Anda di halaman 1dari 7

HMBTI Untuk Siapa ?

: Tentang Sistem Pengaderan Ideal

Pendahuluan
Berdasarkan Anggaran Dasar HMBTI pasal 8 HMBTI mempunyai fungsi salah satunya
adalah sebagai wadah mahasiswa MBTI dalam berorganisasi serta sarana untuk menyalurkan
aspirasi. Mahasiswa MBTI tersebut seharusnya adalah mahasiswa MBTI yang sudah menjadi
anggota himpunan karena berdasarkan pasal 3 Anggaran Rumah Tangga yang berhak
mengikuti aktivitas himpunan termasuk masuk dalam organisasi himpunan dan mengajukan
aspirasi adalah anggota himpunan. Yang menjadi pertanyaan adalah sudahkah HMBTI
menerapkan fungsi tersebut dengan optimal? Jika ditinjau dari AD maka fungsi tersebut akan
terlaksana dengan baik jika tingkat partisipasi mahasiswa MBTI yang mengikuti organisasi di
bawah himpunan tinggi dan seluruh aspirasi ditampung dan disalurkan kepada pihak kampus.
Yang disoroti di sini adalah tentang tingkat partisipasi mahasiswa MBTI yang mengikuti
organisasi di bawah himpunan. Seharusnya himpunan mendorong mahasiswa MBTI untuk
turut serta dalam organisasi himpunan akan tetapi kenyataan himpunan malah membatasi
dengan cara seperti hanya anggota himpunan yang berhak mengikuti kegiatan himpunan,
melakukan seleksi terbatas, dan menetapkan kuota penerimaan. Himpunan cenderung hanya
menerima yang terbaik sehingga tingkat partisipasi anggota terbatas. Dampaknya adalah di
satu sisi beberapa mahasiswa mengikuti banyak kegiatan sedangkan di sisi lain beberapa
mahasiswa kesulitan untuk bergabung dalam organisasi padahal himpunan dibentuk untuk
menjadi wadah mahasiswa MBTI dalam berorganisasi. Ini adalah suatu ironi yang harus kita
sadari bersama.
Organisasi dalam himpunan secara normal ada yang berbentuk kepanitiaan dan
berbentuk kepengurusan. Jika merujuk kepanitiaan akan terdapat gap antara kepanitiaan
favorit dan tidak favorit. Kepanitiaan favorit cenderung memiliki pelamar yang lebih banyak
dibandingkan yang tidak favorit. Hal itu adalah wajar tetapi masalahnya adalah bagaimana
melakukan distribusi secara merata? Pertanyaan itu adalah PR bagi kepengurusan yang
sedang menjabat dan tidak akan dibahas banyak pada tulisan kali ini. Fokus penulis di sini
adalah menyoroti tentang organisasi kepengurusan. Rata-rata setiap tahun himpunan
menerima sebanyak 60-70 anggota himpunan yang terdiri dari staf dan pengurus inti. Jika
dibandingkan dengan total anggota himpunan 3 angkatan termuda yang jumlahnya kurang
lebih 1200 mahasiswa berarti himpunan hanya menyerap sekitar 5-6% dari keseluruhan
anggota. Ini adalah angka yang sangat kecil dan perlu ditingkatkan. Padahal sudah seharusnya
himpunan membuka pinta yang selebar-lebarnya untuk mahasiswa MBTI untuk bergabung
dalam organisasi sehingga mahasiswa MBTI tersebut mendapatkan softskill yang diperlukan
di dunia kerja.
Lebih dari itu, penulis menyoroti proses seleksi yang kurang sempurna untuk mencari
kandidat terbaik dalam kepengurusan untuk menjadi staf. Di mana proses seleksi hanya
mengandalkan wawancara oleh yang bukan ahli psikologi yang biasa diterapkan pada
perusahaan. Akibatnya sudah sering terjadi dari tahun ke tahun terdapat pengurus yang
bermasalah dan kinerjanya kurang baik. Oleh karena itu perlu langkah konkret untuk
mengatasi masalah-masalah tersebut.
Berdasarkan penjabaran di atas dapat disimpulkan masalah-masalah yang terjadi
adalah:
1. Apakah perlu melakukan revisi pasal 8 Anggaran Dasar HMBTI?
2. Bagaimana sistem kepengurusan ideal untuk HMBTI mengacu pada pasal 8 Anggaran
Dasar HMBTI?
3. Bagaimana sistem rekrutmen ideal untuk HMBTI?

Revisi pasal 8 Anggaran Dasar HMBTI


Jika melihat pasal 8 AD HMBTI dan pasal 3 ART HMBTI maka ada ketidakcocokan karena
pada pasal 1 ART HMBTI disebutkan anggota HMBTI adalah seluruh mahasiswa MBTI yang
telah dilantik secara sah melalui tahapan kaderisasi. Oleh karena itu perlu penyesuaian
pada pasal 8 AD HMBTI yaitu mengganti kata mahasiswa MBTI menjadi anggota HMBTI
sehingga menjadi kalimat sebagai wadah anggota HMBTI dalam berorganisasi serta sarana
untuk menyalurkan aspirasi

Sistem rekrutmen dan kepengurusan ideal


Perlu adanya upaya yang signifikan untuk melakukan perubahan di sistem
kepengurusan HMBTI. Masalah yang disoroti di sini adalah
1. Input organisasi melalui seleksi yang ketat tapi tidak tepat.
2. Pengurus-pengurus yang memiliki kinerja baik selama satu periode akan hengkang dari
kepengurusan HMBTI karena tidak ada sistem promosi atau terbatasnya slot untuk naik
jabatan menjadi pengurus inti
3. Mahasiswa-mahasiswa yang tidak mendapat kesempatan menjadi pengurus terrenggut
haknya untuk dapat bergabung dalam organisasi. Padahal menurut penulis syarat untuk
menjadi staf pengurus HMBTI hanya rajin dan aktif. Tidak perlu yang terlalu sempurna
karena dalam organisasi perlu proses pembelajaran.
Oleh karena itu, kriteria kepengurusan ideal adalah :
1. Dapat menampung sebanyak-banyaknya anggota HMBTI yang benar-benar ingin
belajar dan mengabdi pada himpunan
2. Memiliki jenjang karier yang jelas
3. Memiliki sistem pendidikan kepengurusan yang sesuai dengan kebutuhan organisasi
Untuk itu penulis mengusulkan untuk membentuk jenjang karier sebagai berikut :

Pengurus Inti

Staf Divisi

Pengurus Dalam Masa Percobaan

Untuk lebih jelasnya bagian-bagian di atas dijelaskan sebagai berikut :


a. Pengurus dalam masa percobaan
Ini adalah fase awal untuk bergabung dalam kepengurusan HMBTI. Pada fase ini,
anggota himpunan yang memenuhi syarat administrasi akan diberikan pelatihan
dasar-dasar organisasi dengan terus dipantau selama satu periode. Pelatihan tersebut
untuk persiapan mereka untuk menjadi staf divisi yang akan diberikan tanggung jawab
lebih besar dan untuk menguji mereka apakah layak atau tidak untuk menjadi bagian
kepengurusan. Menurut penulis, sebagai mahasiswa biasa dengan background non-
psikologi, akan sulit untuk menilai seseorang hanya dari wawancara beberapa menit.
Untuk itu, perlu pembuktian selama setahun atau satu periode untuk menilai
seseorang. Penilaian tersebut menurut penulis cukup kerajinan dan keaktifan secara
berkala seperti 2 bulan sekali dan ada sistem gugur bagi yang dianggap tidak layak.
Pengurus dalam masa percobaan ini pun tetap bergabung tanpa sekat dengan staf
divisi atau senior mereka untuk dapat belajar dan mencontoh apa yang sudah senior
mereka ajarkan. Pengurus dalam masa percobaan ini juga diharapkan dapat
membantu staf divisi menyelesaikan proker mereka terutama proker-proker fleksibel
yang tidak melaksanakan oprec seperti coffe break, tutor, mengurus mading, dan lain-
lain. Sehingga pada fase ini anggota himpunan mendapat pelatihan organisasi dan
menjadi bawahan atau membantu staf divisi.
b. Staf Divisi
Setelah lulus pada fase pengurus dalam masa percobaan maka mereka akan menjadi
staf divisi yang mendapat tanggung jawab untuk mengurus proker dan menjadi atasan
dari pengurus dalam masa percobaan. Pada fase ini pengurus akan diikat kontrak
hingga pensiun yaitu hingga tingkat 4 sehingga jika ingin lanjut tidak perlu mendaftar
kembali. Hal ini dicontoh dari sistem kementerian karena jika suatu menteri atau
presiden diganti tidak serta merta mengganti seluruh staf pada kementerian tersebut
karena akan menyebabkan chaos dan staf baru akan belajar lagi mulai dari 0.
c. Pengurus Inti
Ketua dan Wakil Ketua HMBTI diusulkan pernah mengabdi pada himpunan menjadi
staf divisi sekurang-kurangnya selama 1 periode. Akan tetapi untuk menjadi pengurus
inti adalah hak prerogatif ketua HMBTI sehingga ketua dapat bebas mengambil orang
yang dapat dipercaya dan dianggap mampu untuk menjadi pengurus inti seperti kadiv
dan sebagainya.

Pelatihan Dasar-Dasar Organisasi


Pelatihan ini diberikan kepada para calon pengurus yang ingin menjadi staf divisi. Hal ini
semacam kaderisasi kedua yang diselenggarakan HMBTI. Jika pada kaderisasi pertama untuk
memperkenalkan dasar-dasar himpunan maka pada kaderisasi kedua ini diberi pelatihan
untuk persiapan masuk ke dalam organisasi yang diharapkan dapat bermanfaat di dunia kerja.
Pada kaderisasi kedua ini diharapkan dapat lebih fleksibel dan tidak seperti pada kaderisasi
pertama. Para peserta lebih pro aktif karena mereka bersaing untuk dapat menjadi staf divisi
yang menjadi syarat untuk menjadi ketua dan wakil ketua himpunan. Adapun saran untuk
pelatihan dasar-dasar organisasi diadopsi dari Future of Jobs Report, World Economic Forum
pelatihan skill yang diperlukan di dunia kerja pada 2020 adalah sebagai berikut :
1. Complex Problem Solving (CPS), Critical Thinking, and creativity
CPS atau pemecahan masalah dapat didefinisikan sebagai kesuksesan mencari suatu
bentuk operasi atau solusi untuk mengubah situasi yang bermasalah menjadi situasi
yang sesuai dengan tujuannya sedangkan berpikir kritis adalah cara berpikir di mana
pemikir meningkatkan kualitas berpikirnya dengan terampil menganalisis, menilai,
dan merekonstruksi suatu masalah. Kemudian untuk kreativitas tidak perlu banyak
teori karena sudah diajarkan dalam mata kuliah CTIB. Pelatihan poin 1 ini dapat dalam
bentuk teori dan praktik. Dalam bentuk teori mungkin dengan mendatangkan para
pakar seperti dosen atau semacamnya dan praktik dapat diterapkan di proker-proker
himpunan. Setelah itu peserta diharapkan dapat mengimplementasikannya dengan
cara menulis artikel untuk himpunan yang di dalamnya terdapat masalah dan solusi
atau gagasan untuk himpunan dengan terdapat senior pembimbing.
2. People Management, Coordinating with Others, Decision Making, and service
orientation
People Management bahasa lainnya adalah Human Resource Management tentu ini
tidak asing lagi bagi mahasiswa MBTI. Sedangkan coordinating with others adalah
Sinkronisasi dan integrasi kegiatan, tanggung jawab, dan komando dan kontrol
struktur untuk memastikan bahwa sumber daya organisasi digunakan paling efisien
dalam mengejar tujuan yang ditentukan. Kemudian decision making adalah proses
kognitif yang mengakibatkan pemilihan keyakinan atau tindakan di antara beberapa
kemungkinan alternatif. Kemudian service orientation adalah kecenderungan untuk
membantu, tenggang hati, perhatian dan dapat bekerjasama yang berdampak pada
reputasi organisasi. Pelatihan ini mungkin dapat dengan cara membuat tim-tim kecil
dari peserta yang berisi ketua dan kepala divisi kemudian staf diambil dari anggota
himpunan biasa dan mereka ditugaskan untuk membuat suatu kegiatan sederhana
seperti coffe break, fun futsal, atau lainnya dan setiap tim harus terdapat pembimbing
dari senior. Kemudian keempat aspek tersebut masuk dalam kategori penilaian yang
menjadi fokus pelatihan yaitu bagaimana pengelolaan SDM-nya, bagaimana
koordinasinya, bagaimana pengambilan keputusannya, dan bagaimana layanannya.
3. Emotional Inteligence
Kecerdasan emosional adalah kemampuan merasakan, memahami, dan dengan
efektif menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi, informasi, dan
pengaruh yang manusiawi. Terbagi menjadi dua yaitu personal skill dan interpersonal
skill. Personal skill meliputi : Kesadaran Diri; Manajemen Diri; Motivasi Diri; Aturan,
Moral, dan Nilai - Nilai Jati Diri; Mengelola Marah; Mengatasi Rasa Takut;
Meningkatkan Pengendalian Diri; Manajemen Stres; Kekuatan Berpikir Positif; dan
Hidup dalam Kekuatan Pikiran Sadar sedangkan interpersonal skill meliputi :
Komunikasi Verbal dan Non Verbal; Manajemen Sosial dan Tanggung Jawab Sosial;
Empati, Toleransi, Pengaruh, dan Kecerdasan Sosial; Perilaku, Sikap, Kebiasaan, dan
Karakter Saat Berinteraksi dengan Orang Lain; Manajemen Konflik, Manajemen Politik
Kantor, Manajemen Tim; Emosi Positif untuk Kolaborasi Kerja. Pelatihan ini biasanya
dilakukan dengan cara outbond atau games santai, biasanya ditambahi dengan latihan
public speaking seperti presentasi atau berbicara di muka umum.
4. Negotiation and Cognitive Flexibility
Negosiasi adalah proses perundingan (memberi dan menerima) antara dua pihak atau
lebih (masing-masing dengan tujuan sendiri, kebutuhan, dan sudut pandang)
berusaha menemukan landasan bersama dan mencapai kesepakatan untuk
menyelesaikan masalah yang menjadi perhatian bersama sedangkan fleksibilitas
kognitif adalah kemampuan manusia untuk menyesuaikan strategi pengolahan
kognitif untuk menghadapi kondisi baru dan tak terduga di lingkungan. Hal ini
memang agak sulit untuk diimplementasikan. Akan tetapi skill yang dibutuhkan di sini
adalah skill berbicara dan skill berpikir dengan cepat. Hal ini dapat diimplementasikan
dalam debat meskipun debat bukanlah negosiasi. Atau kegiatan lain yang dapat
meningkatkan skill berbicara serta berpikir secara cepat dan tepat dengan
sebelumnya diberi materi tentang bagaimana tata krama berbicara dan bersikap
terhadap perbedaan pendapat serta pentingnya mengontrol emosi dan stres ataupun
materi-materi lain yang dianggap perlu.
Keempat pelatihan di atas dapat dilakukan secara step by step dan setiap akhir
pelatihan dilakukan evaluasi untuk menentukan kelulusan calon pengurus yang terlihat dari
kerajinan dan keaktifan peserta.

Penutup
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan :
1. Pasal 8 AD HMBTI direvisi menjadi menjadi wadah anggota HMBTI dalam
berorganisasi serta sarana untuk menyalurkan aspirasi
2. Struktur kepengurusan menjadi pengurus inti, staf divisi, dan pengurus dalam masa
percobaan.
3. Proses seleksi menggunakan pelatihan dasar-dasar organisasi atau kaderisasi lanjutan
dengan empat tahapan.
Hal-hal yang perlu dicermati dalam pengimplementasian hal ini adalah pada masa
transisi karena jika ini diimplementasikan tahun depan maka pengurus tahun ini akan
menjabat 2 periode. Yang perlu dipertanyakan adalah berapa banyak yang mau untuk
bertahan selama 2 periode menjadi staf HMBTI. Terutama untuk proker-proker utama yang
harus dipegang oleh yang berpengalaman sedangkan proker-proker sampingan dapat
terbantu oleh pengurus dalam masa percobaan.

Anda mungkin juga menyukai