Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

Masalah gizi di Indonesia saat ini memasuki masalah gizi ganda.


Artinya, masalah gizi kurang masih belum teratasi sepenuhnya, sementara
sudah muncul masalah gizi lebih. Kelebihan gizi yang menimbulkan obesitas
dapat terjadi baik pada anak-anak hingga usia dewasa. Obesitas disebabkan
oleh ketidakseimbangan antara jumlah energi yang masuk dengan yang
dibutuhkan oleh tubuh untuk berbagai fungsi biologis seperti pertumbuhan
fisik, perkembangan, aktivitas, pemeliharaan kesehatan.1
Obesitas mulai menjadi masalah kesehatan diseluruh dunia, bahkan WHO
menyatakan bahwa obesitas sudah merupakan suatu epidemi global, sehingga
obesitas merupakan suatu problem kesehatan yang harus diatasi. Di Indonesia,
terutama di kota-kota besar, dengan adanya perubahan gaya hidup mengakibatkan
perubahan pada pola makan/konsumsi masyarakat yang menjadi tinggi kalori,
tinggi lemak dan kolesterol, terutama penawaran makanan fast food yang semakin
meningkatkan resiko obesitas.2
Obesitas merupakan masalah kesehatan dunia yang semakin sering
ditemukan di berbagai negara. Prevalensi overweight dan obes pada anak di dunia
meningkat dari 4,2% di tahun 1990 menjadi 6,7% di tahun 2010, dan diperkirakan
akan mencapai 9,1% di tahun 2020. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) 2013 didapatkan prevalensi obesitas pada (1) anak balita di tahun
2007, 2010, dan 2013 berdasarkan berat badan menurut tinggi badan lebih dari Z
score 2 menggunakan baku antropometri anak balita WHO 2005 berturut-turut
12,2%, 14,0%, dan 11,9%, serta (2) anak berusia 5-12, 13-15, dan 16-18 tahun
berturut-turut 8,8%, 2,5%, dan 1,6% berdasarkan indeks massa tubuh menurut
umur lebih dari Z score 2 menggunakan baku antropometri WHO 2007 untuk
anak berumur 5-18 tahun.3
STATUS PASIEN

IDENTITAS PASIEN
Nama : An. M
Jenis Kelamin : Perempuan
Tggl Lahir : 11 tahun
Nama Orang tua : Tn. A
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Tondo
Tanggal masuk : 14 juni 2017

Keluhan Utama : Berat Badan Lebih (Kegemukan)


Riwayat penyakit sekarang:
Pasien masuk RS UNDATA dengan berat badan lebih. Anak mulai
mengalami berat badan lebih sejak umur 3 tahun. Saat lahir pasien lahir dengan
berat badan lahir 4000 gr. Pasien mengatakan dalam sehari dapat makan dan
minum dalam porsi banyak dari orang biasanya. Pasien mengkonsumsi makanan
3-4 kali dalam sehari dengan porsi 2-3 piring, dengan porsi nasi lebih banyak dari
sayur dan lauk. Pasien juga sering meminta lauk lagi ketika hanya 1 jenis lauk
yang diberikan. Ketika orangtuanya membatasi makanan yang di konsumsi,pasien
akan mengamuk. Dalam kesehariannya pasien mengatakan sering tidur sesaat
setelah makan dan jika pulang dari sekolah. Pasien juga mengatakan jika tidur,
sering mengorok. Pasien juga mngeluh sering sesak napas ketika beraktivitas.
Pasien juga mengeluhkan adanya nyeri pinggul dan lutut saat bergerak sehingga
pasien lebih banyak berbaring daripada berkegiatan. Pasien juga malas melakukan
olahraga. Buang air besar seperti biasa tapi untuk 2 hari sebelum masuk rumah
sakit, pasien mengatakan tidak buang air besar. Buang air kecil normal dan lancar,
pasien mengatakan tidak terlalu sering buang air kecil dan tidak mengeluhkan
nyeri saat berkemih.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien mengalami kegemukan sejak usia 3 tahun

1
Riwayat Penyakit Keluarga :
Ayah dan kakak pasien juga mengalami kegemukan seperti pasien. Ibu dan
ayah pasien tidak menderita hipertensi, penyakit jantung, dan juga diabetes.

Anamnesis Makanan:
Pasien minum ASI sejak lahir sampai umur 1 tahun. Dari umur 6 bulan
hingga umur 2 tahun diberikan susu formula. Dari umur 2 tahun hingga sekarang
diberikan nasi. Dalam sehari, biasanya pasien makan >4 kali dengan porsi lebih
banyak dari orang dewasa. Orang tua pasien membiarkan anaknya untuk makan
cemilan sehingga pasien juga sering makan cemilan berupa makanan ringan dan
makanan cepat saji. Sering makan mie goreng dan harus mengkonsumsi paling
tidak 2 bungkus sekali di tambah telur rebus.

Riwayat sosial ekonomi:


Keluarga pasien memiliki status sosial ekonomi menengah keatas.

Riwayat kebiasaan dan lingkungan:


Pasien jarang berolahraga. Kesehariannya pasien sering menonton TV
dan bermain games. Pasien juga setiap pulang sekolah selalu tidur dan malas
untuk beraktivitas.

Riwayat kehamilan dan persalinan :


Pasien lahir secara SC atas indikasi lilitan tali pusat, dengan Berat badan
lahir 4000 gram dan Panjang badan lahir 52 cm, bayi lahir langsung menangis.
Ibu pasien tidak menderita diabetes saat kehamilan.

Riwayat Imunisasi :
Imunisasi dasar lengkap

Riwayat Alergi :
Tidak ada

2
PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan umum : Sakit sedang
Kesadaran : Kompos mentis
2. Pengukuran
Tanda vital : Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Nadi :104 kali/menit
Suhu :37,0C
Respirasi :30 kali/menit
Berat badan : 70 kg
Tinggi badan : 150 cm
Status gizi : Obesitas (IMT 31,1)
3. Kulit : Warna : Sawo matang
Efloresensi : tidak ada
Pigmentasi : tidak ada

Sianosis : tidak ada


Turgor : cepat kembali (<2 detik)
Kelembaban : cukup
Tampak jaringan lemak menebal
Kepala: Bentuk : Normocephal, kesan membulat
Rambut : Warna hitam, tidak mudah dicabut, tebal,
alopesia (-)
Mata : Palpebra : edema (-/-)
Konjungtiva : pucat (-/-)
Sklera : ikterik (-/-)
Reflek cahaya : (+/+) kesan normal
Pupil : Bulat, isokor
Telinga : Sekret : tidak ada
Serumen : minimal
Nyeri : tidak ada

3
4. Mulut-Leher :
Pembesaran kelenjar leher : tidak ada
Tonsil : T1-T1
Faring : normal
5. Toraks :
a. Dinding dada/paru :
Inspeksi : Bentuk : simetris bilateral
Retraksi : tidak ada
Palpasi : Vokal fremitus kiri=kanan
Perkusi : Sonor kiri : kanan
Auskultasi : Suara Napas Dasar : Bronchovesikuler (+/+)
Suara Napas Tambahan : Rhonchi (-/-) Wheezing (-/-)
b. Jantung :
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba pada Spatium Inter Costa (SIC) V linea
midclavicula sinistra
Perkusi: Batas jantung normal
Auskultasi : Suara dasar : S1 dan S2 murni, regular
Bising : tidak ada
6. Abdomen :
Inspeksi : Bentuk : cembung
Auskultasi : bising usus (-)
Perkusi : Bunyi : timpani
Asites : (-)
Palpasi : Nyeri tekan : (-)
Hati : tidak teraba
Lien : tidak teraba
Ginjal : tidak teraba
7. Ekstremitas : akral hangat, edema tidak ada
8. Genitalia : tidak ada kelainan
9. Otot-otot : tonus baik

4
Pemeriksaan laboratorium
Hasil Rujukan Satuan
HEMATOLOGI
Hemoglobin 12.9 11,5-16,5 g/dl
Leukosit 4.2 3,5-10,5 /ul
Eritrosit 4.96 3,8-8,5 Juta/ul
Hematokrit 38.5 35-52 %
Trombosit 158 150-450 Ribu/ul

Anjuran Pemeriksaan:
- Analisis diet
- LDL/HDL
- Kadar Gula Darah Puasa

RESUME :
Pasien perempuan umur 11 tahun masuk RS UNDATA dengan berat
badan lebih. Anak mulai mengalami berat badan lebih sejak umur 3 tahun. Pasien
mengatakan dalam sehari dapat makan dan minum dalam porsi banyak dari orang
biasanya. Pasien mengkonsumsi makanan 3-4 kali dalam sehari dengan porsi 2-3
piring, dengan porsi nasi lebih banyak dari sayur dan lauk. Pasien juga sering
meminta lauk lagi ketika hanya 1 jenis lauk yang diberikan. Ketika orangtuanya
membatasi makanan yang di konsumsi,pasien akan mengamuk. Dalam
kesehariannya pasien mengatakan sering tidur sesaat setelah makan dan jika
pulang dari sekolah. Pasien juga mengatakan jika tidur, sering mengorok. Pasien
juga mngeluh sering sesak napas ketika beraktivitas. Pasien juga mengeluhkan
adanya nyeri pinggul dan lutut saat bergerak sehingga pasien lebih banyak
berbaring daripada berkegiatan.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan wajah membulat dengan pipi tembem,


leher relatif pendek, dada yang membusung dan perut yang membuncit. Status
gizi anak obesitas, menggunakan Body Mass Index dengan Berat Badan
(kg)/Tinggi Badan2 (m) adalah 31,1.

5
DIAGNOSIS :
Obesitas pada anak

FOLLOW UP

Tanggal 17-01-2017
Subject - Kemerahan di seluruh tubuh
- Demam (-)
- Batuk berlendir (-)
- Flu (-)
- Sesak (-)
- Nyeri menelan (-)
- Sakit perut (-)
- Mual (-)
- Muntah (-)
- BAB (-) 3 hari
- BAK (+)
Object - BB : 70 kg
Status gizi: IMT 31,1 (Obesitas)
- TB : 150 cm
- S : 37,4 C
- N : 108 x/menit
- R : 36 x/menit
- Thorax (Pulmo)
I: Simetris bilateral, Retraksi (-)
P: Vokal fremitus kanan=kiri
P: Sonor (+/+)
A: BV (+/+), Rh (-/-), Wh (-/-)
- Jantung:
I: Ictus cordis tidak terlihat
P: Ictus cordis teraba
P: Batas jantung normal

6
A: Bunyi jantung I/II murni reguler
- Abdomen:
I: Tampak Cembung
A: Peristaltik (+), Bising Usus (-)
P: Timpani (+)
P: Nyeri tekan (-)
Assesment Obesitas pada Anak
Plan - Mengkonsumsi asupan buah dan sayur yang cukup
- Mengkonsumsi cukup minum, mengurangi minuman yang
mengandung gula
- Mengurangi konsumsi karbohirat
- Olahraga yang cukup
- Evaluasi 3 bulan

7
DISKUSI

Obesitas di definisikan sebagai suatu kelainan atau penyakit yang ditandai


dengan penimbunan jaringan lemak tubuh secara berlebihan, yang terjadi akibat
ketidakseimbangan antara asupan energi (energy intake) dengan pemakaian energi
(energy expenditure), sehingga terjadi penimbunan jaringan lemak tubuh secara
berlebihan. Penderita obesitas berpotensi mengalami berbagai penyebab kesakitan
dan kematian antara lain penyakit kardiovaskular, hipertensi, gangguan fungsi
hati, diabetes mellitus.4
Menurut Clement dan Ferre (2003), seorang anak yang mempunyai
kelebihan lemak tubuh atau mempunyai BMI lebih dari 30. Kelebihan ini
disebabkan banyaknya makanan yang masuk dibandingkan energi yang
dikeluarkan. BMI dihitung dengan mengukur berat tubuh dalam kilogram dibagi
dengan kuadrat tinggi badan dalam meter. Bila nilai BMI sudah didapat, hasilnya
dibandingkan dengan ketentuan berikut :5
Nilai BMI < 18,5 = Berat badan di bawah normal
Nilai BMI 18,5 - 22,9 = Normal
Nilai BMI 23,0 - 24,9 = Normal Tinggi
Nilai BMI 25,0 - 29,9 = di atas normal
Nilai BMI >= 30,0 = Obesitas.

Obesitas terjadi karena ketidak-seimbangan antara asupan energi dengan


keluaran energi (energy expenditures), sehingga terjadi kelebihan energi yang
selanjutnya disimpan dalam bentuk jaringan lemak. Kelebihan energi tersebut
dapat disebabkan oleh asupan energi yang tinggi atau keluaran energi yang
rendah. Asupan energi tinggi disebabkan oleh konsumsi makanan yang
berlebihan, sedangkan keluaran energi rendah disebabkan oleh rendahnya
metabolisme tubuh, aktivitas fiis, dan efek termogenesis makanan yang ditentukan
oleh komposisi makanan. Lemak memberikan efek termogenesis lebih rendah
(3% dari total energi yang dihasilkan lemak) dibandingkan karbohidrat (6-7% dari
total energi yang dihasilkan karbohidrat) dan protein (25% dari total energi yang
dihasilkan protein).3

8
Sebagian besar gangguan homeostasis energi ini disebabkan oleh faktor
idiopatik (obesitas primer atau nutrisional), sedangkan faktor endogen (obesitas
sekunder atau non-nutrisional, yang disebabkan oleh kelainan hormonal, sindrom,
atau defek genetik) hanya mencakup kurang dari 10% kasus.3

Kegemukan dan obesitas terutama disebabkan oleh factor lingkungan.


Faktor genetik meskipun diduga juga berperan tetapi tidak dapat menjelaskan
terjadinya peningkatan prevalensi kegemukan dan obesitas. Pengaruh faktor
lingkungan terutama terjadi melalui ketidakseimbangan antara pola makan,
perilaku makan dan aktivitas fiik. Hal ini terutama berkaitan dengan perubahan
gaya hidup yang mengarah pada sedentary life style.6
Pola makan yang merupakan pencetus terjadinya kegemukan dan obesitas
adalah mengkonsumsi makanan porsi besar (melebihi dari kebutuhan), makanan
tinggi energi, tinggi lemak, tinggi karbohidrat sederhana dan rendah serat.
Sedangkan perilaku makan yang salah adalah tindakan memilih makanan berupa
junk food, makanan dalam kemasan dan minuman ringan (soft drink).6
Prevalensi overweight dan obes pada anak di dunia meningkat dari 4,2% di
tahun 1990 menjadi 6,7% di tahun 2010, dan diperkirakan akan mencapai 9,1% di
tahun 2020. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013
didapatkan prevalensi obesitas pada (1) anak balita di tahun 2007, 2010, dan 2013
berdasarkan berat badan menurut tinggi badan lebih dari Z score 2 menggunakan
baku antropometri anak balita WHO 2005 berturut-turut 12,2%, 14,0%, dan
11,9%, serta (2) anak berusia 5-12, 13-15, dan 16-18 tahun berturut-turut 8,8%,

9
2,5%, dan 1,6% berdasarkan indeks massa tubuh menurut umur lebih dari Z score
2 menggunakan baku antropometri WHO 2007 untuk anak berumur 5-18 tahun.3
Secara ilmiah, obesitas terjadi akibat mengkonsumsi kalori lebih banyak dari
yang diperlukan oleh tubuh. Penyebab terjadinya ketidakseimbangan antara
asupan dan pembakaran kalori ini masih belum jelas. Terjadinya obesitas
melibatkan beberapa faktor: Faktor genetik. Obesitas cenderung diturunkan,
sehingga diduga memiliki penyebab genetik. Tetapi anggota keluarga tidak hanya
berbagi gen, tetapi juga makanan dan kebiasaan gaya hidup, yang bisa mendorong
terjadinya obesitas. Seringkali sulit untuk memisahkan faktor gaya hidup dengan
faktor genetik. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa rata-rata faktor genetik
memberikan pengaruh sebesar 33% terhadap berat badan seseorang. Faktor
lingkungan. Gen merupakan faktor yang penting dalam berbagai kasus obesitas,
tetapi lingkungan seseorang juga memegang peranan yang cukup berarti.
Lingkungan ini termasuk perilaku/pola gaya hidup (misalnya apa yang dimakan
dan berapa kali seseorang makan serta bagaimana aktivitasnya). Seseorang tentu
saja tidak dapat mengubah pola genetiknya, tetapi dia dapat mengubah pola
makan dan aktivitasnya.8
Patogenesis dari obesitas dapat dibagi dalam dua jenis. Jenis pertama
adanya gangguan pada regulatory obesity yang berkaitan dengan pusat yang
mengatur masukan makanan.Jenis kedua adanya metabolic obesity, terdapat
kelainan pada metabolisme lemak dan karbohidrat. Keseimbangan energi dapat
diatur pada level intake makanan dan energi yang dikeluarkan. Para ahli
menemukan komponen pengatur penyimpanan energi, yaitu leptin. Leptin adalah
cytokine seperti polipeptida yang diproduksi oleh gen yang ada di jaringan
adiposa yang mengontrol intake makanan melalui reseptor hipotalamus. Leptin
diproduksi secara proporsional dengan berat adiposa. Leptin juga menurunkan
ekspresi dari neuropeptida Y, dan hormon-horman yang berkaitan dengan intake
energi yang antara lain ghrelin, insulin dan kolesitokinin. Keberadaan leptin pada
reseptor hipotalamus dapat menghambat intake makanan. Mutagenesis dari gen
ini akan menghilangkan faktor regulator dari intake makanan.3
Selain leptin, jaringan adiposa juga mengeluarkan faktor-faktor lain yang
mengatur keseimbangan energi dan metabolisme karbohidrat, seperti sitokin,

10
faktor angiogenik, faktor yang berhubungan dengan immun, prostaglandin,
angiotensinogen dan protein. Faktor-faktor tersebut diproduksi secara
proporsional sesuai dengan massa jaringan adipose.8
Faktor kesehatan. Beberapa penyakit bisa menyebabkan obesitas,
diantaranya: hipotiroidisme, sindroma Cushing, sindroma Prader-Willi, dan
beberapa kelainan saraf yang bisa menyebabkan seseorang banyak makan. Obat-
obat tertentu (misalnya steroid dan beberapa anti-depresi) bisa menyebabkan
penambahan berat badan. Penambahan ukuran atau jumlah sel-sel lemak (atau
keduanya) menyebabkan bertambahnya jumlah lemak yang disimpan dalam
tubuh. Penderita obesitas, terutama yang menjadi gemuk pada masa kanak-kanak,
bisa memiliki sel lemak sampai 5 kali lebih banyak dibandingkan dengan orang
yang berat badannya normal. Jumlah sel-sel lemak tidak dapat dikurangi, karena
itu penurunan berat badan hanya dapat dilakukan dengan cara mengurangi jumlah
lemak di dalam setiap sel.9
Kurangnya aktivitas fisik kemungkinan merupakan salah satu penyebab
utama dari meningkatnya angka kejadian obesitas di tengah masyarakat yang
makmur. Anak-anak yang tidak aktif memerlukan lebih sedikit kalori (energi yang
dikeluarkan rendah). Seorang anak yang cenderung mengkonsumsi makanan kaya
lemak dan tidak melakukan aktivitas fisik yang seimbang, akan mengalami
obesitas.8
Lemak tubuh yang berlebihan pada obesitas berhubungan dengan
peningkatan risiko kesehatan, khususnya faktor risiko kardiovaskular. Indeks
massa tubuh (IMT) dan pengukuran berat badan terhadap tinggi badan merupakan
metode yang berguna untuk menilai lemak tubuh dan diukur dengan cara berat
badan (dalam kilogram) dibagi dengan kuadrat dari tinggi badan (dalam meter).
Konsensus internasional untuk penentuan gizi lebih adalah berdasarkan grafi
indeks massa tubuh (grafi IMT) berdasarkan usia dan jenis kelamin. Saat ini ada
tiga klasifiasi yang digunakan untuk anak dan remaja yaitu CDC 2000 (Center for
Disease Control and Prevention 2000), IOTF (International Obesity Task Force),
dan WHO 2006 (World Health Organization 2006). Berdasarkan hal tersebut dan
untuk kepentingan klinis praktis dalam menentukan klasifiasi mana yang dapat
digunakan sebagai uji tapis obesitas, maka data Riskesdas 2010 tersebut dianalisis

11
kembali dan selanjutnya diklasifiasi menggunakan grafik IMT berdasarkan CDC
2000, IOTF, dan WHO 2006.3

Beberapa pencegahan Obesitas:


A. Pencegahan Primer
Pencegahan primer dilakukan menggunakan dua strategi pendekatan
yaitu strategi pendekatan populasi untuk mempromosikan cara hidup sehat
pada semua anak dan remaja beserta orang tuanya, serta strategi pendekatan
pada kelompok yang berisiko tinggi mengalami obesitas. Anak yang

12
berisiko mengalami obesitas adalah seorang anak yang salah satu atau kedua
orangtuanya menderita obesitas dan anak yang memiliki kelebihan berat
badan semenjak masa kanak-kanak. Usaha pencegahan dimulai dari
lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan di Pusat Kesehatan
Masyarakat.3

B. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder dilakukan dengan mendeteksi early adiposity
rebound. Anak mengalami peningkatan IMT pada tahun pertama kehidupan.
Indeks massa tubuh menurun setelah usia 9-12 bulan dan mencapai nilai
terendah pada usia 5-6 tahun, dan selanjutnya meningkat kembali pada masa
remaja dan dewasa. Nilai IMT paling rendah adalah disebut sebagai
adiposity rebound. Waktu terjadinya adiposity rebound merupakan periode
kritis untuk perkembangan obesitas pada masa anak.3

C. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier dilakukan dengan mencegah komorbiditas yang
dilakukan dengan menata laksana obesitas pada anak dan remaja. Prinsip
tata laksana obesitas pada anak berbeda dengan orang dewasa karena faktor
tumbuh kembang pada anak harus dipertimbangkan. Tata laksana obesitas
pada anak dan remaja dilakukan dengan pengaturan diet, peningkatan
aktivitas fisik, mengubah pola hidup (modifiasi perilaku), dan terutama
melibatkan keluarga dalam proses terapi. Sulitnya mengatasi obesitas
menyebabkan kecenderungan untuk menggunakan jalan pintas, yaitu diet
rendah lemak dan kalori, diet golongan darah atau diet lainnya serta
berbagai macam obat. Penggunaan diet rendah kalori dan lemak dapat
menghambat tumbuh kembang anak terutama di masa emas pertumbuhan
otak, sedangkan diet golongan darah ataupun diet lainnya tidak terbukti
bermanfaat untuk digunakan dalam tata laksana obesitas pada anak dan
remaja. Penggunaan obat dipertimbangkan pada anak dan remaja obes
dengan penyakit penyerta yang tidak memberikan respons pada terapi
konvensional.3

13
Tujuan tata laksana gizi lebih dan obesitas pada anak harus disesuaikan
dengan usia dan perkembangan anak, penurunan berat badan mencapai 20% di
atas berat badan ideal, serta pola makan dan aktivitas fisis yang sehat dapat
diterapkan jangka panjang untuk mempertahankan berat badan tetapi tidak
menghambat pertumbuhan dan perkembangan.

A. Pola makan yang benar


Pemberian diet seimbang sesuai requirement daily allowances (RDA)
merupakan prinsip pengaturan diet pada anak gemuk karena anak masih
bertumbuh dan berkembang dengan metode food rules, yaitu:
1. Terjadwal dengan pola makan besar 3x/hari dan camilan 2x/hari yang
terjadwal (camilan diutamakan dalam bentuk buah segar), diberikan air
putih di antara jadwal makan utama dan camilan, serta lama makan 30
menit/kali
2. Lingkungan netral dengan cara tidak memaksa anak untuk mengonsumsi
makanan tertentu dan jumlah makanan ditentukan oleh anak
3. Prosedur dilakukan dengan pemberian makan sesuai dengan kebutuhan
kalori yang diperoleh dari hasil perkalian antara kebutuhan kalori
berdasarkan RDA menurut height age dengan berat badan ideal menurut
tinggi badan Langkah awal yang dilakukan adalah menumbuhkan motivasi

14
anak untuk ingin menurunkan berat badan setelah anak mengetahui berat
badan ideal yang disesuaikan dengan tinggi badannya, diikuti dengan
membuat kesepakatan bersama berapa target penurunan berat badan yang
dikehendaki.3

B. Pola aktivitas fisis yang benar


Pola aktivitas yang benar pada anak dan remaja obes dilakukan
dengan melakukan latihan dan meningkatkan aktivitas harian karena
aktivitas fisis berpengaruh terhadap penggunaan energi. Peningkatan
aktivitas pada anak gemuk dapat menurunkan napsu makan dan
meningkatkan laju metabolisme. Latihan aerobik teratur yang
dikombinasikan dengan pengurangan energy akan menghasilkan penurunan
berat badan yang lebih besar dibandingkan hanya dengan diet saja. Latihan
fisis yang diberikan pada anak disesuaikan dengan tingkat perkembangan
motorik, kemampuan fisis, dan umurnya. Pada anak berusia 6-12 tahun atau
usia sekolah lebih tepat untuk memulai latihan fiis dengan keterampilan otot
seperti bersepeda, berenang, menari, karate, senam, sepak bola, dan basket,
sedangkan anak di atas usia 10 tahun lebih menyukai olahraga dalam bentuk
kelompok. Aktivitas sehari-hari dioptimalkan seperti berjalan kaki atau
bersepeda ke sekolah, menempati kamar tingkat agar naik dan turun tangga,
mengurangi lama menonton televisi atau bermain games komputer, dan
menganjurkan bermain di luar rumah.3

C. Modifiasi perilaku
Tata laksana diet dan latihan fisis merupakan komponen yang efektif
untuk pengobatan, serta menjadi perhatian paling besar bagi ahli fiiologi
untuk memperoleh perubahan makan dan aktivitas perilakunya. Oleh karena
prioritas utama adalah perubahan perilaku, maka perlu menghadirkan peran
orangtua sebagai komponen intervensi.3
Jika ditangani dengan baik dan tepat dalam menurunkan berat badan
maka prognosis baik. Namun jika dibiarkan maka obesitas akan berlanjut
dan bisa sampai terjadi komplikasi

15
DAFTAR PUSTAKA

1. Skelton, Joseph A., Colin D. Rudolph. 2007. Nelson Textbook of Pediatric


18th Edition. Elsevier: Philadelphia.
2. WHO. 2009. Obesity: Preventing and Managing the Global Epidemic,
WHO Technical Report Series, Geneva.
3. UKK Nutrisi dan Penyakit Metabolik, 2014, Diagnosis, Tatalaksana dan
Pencegahan Obesitas pada Anak dan Remaja, Jakarta: IDAI.
4. Surasmo, R., Taufan H. 2008. Penanganan Obesitas Dahulu, Sekarang
dan Masa Depan. National Obesity Symposium I: Surabaya.
5. Standar Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia.
6. KEMENKES RI, 2012, Pedoman Pencegahan dan Penanggulangan
Kegemukan dan Obesitas Pada Anak Sekolah. Jakarta: Kementrian
Kesehatan RI.
7. Soebagijo A, Askandar T, and Sri M, et al. Naskah Lengkap ; National
Obesity Symposium II; 2003.PERKENI.
8. Sjarif dkk. 2004. Penelitian Multisenter 10 PPDSA di Indonesia mengenai
prevalensi obesitas. Dipresentasikan pada KONIKA XIII, Bandung 4-7
Juli 2005.
9. Malonda AA, Tangklilisan HA. 2010. Comparison of metabolic syndrome
criteria in obese and overweight children. Paediatr Indones.

16

Anda mungkin juga menyukai