Anda di halaman 1dari 6

DIABETES MELITUS

I. DEFINISI
Penyakit Diabetes Melitus (DM) atau kencing manis, seringkali juga disapa
dengan Penyakit Gula karena memang jumlah atau konsentrasi glukosa atau gula
di dalam darah melebihi keadaan normal (Soegondo&Sukardji, 2008). Diabetes
merupakan penyakit tertua pada manusia. Nama lengkapnya adalah Diabetes
Melitus, berasal dari kata Yunani : siphon (pipa) dan gula yang menggambarkan
gejala diabetes yang tidak terkontrol, yakni keluarnya sejumlah urin manis karena
mengandung gula (glukosa) (Bilous, 2003). Diabetes Melitus adalah penyakit kronik
yang terjadi ketika pankreas tidak dapat memproduksi insulin yang cukup, atau
sebaliknya, ketika tubuh tidak mampu secara efektif menggunakan insulin yang telah
di produksi tersebut (WHO, 2006).

II. ETIOLOGI
a. Pola makan
Makan secara berlebihan dan melebihi jumlah kadar kalori yang dibutuhkan
oleh tubuh dapat memicu timbulnya DM. Hal ini disebabkan jumlah/ kadar insulin
oleh sel betha pankreas mempunyai kapasitas maksimum untuk disekresikan. Oleh
karena itu, mengkonsumsi makanan secara berlebihan dan tidak diimbangi oleh
sekresi insulin dalam jumlah memadai dapat menyebabkan kadar gula dalam darah
meningkat dan menyebabkan diabetes melitus.
b. Obesitas
c. Faktor genetik
d. Bahan-bahan kimia dan obat-obatan
Bahan kimiawi tertentu dapat mengiritasi pankreas yang menyebabkan
radang pankreas. Peradangan pada pankreas dapat menyebabkan pankreas tidak
berfungsi secara optimal dalam mensekresikan hormon yang diperlukan untuk
metabolisme dalam tubuh termasuk hormon insulin.
e. Penyakit dan infeksi pada pankreas
Mikroorganisme seperti bakteri dan virus dapat menginfeksi pankreas
sehingga menimbulkan radang pankreas. Hal ini menyebabkan sel beta pada
pankreas tidak bekerja optimal dalam mensekresi insulin. Beberapa penyakit tertentu
seperti kolesterol tinggi dan dislipidemia dapat meningkatkan risiko terkena diabetes
melitus.

III. KLASIFIKASI
a. Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM)
Sering terjadi pada usia sebelum 30 tahun. Biasanya juga disebut Juvenille
Diabetes, yang gangguan ini ditandai dengan adanya hiperglikemia
(meningkatnya kadar gula darah) (Bare&Suzanne,2002). Faktor genetik dan
lingkungan merupakan faktor pencetus IDDM. Oleh karena itu insiden lebih tinggi
atau adanya infeksi virus (dari lingkungan) misalnya coxsackievirus B dan
streptococcus sehingga pengaruh lingkungan dipercaya mempunyai peranan
dalam terjadinya DM (Bare & Suzanne, 2002). Virus atau mikroorganisme akan
menyerang pulau pulau langerhans pankreas, yang membuat kehilangan
produksi insulin. Dapat pula akibat respon autoimmune, dimana antibody sendiri
akan menyerang sel bata pankreas. Faktor herediter, juga dipercaya memainkan
peran munculnya penyakit ini (Bare & Suzanne, 2002).
b. Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM)
Virus dan kuman leukosit antigen tidak nampak memainkan peran terjadinya
NIDDM. Faktor herediter memainkan peran yang sangat besar. Riset melaporkan
bahwa obesitas salah satu faktor determinan terjadinya NIDDM sekitar 80% klien
NIDDM adalah kegemukan. Overweight membutuhkan banyak insulin untuk
metabolisme. Terjadinya hiperglikemia disaat pankreas tidak cukup
menghasilkan insulin sesuai kebutuhan tubuh atau saat jumlah reseptor insulin
menurun atau mengalami gangguan. Faktor resiko dapat dijumpai pada klien
dengan riwayat keluarga menderita DM adalah resiko yang besar. Pencegahan
utama NIDDM adalah mempertahankan berat badan ideal. Pencegahan
sekunder berupa program penurunan berat badan, olah raga dan diet. Oleh
karena DM tidak selalu dapat dicegah maka sebaiknya sudah dideteksi pada
tahap awal tanda-tanda atau gejala yang ditemukan adalah kegemukan,
perasaan haus yang berlebihan, lapar, diuresis dan kehilangan berat badan, bayi
lahir lebih dari berat badan normal, memiliki riwayat keluarga DM, usia diatas 40
tahun, bila ditemukan peningkatan gula darah (Bare & Suzanne, 2002)

IV. MANIFESTASI KLINIS


Merasa lemah dan berat badan menurun. Hal ini disebabkan oleh glukosa
yang merupakan sumber energi dan tenaga tubuh, tidak dapat masuk ke dalam
sel. Oleh karena itu sumber energi akan diambil dari cadangan lemak dan dari
hati.
Poliuria (banyak kencing). Kadar glukosa yang berlebihan akan dikeluarkan
melalui urin. Akibatnya tingginya kadar glukosa darah, penderita merasa ingin
buang air terus dan dalam volume urine yang banyak.
Polidipsia (banyak minum). Makin banyak urin yang dikeluarkan, tubuh makin
kekurangan air. Akibatnya timbul rasa haus dan ingin minum terus.
Polifagia (banyak makan). Kadar gula yang tidak dapat masuk ke dalam sel,
menyebabkan timbulnya rangsangan ke otak untuk mengirimkan pesan rasa
lapar. akibatnya penderita semakin sering makan. Kadar glukosa pun main tinggi,
tetapi tidak seluruhnya dapat dimanfaatkan tubuh karena tidak bisa masuk ke sel
tubuh.
Jumlah glukosa besar. Jumlah glukosa besar dalam urin dapat menyebabkan
iritasi genital akibat infeksi jamur.
Lensa mata berubah. Bentuk mata sedikit berubah dan mengaburkan
penglihatan untuk sementara waktu.
Luka sulit sembuh. Jika terjadi luka penderita akan sangat sulit sekali untuk
sembuh. Hal ini berhubungan dengan sistem kekebalan pada tubuh penderita
diabetes yang cenderung menurun.
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Tes gula darah.
Menurut kriteria International Diabetes Federation (IDF), American Diabetes
Association (ADA) dan Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (Perkeni), apabila
gula darah pada saat puasa diatas 126mg/dl dan 2 jam sesudah makan diatas
200mg/dl, diagnosis diabetes bisa dipastikan.
Tabel 2.1. Kriteria Diagnosis Diabetes (WHO)
Kadar Glukosa Darah
mg/dl mmol/dl
Diabetes Mellitus
Puasa 126 7.0
2 jam sesudah makan 200 11.1
Impaired Fasting
Tolerance(IFT)
Puasa < 126 < 126
2 jam sesudah makan 140 &< 200 7.8 &< 11.1
Impaired Fasting Glucose
(IFG)
Puasa 110 &< 126 < 7.0
2 jam sesudah makan < 140 < 7.8
Jika kadar glukosa darah tidak normal tetapi belum termasuk kriteria diagnosis
untuk diabetes, keadaan ini disebut Toleransi Glukosa Terganggu(TGT) atau
IGT. Seseorang dengan TGT mempunyai risiko terkena diabetes tipe 2 jauh lebih
besar daripada orang biasa.
b. Pemeriksaan urin
Pada pemeriksaan urin, urin akan dianalisis mengandung glukosa atau tidak.
c. Tes keton
Keton ditemukan dalam urin jika kadar glukosa darah sangat tinggi atau sangat
rendah.
d. Pemeriksaan mata
Retina biasanya tampak abnormal.

VI. KOMPLIKASI
a. Gangguan penglihatan:
- Lensa kabur
- Katarak
- Diabetic rethinopathy
- Glaukoma
b. Migren
c. Diabetic nefropathy
d. Diabtic neuropathy
e. Gangguan pada kaki
f. Kelainan pada bagian mulut. Lidah penderita DM seringkali membesar dan
terasa tebal yang menimbulkan gangguan rasa pengecap sehingga kurang
dapat merasakan lezatnya makanan.
g. Gangguan pendengaran (telinga berdenging)
h. Gangguan kulit

VII. PENATALAKSANAAN
Berdasarkan cara pemberiannya obat hipoglikemik terdiri dari obat hipoglikemik
oral dan obat hipoglikemik suntik yang mengandung insulin (Tjay dan Rahardja,
2002).
a. Obat antidiabetik oral
Golongan Sulfonilurea
Tolbutami termasuk golongan sulfonilurea yang dapat merangsang keluarnya
insulin dari pankreas (Tjay dan Rahardja, 2007). Tolbutamid mengandung tidak
kurang dari 98,0 % dan tidak lebih dari 101,0% C12H18N2O3S, terhitung dari zat
yang telah dikeringkan. Pemberian dari tolbutamid adalah serbuk hablur putih, tidak
berbau, rasa agak pahit.Tolbutamid merupakan obat turunan dari karbutamida,
dengan menggantikan gugus-P amino dengan gugus metil efek-efek sulfa
dilenyapkan. Daya hipoglikemik tolbutamid relatif lemah, maka jarang menyebabkan
hipoglikemia.Obat ini banyak digunakan pada penderita diabetes tipe-2 (Tjay dan
Rahardja, 2007). Pada pasien lanjut usia secara lebih amannya digunakan
tolbutamid karena mempunyai durasi kerja paling cepat (Neal, 2005). Plasma t -
nya sekitar 4-5 jam, tetapi ternyata bahwa penakaran single-dose pagi hari cukup
efektif untuk mengendalikan kadar gula selama 24 jam. Zat ini dioksidasi menjadi
metabolit inaktif yang diekskresikan 80% lewat kemih. Dosis permulaan 0,5-1 g pada
waktu makan (guna menghindari iritasi lambung), bila perlu dinaikkan tiap minggu
sampai maksimal 1-2 g. Dosis di atas 2 g per hari diperkirakan tidak ada gunanya
(Tjay dan Rahardja, 2007).
Golongan Inhibitor -Glukosidase
Acarbose merupakan penghambat kompetitif alfa glucosidase usus dan
memodulasi pencernaan pasca prandial dan absorpsi zat tepung dan
disakarida.Akibat klinis pada hambatan enzim adalah untuk meminimalkan
pencernaan pada usus bagian atas dan menunda absorpsi zat tepung dan
disakarida yang masuk pada usus kecil bagian distal, sehingga menurunkan glikemik
setelah makan dan menciptakan suatu efekhemat insulin. Data farmakokinetik
acarbose adalah onset efek pertama kali muncul 0,5 jam, waktu paruh (t1/2) 1-2 jam,
durasi 4 jam.
Golongan Biguanid
Obat ini bekerja dengan cara meningkatkan kepekaan tubuh terhadap insulin
yang diproduksi oleh tubuh, tidak merangsang peningkatan produksi insulin sehingga
pemakaian tunggal tidak berakibat hipoglikemia. Contoh obat golongan biguanid
antara lain metformin (glucophage). Golongan Meglitinid ,Obat ini dapat
dikombinasikan dengan metformin digunakan dalampengobatan Diabetes Mellitus
tipe-2 sebagai tambahan terhadap diet dan olah ragauntuk penderita yang
hiperglikemiknya tidak dapat dikontrol secara memuaskan dengan cara-cara
tersebut. Contoh obat dari golongan ini antara lain repaglinid (novonorm), nateglinid
(starlix) (Tjay dan Rahardja, 2002).
Golongan Thiazolidindion
Golongan ini dapat digunakan bersama sulfonilurea, insulin atau metformin
untuk memperbaiki kontrol glikemia. Contohnya antara lain pioglitazon (actos),
rosiglitazon (avandia) (Tjay dan Rahardja,2002).
c. Insulin
Pada diabetes mellitus tipe I, diperlukan pemberian insulin eksogen untuk
memperbaiki katabolisme, mencegah ketosis dan menurunkan peningkatan
kadar glukosa darah. Selain DM tipe I, insulin kadang digunakan oleh pasien DM
tipe II dan ibu hamil yang disertai Diabetes Mellitus, namun untuk waktu yang
singkat.

Pathway Diabetes Melitus


DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah. Jakarta: EGC
Bare &Suzanne,2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah,Volume 2, (Edisi 8),EGC
Jakarta
Corwin, E. J., 2000, Buku Saku Pathofisiologi , Editor Endah P., EGC, Jakarta.
Tjay, dan Rahardja. (1978). Obat-obat Penting edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia. Halaman 231, 244.
Wijayakusuma, Hembing. 2004. Bebas Diabetes Melitus Ala Hembing. Jakarta : Puspa
Swara.

Anda mungkin juga menyukai