PENDAHULUAN
IDENTITAS PASIEN
Nama : An. M
Jenis Kelamin : Perempuan
Tggl Lahir : 11 tahun
Nama Orang tua : Tn. A
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Tondo
Tanggal masuk : 14 juni 2017
1
Riwayat Penyakit Keluarga :
Ayah dan kakak pasien juga mengalami kegemukan seperti pasien. Ibu dan
ayah pasien tidak menderita hipertensi, penyakit jantung, dan juga diabetes.
Anamnesis Makanan:
Pasien minum ASI sejak lahir sampai umur 1 tahun. Dari umur 6 bulan
hingga umur 2 tahun diberikan susu formula. Dari umur 2 tahun hingga sekarang
diberikan nasi. Dalam sehari, biasanya pasien makan >4 kali dengan porsi lebih
banyak dari orang dewasa. Orang tua pasien membiarkan anaknya untuk makan
cemilan sehingga pasien juga sering makan cemilan berupa makanan ringan dan
makanan cepat saji. Sering makan mie goreng dan harus mengkonsumsi paling
tidak 2 bungkus sekali di tambah telur rebus.
Riwayat Imunisasi :
Imunisasi dasar lengkap
Riwayat Alergi :
Tidak ada
2
PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan umum : Sakit sedang
Kesadaran : Kompos mentis
2. Pengukuran
Tanda vital : Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Nadi :104 kali/menit
Suhu :37,0C
Respirasi :30 kali/menit
Berat badan : 70 kg
Tinggi badan : 150 cm
Status gizi : Obesitas (IMT 31,1)
3. Kulit : Warna : Sawo matang
Efloresensi : tidak ada
Pigmentasi : tidak ada
3
4. Mulut-Leher :
Pembesaran kelenjar leher : tidak ada
Tonsil : T1-T1
Faring : normal
5. Toraks :
a. Dinding dada/paru :
Inspeksi : Bentuk : simetris bilateral
Retraksi : tidak ada
Palpasi : Vokal fremitus kiri=kanan
Perkusi : Sonor kiri : kanan
Auskultasi : Suara Napas Dasar : Bronchovesikuler (+/+)
Suara Napas Tambahan : Rhonchi (-/-) Wheezing (-/-)
b. Jantung :
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba pada Spatium Inter Costa (SIC) V linea
midclavicula sinistra
Perkusi: Batas jantung normal
Auskultasi : Suara dasar : S1 dan S2 murni, regular
Bising : tidak ada
6. Abdomen :
Inspeksi : Bentuk : cembung
Auskultasi : bising usus (-)
Perkusi : Bunyi : timpani
Asites : (-)
Palpasi : Nyeri tekan : (-)
Hati : tidak teraba
Lien : tidak teraba
Ginjal : tidak teraba
7. Ekstremitas : akral hangat, edema tidak ada
8. Genitalia : tidak ada kelainan
9. Otot-otot : tonus baik
4
Pemeriksaan laboratorium
Hasil Rujukan Satuan
HEMATOLOGI
Hemoglobin 12.9 11,5-16,5 g/dl
Leukosit 4.2 3,5-10,5 /ul
Eritrosit 4.96 3,8-8,5 Juta/ul
Hematokrit 38.5 35-52 %
Trombosit 158 150-450 Ribu/ul
Anjuran Pemeriksaan:
- Analisis diet
- LDL/HDL
- Kadar Gula Darah Puasa
RESUME :
Pasien perempuan umur 11 tahun masuk RS UNDATA dengan berat
badan lebih. Anak mulai mengalami berat badan lebih sejak umur 3 tahun. Pasien
mengatakan dalam sehari dapat makan dan minum dalam porsi banyak dari orang
biasanya. Pasien mengkonsumsi makanan 3-4 kali dalam sehari dengan porsi 2-3
piring, dengan porsi nasi lebih banyak dari sayur dan lauk. Pasien juga sering
meminta lauk lagi ketika hanya 1 jenis lauk yang diberikan. Ketika orangtuanya
membatasi makanan yang di konsumsi,pasien akan mengamuk. Dalam
kesehariannya pasien mengatakan sering tidur sesaat setelah makan dan jika
pulang dari sekolah. Pasien juga mengatakan jika tidur, sering mengorok. Pasien
juga mngeluh sering sesak napas ketika beraktivitas. Pasien juga mengeluhkan
adanya nyeri pinggul dan lutut saat bergerak sehingga pasien lebih banyak
berbaring daripada berkegiatan.
5
DIAGNOSIS :
Obesitas pada anak
FOLLOW UP
Tanggal 17-01-2017
Subject - Kemerahan di seluruh tubuh
- Demam (-)
- Batuk berlendir (-)
- Flu (-)
- Sesak (-)
- Nyeri menelan (-)
- Sakit perut (-)
- Mual (-)
- Muntah (-)
- BAB (-) 3 hari
- BAK (+)
Object - BB : 70 kg
Status gizi: IMT 31,1 (Obesitas)
- TB : 150 cm
- S : 37,4 C
- N : 108 x/menit
- R : 36 x/menit
- Thorax (Pulmo)
I: Simetris bilateral, Retraksi (-)
P: Vokal fremitus kanan=kiri
P: Sonor (+/+)
A: BV (+/+), Rh (-/-), Wh (-/-)
- Jantung:
I: Ictus cordis tidak terlihat
P: Ictus cordis teraba
P: Batas jantung normal
6
A: Bunyi jantung I/II murni reguler
- Abdomen:
I: Tampak Cembung
A: Peristaltik (+), Bising Usus (-)
P: Timpani (+)
P: Nyeri tekan (-)
Assesment Obesitas pada Anak
Plan - Mengkonsumsi asupan buah dan sayur yang cukup
- Mengkonsumsi cukup minum, mengurangi minuman yang
mengandung gula
- Mengurangi konsumsi karbohirat
- Olahraga yang cukup
- Evaluasi 3 bulan
7
DISKUSI
8
Sebagian besar gangguan homeostasis energi ini disebabkan oleh faktor
idiopatik (obesitas primer atau nutrisional), sedangkan faktor endogen (obesitas
sekunder atau non-nutrisional, yang disebabkan oleh kelainan hormonal, sindrom,
atau defek genetik) hanya mencakup kurang dari 10% kasus.3
9
2,5%, dan 1,6% berdasarkan indeks massa tubuh menurut umur lebih dari Z score
2 menggunakan baku antropometri WHO 2007 untuk anak berumur 5-18 tahun.3
Secara ilmiah, obesitas terjadi akibat mengkonsumsi kalori lebih banyak dari
yang diperlukan oleh tubuh. Penyebab terjadinya ketidakseimbangan antara
asupan dan pembakaran kalori ini masih belum jelas. Terjadinya obesitas
melibatkan beberapa faktor: Faktor genetik. Obesitas cenderung diturunkan,
sehingga diduga memiliki penyebab genetik. Tetapi anggota keluarga tidak hanya
berbagi gen, tetapi juga makanan dan kebiasaan gaya hidup, yang bisa mendorong
terjadinya obesitas. Seringkali sulit untuk memisahkan faktor gaya hidup dengan
faktor genetik. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa rata-rata faktor genetik
memberikan pengaruh sebesar 33% terhadap berat badan seseorang. Faktor
lingkungan. Gen merupakan faktor yang penting dalam berbagai kasus obesitas,
tetapi lingkungan seseorang juga memegang peranan yang cukup berarti.
Lingkungan ini termasuk perilaku/pola gaya hidup (misalnya apa yang dimakan
dan berapa kali seseorang makan serta bagaimana aktivitasnya). Seseorang tentu
saja tidak dapat mengubah pola genetiknya, tetapi dia dapat mengubah pola
makan dan aktivitasnya.8
Patogenesis dari obesitas dapat dibagi dalam dua jenis. Jenis pertama
adanya gangguan pada regulatory obesity yang berkaitan dengan pusat yang
mengatur masukan makanan.Jenis kedua adanya metabolic obesity, terdapat
kelainan pada metabolisme lemak dan karbohidrat. Keseimbangan energi dapat
diatur pada level intake makanan dan energi yang dikeluarkan. Para ahli
menemukan komponen pengatur penyimpanan energi, yaitu leptin. Leptin adalah
cytokine seperti polipeptida yang diproduksi oleh gen yang ada di jaringan
adiposa yang mengontrol intake makanan melalui reseptor hipotalamus. Leptin
diproduksi secara proporsional dengan berat adiposa. Leptin juga menurunkan
ekspresi dari neuropeptida Y, dan hormon-horman yang berkaitan dengan intake
energi yang antara lain ghrelin, insulin dan kolesitokinin. Keberadaan leptin pada
reseptor hipotalamus dapat menghambat intake makanan. Mutagenesis dari gen
ini akan menghilangkan faktor regulator dari intake makanan.3
Selain leptin, jaringan adiposa juga mengeluarkan faktor-faktor lain yang
mengatur keseimbangan energi dan metabolisme karbohidrat, seperti sitokin,
10
faktor angiogenik, faktor yang berhubungan dengan immun, prostaglandin,
angiotensinogen dan protein. Faktor-faktor tersebut diproduksi secara
proporsional sesuai dengan massa jaringan adipose.8
Faktor kesehatan. Beberapa penyakit bisa menyebabkan obesitas,
diantaranya: hipotiroidisme, sindroma Cushing, sindroma Prader-Willi, dan
beberapa kelainan saraf yang bisa menyebabkan seseorang banyak makan. Obat-
obat tertentu (misalnya steroid dan beberapa anti-depresi) bisa menyebabkan
penambahan berat badan. Penambahan ukuran atau jumlah sel-sel lemak (atau
keduanya) menyebabkan bertambahnya jumlah lemak yang disimpan dalam
tubuh. Penderita obesitas, terutama yang menjadi gemuk pada masa kanak-kanak,
bisa memiliki sel lemak sampai 5 kali lebih banyak dibandingkan dengan orang
yang berat badannya normal. Jumlah sel-sel lemak tidak dapat dikurangi, karena
itu penurunan berat badan hanya dapat dilakukan dengan cara mengurangi jumlah
lemak di dalam setiap sel.9
Kurangnya aktivitas fisik kemungkinan merupakan salah satu penyebab
utama dari meningkatnya angka kejadian obesitas di tengah masyarakat yang
makmur. Anak-anak yang tidak aktif memerlukan lebih sedikit kalori (energi yang
dikeluarkan rendah). Seorang anak yang cenderung mengkonsumsi makanan kaya
lemak dan tidak melakukan aktivitas fisik yang seimbang, akan mengalami
obesitas.8
Lemak tubuh yang berlebihan pada obesitas berhubungan dengan
peningkatan risiko kesehatan, khususnya faktor risiko kardiovaskular. Indeks
massa tubuh (IMT) dan pengukuran berat badan terhadap tinggi badan merupakan
metode yang berguna untuk menilai lemak tubuh dan diukur dengan cara berat
badan (dalam kilogram) dibagi dengan kuadrat dari tinggi badan (dalam meter).
Konsensus internasional untuk penentuan gizi lebih adalah berdasarkan grafi
indeks massa tubuh (grafi IMT) berdasarkan usia dan jenis kelamin. Saat ini ada
tiga klasifiasi yang digunakan untuk anak dan remaja yaitu CDC 2000 (Center for
Disease Control and Prevention 2000), IOTF (International Obesity Task Force),
dan WHO 2006 (World Health Organization 2006). Berdasarkan hal tersebut dan
untuk kepentingan klinis praktis dalam menentukan klasifiasi mana yang dapat
digunakan sebagai uji tapis obesitas, maka data Riskesdas 2010 tersebut dianalisis
11
kembali dan selanjutnya diklasifiasi menggunakan grafik IMT berdasarkan CDC
2000, IOTF, dan WHO 2006.3
12
berisiko mengalami obesitas adalah seorang anak yang salah satu atau kedua
orangtuanya menderita obesitas dan anak yang memiliki kelebihan berat
badan semenjak masa kanak-kanak. Usaha pencegahan dimulai dari
lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan di Pusat Kesehatan
Masyarakat.3
B. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder dilakukan dengan mendeteksi early adiposity
rebound. Anak mengalami peningkatan IMT pada tahun pertama kehidupan.
Indeks massa tubuh menurun setelah usia 9-12 bulan dan mencapai nilai
terendah pada usia 5-6 tahun, dan selanjutnya meningkat kembali pada masa
remaja dan dewasa. Nilai IMT paling rendah adalah disebut sebagai
adiposity rebound. Waktu terjadinya adiposity rebound merupakan periode
kritis untuk perkembangan obesitas pada masa anak.3
C. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier dilakukan dengan mencegah komorbiditas yang
dilakukan dengan menata laksana obesitas pada anak dan remaja. Prinsip
tata laksana obesitas pada anak berbeda dengan orang dewasa karena faktor
tumbuh kembang pada anak harus dipertimbangkan. Tata laksana obesitas
pada anak dan remaja dilakukan dengan pengaturan diet, peningkatan
aktivitas fisik, mengubah pola hidup (modifiasi perilaku), dan terutama
melibatkan keluarga dalam proses terapi. Sulitnya mengatasi obesitas
menyebabkan kecenderungan untuk menggunakan jalan pintas, yaitu diet
rendah lemak dan kalori, diet golongan darah atau diet lainnya serta
berbagai macam obat. Penggunaan diet rendah kalori dan lemak dapat
menghambat tumbuh kembang anak terutama di masa emas pertumbuhan
otak, sedangkan diet golongan darah ataupun diet lainnya tidak terbukti
bermanfaat untuk digunakan dalam tata laksana obesitas pada anak dan
remaja. Penggunaan obat dipertimbangkan pada anak dan remaja obes
dengan penyakit penyerta yang tidak memberikan respons pada terapi
konvensional.3
13
Tujuan tata laksana gizi lebih dan obesitas pada anak harus disesuaikan
dengan usia dan perkembangan anak, penurunan berat badan mencapai 20% di
atas berat badan ideal, serta pola makan dan aktivitas fisis yang sehat dapat
diterapkan jangka panjang untuk mempertahankan berat badan tetapi tidak
menghambat pertumbuhan dan perkembangan.
14
anak untuk ingin menurunkan berat badan setelah anak mengetahui berat
badan ideal yang disesuaikan dengan tinggi badannya, diikuti dengan
membuat kesepakatan bersama berapa target penurunan berat badan yang
dikehendaki.3
C. Modifiasi perilaku
Tata laksana diet dan latihan fisis merupakan komponen yang efektif
untuk pengobatan, serta menjadi perhatian paling besar bagi ahli fiiologi
untuk memperoleh perubahan makan dan aktivitas perilakunya. Oleh karena
prioritas utama adalah perubahan perilaku, maka perlu menghadirkan peran
orangtua sebagai komponen intervensi.3
Jika ditangani dengan baik dan tepat dalam menurunkan berat badan
maka prognosis baik. Namun jika dibiarkan maka obesitas akan berlanjut
dan bisa sampai terjadi komplikasi
15
DAFTAR PUSTAKA
16