanan kesehatan baik berdasarkan sumber informasi yang diterima

maupun kelompok-kelompok yang menjadi referensi dalam menentukan keputusan

pembelian (Tulchinsky and Elena Varavikova, 2009).

Universitas Sumatera Utara


2.3 Hubungan antara Jenis kelamin, Umur, Pendidikan, Pekerjaan dan
Pendapatan, Pengetahuan, Kebutuhan, Jarak, Sumber Informasi,
Kelompok Referensi dan Persepsi terhadap Demand Pelayanan Rawat
Inap

2.3.1 Pengaruh Jenis kelamin, Umur, Kebutuhan, Pekerjaan dan Pendapatan


Terhadap Permintaan pelayanan rawat inap

Menurut Scheiber (1990) dalam Laij (2012) menyebutkan bahwa

permintaan untuk pelayanan kesehatan bergantung pada status usia, pendapatan,

pendidikan dan kesehatan itu sendiri. Pada status usia sesuai dengan bertambahnya

usia maka vitalitas tubuh akan menurun yang mengakibatkan akan meningkatnya

kebutuhan pelayanan kesehatan dan menjadikan permintaan pelayanan kesehatan

akan meningkat pula.

Perbedaan jenis kelamin juga memengaruhi perbedaan akan permintaan

pelayanan kesehatan. Theodore schultz (1985) dalam Elfindri (2003) berhasil

menyebarluaskan pemikiran bahwa masalah gender akan menjadi bagian kajian dari

masalah ekonomi dimana keterkaitan gender dengan reproduksi seperti fertility,

mortality dan family planning akan memengaruhi kebutuhan permintaan pelayanan

kesehatan Selain itu kemampuan dan kemauan wanita yang terbatas untuk mencari

pelayanan, terutama jika sarana transportasi yang tersedia terbatas, komunikasi sulit

dan di daerah tersebut tidak tersedia tempat pelayanan.

Pendapatan merupakan faktor yang sangat penting dalam menentukan

corak permintaan terhadap berbagai barang dan pendapatan sangat tergantung dari

jenis pekerjaan yang dilakukan oleh seseorang. Perubahan pendapatan selalu

Universitas Sumatera Utara


menimbulkan perubahan terhadap permintaan berbagai jenis barang. Ada hubungan

(asosiasi) antara tingginya pendapatan dengan besarnya permintaan akan

pemeliharaan kesehatan, terutama dalam hal pelayanan kesehatan modern. Jika

pendapatan meningkat maka garis pendapatan akan bergeser kekanan sehingga

jumlah barang dan jasa kesehatan meningkat. Pada masyarakat berpendapatan

rendah, akan mencukupi kebutuhan barang terlebih dahulu, setelah kebutuhan akan

barang tercukupi akan mengkonsumsi kesehatan (Andersen et al, 1975; Santerre &

Neun, 2000; Mills & Gilson,1990 dalam Laij,2012).

2.3.2 Pengaruh Jarak terhadap Permintaan Jasa Pelayanan Kesehatan

Jarak antara tempat tinggal dengan tempat pelayanan kesehatan berpengaruh

negatif terhadap jumlah pelayanan kesehatan. Hal ini dapat dipahami karena semakin

jauh tempat tinggal dari tempat pelayanan kesehatan akan semakin mahal. Ini telah

sesuai dengan teori permintaan yaitu jika barang yang diminta semakin mahal, maka

jumlah barang yang dibeli akan semakin sedikit (Andersen et al, 1975; Santerre &

Neun, 2000; Mills & Gilson,1990 dalam Laij,2012).

2.3.3 Pengaruh Pendidikan, Pengetahuan, Sumber Informasi, Kelompok


Referensi dan Persepsi terhadap Pelayanan Rawat Inap

Faktor sosial dan budaya akan memengaruhi persepsi masyarakat terhadap

pentingnya kesehatan. Sebagai contoh faktor tingkat pendidikan dan pengetahuan

memengaruhi nilai pentingnya kesehatan. Seseorang dengan pendidikan tinggi

cenderung mempunyai demand yang lebih tinggi. Pendidikan yang lebih tinggi

Universitas Sumatera Utara


cenderung untuk meningkatkan kesadaran status kesehatan dan konsekuensinya

untuk menggunakan pelayanan kesehatan. Masyarakat yang berpendidikan lebih

tinggi menganggap penting nilai kesehatan, sehingga akan mengkonsumsi jasa

kesehatan lebih banyak dibandingkan masyarakat yang pendidikan dan

pengetahuannya lebih rendah. Faktor budaya setempat juga sangat menentukan

konsumsi kesehatan (Joko, 2005 dalam Laij, 2012).

Grossman mengembangkan model dimana kesehatan dipandang sebagai stok

modal yang menghasilkan output kehidupan yang sehat. Individu dapat mengadakan

investasi pada kesehatan yang dikombinasikan dengan waktu (kunjungan dokter)

dengan membeli input (jasa medis). Status pendidikan seseorang berpengaruh

terhadap pemanfaatan jasa pelayanan kesehatan, karena status pendidikan

memengaruhi kesadaran dan pengetahuan seseorang tentang kesehatan. Hal yang

sering menjadi penghambat bagi pemanfaatan jasa pelayanan tersebut adalah

kurangnya kesadaran dan pengetahuan seseorang tentang hal-hal yang berkaitan

dengan perilaku kesehatan. Kurangnya kesadaran dan pengetahuan seseorang sangat

bervariasi, mulai dari tidak mengetahui tempat jasa pelayanan kesehatan yang

tersedia hingga kurangnya pemahaman tentang manfaat pelayanan, tanda-tanda

bahaya atau kegawatan yang memerlukan pelayanan (Joko, 2005 dalam Laij, 2012).

Sumber informasi dan kelompok referensi akan memengaruhi keputusan

pembelian seseorang akan permintaan pelayanan kesehatan dimana hal ini berkaitan

erat dengan peningkatan pengetahuan yang diterima oleh seseorang mengenai jasa

Universitas Sumatera Utara


pelayanan kesehatan tertentu dan memengaruhi persepsi seseorang terhadap

pelayanan kesehatan tersebut. Semakin banyak sumber informasi dan kelompok

referensi yang bernilai positif akan semakin baik pula persepsi seseorang berkaitan

dengan pelayanan kesehatan tersebut.

2.4 Kerangka Konsep

Variabel Bebas Variabel Terikat

Faktor individual :
Jenis kelamin
Umur
Tingkat pendidikan
Pendapatan
Pengetahuan
Kebutuhan

Demand terhadap
Faktor lingkungan :
Jarak Pelayanan Rawat Inap
Sumber informasi
Kelompok referensi

Faktor sistem pelayanan


kesehatan :
Persepsi terhadap
pelayanan rawat inap

Gambar 2.1 Kerangka konsep penelitian

Universitas Sumatera Utara


2.5 Hipotesa Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang ada dan kerangka konsep yang ada maka

dibuatlah hipotesis sebagai berikut : adanya pengaruh positif dari faktor individual

(jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, pendapatan, pengetahuan, kebutuhan),

faktor lingkungan ( jarak, sumber informasi, kelompok referensi) dan faktor sistem

pelayanan kesehatan (persepsi masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang

tersedia) terhadap demand masyarakat terhadap pelayanan rawat inap di wilayah

kerja Puskesmas Medan Deli, Puskesmas Bromo dan Puskesmas Kedai Durian.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai