Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PRAKTIKUM I

OSMOSIS

Disusun Oleh:
Nurhalimah (1522810008)

Dosen pembimbing:
Ike Apriani, M.Si

PROGRAM STUDI BIOLOGI


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN FATAH
PALEMBANG
2017
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Makhluk hidup mengalami poses metabolisme, salah satunya adalah
transportasi. Seperti halnya manusia tumbuhan pun memerlukan zat-zat dari
luar untuk kelangsungan hidupnya. Untuk itu dalam mewujudkan keserasian
dalam tubuh, setiap makhluk hidup perlu adanya sirkulasi zat. Pada sel
tumbuhan terdapat membran sel yang berfungsi untuk mengatur keluar
masuknya zat. Dengan pengaturan itu sel akan memperoleh pH yang sesuai.
Konsentasi zat-zat akan terkendali, sel dapat memperoleh masukan zat-zat
dari ion-ion yang diperlukan. Serta membuang zat-zat yang tidak dibutuhkan
lagi oleh tubuh. Perpindahan molekul atau ion melewati membran disebut
tranport lewat membran (Yahya, 2015).
Secara umum transfor zat melalui membran dibedakan atas transfor
pasif dan transfor aktif. Transfor pasif merupakan perpindahan zat tanpa
menggunakan energi. Sedangkan transfor aktif merupakan perpindahan zat
dengan bantuan energi karena dari konsentrasi rendah kekonsentrasi tinggi.
Transfor pasif dibedakan menjadi dua yaitu difusi dan osmosis.
Menurut yatim (2012), dilihat dari ada tidaknya pembawa pada membran
maka difusi dibedakan menjadi dua macam yaitu difusi bebas yang
merupakan difusi zat tanpa kemudahan dari protein pembawa pada membran
dan difus terikat yang merupakan difusi yang dipermudah atau diberi fasilitas
oleh protein pembawa dalam membran. Sedangkan osmosis merupakan difusi
molekul air melintasi membran permeabel.
Para ahli kimia mengatakan bahwa osmosis adalah difusi dari tiap
pelarut melalui suatu selaput yang permeabel secara diferensial. Secara
sederhana dapat dikatakan bahwa osmosis adalah difusi air melalui selaput
yang permeabel secara diferensial dari suatu tempat berkonsentrasi tinggi
ketempat berkonentrasi rendah. Perlu ditekankan bahwa konsntrasi disini
adalah konsentrasi pelarutnya (Kimball, 1983).
Pada sel tumbuhan dikenal peristiwa plasmolisa. Ini terjadi kalau sel
dimasukkan kedalam larutan yang hipertonis terhadap sitoplasma,
menyebabkan air merembes keluar. Dinding sel tak berkerut, karena kuatnya,
hanya isi sel. Isi sel (sitoplasma bersama plasmalemma dan inti) akan lepas
dari dinding, berkerut ditengah, dan berbetuk ruang kosong antara dinding
dengan isi sel yang mengkerut. Kejadian inilah yang disebut plasmolysis,
karena plasma sel saja yang pecah. Proses tersebut merupakan salah satu efek
dari peristiwa osmosis (Yatim, 2012).
Untuk mengetahui adanya peristiwa osmosis yang terjadi pada
tumbuhan maka dalam praktikum kali ini dilakukan pengamatan adanya
menggunakan kentang dan timun yang akan diberi perlakuan.

B. Tujuan
Praktikum ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui adanya atau
terjadinya peristiwa osmosis pada tumbuhan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Transfor pasif
Difusi zat melintasi membran biologis disebut dengan transpor pasif
(passive transport) karena sel tidak harus mengeluarkan energi agar hal ini
terjadi (Campbell, 2008).
Pada transpor pasif gradient konsentrasi mendorong terjadinya difusi
zat terlarut menembus membran sel dengan bantuan protein transpor. Protein
ini tidak memerlukan energi dalam membantu pergerakan zat terlarut. Jadi
transpor pasif juga disebut difusi terfasilitasi. Beberapa transporter pasif
berupa jembatan terbuka, sedangkan yang lainnya berupa pintu. Pintu
transporter berubah bentuk ketika molekul berikatan dengannya atau sebagai
respons perubahan muatan listrik. Perubahan bentuk protein memindahkan
zat terlarut kesisi lain membran, tempat zat terlarut dilepaskan (Starr, dkk.
2009).
Pergerakan zat terlarut tertentu dengan transpor pasif cenderung menuju
sisi membran yang memiliki kadar zat yang lebih rendah. Hal ini disebabkan
karena molekul atau ion bertumbukan dengan transporter lebih sering disisi
membran yang memiliki kadar zat terlarut yang lebih tinggi. Transpor pasif
terus terjadi hingga kadar zat terlarut dikedua sisi membran sama.
Bagaimanapun keseimbangan ini jarang terjadi dalam sistem kehidupan.
Contohnya sel menggunakan glukosa secepat sel mendapatkannnya. Segera
setelah molekul glukosa memasuki sel, molekul ini dipecah untuk
memperoleh energi atau untuk membentuk molekul lain. Jadi biasanya
terdapat gradient tertentu (Starr, dkk.2009).
Secara umum transfor pasif atau transfor zat tanpa menggunakan energi
terbagi menjadi dua yaitu difusi dan osmosis:
1. Difusi
Molekul memiliki tipe energi yang disebut gerak termal (panas atau
kalor). Salah satu hasil gerak termal adalah difusi (Campbell, 2008). Difusi
merupakan peristiwa perembesan zat dari ruang berkonsentrasi lebih tinggi
ke ruang yang berkonsentrasi lebih rendah. Perembesan itu mungkin tanpa
lewat sekat. Perembesan tanpa lewat sekat berlangsung dalam protoplasma
sendiri, seperti dari satu ujung retikulum endoplasma keujung yang lain.
Perembesan lewat sekat, berlangsung baik antara intra dan ekstra-sel,
antara sitoplasma dengan nukleoplasma, ataupun antara sitoplasma dan
organel. Perembesan itu lewat unit membran (Yatim, 2012).
Difusi dapat terjadi karena gerakan acak kontinu yang menjadi ciri
khas semua molekul yang tidak terikat dalam suatu zat padat. Tiap molekul
bergerak secara lurus sampai ia bertabrakan dengan molekul lainnya
(Kimball.1983).
Kecepatan difusi zat melalui membran sel tidak hanya tergantung
pada gradient konsentrasi, tetapi juga pada besar muatan dan daya larut
dalam lipid dan partikel-partikel tersebut (Kimball, 1983).
Difusi lewat sekat jauh lebih pelan dan sulit dari pada tanpa lewat
sekat. Karena molekul zat itu harus melewati molekul-molekul membran
yang tersusun rapat. Air mudah berdifusi lewat pori yang banyak tersebar
pada membran sel. Porus dibatasi oleh molekul protein intrinsik(integral).
Lemak dan zat yang larut dalam lemak mudah berdifusi lewat membran
sel, karena membran itu dibina tas lemak yang dua lapis(bilayer). Makin
mudah larut suatu zat dalam lemak makin mudah berdifusi. Untuk difusi
ini tak perlu energi dikerahkan, karena itu irit (Yatim, 2012).
Transpor zat dengan difusi lebih irit namun banyak molekul lain
yang juga penting untuk kehidupan sel tak dapat masuk dengan difusi.
Terutama gula dan asam amino. Elektrolit sedikit dapat berdifusi lewat
membran. Karena difusi ion bukan hanya tergantung pada gradient
konsentrasi tapi juga gradient listrik. Gradient listrik tercipta antara
sebelah luar dan sebelah dalam membran sel. Gradient listrik ini tercipta
karena perbedaan konsentrasi ion k dan anion organis Ao di satu pihak dan
Na dan Cl yang tinggi. Karena distribusi tak seimbang antara ion-ion
disebelah luar dan sebelah dalam membran maka terciptalah potensial
listrik lewat membran itu (Yatim, 2012).
Melihat kepada ada tidaknya pembawa (carrier) pada membran maka
difusi dapat dibedakan atas dua macam yaitu difusi bebas dan terikat
(Yatim, 2012).
a. Difusi bebas, ialah difusi zat tanpa kemudahan dari protein pembawa
pada membran. Zat itu bebas berdifusi sendiri.
b. Difusi terikat, ialah difusi yang dipermudah atau diberi fasilitas oleh
protein pembawa dalam membran. Tak ada pembawa itu tak ada difusi.
Pembawa itu mengikat zat a, dan tiba disebelah dalam membran
dilepaskan lagi.
2. Osmosis
Para ahli kimia mengatakan bahwa osmosis adalah difusi dari tiap
pelarut melalui suatu selaput yang permeabel secara deferensial. Membran
sel yang meloloskan molekul tertentu, tetapi menghalangi molekul lain
dikatakan permeabel secara diferensial. Secara sederhana dapat dikatakan
bahwa osmosis adalah difusi air melalui selaput yang permeabel secara
diferensial dari suatu tempat berkonsentrasi tinggi ketempat berkonsentrasi
rendah (Kimball, 1983).
Transpor cara osmosa terjadi pada banyak perembesan dalam sel
tubuh. Seperti perembesan plasma darah dari sel jaringan untuk kembali ke
lumen (rongga) kapiler, karena plasma dalam lumen itu hipertonis terhadap
cairan intersel. Membran yang semipermeabel disini ialah plasmalemma,
permeabel bagi cairan tubuh/plasma darah, impermeabel bagi protein
dalam plasma itu (Yatim, 2012).
Gangguan tekanan osmosa, dalam keadaan biasa sel menjaga
suasana yang isotonis dengan cairan medium. Sel hidup selalu berupaya
untuk menjaga tekanan osmosanya sesuai dengan cairan medium. Jika ada
gangguan pada tekanan osmosa itu sel pun akan rusak. Upaya menjaga
tekanan osmosa ini tergolong pada sifat homostatis (Yatim, 2012).

B. Transfor aktif
Transpor zat yang membutuhkan energi dalam bentuk ATP yaitu
elektrolit, gula, dan asam amino disebut dengan transpor aktif. Transpor aktif
melawan gradient konsentrasi suatu zat berarti zat itu merembes dari ruang
yang berkonsentrasi rendah keruang yang berkonsentrasi tinggi. Jadi melawan
proses alamiah, dan hanya dimiliki oleh sel hidup. Perembesan zat kedalam
sel secara transpor aktif disebut absorpsi. Karena transpor aktif membutuhkan
energi berupa ATP maka prosesnya selalu bergandengan dengan pernapasan
sel. Karena itu transpor aktif zat dapat terganggu kalau pernafasan sel
terganggu atau terhambat. Transpor aktif serentak dengan peristiwa
memompa ion leat membran sel (Yatim, 2012).
Transpor aktif dengan melibatkan protein pembawa disebut transpor
sistem permease. Pembawa itu bersifat mirip enzim. Mendorong proses
dengan menggunakan energi yang irit sekali. Tempat pembawa pada
membran disebut binding site dan seperti halnya enzim mengingat sejenis zat
tertentu saja. Beda zat beda pula protein pembawanya pada binding site
pembawa itu terutama terdiri dari protein intrinsik atau integral, tapi
sesewaktu ikut juga giat protein ekstrinsik atau peripheral (Yatim, 2012).
Berhubungan dengan cara ditranspornya zat oleh permease lewat
membran sel ada 2 teori (Yatim, 2012).
1. Cara dorongan: molekul zat terikat antara pembawa protein ekstrinsik, lalu
zat itu bergerak pindah kesebelah dalam membran dan dilepaskan
2. Cara pusingan: molekul zat diikat pembawa setelah melepaskan Na
disebelah luar membran lalu pembawa itu bergerak berpusing dalam
membran. Kemudian pembawa itu mengikat Na lagi berpusing sehingga
Na mencapai sebelah luar membran dan dilepaskan. Setelah Na dilepaskan
K atau metabolit diikat lagi pembawa berpusing lagi demikian seterusnya
bergantian.
Dengan transpor aktif zat ditimbun di dalam sel, meski konsentrasi di
luar rendah. Agar transpor lancar maka zat yang sudah berimbun diubah atau
segera direaksikan dengan zat lain, sehingga larutan zat itu tetap
berkonsentrasi rendah dalam sel (Yatim, 2012).
Transpor aktif dapat dibedakan menjadi dua yaitu eksositosis dan
endositosis. Dalam proses endositosis transpor ini meliputi dua jenis yaitu
pinositosis dan fagositosis. Pengangkutan makromolekul berukuran besar dan
partikel tidak mungkin melibatkan protein mebran. Pengangkutan
makromolekul dan partikel-partikel melalui eksositosis, apabila berlangsung
pelepasan dari sel-sel keluar sel, sedangkan melalui endositosis apabila
berlangsung pemasukan makromolekul dan partikel-partikel kedalam sel.
Berdasarkan sifat dan ukuran bahan yang ditranspor, cara transpor
makromolekul dibedakan menjadi pinositosis (meminum), kalau yang
ditranspor berupa larutan dengan melalui pembentukan gelembung-
gelembung kecil, dan fagositosis (makan) kalau bahan yang ditranspor berupa
makromolekul atau partikel melalui pembentukan gelembung-gelembung
besar (Marianti dan Sumadi, 2007).
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM

A. Waktu dan Tempat


Praktikum ini dilaksanakan pada hari Jumat, 05 Mei 2017. Pukul
07.30 WIB di Laboratorium Biologi Universitas Islam Negeri (UIN) Raden
Fatah Palembang.

B. Alat dan Bahan


1. Alat
Adapun alat yang digunakan dalam praktikum kali ini yaitu
petridish, gelas kimia, pisau, pengaduk, tusuk gigi, label dan tisu.
2. Bahan
Adapun bahan yang digunakan dalam praktikum kali ini yaitu
air/aquades, garam halus, kentang, dan timun.

C. Cara Kerja
Cara kerja dalam praktikum kali ini yaitu sebagai berikut:
1. Iris kentang dan timun yang berukuran sedang dan ketebalan kurang lebih
0,5 cm sebanyak 4 potong. Usahakan ketebalan irisan sama.
2. Buat larutan garam dengan cara menambahkan 1 sendok makan garam
dalam 200 ml air. Aduk dengan baik hingga garam larut.
3. Isi petridish pertama dengan larutan garam tinggi petri dan petridish
kedua diisi dengan air/aquades. Beri label pada petri yang berisi larutan
garam dengan air garam dan label air pada petri yang berisi air atau
akuades.
4. Masukkan masing-masing 2 iris kentang dan 2 iris timun kedalam petri
air garam dan petri air/akuades.
5. Biarkan selama 30 menit, kemudian amati tigkat kekerasan setiap 15
menit. Tuliskan hasil pengamatan anda pada tabel.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
Tabel 1. Pengamatan osmosis pada kentang (Solanum tuberosum)

Air Garam Air biasa


No Indikator
0 15 30 0 15 30

Kuning
1 Warna Kuning Kuning Kuning Kuning Kuning
pucat

Agak Agak Agak Agak


2 Tekstur Lembek Keras
keras lembek keras keras

3 Ketebalan 0, 5 cm 0,4 cm 0,4 cm 0,5 cm 0,5 cm 0,5 cm

4 Turgiditas - - - - + +

Tabel 2. Pengamatan osmosis pada timun (Cucumis sativum)

Air Garam Air biasa


No Indikator
0 15 30 0 15 30

1 Warna Putih Putih Putih Putih Putih Putih

Agak Agak Agak


2 Tekstur Lembek Keras Keras
keras lembek keras

3 Ketebalan 0,5 cm 0,4 cm 0,4 cm 0,5 cm 0,6 cm 0,7 cm

4 Turgiditas - - - - + +

B. Pembahasan
Dinding sel hidup pada tumbuh-tumbuhan selalu merembes dan
kadang-kadang dikelilingi oleh larutan cair yang berhubungan dari satu sel ke
sel lainnya, sehingga membentuk suatu jalinan pada seluruh tumbuh-
tumbuhan. Selaput sitoplasma yaitu plasmolema (selaput plasma) di sebelah
luar dan tonoplas (selaput vacuola) di sebelah dalam, kedua-duanya sangat
permiabel terhadap air tetapi relatif tidak permiabel terhadap bahan terlarut.
Sehingga untuk lebih mudahnya seluruh lapisan sitoplasma itu dapat
dianggap sebagai membran sinambung dan bersifat semipermiabel (Yahya,
2015).
Pada praktikum kali ini dilakukan pengamatan peristiwa osmosis yang
terjadi pada kentang dan timun. Pengamatan tersebut dilakukan dengan cara
merendam kentang dan timun yang telah dipotong dengan ukuran yang sama
kedalam 2 jenis larutan yaitu air biasa dan air garam msaing-masing 1 potong.
Kemudian dilakukan pengamatan terhadap perubahan warna, tekstur,
ketebalan dan turgiditas.
Berdasarkan hasil pengamatan, pada menit pertama atau sebelum
dilakukan perendaman kentang berwarna kuning, teksturnya agak keras,
dengan ketebalan 0,5 cm dan tidak mengalami turgiditas. Pada timun
diperoleh data dari hasil pengamatan sebelum direndam yaitu berwarna putih,
tekstur agak keras, ketebalan 0,5 cm dan tidak mengalami turgiditas.
Kemudian kentang dan timun yang sudah diamati direndam direndam dalam
air garam dan air biasa masing-masing satu potong. Setiap 15 menit
dilakukan pengamatan terhadap kentang dan timun yang direndam dalam air
biasa tersebut.
Pada menit ke-15 kentang yang direndam dalam air garam warnanya
tetap kuning sama seperti sebelum direndam. Tetapi terjadi perubahan pada
tekstur dan ketebalannya. Dimana pada menit ke-15 ini tekstur kentang
menjadi lembek dan bentuknya agak mengerut sehingga ukurannya berkurang
menjadi 0,4 cm dan tidak terjadi turgiditas. Kemudian pada timun yang juga
direndam dalam air garam pada menit ke-15 warna timun tetap putih dan
hampir sama seperti perubahan yang terjadi pada kentang, timun yang
direndam dalam air garam tersebut juga mengalami perubahan tekstur dan
ketebalan. Dimana teksturnya menjadi agak lembek setelah direndam dalam
air garam selama 15 menit, bentuknya juga agak mengekerut sehingga
ukurannya menjadi 0,4 cm dan tidak terjadi turgiditas.
Pada menit ke-30, kentang yang direndam dalam air garam warnanya
menjadi kuning pucat, teksturnya lembek dan ketebalannya tetap seperti
menit ke-15 yaitu 0,4 cm dan tidak terjadi turgiditas. Kemudian hasil
pengamatan dari timun yang direndam dalam air garam pada menit ke-30,
juga hampir sama halnya dengan kentang yaitu warnanya tetap putih sama
seperti menit sebelumnya, tekstutnya lembek dan ketebalannya tetap seperti
menit ke-15 yaitu 0,4 cm.
Terjadinya perubahan warna, tekstur dan ketebalan pada timun dan
kentang yang direndam dalam air garam diduga disebabkan karena efek dari
peristiwa osmosis. Menurut Kimball (1983), Secara sederhana dapat
dikatakan bahwa osmosis adalah difusi air melalui selaput yang permeabel
secara diferensial dari suatu tempat berkonsentrasi tinggi ketempat
berkonsentrasi rendah dan perlu ditekankan disini bahwa konsentrasi disini
adalah konsentrasi pelarutnya dan bukan konsentrasi dari zat yang terlarut.
Berdasarkan teori tersebut diduga mengkerutnya timun dan dan kentang
yang berada didalam air garam tersebut karena konsentrasi pelarut pada
larutan garam lebih rendah (karena tingginya zat terlarut/garam) dari pada
konsentrasi pelarut yang ada didalam sel sehingga air tidak dapat masuk dan
air didalam sel keluar sehingga timun dan kentang teksturnya menjadi lembek
dan ukuranya berkurang akibat kekurangan air.
Menurut kurniasari et al., 2010 dalam Song dan Banyo, 2011,
Tanaman yang mengalami kekurangan air secara umum mempunyai ukuran
yang lebih kecil dibandingkan dengan tanaman yang tumbuh normal.
Kekurangan air menyebabkan penurunan hasil yang sangat signifikan dan
bahkan menjadi penyebab kematian pada tanaman. Kemudian menurut
Campbell dan Jane (2008), kekurangan air tersebut dapat terjadi ketika sel
tumbuhan direndam dalam lingkungan hipertonik yang menyebabkan sel
tumbuhan akan mengerut, dan membran plasmanya akan terlepas dari dinding
sel sehingga menyebabkan tumbuhan menjadi layu dan mati peristiwa
tersebut dikenal dengan istilah plasmolisis.
Sedangkan kentang dan timun yang direndam dalam air biasa pada
menit ke-15 diperoleh data dari hasil pengamatan bahwa kentang tetap
memiliki warna yang sama dengan sebelum direndam, teksturnya agak keras,
ukurannya tetap 0,5 cm dan agak kaku atau mulai terjadinya turgiditas.
Kemudian hasil pengamatan pada timun juga hampir sama dengan kentang
yaitu warnanya tetap putih, teksturnya lebih keras dari pada sebelum
perendaman tetapi ukurannya bertambah menjadi 0,6 cm dan terjadi
turgiditas.
Selanjutnya pada menit 30 kentang yang direndam dalam air biasa
warnanya tetap kuning, teksturnya menjadi keras, ukurannya tetap 0,5 cm dan
sangat kaku atau terjadi turgiditas. Timun juga memiliki warna yang sama
dengan menit ke-15, tekstutnya keras dan ukuranya bertambah menjadi 0,7
cm dan terjadi turgiditas.
Perubahan tekstur dan ketebalan yang terjadi pada timun dan kentang
yang direndam didalam air biasa juga merupakan efek dari peristiwa osmosis.
Akan tetapi berbeda dengan timun dan kentang yang berada dalam air garam.
Timun dan kentang yang berada dalam air biasa tidak mengerut dan
teksturnya juga tidak lembek seperti pada timun dan kentang yang berada
didalam air garam. Hal ini disebabkan karena konsentrasi zat pelarut air biasa
lebih tinggi dari pada konsentrasi pelarut pada air garam. Pada air biasa tidak
terdapat zat terlarut yang tinggi berbeda dengan air garam yang mengandung
garam sebagai zat terlarutnya sehingga pelarutnya rendah.
Akibatnya timun dan kentang yang berada dalam air biasa menjadi kaku
dan keras karena air biasa memiliki konsentrasi pelarut yang tinggi sehingga
dapat masuk ke dalam sel tumbuhan. Menurut campbell dan jane (2008),
ketika sel tumbuhan direndam dalam larutan hipotonik maka dinding sel akan
membantu mempertahankan keseimbangan airnya. Sehingga dinding sel yang
relatif tak elastis akan mengembang hanya sampai batas tertentu. Pada
keadaan ini sel akan bersifat amat kaku atau dikenal dengan istilah turgid.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa
apabila tumbuhan direndam dalam larutan dengan konsentrasi pelarutnya
rendah, contohnya air garam maka sel tumbuhan akan mengerut yang dikenal
dengan istilah plasmolisis. Sedangkan apabila tumbuhan direndam dalam
larutan dengan konsentrasi pelarutnya tinggi, contohnya air biasa maka sel
tumbuhan akan menjadi kaku (turgid).
DAFTAR PUSTAKA

Campbell, N., Jane (2008). Biology. Jakarta: Erlangga.

Kimball (1983). Biology Fifth Edition. Jakarta: Erlangga.

Marianti, A., Sumadi (2007). Biologi Sel. Yogyakarta: Graha Ilmu

Song, N., Yunia, B (2011). Konsentrasi Klorofil Daun Sebagai Indikator


Kekurangan Air Pada Tanaman. Jurnal Ilmiah Sains 11 (2): 166-173.

Starr, C., Ralph., Christine., Lisa (2012). Biologi. Jakarta: Salemba Teknika

Yahya (2015). Perbedaan Tingkat Laju Osmosis Antara Umbi Solonum tuberosum
dan Doucus carota. Jurnal Biology Education 4(1): 196-206.

Yatim, W (2012). Biologi Modern. Bandung: Tarsito.

Anda mungkin juga menyukai