Anda di halaman 1dari 31

ASUHAN KEPERAWATAN HEPATITIS

Dosen : Ns. Herman, M.Kep

Disusun oleh :

Natalia Mela Pratama I1031151005


Atika Mufliha I1031151029
Wahyu Nasrullah I1031151038
Dea Destiana I32112031
Maida Riani I32112041

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat
rahmat dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
Asuhan Keperawatan hepatitis . Makalah ini ditulis untuk memenuhi tugas
perkuliahan, yaitu sebagai tugas terstruktur Mata Kuliah Sistem Pencernaan Tahun
Akademik 2016 di Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura.
Dalam penulisan makalah ini, penyusun banyak mendapatkan bantuan dan
dorongan dari pihak-pihak luar, sehingga makalah ini terselesaikan sesuai dengan
yang diharapkan. Ucapan terima kasih tidak lupa diucapkan kepada:
1. Ns. Herman, M.Kep selaku dosen Mata Kuliah Sistem Pencernaan
Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura
2. Teman-teman Program Studi Ilmu Keperawatan Angkatan 2015 Fakultas
Kedokteran Universitas Tanjungpura

Kami menyadari makalah ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu,
kami mengharapkan kepada pembaca dan teman-teman agar memberikan kritik
dan saran yang sifatnya membangun.

Pontianak, 20 Oktober 2016

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................................ii
BAB I...................................................................................................................................1
PENDAHULUAN..................................................................................................................1
A. Latar Belakang........................................................................................................1
B. Rumusan Masalah..................................................................................................2
C. Tujuan Penulisan....................................................................................................2
BAB II..................................................................................................................................3
TINJAUAN PUSTAKA............................................................................................................3
A. Definisi................................................................................................................3
B. Etiologi...............................................................................................................3
C. Patofisiologi........................................................................................................7
D. Pathway..............................................................................................................9
E. Manifestasi Klinis..............................................................................................10
F. Komplikasi........................................................................................................14
G. Pemeriksaan Penunjang...................................................................................15
H. Pemeriksaan Diagnostik...................................................................................16
I. Penatalaksanaan...............................................................................................16
J. Konsep Pencegahan..........................................................................................17
BAB III...............................................................................................................................19
ASUHAN KEPERAWATAN..................................................................................................19
BAB IV..............................................................................................................................28
PENUTUP..........................................................................................................................28
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................29

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit hepatitis merupakan suatu kelainan berupa peradangan organ hati
yang dapat disebabkan oleh banyak hal, antara lain infeksi virus, gangguan
metabolisme, obat-obatan, alkohol, maupun parasit. Hepatitis juga merupakan salah
satu penyakit yang mendapatkan perhatian serius di Indonesia, terlebih dengan jumlah
penduduk yang besar serta kompleksitas yang terkait. Selain itu meningkatnya kasus
obesitas, diabetes melitus, dan hiperlipidemia, membawa konsekuensi bagi
komplikasi hati, salah satunya hepatitis (Wening Sari, 2008). Hepatitis virus
merupakan infeksi sistemik oleh virus disertai nekrosis dan klinis, biokimia serta
seluler yang khas (Bar, 2002).
Hepatitis telah menjadi masalah global. Saat ini diperkirakan 400 juta orang di
dunia terinfeksi penyakit hepatitis B kronis, bahkan sekitar 1 juta orang meninggal
setiap tahun karena penyakit tersebut. Hepatitis menjadi masalah penting di Indonesia
yang merupakan jumlah penduduk keempat terbesar di dunia (Wening Sari, 2008).
Infeksi virus hepatitis B (VHB) merupakan infeksi yang unik. Tidak banyak jenis
virus yang menyebabkan infeksi pada seseorang dengan memberikan dampak sosial-
ekonomi yang besar karena penyakit ini menyebabkan infeksi pada populasi dalam
skala dunia, dan variasi penampilan kliniknya yang sedemikian beraneka ragam (bisa
dalam bentuk hepatitis akut, hepatitis kronis tidak aktif, hepatitis kronis aktif, sirosis
hati atau kanker hati) (Cahyono, 2010). 2
Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2011 dalam Anna (2011)
menyebutkan, hingga saat ini sekitar dua miliar orang terinfeksi virus hepatitis B di
seluruh dunia dan 350 juta orang di antaranya berlanjut jadi infeksi hepatitis B kronis.
Diperkirakan, 600.000 orang meninggal dunia per tahun karena penyakit tersebut.
Angka kejadian infeksi hepatitis B kronis di Indonesia diperkirakan mencapai 5-10
persen dari jumlah penduduk. Hepatitis B termasuk pembunuh diam-diam karena
banyak orang yang tidak tahu dirinya terinfeksi sehingga terlambat ditangani dan
terinfeksi seumur hidup. Kebanyakan kasus infeksi hepatitis B bisa sembuh dalam
waktu enam bulan, tetapi sekitar 10 persen infeksi bisa berkembang menjadi infeksi
kronis. Infeksi kronis pada hati bisa menyebabkan terjadinya pembentukan jaringan

1
ikat pada hati sehingga hati berbenjol-benjol dan fungsi hati terganggu dan dalam
jangka panjang penderitanya bisa terkena sirosis serta kanker hati.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan hepatitis ?
2. Apa saja etiologi dari hepatitis ?
3. Bagaimana patofisiologi dari hepatitis ?
4. Bagaimana pathway dari hepatitis ?
5. Bagaimana manifestasi klinis dari hepatitis ?
6. Apa komplikasi dari hepatitis ?
7. Bagaimana cara pemeriksaan diagnostik dari hepatitis ?
8. Bagaimana cara penatalaksanaan dari hepatitis ?
9. Bagaimana konsep pencegahan dari hepatitis ?
10. Bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan hepatitis ?

C. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
1. Untuk menjelaskan definisi hepatitis
2. Untuk menjelaskan etiologi hepatitis
3. Untuk menjelaskan bagaimana patofisiologi hepatitis
4. Untuk menjelaskan bagaimana pathway hepatitis
5. Untuk menjelaskan manifestasi klinis dari hepatitis
6. Untuk menjelaskan komplikasi hepatitis
7. Untuk menjelaskan bagaimana cara pemeriksaan diagnostik hepatitis
8. Untuk menjelaskan bagaiman cara penatalaksanaan hepatitis
9. Untuk menjelaskan bagaimana konsep pencegahan hepatitis
10. Untuk menjelaskan bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan
hepatitis

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Hepatitis merupakan infeksi pada hati, baik disebabkan oleh virus atau tidak.
Hepatitis yang disebabkan oleh virus ada tiga tipe, yaitu tipe A, tipe B, dan tipe C.
hepatitis yang tidak disebabkan oleh virus biasanya disebabkan oleh adanya zat-zat
kimia atau obat, seperti karbon tetraklorida, jamur racun, dan vinyl klorida
(abdurahmat, 2010).
Hepatitis adalah infeksi sistemik yang dominan menyerang hati. Hepatitis
virus adalah istilah yang digunakan untuk infeksi hepar oleh virus disertai nekrosis dn
inflamasi pada sel-sel hati yang menghasilkan kumpulan perubahan klinis, biokomia
serta seluler yang khas. (Brunner & Suddarth, 2002).
Hepatitis adalah suatu proses peradangan difusi pada jaringan yang dapat
disebabkan oleh infeksi virus dan oleh reaksi toksik terhadap obat-obatan serta bahan-
bahan kimia. (Sujono Hadi, 1999).
Hepatitis adalah infeksi sistemik oleh virus disertai nekrosis dan inflamasi
pada sel-sel hati yang menghasilkan kumpulan perubahan klinis, biokimia serta
seluler yang khas.(Smeltzer, 2001)
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa hepatitis adalah infeksi hati yang
disebabkan oleh virus disertai nikrosis dan inflamasi pada sel-sel hati yang
menghasilkan kumpulan perubahan klinis, serta reaksi toksik terhadap obat-obatan
serta bahan kimia.

B. Etiologi
Penyebab Hepatitis bermacam macam, terkait dengan fungsi hati yang rumit
dan beragam. Pada prinsipnya, penyebab hepatitis terbagi atas infeksi dan bukan
infeksi. Hepatitis yang sering terjadi umumnya disebabkan oleh infeksi virus.
1. Infeksi Virus
Sebagian besar kasus hepatitis disebabkan oleh virus hepatitis
yang dibedakan jenisnya menurut abjad, yakni virus hepatitis
A,B,C,D,E,F,danG.
Di antara ketuju jenis hepatitis tersebut, hepatitis A,B, dan C
merupakan jenis terbannyak yang sering dijumpai. Adapun untuk kasus
hepatitis F masih jarang ditemui. Para ahli pun masih memperdebatkan
apakah hepatitis F merupakan jenis hepatitis yang terpisah. Oleh
karena itu, hepatitis F tidak terlalu banyak dibahas.

Hepatitis A

3
Hepatitis A merupakan tipe hepatitis yang paling ringan.
Hal ini disebabkan infeksi virus hepatitis A (VHA) umumnya
tidak sampai menyebabkan kerusakan jaringan hati. Mereka
yang terinfeksi oleh virus ini, 99% dapat pulih sepenuhnya.
Hepatitis A menular melalui makanan atau minuman yang
terkontaminasi oleh VHA
Hepatitis B
Hepatitis B merupakan tipe hepatitis yang berbahaya.
Penyakit ini lebih sering menular dibandingkan hepatitis jenis
lainnya. Hepatitis B menular melalui kontak darah atau cairan
tubuh yang mengandung virus hepatitis B (VHB). Seseorang
dapat saja mengidap VHB, tetapi tidak disertai dengan gejala
klinik ataupun tidak tampak adanya kelainan dan gangguan
kasehatan. Orang tersebut merupakan pembawa atau sering
disebutcarrier.
Carrier dapat terjadi karena individu tersebut
mempunyai pertahanan tubuh yang baik atau karena VHByang
mengalami perubahan sifat menjadi tidak aktif.VHB yang tidak
aktif menyebabkan mekanisme pertahanan tubuh tidak dapat
mengenalinya sebagai musuh sehingga system imun tidak
mengadakan perlawanan. Suatu saat jika pertahanan tubuh
individu tersebut melemah atau VHB berubah sifat menjadi
aktif kembali maka individu tersebut akan menunjukkan gejala
klinik hepatitis.
Carrier jumlahnya relatif lebih banyak dan berpotensi
menularkan. Sebagian orang yang terinfeksi virus ini akan
sembuh dan hanya sebagian kecil saja yang langsung
meninggal karena terinfeksi berat atau karena daya tahan
tubuhnya sangat rendah. Sekitar 10% kasus hepatitis B akan
berkembang menjadi hepatitis menahun(kronis). Hepatitis
kronis setelah bertahun tahun sebagian dapat menjadi tidak
aktif,tetapi sebagian lagi kondisinya dapat semakin memburuk.
Pada kasus hepatitis kronis yang memburuk sering terjadi
komplikasi sirosis atau kanker hati yang umumnya berakhir
dengan kematian.

4
Virus hepatitis B 100 kali lebih infeksius, yakni lebih
berpotensi menyebabkan infeksi dibandingkan virus HIV
karena masa tunasnya pendek, yaitu sekitar 3 bulan. Virus ini
ditemukan dalam darah, air ludah, air susu ibu, cairan sperma,
atau vagina penderita. Penularan hepatitis B terjadi melalui
kontak darah, cairan tubuh, maupun material lain yang
terinfeksi, seperti jarum suntik, alat-alat bedah, alat-alat dokter
gigi, jarum akupuntur, jarum tato, maupun jarum tindik telinga
yang tidak steril. Demikian juga penggunaan bersama alat-alat
yang dapat menimbulkan luka atau lecet milik individu yang
terinfeksi, seperti pisau cukur, gunting kuku, atau sikat gigi,
dapat menjadi media penularan VHB. Penularan hepatitis B
juga dapat terjadi pada bayi yang dilahirkan dari ibu yang
menderita hepatitis B. mengingat VHB dapat ditemukan pada
cairan sperma ataupun vagina maka penularan dapat terjadi
melalui hubungan seksual maupun pada saat proses persalinan.
Hepatitis C
Hepatitis C juga menyebabkan peradangan hati yang
cukup berat, diperkirakan 80% menjadi hepatitis kronis
(menahun) dan dapat berkembang menjadi sirosis. Hepatitis C
menular melalui darah, biasanya karena transfusi darah atau
jarum suntik yang terkontaminasi virus hepatitis C (VHC).
Hepatitis D
Hepatitis D sering dijumpai pada penderita hepatitis B.
Penyababnya adalah virus hepatitis delta (VHD). VHD
merupakan jrnis virus yang ukurannya sangat kecil dan sangat
tergantung pada VHB. Hal ini disebabkan virus hepatitis D
membutuhkan selubungVHB untuk dapat menginfeksi sel sel
hati. Penularan hepatitis menyerupai penularan hepatitis B,
yakni melalui kontak dengan darah atau cairan tubuh yang
mengandung VHD. Pemakaian bersama jarum suntik pada
pangguna narkoba, tranfusi darah,alat alat kedokteran yang
tidak steril , atau melalui hubungan seksual merupakan sumber
penularan hepatitis D yang paling utama.

5
Seseorang dapat saja terjangkit hepatitis B akut dan
hepatitis D akut dalam waktu yang bersamaan. Sebagian besar
pasien kasus tersebut dapat sembuh dan bebas dari virus
hepatitis B dan D, seperti umumnya penderita hepatitis B akut
saja dan tanpa terinfeksi hepatitis D, mengingat sifat penyakit
virus yang dapat sembuh sendiri (self limiting disaese). Pasien
yang mengidap hepatitis B kronik dapat juga terkena hepatitis
D akut, dan biasanya hepatitis D nya berubah menjadi kronis.
Pada akhirnya, hati pasien tersebut hamper selalu berkembang
menjadi sirosis dalam waktu yang singkat.
Hepatitis E
Hepatitis E mempunyai sifat menyerupai hepatitis A,
demikian juga untuk model penularannya, tetapi dengan tingkat
keparahan lebih ringan. Penyababnya adalah virus hepatitis E
(VHE). Hepatitis E juga dikenal sebagai hepatitis epidemic
non- Adan non B. Seperti hepatitis A, hepatitis E sering
bersifat akut dengan masa kesakitan singakat,tetapi terkadang
dapat menyebabkan kegagalan fungsi hati. Hepatitis E
menyebar melalui makman dan minuman yang tercemar fases
yang mengandung VHE. Hepatitis E biasa didapati di tempat
dengan sumber air yang bercampuran kegiatan mandi cuci
kakus (MCK).

2. Penyakit lain yang mungkin timbul


Hati merupakan organ penting dengan fungsi yang beragam
maka beberapa penyakit atau gangguan metabolisme tubuh dapat
menyebabkan komplikasi pada hati. Diabetes Melitus, hiperlipidemia
(kadar lemak, termasuk kolesterol dan trigliserida, dalam darah
menjadi tinggi atau berlebihan), dan obesitas sering terkait dengan
penyakit hati. Ketiga penyakit ini membebani kerja hati dalam
metabolisme lemak. Akibatnya, akan terjadi kebocoran sel-sel yang
berlanjut dengan kerusakan sel dan peradangan hati yang disebut
steatohepatitis.

3. Alkohol
Minuman beralkohol dapat menyebabkan kerusakan sel- sel
hati. Hepatitis alcohol terjadi akibat konsumsi alcohol yang berlebihan
dalam jangka waktu lama. Di dalam tubuh, alcohol di pecah menjadi

6
zat- zat kimia lain. Sejumlah zat tersebut brersifat racun sehingga
menyebabkan kerusakan sel hati.

4. Obat-obatan atau zat kimia


Sejumlah obat atau zat kimia dapat menyebabkan hepatitis.
Sesuai fungsi hati yang berperan dalam metabolisme, penetralisir, atau
dalam detoksifikasi zat kimia, termasuk obat. Oleh karenanya, zat
kimia dapat menimbulkan reaksi yang sama seperti reaksi karena
infeksi virus hepatitis. Obat- obat yang cenderung berinteraksi dengan
sel- sel hati, antara lain halotan (sering digunakan sebagai obat bius),
isoniasid (antibiotic untuk TBC), metildopa (obat antihipertensi),
fenitoin dan asam valproat (obat anti epilepsy), serta parasetamol
(pereda demam).

5. Penyakit autoimun
Hepatitis autoimun terjadi karena adanya gangguan pada sistem
kekebalan (imunitas) yang merupakan kelainan genetik. Pada kasus
autoimun, sistem kekebalan tubuh justru menyerang sel atau jaringan
tubuh sendiri (dalam hal ini adalah hati). Gangguan ini karena adanya
faktor pencetus, yakni kemungkinan suatu virus atau zat kimia tertentu.
Sekitar 30% dari kasus hepatitis autoimun mempunyai gangguan
autoimun pada bagian tubuh lain.

C. Patofisiologi
Inflamasi yang menyebar pada hepar (hepatitis) dapat disebabkan oleh infeksi
virus dan oleh reaksi toksik terhadap obat-obatan dan bahan-bahan kimia. Unit
fungsional dasar dari hepar disebut lobul dan unit ini unik karena memiliki suplai
darah sendiri. Sering dengan berkembangnya inflamasi pada hepar, pola normal pada
hepar terganggu. Gangguan terhadap suplai darah normal pada sel-sel hepar ini
menyebabkan nekrosis dan kerusakan sel-sel hepar. Setelah lewat masanya, sel-sel
hepar yang menjadi rusak dibuang dari tubuh oleh respon sistem imun dan digantikan
oleh sel-sel hepar baru yang sehat. Oleh karenanya, sebagian besar klien yang
mengalami hepatitis sembuh dengan fungsi hepar normal.
Inflamasi pada hepar karena invasi virus akan menyebabkan peningkatan suhu
badan dan peregangan kapsula hati yang memicu timbulnya perasaan tidak nyaman
pada perut kuadran kanan atas. Hal ini dimanifestasikan dengan adanya rasa mual dan
nyeri di ulu hati.
Timbulnya ikterus karena kerusakan sel parenkim hati. Walaupun jumlah
billirubin yang belum mengalami konjugasi masuk ke dalam hati tetap normal, tetapi
karena adanya kerusakan sel hati dan duktuli empedu intrahepatik, maka terjadi
kesukaran pengangkutan billirubin tersebut didalam hati. Selain itu juga terjadi
kesulitan dalam hal konjugasi. Akibatnya billirubin tidak sempurna dikeluarkan
melalui duktus hepatikus, karena terjadi retensi (akibat kerusakan sel ekskresi) dan

7
regurgitasi pada duktuli, empedu belum mengalami konjugasi (bilirubin indirek),
maupun bilirubin yang sudah mengalami konjugasi (bilirubin direk). Jadi ikterus yang
timbul disini terutama disebabkan karena kesukaran dalam pengangkutan, konjugasi
dan eksresi bilirubin.
Tinja mengandung sedikit sterkobilin oleh karena itu tinja tampak pucat
(abolis). Karena bilirubin konjugasi larut dalam air, maka bilirubin dapat dieksresi ke
dalam kemih, sehingga menimbulkan bilirubin urine dan kemih berwarna gelap.
Peningkatan kadar bilirubin terkonjugasi dapat disertai peningkatan garam-garam
empedu dalam darah yang akan menimbulkan gatal-gatal pada ikterus

8
D. Pathway

Pengaruh alkohol, Inflamasi pada hepar


virus hepatitis, toksin

Gangguan suplai hipertermi Peregangan kapsula hati


darah normal pada sel-
sel hepar
Perasaan tidak nyaman Hepatomegali
kuadran kanan atas
Kerusakan sel
parenkim, sel hati dan anoreksia
duktuli empedu Nyeri akut
intrahepatik
Ketidakseimbangan
nutrisis kurang dari
kebutuhan

Gangguan metabolisme ostruksi Kerusakan


karbohidrat dan protein konjugasi

Gangguan ekskresi
empedu
Bilirubin tidak
Glikogenesis menurun
sempurna
Retensi bilirubin dikeluarkan melalui
duktus hepatikus
Glukogenesis menurun

Regurgitasi pada duktuli


empedu intra hepatik Bilirubin direk
Glikogen dalam hepar meningkat
berkurang
Bilirubin direk meningkat
ikterus
Glikogenolisis menurun
Peningkatan garam
empedu dalam darah
Glukosa dalam darah
berkurang Larut dalam air

Pruritus
Resiko ketidakstabilan
kadar glukosa darah
Perubahan kenyamanan Ekskresi kedalam kemih
Cepat lelah

Resiko gangguan Bilirubiria dan kemih


Intoleransi aktivitas fungsi hati berwarna gelap
9
E. Manifestasi Klinis
Hepatitis oleh Virus
1) Hepatitis A
Gejala muncul secara mendadak: panas, mual, muntah, tidak
mau makan dan nyeri perut. Pada bayi dan balita, gejala-gejala ini
sangat ringan dan jarang dikenali, dan jarang terjadi ikterus
(30%).Sebaliknya pada orang dewasa yang terinfeksi HAV, hampir
semuanya (70%) simtomatik dan dapat menjadi berat. Deibedakan
menjadi 4 stadium yaitu :
1. Masa inkubasi, berlangsung selama 18 50 hari (rata-rata
28 hari).
2. Masa prodromal, terjadi selama 4 hari sampai 1 minggu
atau lebih. Gejalanya adalah fatigue, malaise, nafsu makan
berkurang, mual, muntah, rasa tidak nyaman di daerah
kanan atas, demam (biasanya <39C), merasa dingin, sakit
kepala, gejala seperti flu. Tanda yang ditemukan biasanya
hepatomegali ringan dengan nyeri tekan.
3. Fase ikterik, dimulai dengan urin yang berwarna kuning
tua, seperti teh, diikuti oleh feses yang berwarna seperti
dempul, kemudian warna sclera dan kulit perlahan-lahan
menjadi kuning. Gejala anoreksia, lesu, mual dan muntah
bertambah berat.
4. Fase penyembuhan, ikterik menghilang dan warna feses
kembali normal dalam 4 minggu setelah onset.
Gejala klinis terjadi tidak lebih dari 1 bulan, sebagian besar
penderita sembuh total, tetapi relaps dapat terjadi dalam
beberapa bulan. Tidak dikenal adanya petanda viremia
persisten maupun penyakit kronis.

a. Hepatitis A klasik
Penyakit timbul secara mendadak di dahului gejala prodromal
sekitar 1 minggu sebelum jaundice. Sekitar 80% dari penderita
yang simtomatis mengalami jenis klasik ini. IgG ant-HAV pada
bentuk ini mempunyai aktivitas yang tinggi, dan dapat
memisahkan IgA dari kompleks IgA-HAV, sehingga dapat
dieliminasi oleh system imun, untuk mencegah terjadinya relaps.
b. Hepatitis A relaps
Terjadi pada 4%- 20% penderita simtomatis. Timbul 6-10 minggu
setelah sebelumnya dinyatakan sembuh secara klinis. Kebanyakan
terjadi pada umur 20-40 tahun. Gejala klinis dan laboratoris dari
serangan pertama biasa sudah hilang atau masih ada sebagian
sebelum timbulnya relaps. Gejala relaps lebih ringan daripada
bentuk pertama.

c. Hepatitis A kolestatik

10
Terjadi pada 10% penderita simtomatis. Ditandai dengan
pemanjangan gejala hepatitis dalam beberapa bulan disertai panas,
gatal-gatal, dan jaundice. Pada saat ini kadar AST, ALT, dan ALP
secara perlahan turun ke arah normal tetapi kadar bilirubin serum
tetap tinggi.
d. Hepatitis A protacted
Pada bentuk protracted (8.5%), clearance dari virus terjadi
perlahan sehingga pulihnya fungsi hati memerlukan waktu yang
lebih lama, dapat mencapai 120 hari. Pada biopsi hepar ditemukan
adanya inflamasi portal dengan piecemeal necrosis, periportal
fibrosis, dan lobular hepatitis.
e. Hepatitis A fulminan
Terjadi pada 0,35% kasus. Bentuk ini paling berat dan dapat
menyebabkan kematian. Ditandai dengan memberatnya ikterus,
ensefalopati, dan pemanjangan waktu protrombin. Biasanya terjadi
pada minggu pertama saat mulai timbulnya gejala. Penderita
berusia tua yang menderita penyakit hati kronis (HBV dan HCV)
berisiko tinggi untuk terjadinya bentuk fulminan ini.

2) Hepatitis B
a. Hepatitis B akut
Manifestasi klinis infeksi HBV cenderung ringan. Kondisi
asimtomatis ini terbukti dari tingginya angka pengidap tanpa
adanya riwayat hepatitis akut. Apabila menimbulkan gejala
hepatitis, gejalanya menyerupai hepatitis virus yang lain tetapi
dengan intensitas yang lebih berat. Gejala yang muncul terdiri atas
gejala seperti flu dengan malaise, lelah, anoreksia, mual dan
muntah, timbul kuning atau ikterus dan pembesaran hati; dan
berakhir setelah 6-8 minggu. Dari pemeriksaan laboratorium
didapatkan peningkatan kadar ALT dan AST sebelum timbulnya
gejala klinis, yaitu 6-7 minggu setelah terinfeksi. Pada beberapa
kasus dapat didahului gejala seperti serum sickness, yaitu nyeri
sendi dan lesi kulit (urtikaria, purpura, macula dan
makulopapular).Icterus terdapat pada 25% penderita, biasanya
mulai timbul saat 8 minggu setelah infeksi dan berlangsung selama
4 minggu. Gejala klinis ini jarang terjadi pada infeksi neonates,
10% pada anak dibawah umur 4 tahun, dan 30% pada dewasa.
Sebagian besar penderita hepatitis B simtomatis akan sembuh
tetapi dapat menjadi kronis pada 10% dewasa, 25% anak, dan 80%
bayi.
b. Hepatitis B kronis
Definisi hepatitis kronis adalah terdapatnya peningkatan kadar
aminotransferase atau HBsAg dalam serum, minimal selama 6
bulan. Sebagian besar penderita hepatitis kronis adalah
asimtomatis atau bergejala ringan dan tidak spesifik. Peningkatan
kadar aminotransferase serum (bervariasi mulai dari minimal
sampai 20 kali nilai normal) menunjukkan adanya kerusakan
jaringan hati yang berlanjut. Fluktuasi kadar aminotransferase
11
serum mempunyai korelasi dengan respons imun terhadap HBV.
Pada saat kadar aminotransferase serum meningkat dapat timbul
gejala klinis hepatitis dan IgM anti-HBc. Namun gejala klinis ini
tidak berhubungan langsung dengan beratnya penyakit, tingginya,
kadar aminotransferase serum, atau kerusakan jaringan hati pada
biopsi. Pada penderita hepatitis kronis-aktif yang berat (pada
pemeriksaan histopatologis didapatkan bridging necrosis), 50%
diantaranya akan berkembang menjadi sirosis hati setelah 4 tahun,
sedangkan penderita hepatitis kronis-aktif sedang akan menjadi
sirosis 6 tahun. Kecepatan terjadinya sirosis mungkin berhubungan
dengan beratnya nekrosis jaringan hati yang dapat berubah dari
waktu ke waktu sehingga untuk melakukan perkiraan kapan
timbulnya sirosis pada individu sukar untuk ditentukan.
c. Gagal hati fulminan
Gagal hati fulminan terjadi pada tidak lebih dari 1% penderita
hepatitis B akut simtomatik. Gagal hati fulminan ditandai dengan
timbulnya ensefalopati hepatikum dalam beberapa minggu setelah
munculnya gejala pertama hepatitis, disertai icterus, gangguan
pembekuan, dan peningkatan kadar aminotransferase serum hingga
ribuan unit. Hal ini mungkin disebabkan oleh adanya reaksi
imunologis yang berlebihan dan menyebabkan nekrosis jaringan
hati yang luas.
d. Pengidap sehat
Pada golongan ini tidak didapatkan gejala penyakit hati dan kadar
aminotransferase serum berada dalam batas normal. Dalam hal ini
terjadi toleransi imunologis sehingga tidak terjadi kerusakan pada
jaringan hati. Kondisi ini sering terjadi pada bayi di daerah
endemic yang terinfeksi secara vertikal dari ibunya. Prognosis bagi
pengidap sehat adalah : (1) membaik (anti-HBe positif) sebesar
10% setiap tahun, (2) menderita sirosis pada umur diatas 30 tahun
sebesar 1% dan (3) menderita karsinoma hati kurang dari 1%.

3) Hepatitis C
a. Hepatitis C akut
Infeksi HCV merupakan 20% bagian dari hepatitis akut di Amerika
Serikat. Perkiraan masa inkubasi sekitar 7 minggu yakni antara 2-
30 minggu. Anak maupun dewasa yang terkena infeksi biasanya
tidak menunjukkan gejala dan apabila ada, gejalanya tidak spesifik
yaitu rasa lelah, lemah anoreksia, dan penurunan berat badan.
Sehingga dapat dikatakan bahwa diagnosis hepatitis C pada fase
akut sangat jarang. Pada penderita dewasa dengan gejala klinis,
30% menunjukkan adanya ikterus. Pada pemeriksaan LFT, harga
ALT dapat meningkat sampai 10 kali harga normal. Antibodi
terhadap HCV (anti-HCV) mungkin belum terdeteksi, dan
didapatkan setelah beberapa minggu atau bulan setelah terjadinya
infeksi akut.

12
Kadar transaminase serum meningkat selama fase akut, dan pada
40% penderita akan menjadi normal walaupun tidak berhubungan
dengan status virologis. Hanya 15% penderita sembuh secara
spontan dengan pembuktian menggunakan metode PCR, dan 85%
akan menjadi kronis. Tidak seperti HAV maupun HBV, infeksi
HCV jarang menyebabkan kegagalan hati fulminan.
b. Hepatitis C kronis
Tidak kurang dari 85% penderita hepatitis C akut berkembang
menjadi kronis. Mekanisme mengenai mengapa virus masih tetap
ada atau persisten setelah infeksi akut belum diketahui. Data
menunjukkan adanya diversitas dan kemampuan virus untuk
melakukan mutasi secara cepat. Sebagian besar penderita tidak
sadar akan penyakitnya, selain gejala minimal dan tidak spesifik
seperti rasa lelah, mual, mialgia, rasa tidak enak pada perut kanan
atas, gatal-gatal dan penurunan berat badan. Beberapa penderita
menunjukkan gejala-gejala ekstrahepatik yang dapat mengenai
organ lain seolah-olah tidak berhubungan dengan penyakit hati.
Gejala ekstrahepatik bisa meliputi gejala hematologis, autoimun,
mata, persendian, kulit, ginjal, paru, dan system saraf. Sekitar 30%
penderita menunjukkan kadar ALT serum yang normal sedangkan
yang lainnya meningkat sekitar 3 kali harga normal. Kadar
bilirubin dan fosfatase alkali serum biasanya normal kecuali pada
fase lanjut.
c. Sirosis hati
Perkembangan dari hepatitis C kronis menjadi sirosis berlangsung
dalam dua atau tiga dekade. Prevalensi terjadinya sirosis pada
penderita hepatitis C kronis bervariasi antara 20%-30% bahkan ada
yang dilaporkan mencapai 76%. Gejala klinis sangat minimal
sampai timbulnya komplikasi akibat sirosis. Terdapat beberapa
faktor prediktif terjadinya progresifitas penyakit yaitu :
o Umur lebih dari 40 tahun saat terinfeksi
o Laki-laki
o Derajat fibrosis pada saat biopsy awal
o Status imunologi
o Ko-infeksi dengan virus hepatotropik lainnya atau dengan virus
HIV
o Infeksi genotip I
o Adanya quasi-spesies
o Overload besi
o Konsumsi alcohol
Prognosis penderita sirosis dengan infeksi HCV secara umum
adalah baik sampai terjadinya dekompensasi. Fattovich dkk
mendapatkan dari 384 penderita sirosis kompensasi, survival
ratenya mencapai 96%, 91%, dan 79% untuk waktu 3, 5, dan 10
tahun. Niederau dkk melalui studi prospektif terhadap 838
penderita hepatitis C kronis mendapatka bahwa apabila terjadi
dekompensasi hati, maka memiliki 5-year survival rate kurang dari
50%. Ini merupakan suatu indikasi untuk dilakukan transplantasi

13
hati. Dengan adanya resiko terjadinya karsinoma hepatoseluler,
maka secara berkala setiap 6 bulan perlu dilakukan USG dan
pemeriksaan alfa-fetoprotein.
d. Karsinoma hepatoselular
Perkiraan insidens karsinoma hepatoselular sekitar 0,25-1,2 juta
kasus baru setiap tahun, sebagian besar berasal dari penderita
dengan sirosis. Resiko terjadinya karsinoma hepatoselular pada
penderita sirosis karena hepatitis C kronis diperkirakan sekitar 1%-
4%. Perkembangan sejak terjadinya infeksi HCV sampai
timbulnya karsinoma hepatoselular berkisar antara 10-50 tahun.
DiBisceglie memperkirakan bahwa antara 1,9%-6,7% penderita
sirosis HCV berkembang menjadi HCC setelah 10 tahun.

4) Hepatitis D
Gambaran klinis infeksi HDV tergantung pada mekanisme
infeksi. Pada konfeksi gejala klinis hepatitis akut lebih berat daripada
gejala klinis HBV saja. Namun untuk menjadi hepatitis kronis
kemungkinannya adalah rendah. Pada superinfeksi jarang terjadi gejala
klinis hepatitis akut namun sering terjadi hepatitis kronis dan pada
kejadian superinfeksi risiko terjadinya hepatitis fulminan lebih tinggi.
Pada anak yang menderita gagal hati fulminan harus dipikirkan
kemungkinan infeksi HDV.
Terdapat bentuk gejala klinis yang khusus berupa ikterus yang diikuti
dengan panas mendadak, hematemesis, dan gejala gagal hati fulminan.
Terjadi terutama di daerah lembah sungai Amazon, Amerika Selatan
dan disebut sebagai hepatitis Labrea, black fever atau hepatitis santa
marta.

5) Hepatitis E
Gambaran klinis hepatitis E bervariasi antara bentuk ringan atau
subklinis sampai kasus fatal yang menyebabkan kematian. Masa
inkubasinya 2-9 minggu. Bentuk subklinisnya tidak dapt dikenali
karena memberikan gejala seperti flu. Bentuk klinis yang manifest
dengan icterus akan sembuh sendiri seperti hepatitis A. Perbaikan
hiperbilirubinemia dan ALT dicapai setelah 3 minggu sejak mulai
timbulnya sakit. Bentuk klinis dan simtomatis timbul pada dewasa
muda dan umur pertengahan. Kasus berat dan menyebabkan kematian
terjadi pada wanita hamil. Tidak pernah didapatkan bentuk kronis.

F. Komplikasi
Tidak setiap pasien dengan hepatitis virus akan mengalami perjalanan
penyakit yang lengkap. Sejumlah kecil pasien (<1%) memperlihatkan kemunduran
klinis yang cepat setelah mulainya ikterus akibat hepatitis fulminan dan nekrosis hati
masif (rusaknya sel hati). Hepatitis fulminan dicirikan oleh tanda dan gejala gagal hati
akut seperti penciutan hati, kadar bilirubin serum meningkat cepat, pemanjangan
waktu protrombin yang sangat nyata dan koma hepatik. Kematian dapat timbul pada
80 % kasus dan dalam beberapa hari pada sebagaian kasus. Yang lain dapat bertahan

14
hidup selama beberapa minggu bila kerusakan tidak terlalu luas. HBV bertanggung
jawab atas 50 % kasus hepatitis fulminan dan seringkali disertai infeksi HDV.
Hepatitis fulminan tidak sering menjadi komplikasi HCV dan amat jarang menyertai
HAV.
Komplikasi hepatitis virus yang paling sering dijumpai adalah perjalanan
penyakit yang memanjang hingga 4 - 8 bulan. Keadaan ini dikenal sebagai hepatitis
kronik persisten dan terjadi pada 5 % - 10 % pasien. Akan tetapi, meskipun terlambat,
pasien - pasien hepatitis kronik persisten akan selalu sembuhkembali.
Sekitar 5 % dari pasien hepatitis virus, akan mengalami kekambuhan setelah
serangan awal. Kekambuhan biasanya dihubungkan dengan minum alkohol atau
aktivitas fisik yang berlebihan. Ikterus biasanya tidak terlalu nyata, dan tes fungsi hati
tidak memperlihatan kelainan dalam derajat yang sama. Istrirahat cukup biasanya
akan segera diikuti kesembuhan.
Setelah hepatitis virus akut, sejumlah kecil pasien akan mengalami hepatitis
agresif atau kronik aktif, di mana terjadi kerusakan hati seperti digerogoti dan
perkembangan sirosis. Kondisi ini dibedakan dari hepatitis kronik persisten dengan
biopsi hati. Terapi kortikosteroid dapat memperlambat perluasan cedera hati, namun
prognosis tetap buruk. Kematian biasanya terjadi dalam 5 tahun akibat gagal hati atau
komplikasi sirosis. Hepatitis kronik aktif dapat berkembang pada hampir 50 % pasien
dengan HCV, sedangkan proporsinya pada penderita HBV jauh lebih kecil (sekitar 1 -
3 %). Sebaliknya, hepatitis kronik umumnya tidak menjadi komplikasi dari HAV atau
HEV. Tidak semua kasus hepatitis kronik aktif terjadi menyusul hepatitis virus akut.
Obat - obatan yang dapat terlibat dalam patogenesis kelainan ini termasuk
alfametildopa, isoniazid, sulfonamida dan aspirin.
Akhirnya, suatu komplikasi lanjut dari hepatitis yang cukup bermakna adalah
perkembangan karsinoma hepatoselular / kanker hati.

G. Pemeriksaan Penunjang
1. Enzim enzim serum AST (SGOT), ALT (SPGT), LDH : meningkat pada
kerusakan sel hati dan pada keadaan lain terutama infark miokardium.
2. Bilirubin direk : meningkat pada gangguan ekskresi bilirubin terkonjugasi
3. Bilirubin indirek : meningkat pada gangguan hemolitik dan sindrom gilbert
4. Bilirubin serum total : meningkat pada penyakit hapatoseluler
5. Protein serum total : kadarnya menurun pada berbagai gangguan hati
6. Masa protombin : meningkat pada penurunan sintesis protombin akibat kerusakan
sel hati
7. Kolesterol serum : menurun pada kerusakan sel hati, meningkat pada obstruksi
duktus biliaris

H. Pemeriksaan Diagnostik
Laboratorium

15
1. Pemeriksaan pigmen
Urobilirubin direk
Bilirubin serum total
Bilirubin urine
Urobilirubin urine
Urobilirubin feses

2. Pemeriksaan protein
Protein serum total
Albumin serum
Globulin serum
HbsAG

3. Pemeriksaan serum transferase dan transaminase


AST atau SGOT
ALT atau SGPT
LDH
Amonia serum

4. Radiologi
Foto rontgen abdomen
Pemindahan hati dengan preparat technetium, emas, atau rose bengal
yang berlabel radioaktif
Kolestogram dan kalangiogram
Arteriografi pembuluh darah seliaka

5. Pemeriksaan tambahan
Laparoskopi
Biopsi hati

I. Penatalaksanaan
Jika seseorang telah didiagnosis menderita hepatitis, maka ia perlu
mendapatkan perawatan. Pengobatan harus dipercepat supaya virus tidak menyebar.
Jika tindakan penaganan lambat membuat kerusakan lebih besar pada hati dan
menyebabkan kanker.
1. Penanganan dan Pengobatan Hepatitis A
Penderita yang menunjukkan gejala hepatitis A seperti minggu pertama
munculnya yang disebut penyakit kuning, letih dan sebagainya diatas,
diharapkan untuk tidak banyak beraktivitas serta segera mengunjungi
fasilitas pelayan kesehatan terdekat untuk mendapatkan pengobatan dari
gejala yang timbul seperti paracetamol sebagai penurun demam dan pusing,
vitamin untuk meningkatkan daya tahan tubuh dan nafsu makan serta obat-
obatan yang mengurangi rasa mual dan muntah.

2. Penanganan dan Pengobatan Hepatitis B

16
Penderita yang diduga Hepatitis B, untuk kepastian diagnosa yang
ditegakkan maka akan dilakukan periksaan darah. Setelah diagnosa
ditegakkan sebagai Hepatitis B, maka ada cara pengobatan untuk hepatitis B,
yaitu pengobatan telan (oral) dan secara injeksi.
a. Pengobatan oral
Pemberian obat Lamivudine dari kelompok nukleosida analog,
yang dikenal dengan nama 3TC. Obat ini digunakan bagi
dewasa maupun anak-anak. Pemakaian obat ini cenderung
meningkatkan enzyme hati (ALT) untuk itu penderita akan
mendapat monitor bersinambungan dari dokter.
Pemberian obat Adefovir dipivoxil (Hepsera). Pemberian
secara oral akan lebih efektif, tetapi pemberian dengan dosis
yang tinggi akan berpengaruh buruk terhadap fungsi ginjal.
Pemberian obat Baraclude (Entecavir). Obat ini diberikan pada
penderita Hepatitis B kronik, efek samping dari pemakaian
obat ini adalah sakit kepala, pusing, letih, mual dan terjadi
peningkatan enzyme hati. Tingkat keoptimalan dan kestabilan
pemberian obat ini belum dikatakan stabil.
b. Pengobatan dengan injeksi
Pemberian suntikan Microsphere yang mengandung partikel
radioaktif pemancar sinar yang akan menghancurkan sel kanker
hati tanpa merusak jaringan sehat di sekitarnya. Injeksi Alfa
Interferon (dengan nama cabang INTRON A, INFERGEN,
ROFERON) diberikan secara subcutan dengan skala pemberian 3
kali dalam seminggu selama 12-16 minggu atau lebih. Efek
samping pemberian obat ini adalah depresi, terutama pada
penderita yang memilki riwayat depresi sebelumnya. Efek lainnya
adalah terasa sakit pada otot-otot, cepat letih dan sedikit
menimbulkan demam yang hal ini dapat dihilangkan dengan
pemberian antipiretik

3. Penanganan dan Pengobatan Hepatitis C


Saat ini pengobatan Hepatitis C dilakukan dengan pemberian obat seperti
Interferon alfa, Pegylated interferon alfa dan Ribavirin. Adapun tujuan
pengobatan dari Hepatitis C adalah menghilangkan virus dari tubuh anda
sedini mungkin untuk mencegah perkembangan yang memburuk dan stadium
akhir penyakit hati. Pengobatan pada penderita Hepatitis C memerlukan
waktu yang cukup lama bahkan pada penderita tertentu hal ini tidak dapat
menolong, untuk itu perlu penanganan pada stadium awalnya.

J. Konsep Pencegahan
Pengobatan lebih ditekankan pada pencegahan melalui imunisasi karena
keterbatasan pengobatan hepatitis virus. Vaksin diberikan dengan rekomendasi untuk
jadwal pemberian 2 dosis bagi orang dewasa berumur 18 tahun & yang lebih tua. Dan
dosis ke-2 diberikan 6 hingga 12 bulan setelah dosis pertama. Cara pemberian adalah
suntikan intramuskular dalam otot deltoideus.

17
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Pengkajian yang dapat dilakukan berupa informasi identitas klien (Amin Huda
Nurarif, 2015) :
a. Identitas klien
Berisi tentang identitas klien seperti nama, jenis kelamin, umur, berat
badan, dan sebagainya.
b. Riwayat penyakit masa lalu
Riwayat penyakit klien yang diderita sebelum mengidap penyakit
sekarang. Perlu dikaji untuk mengetahui apakah ada kaitan atau hubungan
dari penyakit yang pernah dialami dengan yang sekarang.
c. Riwayat penyakit keluarga
Untuk mengetahui apakah penyakit yang diderita klien merupakan
penyakit keturunan atau tidak
d. Pengkajian psikososial
Mengkaji bagaimana hubungan sosial klien dengan orang lain saat
mengetahui dan mengidap penyakit yang sedang dideritanya.
e. Pengkajian riwayat nutrisi
Tanyakan kepada keluarga klien mengenai asupan nutrisi klien apakah
sesuai kebutuhan atau tidak
f. Pemeriksaan fisik
Data subjektif
Data yang diberikan klien mengenai keluhan yang sedang
dialaminya :
Klien mengatakan bahwa tubuhnya terasa panas, terjadi mual
muntah serta nafsu makan berkurang, nyeri pada perut bagian
kanan dan mengeluh tidak mampu berjalan.
Data objektif
Hasil yang didapat setelah melakukan pemeriksaan secara umum :
Inspeksi
Inspeksi adalah suatu proses observasi yang dilaksanakan
secara sistematik. Observasi dilakukan dengan cara
menggunakan indra penglihatan, pendengaran dan
penciuman sebagai suatu alat untuk mengumpulkan data.
Palpasi
Palpasi adalah suatu tehnik yang menggunkan indra
peraba.
Perkusi
Perkusi adalah suatu pemeriksaan dengan jalan mengetuk
untuk membandingkan kiri dan kanan pada setiap daerah
permukaan tubuh dengan tujuan menghasilkan suara.

18
Perkusi bertujuan untuk mengidentifikasi lokasi, ukuran,
bentuk dan konsistensi jaringan.
Auskultasi
Auskultasi adalah pemeriksaan dengan jalan mendengarkan
suara yang akan dihasilkan oleh tubuh dengan
menggunakan stetoskop.

Pendekatan Review of System (ROS) :


Pengkajian yang dilakukan mencakup seluruh sistem tubuh. Informasi yang
didapat membantu perawat untuk menentukan sistem tubuh mana yang perlu
mendapat perhatian khusus, yaitu :
a. Tanda-tanda vital
Suhu, nadi, pernapasan dan tekanan darah
b. Sistem Respirasi
1. Kaji keadaan umum dan pemenuhan kebutuhan respirasi
2. Kaji respiratory rate, irama dan kualitasnya
3. Inspeksi fungsi otot bantu napas, ukuran rongga dada, termasuk
diameter anterior dan posterior thorax
4. Palpasi posisi trakea dan adanya subkutan emphysema
5. Auskultasi seluruh area paru dan kaji suara paru normal (vesikular,
bronkovesikular, atau bronkial) dan kaji juga adanya bunyi paru
patologis (wheezing, cracles atau ronkhi)
6. Kaji adanya keluhan batuk, durasi, frekuensi dan adanya
sputum/dahak, cek warna, konsistensi dan jumlahnya dan apakah
disertai darah
7. Kaji adanya keluhan SOB (shortness of breath)/sesak napas, dyspnea
dan orthopnea
8. Inspeksi membran mukosa dan warna kulit
9. Tentukan posisi yang tepat dan nyaman untuk meningkatkan fungsi
pernapasan pasien
10. Kaji apakah klien memiliki riwayat merokok (jumlah per hari) dan
berapa lama telah merokok
11. Kaji catatan obat terkait dengan sistem pernapasan dan test
diagnostic.
c. Sistem Kardiovaskuler
1. Pengkajian fisik jantung
Inspeksi
Lihat dan perhatikan impuls dari iktus kordis, mudah terlihat pada
pasien yang kurus dan tidak terlihat pada pasien yang gemuk atau
emfisema pulmonum. Yang perlu diperhatikan adalah Titik Impuls
Maksimum (Point of Maximum Impulse). Normalnya berada pada
ruang intercostals V pada garis midklavikular kiri. Apabila impuls
maksimum ini bergeser ke kiri berarti ada pembesaran jantung kiri
atau jantung terdorong atau tertarik kekiri.
Palpasi

19
Palpasi dapat mengetahui dan mengenal ukuran jantung dan denyut
jantung. Point of Maximum Impuls dipalpasi untuk mengetahui
getaran yang terjadi ketika darah mengalir melalui katup yang
menyempit atau mengalami gangguan.
Perkusi
Dengan posisi pasien tetap berbaring/terlentang kita lakukan
pemeriksaan perkusi. Tujuannya adalah untuk menentukan batas
jantung (batas atas kanan kiri). Teknik perkusi menuntut penguasaan
teknik dan pengalaman, diperlukan keterampilan khusus. Pemeriksa
harus mengetahui tentang apa yang disebut sonor, redup dan timpani.
Auskultasi
Pemeriksaan auskultasi untuk menentukan denyut jantung, irama
jantung, bunyi jantung, murmur dan gesekan (rub). Bunyi jantung
perlu dinilai kualitas dan frekuensinya
2. Pembuluh darah
Pada pemeriksaan ini untuk mengobservasi warna, ukuran dan
sirkulasi perifer.
Palpasi
Untuk mengetahui suhu, edema dan denyutan. Pemeriksa dapat
menekan tempat tersebut dengan ketentuan :
+ 1 = cekung sedikit yang cepat hilang.
+ 2 = cekung menghilang dalam waktu 10-15 detik.
+ 3 = cekung dalam yang menghilang dalam waktu 1-2 menit.
+ 4 = bebas cekungan hilang dalam waktu 5 menit atau lebih.
Auskultasi
Pada pemeriksaan ini dapat digunakan untuk mendengar bunyi arteri.
d. Sistem Persyarafan
1. Kaji LOC (level of consiousness) atau tingkat kesadaran : dengan
melakukan pertanyaan tentang kesadaran pasien terhadap waktu,
tempat dan orang
2. Kaji status mental
3. Kaji tingkat kenyamanan, adanya nyeri dan termasuk lokasi, durasi,
tipe dan pengobatannya
4. Kaji fungsi sensoris dan tentukan apakah normal atau mengalami
gangguan. Kaji adanya hilang rasa, rasa terbakar/panas dan baal
5. Kaji fungsi motorik seperti : genggaman tangan, kekuatan otot,
pergerakan dan postur
6. Kaji adanya kejang atau tremor
e. Sistem Pencernaan
1. Inspeksi keadaan umum abdomen : ukuran, kontur, warna kulit dan
pola pembuluh vena (venous pattern)
2. Auskultasi abdomen untuk mendengarkan bising usus
3. Palpasi abdomen untuk menentukan : lemah, keras atau distensi,
adanya nyeri tekan, adanya massa atau asites
4. Kaji tipe diet, jumlah, pembatasan diet dan toleransi terhadap diet
5. Kaji adanya perubahan selera makan, dan kemampuan klien untuk
menelan
6. Kaji adanya perubahan berat badan
7. Kaji pola eliminasi : BAB dan adanya flatus

20
f. Sistem Perkemihan
1. Kaji kebiasaan pola BAK, output/jumlah urine 24 jam, warna,
kekeruhan dan ada/tidaknya sedimen
2. Kaji keluhan gangguan frekuensi BAK, adanya dysuria dan
hematuria, serta riwayat infeksi saluran kemih
3. Palpasi adanya distesi bladder (kandung kemih)
g. Sistem Muskuloskeletal
1. Kaji adanya nyeri otot, kram atau spasme
2. Kaji adanya kekakuan sendi dan nyeri sendi
3. Kaji pergerakan ekstremitas tangan dan kaki, ROM (range of motion),
kekuatan otot
4. Kaji kemampuan pasien duduk, berjalan, berdiri, cek postur tubuh
5. Kaji adanya tanda-tanda fraktur atau dislokasi
h. Sistem Integumen
1. Kaji integritas kulit dan membrane mukosa, turgor, dan keadaan
umum kulit (jaundice, kering)
2. Kaji warna kulit, pruritus, kering, odor
3. Kaji adanya luka, bekas operasi/skar, drain, dekubitus, dsb
4. Kaji resiko terjadinya luka tekan dan ulkus
5. Palpasi adanya nyeri, edema, dan penurunan suhu
i. Sistem Reproduksi
Biasanya didapatkan data impoten pada pria, dan penurunan libido pada
wanita disertai keputihan

21
B. Analisa Data
No Data Masalah Etiologi
1 Ds : klien hipertermia Invasi agen dalam sirkulsasi
mengatakan darah sekunder terhadap
tubuhnya panas inflamasi hepar

Do : suhu tubuh
diatas rentang
normal

TD :100/70 mmHg
Nadi : 128x/menit
Suhu : 39,3 C
RR : 24x/menit

2 Ds : klien merasa Nutrisi kurang dari Sekresi lambung


mual muntah, nafsu kebutuhan tubuh
meningkat,
makan berkurang
adanya mual ,muntah,
Do : Klien tampak
pucat, penurunan Penurunan nafsu makan
berat badan

BB sebelum sakit : Intake nutrisi < kebutuhan


55 kg
BB saat sakit : 50
kg Anoreksia
TB : 160
IMT : 19,53
(underweight

Hasil lab:
Hb: 7 mg/dl
Ureum: 80 mg/dl
Kreatinin 3 mg/d
3 Ds : Klien mengeluh Nyeri akut Inflamasi hepar
nyeri bagian perut
sebelah kanan Bendungan vena porta

Do : Klien tampak Pembengkakan hepar


meringis kesakitan
saat ditekan didaerah
perut sebelah kanan

P: nyeri saat ditekan


& membungkuk

22
Q: nyeri ditusuk2

R: Perut kanan
bawah

S: Skala nyeri 6
T: 2 menit setiap
gerak

TD : 100/70 mmHg
Nadi : 128 x/ menit
Suhu : 39,30 C
RR : 24/menit

4 Ds : Klien Intoleransi aktivitas Ketidakseimbangan suplai


mengatakan tidak dan
mampu berjalan kebutuhan O2
Do : Klien tampak Kelemahan umum Kelemahan
lemah
Tonus Otot 4 4
4 4

C. Diagnosa
1. Hipertermia b.d invasi agent dalam sirkulasi darah sekunder terhadap
inflamasi hepar
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d perasaan tidak
nyaman di kuadran kanan atas, gangguan absorbsi dan metabolisme
pencernaan makanan , kegagalan masukan untuk memenuhi kebutuhan
metabolik karena anoreksia,mual,muntah
3. Nyeri akut b.d pembengkakan hepar yang mengalami inflamasi hati dan
bendungan vena porta
4. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan umum, ketidakseimbangan antara suplai
dan kebutuhan oksigen.

23
D. Intervensi
No Dx Noc Nic
1 Hipertermia b.d invasi Setelah dilakukan tindakan Fever Treatment
agent dalam sirkulasi keperawatan selama 1x24 1. Monitor suhu
darah sekunder terhadap jam diharapkan suhu tubuh sesering mungkin
inflamasi hepar normal 2. Monitor warna
Dengan Kriteria Hasil: dan suhu tubuh
-Suhu tubuh dalam rentang 3. Monitor tekanan
normal (36.5-37.5) darah,nadi dan
-Nadi dan RR dalam rentang RR
normal 4. Monitor intake
-Tidak ada perubahan warna dan output
kulit dan pusing 5. Berikan
pengobatan
untuk mengatasi
penyebab
demam(
6. Selimut Pasien
7. Kolaborasi
pemberian cairan
intravena
8. Berikan
pengobatan
untuk mencegah
terjadinya
menggigil

2 Ketidakseimbangan Setelah dilakukan tindakan Nutrition Management


nutrisi kurang dari keperawatan selama 3x24 1. Kaji adanya
kebutuhan tubuh b.d jam diharapkan pemasukan alergi makanan
anoreksia, mual, muntah makanan dan cairan 2. Kolaborasi
meningkat ,control berat dengan ahli gizi
badan untuk ,
Dengan kriteria hasil: menentukan
1. Adanya peningkatan jumlah kalori dan
berat badan nutrisi yang
2. Tidak ada tanda tanda dibutuhkan
malnutrisi pasien
3. Tidak terjadi 3. Anjurkan pasien
penurunan berat makan sedikit
badan tapi sering
4. Berat badan ideal Nutrition Monitoring
sesuai dengan tinggi 1. BB pasien dalam
badan batas normal
2. Monitor adanya
penurunan berat
badan
3. Monitor tipe dan

24
jumlah ativitas
yang biasa
dilakukan
4. Monitor interaksi
anak atau orang
tua selama
makan
5. Monitor
lingkungan
selama makan
6. Jadwalkan
pengobatan dan
tindakan tidak
selama jam
makan
3 Nyeri akut b.d Setelah dilakukan tindakan Pain Managemen
pembengkakan hepar keperawatan selama 1x24 1. Lakukan
jam diharapkan skala nyeri pengkajian nyeri
berkurang, dapat secara
mengkontrol rasa nyeri dan komprehensif
mencapai rasa nyaman termasuk lokasi,
Dengan kriteria hasil : karakteristik,
1. Mampu mengontrol durasi, frekuensi,
rasa nyeri ( tahu kualitas , dan
penyebab nyeri, faktor presipitasi
mampu 2. Observasi reaksi
menggunakan teknik nonverbal dari
nonfarmakologi ketidaknyamanan
untuk mengurangi 3. Gunakan teknik
nyeri dan mencari komunikasi
bantuan) teraupetik untuk
2. Melaporkan bahwa mengetahui
nyeri berkurang pengalaman
dengan menggunakan nyeri pasien
manajemen nyeri 4. Kaji kultur yang
3. Menyatakan rasa memengaruhi
nyaman setelah nyeri respon nyeri
berkurang 5. kontrol
4. Mampu mengenali lingkungan yang
nyeri (skala, dapat
intensitas, frekuensi, memengaruhi
dan tanda nyeri) nyeri seperti
suhu ruangan,
pencahayaan dan
kebisingan
4. Intoleransi aktivitas b.d Setelah dilakukan tindakan Activity Theraphy
kelemahan umum, keperawatan selama 3x24 1. Kolaborasi
ketidakseimbangan antara jam diharapkan energi klien dengan tenaga
suplai dan kebutuhan meningkat, toleransi aktivitas reabilitasi medic
oksigen meningkat , dan dapat dalam

25
melakukan perawatan diri merencanakan
Dengan kriteria hasil: program terapi
1. mampu melakukan yang tepat.
aktivitas sehari-hari 2. Bantu klien
secara mandiri mengidentifikasi
2. Tanda tanda vital normal aktivitas yang
3. Mampu berpindah : mampu
dengan atau tanpa dilakukan
bantuan alat 3. Bantu untuk
memilih aktivitas
konsisten yang
sesuai dengan
kemampuan
fisik, psikologi
dan sosial
4. Bantu untuk
mengidentifikasi
dan mendapatkan
sumber yang
diperlukan untuk
aktivitas yang
diinginkan
5. Bantu klien
untuk membuat
jadwal latihan
diwaktu luang
6. Bantu pasien
untuk
mengidentifikasi
kekurangan
dalam
beraktivitas
7. Sediakan
penguatan positif
bagi yang aktif
beraktifitas
8. Bantu pasien
mengembangkan
motivasi diri dan
penguatan

26
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Hepatitis merupakan infeksi pada hati, baik disebabkan oleh virus atau tidak.
Hepatitis yang disebabkan oleh virus ada tiga tipe, yaitu tipe A, tipe B, dan tipe C.
hepatitis yang tidak disebabkan oleh virus biasanya disebabkan oleh adanya zat-zat
kimia atau obat, seperti karbon tetraklorida, jamur racun, dan vinyl klorida.

B. Saran
Kami merasa makalah ini banyak kekurangan, karena kurangnya referensi dan
pengetahuan pada saat pembuatan makalah ini.Maka dari itu kami sebagai penulis
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca agar
kami dapat membuat makalah kedepannya lebih baik lagi.

27
DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahmat, A. (2010). Pendekatan Terkini Hepatiti B dan C dalam Praktik Klinis Sehari-
hari. Jakarta: Sagung Seto.
Brunner, & Sudarth. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah (8 ed.). Jakarta: EGC.
Doenges, M. E. (2012). Rencana Asuhan Keperawatan (3 ed.). Jakarta: EGC.
Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2016). Asuhan Keperawatan Praktis. Jakarta: Mediaction.
Padila. (2013). Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam. Yogyakarta: Nuha Medika.
Sari, W., dkk. (2014). Care Your Self "Hepatitis". Jakarta: Penebak Plus.
Jurnal Teknologi dan Sistem Komputer, Vol.3, No.1, Januari 2015 (E-ISSN : 2338-0403).
JURNAL MEDIKA, Vol.5, No.7, Juli 2016
Jurnal Medula Unila, Vol.4, No.4, Januari 2016
Jurnal Profesi Kesehatan, Vol.2, No.1, Januari 2015

28

Anda mungkin juga menyukai