Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN KASUS

DOKTER INTERNSIP
MULTIPLE TRAUMA PADA KEHAMILAN
FRAKTUR TERTUTUP TIBIA FIBULA 1/3 DISTAL DEKSTRA
DENGAN G2POA1 UK 34 MINGGU

Pembimbing :
dr. Moch. Yunus Sp.OT

Disusun

dr. AHMAD IZZUDIN AFIF

RUMAH SAKIT BHAYANGKARA MOESTADJAB


NGANJUK
2017
BAB I
STATUS PENDERITA

A. IDENTITAS PENDERITA

Nama : Ny. SCN

Umur : 21 tahun , 1 Maret 1995

Jenis kelamin : Perempuan

Pekerjaan : IRT

Agama : Islam

Alamat : Pakis Sawahan - Surabaya

Status perkawinan : Menikah

Suku : Jawa

Tanggal MRS : 28 februari 2017

No. RM : 08.45.39

B. ANAMNESA
Dilakukan secara Autoanamnesis pada pasien pada hari 28 februari 2017 di Instalasi
Gawat Darurat RS Bhayangkara Mostadjab Nganjuk

1. Keluhan utama : Nyeri tungkai bawah kanan

2. Riwayat penyakit sekarang

Pasien mengeluh nyeri di tungkai bawah kanan. Keluhan dirasakan mulai setelah
pasien tertimpa tembok bak mandi pada bagian kaki kanan kurang lebih setengah jam
sebelum pasien masuk rumah sakit. Nyeri dirasakan sangat nyeri sekali, terus menerus
dan semakin nyeri bila digerakkan maupun tersentuh. Saat kejadian pasien sadar, dan
mampu berteriak minta tolong, jatuh dalam posisi terduduk. Bagian kepala dan perut
tidak terbentuk benda keras. Setelah kejadian pasien mengaku tidak memijat maupun
mengurut bagian kaki yang sakit.Mual (-), Muntah (-), pusing (-)

Pasien mengaku sedang hamil kedua dengan usia kehamilan kurang lebih 8 bulan.
Sebelum kejadian ini pasien megaku tidak ada gangguan dengan kehamilan, kenceng-
kenceng tidak ada, keluar lendir, darah maupun cairan dari jalan lahir disangkal. Tensi
tinggi selama kehamilan disangkal. Setelah kejadian ini pasien mengeluh perut terasa
kenceng atau tegang, gerakan janin dirasakan masih aktif.
3. Riwayat penyakit dahulu
Riwayat HT disangkal, DM disangkal, Asma disangkal.

Riwayat Alergi Obat (-)

4. Riwayat keluarga

5. Riwayat sosial ekonomi

Pasien seorang ibu rumah tangga, istri anggota Polri, pengobatan ditanggung oleh
BPJS. Kesan: Sosial ekonomi Baik

6. Riwayat Obstetri

R. Mentruasi : mulai usia 13 tahun, siklus 28 hari, selama 5 hari, banyak,


tidak nyeri saat menstruasi

HPHT : 6 juli 2016

HPL USG : 13 april 2017

Gravid : 34 minggu

R. Menikah : 1x selama 3 tahun

R. KB : tidak pernah

R. ANC : teratur dibidan dan dokter

R. Penyakit lain : HT, DM, Asma, Alergi, Jantung (disangkal)

R. Kehamilan :

G2P0A1

G I : keluar darah di UK 3,5 bulan, dilakukan kuretase di RS RKZ Surabaya


tahun 2015

G II : Hamil ini
C. PEMERIKSAAN FISIK

1. Status Generalis

Keadaan umum : Baik

Kesadaran : Compos Mentis

Tekanan darah : 110/80 mmHg

Nadi : 80x/menit

RR : 20x/menit

Suhu : 36,4 C

2. Primary survey

Airway : Tidak ada gangguan jalan nafas

Breathing : Pernafasan 20x/menit

Circulation : Tekanan darah 110/80 mmHg, Nadi 80x/menit regular kuat

Disability : GCS E4 V5 M6

Exposure : Suhu 36,4 c

3. Secondary Survey

a. Kepala dan Leher

Rambut dan kulit kepala : tidak ada perdarahan, tidak ada perlukaan tidak ada
pengelupasan

Telinga : tidak ada luka, tidak ada cairan, tidak ada darah

Mata : tidak ada pembengkakan, reflek pupil baik, konjungtiva tidak anemis

Hidung : tidak ada darah, tidak ada cairan, tidak ada kelainan anatomis akibat
trauma

Mulut dan bibir : tidak ada darah, tidak ada bekas muntahan, dapat membuka
mulut, tidak sianosis
b. Thorax
inspeksi : bentuk simetris, tidak ada tarikan antar iga, tidak ada luka
palpasi : tidak didapatkan nyeri tekan
perkusi : suara sonor seluruh lapang dada
auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+), Wheezing (-/-), ronkhi (-/-)
c. Abdomen :

Inspeksi : cembung, striae gravidarum (+)

Palpasi : Nyeri tekan (-) terasa tegang

Perkusi : Timpani (+)

Auskultasi : Peristaltik (+) normal

d. Status Obstetri
Abdomen
1. Inspeksi : cembung, striae gravidarum (-)
2. Palpasi : Nyeri tekan (-), TFU : 31cm, letak kepala, PuKa, gerakan
janin aktif
3. Perkusi : Timpani (+)
4. Aukultasi : Denyut Jantung Janin (DJJ) : 12.12.12 (144 x/menit)
5. Leopold I : teraba bagian lunak (bokong)
6. Leopold II : teraba bagian punggung di perut kanan (puka)
7. Leopold III : teraba bagian bulat, keras (kepala)
8. Leopold IV : letak kepala, belum masuk PAP
9. His : belum ada his
Genitalia
10. Externa : Darah segar (-)
11. Interna : Tidak dilakukan VT

e. Pelvis

Tidak ada nyeri, tidak ngompol dapat menahan kencing

f. Ektremitas

1. Ektremitas atas

tidak ada luka, tidak ada hambatan gerak.


2. Regio Cruris
Panjang Panjang tungkai kanan 85 cm
Panjang tungkai kiri 87 cm

a. Regio cruris dextra

Look : terdapat vulnus appertum ukuran kurang lebih 7 cm x 1 cm,


deformitas (+), terdapat penonjolan abnormal dan angulasi (+), oedem
(+), hematoma (+), tak tampak sianosis pada bagian distal lesi.

Feel : Nyeri tekan setempat (+), krepitasi (+) sensibilitas (+), suhu
rabaan hangat, NVD (neurovaskuler disturbance) (-), kapiler refil < 2
detik (normal

Move : Gerakan aktif dan pasif terhambat, Gerakan abduksi tungkai


kanan terhambat, gerakan adduksi tungkai kanan terhambat, sakit bila
digerakkan, gangguan persarafan tidak ada, tampak gerakan terbatas (+),
keterbatasan pergerakan sendi-sendi distal (terasa nyeri saat digerakkan).
b. Regio cruris sinistra

Look : terdapat vulnus laseratum ukuran kurang lebih 5cm x 1,5cm


kedalaman 1,5 cm didaerah medial lutut, deformitas (-), tidak terdapat
penonjolan abnormal dan angulasi (-), oedem (-), hematoma (+), tak
tampak sianosis pada bagian distal lesi.

Feel : Nyeri tekan setempat (-), sensibilitas (+), suhu rabaan hangat,
NVD (neurovaskuler disturbance) (-), kapiler refil < 2 detik
(normal), arteri dorsalis pedis teraba kuat dibandingkan bagian yang
kanan.

Move : Gerakan aktif dan pasif baik, Gerakan abduksi tungkai kiri baik,
gerakan adduksi tungkai kiri baik, tidak sakit bila digerakkan, gangguan
persarafan tidak ada, tidak tampak gerakan terbatas (-), tidak didapatkan
keterbatasan pergerakan sendi -sendi distal

D. DIAGNOSA KERJA

Suspect fraktur tertutup regio cruris dextra dengan G2P0A1 UK 34 minggu

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG

X- foto rontgen cruris dextra AP / Lat


Laboratorium :
DL :
- WBC : 17,1
- HB : 11,1
- PLT : 218

F. DIAGNOSA PASTI

Fraktur tertutup tibia fibula dextra 1/3 distal dengan G2P0A1 uk 34 minggu

G. TERAPI

Medikamentosa

infus RL 18 tpm,

inj. Metamizole 2 x 1 amp (500mg)

Non Medikamentosa

Pasang Bidai pada cruris dextra

Rawat luka dan hecting pada VL cruris sinistra


H. RUJUKAN

Dilakukan rujukan ke dokter orthopaedi dan dokter Obsgyn

I. HASIL RUJUKAN

Dokter Orthopaedi :
Konsul dokter Obsgyn terlebih dahulu sebelum dilakukan tindakan lebih lanjut.

Dokter Obsgyn :
Dalam rujukan dokter Obsgyn dilakukan pemeriksaan USG dengan hasil :

Hasil USG :

Janin : Tunggal, Hidup, Letak Kepala, laki-laki

Placenta : Grade 2, Corpus Anterior

TBJ : 2.469 gram

Ketuban : Cukup

LMP : 6 7 2016

EDC : 13 4 2017

Diagnosis : G2P0A1 uk 34 minggu J/T/H/Letkep, Fraktur Tibia Fibula dextra


Advise Terapi :

Isoxurpine hydrochloride 2 x tab

Ketoprofen Supp 50mg 1 jam sebelum operasi

J. PRE OPERASI
Tanggal 28/2/2017
Pre medikasi :
Inf. RL 20 tpm
Inj. Metamizole 2 x 50 mg
Inj. Cefoperazone 2 gram pre-Op
Rencana Op tanggal 1/3/2017

K. POST OPERASI
1 Maret2017 2 Maret 2017 3 Maret 2017

S Nyeri (-), Mual (-), Nyeri (-), Mual (-), Muntah(- Nyeri (-), Mual (-),
Muntah(-), ), Muntah(-),

Kenceng-kenceng (+) Kenceng-kenceng (+) Kenceng-kenceng


(+)

O TD : 120/70 TD : 120/80 TD : 120/80

N : 84x/menit N : 88x/menit N : 88x/menit

RR: 20x/menit RR: 20x/menit RR: 20x/menit

S : 36,2 C S : 36, 8 C S : 36,1 C

A Fraktur tibia Post ORIF Fraktur tibia Post ORIF Fraktur tibia Post
ORIF

P Inf RL 14 tpm Inf RL 14 tpm KRS

Inj. Cefoperazone 2 x 1g Inj. Cefoperazone 2 x 1g

Inj. Metamizole 3x1 Inj. Metamizole 3x1

Inj. Ranitidin 2x1 Inj. Ranitidin 2x1

Isoxurpine hydrochloride 2 x Isoxurpine hydrochloride 2 x


tab tab

Besok pagi rawat luka


KRS
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Secara umum trauma didefiniskan sebagai benturan, tekanan, atau singgungan yang
menimbulkan dampak berupa perlukaan baik luka terbuka, tertutup, maupun luka memar.
Secara khusus trauma dalam kehamilan adalah trauma yang berdampak tidak hanya pada ibu
tetapi juga pada janinnya. Berdasar akibat yang ditimbulkan, trauma bisa diklasifikasi sebagai
trauma mayor dan trauma minor. Trauma mayor adalah trauma yang dampaknya mengancam
kehidupan, memerlukan perawatan di rumah sakit, menimbulkan cacat fisik yang permanen
sampai disabilitas atau menyebabkan kehidupan janin terganggu. Beberapa tanda klinis untuk
sebuah trauma mayor antara lain adalah adanya gejala shock maternal seperti penurunan
kesadaran, tekanan sistolik <90 mmHg, respirasi <10 atau >30 kali per menit, SpO2 <95%,
nadi >120 kali per menit.(1) Trauma minor adalah trauma yang tidak memenuhi kriteria
mayor atau trauma yang hanya berdampak ringan seperti luka memar, lecet, nyeri, atau luka
tajam yang penanganannya selesai dengan penjahitan dan tidak memerlukan pemondokan.
Meskipun demikian trauma minor bisa berdampak serius pada janin dalam kandungan. Pada
kesempatan ini kami akan membicarakan trauma fisik pada ibu hamil yang baik yang bersifat
mayor maupun minor dan akibatnya pada ibu dan produk konsepsi.

Insidensi dan jenis trauma dalam kehamilan

Ibu hamil memang rentan terhadap trauma karena perubahanperubahan anatomis dan
fisiologis selama kehamilan. Pada kehamilan muda, dengan kenaikkan kadar hCG, maka
mual dan muntah adalah gejala yang hampir selalu dijumpai. Demikian juga kenaikan
volume plasma yang lebih besar dibanding kenaikan korpuskuli darah menyebabkan
terjadinya pengenceran darah yang berakibat terjadi penurunan tekanan darah. Penurunan
tekanan darah juga mengakibatkan keluhan pusing. Pada kehamilan yang lebih tua, dengan
makin membesarnya uterus, maka perut lebih menonjol ke depan dan terjadilah hiperlordosis
lumbalis.(2) Perubahanperubahan tersebut di atas lebih memudahkan seorang ibu hamil
mengalami trauma dalam bentuk jatuh dibanding ibu yang tidak hamil. Menurut the

Committee on Trauma of theAmerican College of Surgeons trauma pada ibu hamil terjadi
pada 6% sampai 7% dari seluruh kehamilam, dan merupakan sebab terbesar kematian ibu.
Penyebab terbanyak trauma pada ibu hamil adalah kecelakaan lalu lintas (MVCs, motor
vehicle crashes sebanyak 42%, disusul dengan jatuh (falls, 34%), serangan (assaults, 18%)
dan luka bakar (burns, <1%).(3) Insidensinya meningkat seiring meningkatnya usia
kehamilan. Lebih dari separoh trauma terjadi pada trimester ketiga, dengan kecelakaan lalu
lintas menduduki 50%, sedang jatuh dan serangan masing-masing 22%, meskipun data ini
dianggap underestimates, karena banyak trauma pada ibu hamil yang tidak masuk dalam
trauma center.(4) Jenis trauma lan adalah serangan dari partner dekat atau kekerasan dalam
rumah tangga (intimate partner violence, IPV 3,3%), bunuh diri (3,3%), pembunuhan dan
luka tembak sebesar 4%.(5)

Manjemen dan Rekomendasi

Manajemen trauma pada ibu hamil menuntut pertimbangan yang masak karena adanya
perubahan baik anatomis maupun fisiologis, keterbatasan beberapa cara pemeriksaan (seperti
X-ray, CT scan), kemungkinan terjadinya Rh isoimminization, placental abruption sampai
disseminated intravascular coagulation. Beberapa cara diagnosis dan bahan kontras juga
berpotensi mengakibatkan kelainan bawaan karena berpotensi sebagai bahan teratgenik.
Trauma juga berpotensi mengakibatkan kematian janin dan seksio sesarea perimortem. Oleh
sebab di atas, penanganan trauma dalam kehamilan membutuhkan kerjasama interdisiplin
menyangkut ahli bedah trauma, ahli obstetrik, anesthesiologist, ahli penyakit dalam,
radiologist, neonatologist, bidan dan perawat mahir. Peranan ahli obstetrik memang paling
menonjol karena dia yang akan menghitung umur kehamilan, memeriksa dan memonitor
kesejahteraan janin, memilih jenis obat-obatan, menentukan jenis intervensi obstetrik
(terminasi kehamilan) sampai memutuskan untuk melakukan atau tidaknya seksio sesarea
perimortem.

Airway. Sebagaimana pasien trauma pada umumnya, prinsip ABC perlu diterapkan. Pasien
dengan kesadaran yang menurun atau ada masalah dengan jalan nafas harus selalu dilakukan
intubasi. Intubasi pada wanita hamil lebih sulit dilakukan karena adanya perubahan-
perubahan fisik maupun fisiologis, seperti kenaikan berat badan, edema mukosa saluran
nafas, penurunan kapasitas residu fungsional, kenaikan tahanan saluran nafas dan kebutuhan
oksigen yang meningkat, Kegagalan intubasi bisa mencapai 8 kali lebih besar, sehingga
dibutuhkan endotracheal tube dengan ukuran yang lebih kecil. Karena pengosongan lambung
terjadi lebih lambat, asam lambung meningkat, pH menurun, relaksasi otot sfingter esophagus
bagian bawah, kompresi saluran gastrointestinal, maka pemasangan nasogastic tube
sebaiknya dilakukan untuk menghindari aspirasi.
Breathing. Pasokan oksigen 100% dengan kecepatan tinggi harus diberikan yang bisa
menjamin saturasi oksigen >95%. Volume ventilasi perlu dikurangi karena letak diafragma
yang meningkat. Kalau memungkinkan tempat tidur di arah kepala sedikit dinaikkan
sehingga tekanan uterus kearah rongga dada berkurang dan ini akan melonggarkan
pernafasan.

Circulation. Pemberian cairan harus mengikuti protokol standar pada trauma. Double IV line
harus dipasang dengan kateter vena ukuran 14 atau 16, sehingga siap untuk melakukan
transfusi darah kalau diperlukan. Vasopresor agent sebaiknya tidak diberikan kecuali
hipotensinya tidak bisa diatasi dengan pemberian cairan, karena pemberian obat vasopressor
akan menurunkan sirkulasi uteroplasenta, sehingga berefek buruk pada janin.

Hati-hati dengan efek supine hypotension pada ibu hamil yang sudah memasuki trimester
kedua, karena tekanan uterus gravid pada vena kava inferior dapat menurunkan cardiac
output sampai 30%. Uterus harus di pindahkan dari posisinya di linea mediana, baik dengan
cara mendorong ke arah kiri atau dengan memposisikan ibu miring ke kiri. Dengan demikian
tekanan terhadap vena kava inferior dan aorta berkurang sehingga cardiac output dan aliran
darah ke uterus meningkat dan pada akhirnya memperbaiki kondisi janin.

Rekomendasi.

Practice Management Guideline dan Guidline for the Management of Pregnant Trauma
Patient membuat rekomendasi sebagai berikut:

1. Semua pasien perempuan dalam masa mampu hamil yang mengalami trauma harus
diperiksa HCG atau dianggap hamil sampai terbukti tidak .

2. Untuk ibu hamil dengan Rh (-), perlu test Kleihauer-Betke, yakni untuk mengetahui
seberapa banyak darah fetal yang berada dalam sirkulasi maternal.

3. Pengobatan awal terbaik untuk janin yang adalah resusitasi ibu dan oksigenasi yang
adekuat sampai saturasi oksigen >95%.

4. Electronic fetal monitoring untuk janin yang viable (>24 mingg) harus dikerjakan
sekurang-kurangnya selama 4 jam

5. Setelah lewat separoh kehamilan, uterus gravid harus dijauhkan dari vena cava inferior
untuk menjamin pasokan darah ke jantung. Uterus dapat di geser ke kiri, atau posisi ibu hamil
dibuat miring ke kiri. Hatihati bila terjadi trauma pada kolumna vertebralis
6. Double IV line dengan venocatheter ukuran 14 atau 16 harus dipasang pada ibu hamil
dengan trauma yang serius

7. Kalau diperlukan pemeriksaan imaging, pilihlah yang lebih aman seperti ultrasonografi
atau magnetic resonance imaging (MRI). Meskipun demikian MRI tidak dianjurkan untuk
kehamilan trimester pertama.

8. Kalau memang diperukan pemeriksaan X-ray, harus disertai pelindung. Eksposure <5 rad
tidak menaikkan risiko anomali janin dan keguguran (level II-2B).

9. Vaksinasi tetanus adalah aman untuk ibu hamil sehingga jangan ragu untuk
memberikannya kalau ada indikasi.

10. Perimortem cesarean section harus dipertimbangkan untuk ibu dengan kematian yang
mengancam (moribund) setelah umur kehamilan 24 minggu (Karena kemampuan NICU kita
yang masih rendah, mungkin umur kehamilan bisa diubah menjadi 28 minggu). Kelahiran
tidak boleh lebih dari 4 menit setelah dinyatakan henti jantung, atau kegagalan resusitasi
jantung paru, RJP.

PEMBEDAHAN NON OBSTETRIK PADA KEHAMILAN

Wanita hamil yang akan menjalani operasi nonobstetri merupakan situasi klinis yang
unik dimana kesehatan ibu adalah yang terpenting, tetapi pertimbangan yang hati-hati, perlu
diberikan untuk perawatan kesejahteraan janin. Pada prinsipnya penanganan anestesi pada
kondisi ibu hamil dan tidak hamil dianggap tidak berbeda, namun pada saat ibu hamil
terdapat 2 nyawa yang harus diselamatkan, walaupun tetap ibu yang menjadi prioritas.
Dengan perubahan fisiologis yang terjadi pada kehamilan serta adanya janin didalam
kandungan, akan meningkatkan resiko morbiditas dan mortalitas pada ibu dan janin.
Tindakan operatif dan anestesi, manuver-manuver yang terjadi selama pembedahan, dan
obat-obatan yang diberikan selama operasi berpotensi untuk menjadi morbiditas dan
mortalitas pada ibu maupun janin, oleh karena itu diperlukan pengetahuan khusus,
pemantauan yang ketat, serta kerjasama yang baik antar bagian. Pada usia kehamilan lebih
dari 24 minggu pertimbangan harus diberikan untuk terminasi kehamilan dan mengenai
waktu terminasi yang terkait dengan intervensi, keputusan yang dicapai memiliki beberapa
pilihan, diantaranya: i) persalinan dengan seksio sesarea dilanjutkan dengan operasi lain, ii)
terminasi dengan seksio sesarea dengan operasi lain dilakukan dikemudian hari, iii) menjaga
kehamilan dan lanjutkan dengan bedah. Di usia kehamilan <24 minggu tidak ada pilihan
untuk terminasi kehamilan intervensi bedah saraf dapat dilakukan. Mengoptimalkan fisiologi
ibu dan pertimbangan untuk kesejahteraan janin harus menghasilkan hasil terbaik.
Manajemen setelah operasi kemudian berdasarkan indikasi obstetri.

a. Pencegahan Persalinan Prematur


Banyak studi epidemiologi operasi selama operasi nonobstetrik pada ibu hamil
melaporkan insiden aborsi dan persalinan prematur yang tinggi. Penyebab tidak jelas
apakah dikarenakan operasi, manipulasi rahim, atau kondisi yang mendasarinya. Pada
wanita yang hamil terus melampaui seminggu setelah operasi, tidak ada kelahiran
prematur. Operasi pada trimester kedua dan operasi yang tidak melibatkan manipulasi
rahim memberikan resiko terendah untuk persalinan prematur.
b. Periode PascaBedah
Jika kehamilan berlanjut minggu pertama pascabedah, maka kejadian persalinan
prematur tidak lebih tinggi dibandingkan pada pasien hamil yang tidak dilakukan
pembedahan. Tokometri selama periode ini berguna untuk memantau penggunaan
analgesia pascabedah, memantau kontraksi dini ringan, dan menunda tokolisis.
Pemberian rutin tokolitik profilaksis adalah kontroversial dan umumnya terbatas pada
pasien yang telah terjadi manipulasi rahim intraoperatif.Pemberian analgesia yang
memadai juga penting pada periode pascabedah, karena rasa sakit telah terbukti
meningkatkan risiko persalinan prematur
c. Pertimbangan pada janin
Potensi risiko pada janin dari ibu yang menjalani anestesi dan operasi selama
kehamilan yaitu potensi untuk kelainan kongenital, aborsi spontan, kematian janin
dalam kandungan, dan kelahiran prematur. Paparan janin untuk obat anestesi mungkin
akut, seperti yang terjadi selama anestesi untuk pembedahan atau subakut yang terjadi
dengan paparan dari salah satu atau kedua orangtua oleh anestetika yang terhirup di
tempat kerja
OBAT OBATAN PADA KEHAMILAN

Kehamilan, persalinan dan menyusui merupakan proses fisiologi yang perlu dipersiapkan oleh
wanita dari pasangan subur agar dapat dilalui dengan aman. Selama masa kehamilan, ibu dan
janin adalah unit fungsi yang tak terpisahkan. Kesehatan ibu hamil adalah persyaratan penting
untuk fungsi optimal dan perkembangan kedua bagian unit tersebut.

Obat dapat menyebabkan efek yang tidak dikehendaki pada janin selama masa kehamilan.
Selama kehamilan dan menyusui, seorang ibu dapat mengalami berbagai keluhan atau gangguan
kesehatan yang membutuhkan obat. Banyak ibu hamil menggunakan obat dan suplemen pada
periode organogenesis sedang berlangsung sehingga risiko terjadi cacat janin lebih besar. Di sisi
lain, banyak ibu yang sedang menyusui menggunakan obat-obatan yang dapat memberikan efek
yang tidak dikehendaki pada bayi yang disusui. Karena banyak obat yang dapat melintasi
plasenta, maka penggunaan obat pada wanita hamil perlu berhati-hati. Dalam plasenta obat
mengalami proses biotransformasi, mungkin sebagai upaya perlindungan dan dapat terbentuk
senyawa antara yang reaktif, yang bersifat teratogenik/dismorfogenik. Obat obat teratogenik atau
obat-obat yang dapat menyebabkan terbentuknya senyawa teratogenik dapat merusak janin dalam
pertumbuhan.

Beberapa obat dapat memberi risiko bagi kesehatan ibu, dan dapat memberi efek pada janin juga.
Selama trimester pertama, obat dapat menyebabkan cacat lahir (teratogenesis), dan risiko terbesar
adalah kehamilan 3-8 minggu. Selama trimester kedua dan ketiga, obat dapat mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan secara fungsional pada janin atau dapat meracuni plasenta.
OBAT ANTIMIKROBA DAN KEMUNGKINAN EFEK BURUKNYA
DAFTAR INDEK KEAMANAN OBAT PADA KEHAMILAN DAN PETUNJUK PENGGUNAAN OBAT
Keterangan :
Kategori A
Studi control untuk menunjukan resiko pada fetus ditrimester pertama gagal (tidak ada bukti resiko pada trimester
berikutnya) kemungkinan aman pada fetus
Kategori B
Pada studi reproduksi hawan tidak dapat menunjukan resiko pada fetus, pada studi control wanita hamil / studi
reproduksi hewan tidak menunjukan efek samping (selain dari penurunan fertilitas) yang tidak dikonfimasikan pada
studi control wanita hamil pada trimester pertama (tidak ada bukti pada trimester berikutnya)
Kategori C
Studi pada hewan menunjukan efek samping pada fetus (teratogenik) / embriosidal atau yang lainnya, tetapi belum
ada studi control pada wanita hamil, obat harus diberikan hanya jika keuntungan lebih besar dari resiko pada fetus.
Kategori X
Studi pada hewan atau manusia telah menunjukan ketidaknormalan fetus / terdapat bukti terhadap resiko fetus
berdasarkan pengalaman manusia / keduanya, penggunaan obat terhadap wanita hamil tidak ada keuntungannya. Obat
ini kontraindikasi dengan wanita hamil
DAFTAR PUSTAKA

Ahmado Okatria, Dewi Yulianti Bisri ; Manajemen Anestesi untuk Evakuasi Hematoma
akibat Perdarahan Intraserebral pada Kehamilan 2224 Minggu: Non Seksio Sesarea JNI
2015;4(3): 16270

MIMS, 102nd ed 2005, Indonesia Indek Keamanan Obat Pada Kehamilan dan Petunjuk
Penggunaan Obat dengan atau tanpa Makanan, Tugas Khusus Pelatihan Praktek Kerja
Profesi Apoteker di Rumah Sakit Fatmawati, Jakarta

Guidelines QC. Queensland Clinical Guideline: Trauma in pregnancy [Internet]. 2014.


Available from: https://www.health.qld.gov.au/qcg/documents/g-trauma.pdf

Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Rouse DJ, Y C. Williams Obstetrics.
23rd ed. New York: McGraw Hill Medical; 2010. 759 p.

Moncure M, Weiner CP, Ruder C. Practice Management Guideline for the Pregnant Trauma
Patient. 2008. p. 14.

Barraco RD, Chiu WC, Clancy T V, Como JJ, Ebert J. Practice Management Guidelines for
the Diagnosis and Management of Injury in the Pregnant Patient : The EAST Practice. J
Trauma. 2010;69(1):2114.

Murphy NJ, Quinlan J. Trauma in Pregnancy : Assessment , Management , and Prevention.


Am Fam Physician. 2014;15;90(10):

Jain V, Chari R, Maslovitz S, Farine D. Guidelines for the Management of a Pregnant


Trauma Patient. J Obs Gynaecol Can 2015;37(6)553-571.

McAuliffe F, Kametas N, Costello J, Rafferty GF, Greenough A, Nicolaides K. Respiratory


function in singleton and twin pregnancy. BJOG [Internet]. 2002;109(7):7659. Available
from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/12135212

Ramsay G, Paglia M, Bourjeily G. When the heart stops: a review of cardiac arrest in
pregnancy. J Intensive Care Med [Internet]. 2013;28(4):20414. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/22257783

Murphy NJ, Quinlan JD. Car Safety During Pregnancy. Am Fam Physician 2014 Nov
15;90(10)online [Internet]. 2014;1. Available from:
http://www.aafp.org/afp/2014/1115/p717-s1.html

Drukker L, Hants Y, Sharon E, Sela HY, Grisaru-Granovsky S. Perimortem cesarean section


for maternal and fetal salvage: concise review and protocol. Acta Obstet Gynecol Scand
[Internet]. 2014;93(10):96572. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/25060654

Anda mungkin juga menyukai