Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
bakteri. Oleh karena banyaknya mikroflora yang ada didalam mulut, maka gigi dan
mukosa merupakan pertahanan pertama yang hampir tidak tertembus, apabila system
kekebalan hospes dn pertahanan seluler berfungsi dengan baik. Akan tetapi, apabila
terjadi keadaan penurunan imunitas, bakteri yang terdpat di rongga mulut yang
Jaringan pada daerah mulut dan maksilofasial merupakan bagian yang lebih
pathogen atau toksin ke dalam tubuh manusia serta dapat menimbulkan gejala
penyakit seperti tejadi inflamasi (radang). Hal ini menjadi sangat penting untuk
infeksi odontogenik salah satunya, yaitu abses. Infeksi odontogenik adalah infeksi
yang berasal dari gigi, dan abses merupkanan suatu penyakit ineksi yang ditandai oleh
adanya rongga yang berisi nanah (pus) dalam jaringan.7 Abses dapat terjadi ketika gigi
1
Beberapa abses yang dapat muncul di rongga mulut adalah seperti abses periapikal,
abses gingival, abses bukalis, abses submandibula, dan abses fasial. 8 Sabiston9
menyatakan bahwa, pola dari penyebaran abses dipengaruhi oleh tiga kondisi, yaitu
Hasil NOHS (National Oral Health Survey) tahun 2006 di Pilipina, ditemukan
hampir 50% orang menderita infeksi odontogenik dengan karakteristik adanya karies
yang sudah mencapai pulpa, ulserasi, abses yang memiliki fistula yang disertai
gigi dan mulut, sehingga presentase orang yang mengalami infeksi pada rongga mulut
infeksi yang butuh penanganan cepat karena kemungkinan tingkat morbiditas yang
tinggi dan juga kemungkinan mortalitas.11 Bila terdapat gejala dan tanda dari abses,
baik yang belum menyebar dan sudah menyebar, maka sebaiknya pasien diberi
tindakan oleh dokter gigi yang memiliki kompetensi di bidangnya, agar abses tidak
semkain meluas.
BAB II
2
TINJAUAN PUSTAKA
Abses adalah kumpulan pus yang terletak dalam satu kantung yang terbentuk
dalam jaringan yang disebabkan oleh suatu proses infeksi oleh bakteri, parasit atau
benda asing lainnya. Abses merupakan reaksi pertahanan yang bertujuan mencegah
agen-agen infeksi menyebar kebagian tubuh lainnya. Pus itu sendiri merupakan suatu
kumpulan sel-sel jaringan lokal yang mati, sel-sel darah putih, organism penyebab
infeksi atau benda-benda asing dan racun yang dihasilkan oleh organism serta sel-sel
darah.12,13
Abses rongga mulut adalah suatu infeksi pada mulut, wajah, rahang, atau
tenggorokan yang biasanya dimulai sebagai infeksi gigi atau karies gigi. Jumlah dan
rute penyebaran infeksi tergantung pada lokasi gigi yang terkena serta virulensi
penyebab.3,14
maupun bakteri asing, maka akan terjadi perubahan dan bakteri akan
kualitas dari bakteri seperti daya invasi, toksisitas, enzim, dan produk-
normal di dalam mulut, bakteri ini biasanya hido normal di dalam tubuh
3. Pertahanan Humoral
antibodi yang melawan bakteri yang mengalami invasi dan diikuti proses
4
fagositosis aktif dari leukosit. Immunoglobulin diproduksi oleh sel plasma
4. Pertahanan Seluler
ini melakukan respon dengan cepat, tetapi sel-sel ini siklus hidupnya
bakteri. Fase ini diikuti oleh keluarnya monosit dari aliran darah ke
kronis.
5
(pertahanan terhadap tumor). Bila pertahanan seluler tubuh berkurang,
Penyebab kardinal dai infeksi di bagian orofasial adalah gigi non vital,
granuloma periapikal yang tidak bisa dirawat, dan kista yang terinfeksi.
Penyebab yang lebih jarang adalah trauma pasca bedah, defect karena fraktur,
lesi pada nodus limfa atau glandula saliva, dan infeksi sebagai hasil dari
anestesi lokal.15,16
akar dapat memberikan jalan bagi bakteri untuk masuk ke dalam jaringan
berada dalam rongga mulut dan gigi. Kompleksitas dari flora rongga mulut
dan gii dapat menjelaskan etiologi spesifik dari beberapa tipe terjadinya
6
infeksi gigi dan infeksi dalam rongga mulut, tetapi lebih banyak disebabkan
oleh adanya gabungan antara bakteri gram positif yang aerob dan anaerob. 15,16
awal, lalu ke dentin dan bakteri menyebar pada pulpa melalui tubulus dentin,
selain itu dapat dikarenakan trauma, atau akibat perawatan saluran akar yang
pulpitis. Infeksi dari daerah ini dapat menyebar ke tulang pndukung dan
subperiosteal. Respon pulpa terhadap infeksi, baik oleh inflamasi akut yang
cepat, yang melibatkan seluruh jaringan pulpa menjadi nekrosis atau dengan
masih tersisa.15,16
1. Trauma pada akar yang fraktur, atau dari gigi yang mengalami keausan
operculum (perikoronitis)
7. Melalui akar, supragingival atau subgingiva.2,3
7
2.3 Mikrobiologi Abses
Bakteri yang menyebabkan infeksi odontogenik pada abses yang paling sering
merupakan flora normal yang berada di rongga mulut. 4 Biasanya ditemukan di plak,
mukosa, maupun sulkus gingiva. Bakteri ini terutrama bakteri aerob gram positif
berbentuk coccus, anaerob gram positif berbentuk coccus dan anaerob gram negatif
berbentuk batang. Ketika bakteri ini mendapatkan akses di jaringan bawahnya yang
lebih dalam, seperti melalui pulpa gigi yang nekrotik atau melalui saku periodontal
Lebih dari setengah kasus infeksi odontogenik pada abses yang ditemukan
(sekitar 60%) disebabkan oleh bakteri anaerob. Organisme penyebab abses yang
infeksi odontogen (sekitar 5%). Bila infeksi odontogenik disebabkan oleh bakteri
aerob, biasanya Streptococcus viridians. Terkadang banyak juga yang disebabkan oleh
infeksi dari campuran bakteri aerob dan anaerob yaitu sekitar 35%. Pada infeksi
dan belum terlihat jelas, warna mukosa normal, perkusi gigi yang terlibat
8
2. Stadium serosa : bagian tengah mulai melunak, abses sudah menembus
merah, rasa sakit yang mendalam, palpasi sakit dan konsistensi keras, belum
ada fluktuasi.
3. Stadium submokous : Pembengkakan tampak jelas, mukosa merah dan kadang
terlihat pucat, konsistensi lunak, perkusi gigi yang terlibat juga terasa sakit,
Tanda dan gejala abses akut menimbulkan gejala sakit yang kompleks,
Keluhan utama adalah rasa sakit, dengan nyeri tekan regional yang ekstrim yang
tidak mempan diobati dengan analgesik biasa dan secara nyata mengganggu waktu
makan, tidur, dan pada waktu melakukan prosedur pembersihan mulut. Penderitaan
yang dirasakan pasien tergantung pada intensitas dan durasi rasa sakit serta
perubahan sehubungan dengan perilaku pasien. Rasa sakit yang dialami pasien ini
tindakan cepat dan efektif untuk menghilangkan rasa sakit. Status darurat didukung
pula oleh adanya bahaya potensial dari semua infeksi orofasial yang memerlukan
9
Akan melalui tiga tahap yaitu tahap abses dentoalveolar, tahap yang
menyangkut spasium, dan tahap yang lebih lanjut yang merupakan tahap komplikasi.
Suatu abses akan terjadi bila bakteri dapat masuk melalui foramen apikal atau
marginal gingiva.
Penyebaran melalui foreman apikal berawal dari kerusakan gigi atau karies
periodontal berupa suatu periodontitis apikalis. Rangsangan yang ringan dan kronis
spasium (ruang) pada jaringan. Yang paling umum melalui spasium pada jaringan.
Pus dapat menyebar kearah bukal, palatal, atau lingual, hal tersebut tergantung pada
posisi gigi dalam lengkung rahang, ketebalan tulang, dan jarakl ujung apeks kearah
mukosa.
1. Abses periapikal15,16
Abses periapikal sering juga disebut abses dentoalveolar, terjadi di daerah
periapikal gigi yang sudah mengalami kematian (non vital). Mungkin terjadi segera
setelah kerusakan jaringan pulpa atau setelah periode laten yang tiba-tiba menjadi
periapikal kronis. Pada abses periapikal akut disertai pembentukan eksudat pus dan
10
pembengkakan yang biasanya terletak di vestibulum bukal, lingual atau palatal,
tergantung pada lokasi apeks gigi yang terlibat. Pada tes perkusi abses periapikal akut
akan menghasilkan respon yang sangat positif, tes palpasi akan merespon sensitif.
ciri khas dari abses periapikal kronis. Fistula dalah saluran abnormal yang terbentuk
akibat drainase abses. Abses periapikal kropnis disebabkan oleh nekrosis pulpa yang
meluas ke jaringan periapikal, dapat juga disebabkan oleh abses akut yang
sebelumnya terjadi. Abses periapikal kronis pada tes palpasi dan perkusi tidak
memberikan respon (non sensitif), dan tes vitalitas tidak memberikan respon.
2. Abses Gingival14,21, 22
Abses gingiva merupakan suatu nanah yang terjadi pada gusi (gingiva). Abses
ini merupakan suatu kondisi peradangan akut dari gingiva yang ditandai dengan
eksudat purulen tanpa kehilangan perlekatan pada jaringan periodontal. Abses gingiva
disebabkan oleh infeksi dari bakteri yang masuk ke dalam gusi setelah trauma dari
menyikat gigi terlalu kuat, tusukan tusuk gigi, atau impaksi dari benda asing seperti
kuku atau makanan, menyebabkan aksi inflamasi gingiva yang berlebihan. Infeksi
dapat menyebar ke jaringan sekitarnya, dan jika tidak diobati, dapat berkembang,
3. Abses Bukal2,15
Abses ini terletak pada spasium bukal. Spasium bukal berada pada m.
retrozygomatic dan spasium infra temporal. Abses bukal mungkin berasal dari
11
saluran akar yang terinfeksi pada gigi posterior rahang atas dan rahang bawah,
Abses ini terbentuk dibawah mukosa bukal dan menonjol kearah rongga
mulut, dengan gejala klinis yang khas adalah pembengkakan pada bagian pipi yang
memanjang dari lengkung zygomatic sejauh batas inferior mandibula, dan dari
perbatasan anterior ramis ke sudut mulut. Kulit tampak kencang dan merah, dengan
atau tanpa fluktuasi abses, yang jika diabaikan dapat menyebabkan drainase spontan.
4. Abses Submandibula2,15
oleh m. Pterygoid externus, spasium ini berisi kelenjar ludah submandibula dan
Infeksi pada spasium ini dapat berasal dari abses dentoalveolar. Abses
periodontal dan perikoronitis yang biasanya dari gigi molar kedua, ketiga, dan
kadang molar pertama mandibula, bila ujung apeks gigi tersebut berada pada m.
Mylohioid. Selain itu dapat juga berasal dari penyebaran infeksi spasium sublingual
atau submental.
daerah submandibula yang menyebar, sudut dari mandibula menjadi tidak tampak,
kulit tampak berwarna merah, nyeri saat palpasi, dan trismus karena keterlibatan m.
Pterygoideus medialis.
12
5. Spasium Sekunder Wajah23,24
Infeksi pada daerah spasium wajah sekunder dapat terjadi sebagai akibat dari
infeksi pada daerah fasial primer yang tidak dirawat. Jika spasium ini terlihat, infeksi
akan sering menjadi lebih parah, disebabkan karena semakin besarnya komplikasi dan
kerusakan, dan juga perawatannya akan semakin sulit. Karena sedikitnya suplai darah
pada jaringan konektif disekitar spasia, perawatan infeksi akan semakin sulit tanpa
a. Spasium Masseter
Masuknya infeksi ke spasium ini karena penyebaran dari spasium bukal atau infeksi
dari molar ketiga mandibula. Infeksi pada spasia ini berasal dari gigi molar tiga
mandibula, dan merupakan kasus yang jarang terjadi, yaitu karena perpindahan
perjalanan dari abses. Infeksi pada spasium ini mempunyai cirri-ciri berupa edema
dengan tekanan yang sangat sakit pada region otot masseter, meluas dari batas
posterior dari ramus mandibula hingga tepi anterior dari otot masseter. Selain itu
tampak juga trismus, dan sudut dari mandibula tidak dapat dpalpasi. Secara intraoral,
tampak edema pada daerah retromolar dan pada bagian anterior dari ramus. Abses ini
b. Spasium Pterigomandibular
medialis dan medial mandibula. Merupakan tempat injeksi anestesi local untuk blok
13
Penyebab utama abses pada spasia ini adalah infeksi dari gigi molar tiga atau
akibat dari suatu blok nervus alveolaris inferior, jika sisi penetrasi dari needle
terinfeksi (pericoronitis). Gejala klinis pada infeksi spasium ini adalah trismus yang
parah dan sedikit edema ekstraoral yang tidak biasanya tampak pada sisi yang
terinfeksi sehingga terjadi perpindahan tempat dari uvula dan dinding faringeal
lateral.
c. Spasium Temporal
Spasium membagi dua bagian otot temporalis. Bagian superfisialis yang meluas ke
fasia temporal dan bagian dalam yang berhubungan dengan spasium infratemporal.
temporal, superior, arkus zigomatikus dan orbital lateral. Infeksi pada spasium
temporalis disebabkan oleh perluasan dari infeksi pada spasium infratemporalis yan
saling berhubungan. Gejala klinis ditandai dengan edema yang sakit pada fascia
temporalis, trismus (temporal dan muskulus pterygoid mediana terlibat), dan sakit saat
spasium fassial primer dan sekunder jarang terjadi, namun dapat mengancam nyawa
spasium faringeal lateral. Spasium ini meluas dari dasar tengkorak pada tulang
sphenoid ke inferior menuju tulang hyoid. Bagian medial dibatasi oleh muskulus
14
pterigoideus medialis dan bagian lateral oleh muskulus konstriktorfaringeus superior.
prevertebra.
Infeksi pada spasium faringeal lateral dapat menyebabkan trismus karena infeksi
pada otor pterigoideus medialis, pembengkakan lateral leher terutama pada inferior
angulus mandibula dan pembengkakan dinding faring lateral yang menonjol kearah
garis tengah. Penderita dengan infeksi pada spasium ini akan mengalami kesulitan
penelanan dan kenaikan suhu tubuh yang tinggi. Infeksi pada daerah ini dapat berasal
dari gigi molar tiga dan sebagai akibat perluasan infeksi spasium submandibuka dan
pterygomandibula.
Gejala klinis dari infeksi ini adalah edema ekstra oral pada bagian lateral dari
leher yang mungkin dapat meluas ke tragus dan telinga, perubahan posisi dari dinding
faring, tonsil dan uvula membengkak sehingga tampak ke midline, rasa sakit yang
Spasia retrofaringeal dan spasia prevertebral terletak antara faring dan kolumna
portio alar fascia preertebral. Spasia prevertebral terletak antara alar dan lapisan
e. Spasium Retrofaringeal
faringeal superior dan lapisan alar fasia servikal dan berawal dari dasar tengkorak
15
Infeksi spasium ini merupakan jalur penyebaran ke spasium vertebra dan ke
diafragma. Etiologi dari infeksi pada spasium ini adalah infeksi yang berasal dai
Gejala klinis sama dengan yang ditemukan pada abses faringeal lateral secara
klinik, kesulitan dalam pengunyahan yang disebabkan oleh edema pada dinding
posterior dari faring. Jika infeksi ini tidak dirawat maka akan mengakibatkan
obstruksi traktus respiratorius atas, ruptur abses sehingga terjadi aspirasi dari pus ke
f. Spasium Prevertebral
Spasium ini meluas dari tuberkel faringeal pada dasar tengkorak sampai
diafragma. Infeksi pada spasium ini dapat meluas ke inferior setinggi diafragma
2.8 Penatalaksanaan2,14
lokal meliputi irigasi, aspirasi, pencabutan gigi terinfeksi, perawatan saluran akar,
insisi, dan drainase. Sedangkan perawatan sistemik terdiri dari pengobatan untuk
menghilangkan rasa sakit, terapi antibiotik dan terapi pendukung. Walaupun pasien
16
bakterimia dan difusi lokal sebagai akibat sekunder dari perawatan yang telah
dilakukan. Semua infeksi orofasial yang serius memerlukan rawat inap, karena
perkembangan dari banyak infeksi dapat dioperasi lebih lama dan mudah dikerjakan
di rumah sakit.
lama untuk mencapai tingakat terpeautik. Apabila rasa sakit sudah berkurang dapat
2.9 Prognosis25,26,27,28
tergantung dari : derajat kerusakan jaringan yang terkena, berapa banyak jaringan
yang rusak, kondisi fisik umum dari pasien. Walau gejala klinis abses dentoalveolar
kadang terkesan cukup parah, namun kebanyakan pada kasus, rasa sakit dan
pembengkakan akan mereda bila dilakukan tindakan perawatan yang tepat. Prognosa
gigi biasanya baik, dan banyak diantaranya dapat diselamatkan dengan perawatan
saluran akar, sehingga harus dipahami bahwa keparahan di dalam penyakit secara
Pada beberapa kasus, jika kerusakan tulang apikal cukup besar, namun
fisioligis gigi masih baik, dapat diindikasikan untuk perawatan reseksi akar
dentoalveolar yang optimal dapat dicapai melalui kombinasi perawatan saluan akar,
17
2.10 Komplikasi29
Komplikasi terjadi karena keterlambatan diagnosis, terapi yang tidak tepat dan
tidak adekuat. Komplikasi dapat diperberat jika disertai dengan penyakit diabetes
melitus, adanya kelainan hati dan ginjal. Komplikasi yang dapat disebabkan abses
endokarditis, pneumonia.
No RM : 792566
Usia : 28 tahun
18
Tanggal Berobat : Rabu, 6 Januari 2016
I. - Pasien datang pada tanggal 6 januari 2016 ke bagian Poli Gilut untuk konsultasi
- Masuk Ruang Rawat Inap tanggal : 6 januari 2016 (pukul 13.26) di ruang VIP
Melati kamar II
19
2. Rontgen panoramik :
3. Laboratorium :
Pemeriksaan dilakukan pada tanggal 07 Januari 2016 pukul 11.31 dan keluar
hasilnya pada pukul 12.24. Hasilnya sebagai berikut:
Elektrolit
a. Natrium 133*
b. Kalium 4,2
c. Chlorida 100
Analisa Gas Darah
a. 7,4
b. pOO2 37
c. pO2 74*
d. O2 Saturadi 95
e. HCO3 22
f. Base Excess -2*
20
g. SBC 23
h. Total CO2 23
i. SBE -2*
V. Diagnosa : Abses Fasial
VI. Perawatan: Insisi Drainase
VII. Rawat inap
- Pasien tiba di R. VIP Melati dari poli gilut dengan menggunakan kursi roda diantar
petugas IGD pada tanggal 6 januari 2016 pukul 13.26. BB: 86,6 kg TB: 168cm
21
Tahapan :
1. Pasien diantar dari ruang rawat inap ke ruang OK Central untuk tahap
persiapan dengan mengganti pakaian OK di ruang persiapan
22
(Gambar alat-alat yang digunakan)
23
(Gambar ketika sedang dilakukan asepsis daerah operasi)
24
6. Debridemen dan eksplorasi bagian yang sudah diinsisi, lalu tutup dengan
menggunakan handscun yang di masukan ke dalam lubang insisi
7. Lakukan penjahitan
25
9. Lakukan pencabutan gigi penyebab
13. Pasien diantar ke ruang recovery room untuk pemulihan pasca operasi
14. Setelah pasien sadar, diantar ke ruang inap
15. Terapi obat : - Inj. Ceftriaxone 3x1 gr
- Inj. Metronidazole
- Inj. Keterolac 3x30 mg
- Inj. Ranitidine 3x50 mg
- Inj. Aaminofluid
26
VII. Laporan Post-Operasi
27
DAFTAR PUSTAKA
28
8. Bahl R, Sandhu S, Singh K, Sahai N, Gupta M. Odontogenic Infections: Microbiology
and Management. Contemp Clin Dent 2014; 5: 307-311
9. Townsend CM, Sabiston DC. Sabiston Textbook of Surgery: The Biological Basis of
Modern Surgical Practice. Philadelphia: Saunders. 2004
10. Department of Education Republic of the Philippines. Promoting Oral Healthin Public
Elementary Schools. DepEd ORDER No.73, 19 September 2007
11. Pourdanesh F, Dehghani N, Azarsima M, Malekhosein Z. Pattern of Odontogenic
Infections at a Tertiary Hospital in Tehran, Iran: A 10-Year Retrospective Study of 310
Patients. J Dent. 2013. 10(4): 319-328
12. Vasa AA, Sahana S, Sekhar R, Prasad V. Incongruousperiapical abscess, A Case
Report. Annals and Essences of Dent J. 2010; 2 (2): 44-47
13. Husby L, Lumintang N, Limpelch H. Profil Abses Submandibula di Bagian Bedah
RS. Prof. Dr. R. D. Kando Manado Periode Juni 2009 Sampai Juli 2012. [Skripsi].
Fakultas Kedokteran. Manado: Universitas Sam Ratulangi. 2012
14. Martin, Michael, and Jacoob W. Ufberg. Dental Abscess. eMedicine Health. Eds.
Ruben Olmodo, Francisco Talavera, and Steven L, Bernstein. 28 Maret 2014.
http://www.emedicinehealth.com/articles/20555-1.asp (diakses pada 15 Februari
2016)
15. Fragiskos FD. Oral Surgery. Germany: Spinger. 2007. 205-239
16. Hupp JR, Ellis E, Tucker MY. Contemporarry Oral and Maxillofacial Surgery, 6th
Edition. Missouri : Elsevier Inc. 2014. 295-318, 319-338
17. Uluibau IC, Jaunay T, Goss AN. Severe Odontogenic Infections. Aust Dent J. 2005;
50 Suppl 2: S74-S81
18. Fakhrurrazi, Hakim RF. Gambaran Bakteri dan Sensitivitas Antimikroba pada Abses.
Cakradonya Dent J. 2013; 5(1): 488-492
19. Piriz RL, Aguilar L, Gimenez MJ. Management of Odontogenic Infection of Pulpal
and Periodontal Origin. Med Oral Palatal Oral Cir Bucal. 2007; 12:E154-9.P155
20. Rasuna G. 2010. Pola Perjalanan (Penyebaran) Abses Odontogen.
http://gilangrasuna.wordpress.com/category/penjalaran-infeksi-odontogen/ (diakses
15 Februari 2016)
21. Chandrasekaran SC, Gita VB, Preethi P. Gingival Abscess Revisited: Case Report. Ind
J of Muntidiscip Dent. 2010. 1 (1): 33-36
29
22. Sousa D, Pinto D, Araujo R, Rego RO, Moreira-Neto J. Gingival Abscess Due to an
Unusual Nail-Biting Habit: A Case Report. J Contemp Dent Pract. 2010. 11(2): 85-91
23. Peterson, Larry J, D.D.S; M.S.2003. Contemporary Oral and Maxillo Facial Surgery.
4th Ed. St. Louis: Mosby, 367-376
24. Mansjoer, Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi Ketiga, Jakarta: Media
Aesculapius, 149
25. Grossman, Louis I., Endodontic Practice, 7th Ed, Lea & Febiger: Philadelphia. 1979:
149, 420-433
26. Mead, Sterling V. Oral Surgery. 3rd Ed. W.B. Saunders Company: Philadelphia. 1982:
230-234
27. Joseph A, and Sciubba, James J. Oral Pathology: Clinical Pathologic Correlations, 3rd
Ed. W.B. Saunders Company: Philapdelphia. 1999: 384-386
28. Shafer, William G, et al. A Textbook of Oral Pathology. W.B. Saunders Company:
Philadelphia. 1958: 367-369
29. Shumrick KA, Sheft SA, Depp infection in: Paparella MM, Shumrick DA,
Gluckmann JL, Meyehoff WL, editors. Otolaryngology. Philadelpia: WB Sauders
1991: 2545-62.
30