A. PENDAHULUAN
Pembangkitan energi listrik dengan memanfaatkan air laut terbagi menjadi beberapa cara.
Beberapa di antaranya adalah dengan memanfaatkan energi arus laut, memanfaatkan energi
dari gelombang lautan, memanfaatkan energi dari pasang-surut air laut, memanfaatkan sifat
osmosis, serta memanfaatkan energi panas air laut. Dari cara-cara tersebut, yang paling banyak
dikembangkan saat ini adalah pemanfaatan gelombang dan arus laut. Krisis energi telah
diprediksikan akan melanda dunia pada tahun 2015. Hal ini dikarenakan semakin langkanya
minyak bumi dan semakin meningkatnya permintaan energi. Untuk itu diperlukan sebuah
terobosan untuk memanfaatkan energi lain, selain energi yang tidak terbarukan. Karena kalau
kita tergantung pada energi tidak terbarukan, maka di masa depan kita juga akan kesulitan
untuk memanfaatkan energi ini karena keterbatasan populasi dari energi tersebut.
Untuk itu kita akan mencoba menggali informasi tentang tenaga ombak yang sebenarnya sudah
dimanfaatkan oleh banyak negara, termasuk Indonesia. Berdasarkan survei yang dilakukan
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dan Pemerintah Norwegia sejak tahun
1987, terlihat bahwa banyak daerah-daerah pantai yang berpotensi sebagai pembangkit listrik
bertenaga ombak. Ombak di sepanjang Pantai Selatan Pulau Jawa, di atas Kepala Burung Irian
Jaya, dan sebelah barat Pulau Sumatera sangat sesuai untuk menyuplai energi listrik. Kondisi
ombak seperti itu tentu sangat menguntungkan, sebab tinggi ombak yang bisa dianggap
potensial untuk membangkitkan energi listrik adalah sekitar 1,5 hingga 2 meter, dan gelombang
ini tidak pecah hingga sampai di pantai.
Potensi tingkat teknologi saat ini diperkirakan bisa mengonversi per meter panjang pantai
menjadi daya listrik sebesar 20-35 kW (panjang pantai Indonesia sekitar 80.000 km, yang
terdiri dari sekitar 17.000 pulau, dan sekitar 9.000 pulau-pulau kecil yang tidak terjangkau arus
listrik nasional, dan penduduknya hidup dari hasil laut). Dengan perkiraan potensi semacam
itu, seluruh pantai di Indonesia dapat menghasilkan lebih dari 2~3 Terra Watt Ekuivalensi
listrik, bahkan tidak lebih dari 1% panjang pantai Indonesia (~800 km) dapat memasok minimal
~16 GW atau sama dengan pasokan seluruh listrik di Indonesia tahun ini.
Bangunan untuk memasukkan air laut ini terdiri dari dua unit, kolektor dan konverter. Kolektor
berfungsi menangkap ombak, menahan energinya semaksimum mungkin, lalu memusatkan
gelombang tersebut ke konverter. Konverter yang didesain berbentuk saluran yang runcing di
salah satu ujungnya ini selanjutnya akan meneruskan air laut tersebut naik menuju reservoir.
Karena bentuknya yang spesifik ini, saluran tersebut dinamakan tapchan (tappered channel).
Setelah air tertampung pada reservoir, proses pembangkitan listrik tidak berbeda dengan
mekanisme kerja yang ada pada pembangkit listrik tenaga air (PLTA).
Selain OWC tidak terapung, kita juga mengenal OWC tidak terapung lain seperti OWC tidak
terapung saat air pasang. OWC ini bekerja pada saat air pasang saja, tapi OWC ini lebih kecil.
Hasil survei hidrooseanografi di wilayah perairan Parang Racuk menunjukkan bahwa sistem
akan dapat membangkitkan daya listrik optimal jika ditempatkan sebelum gelombang pecah
atau pada kedalam 4-11 meter. Pada kondisi ini akan dapat dicapai putaran turbin antara 3000-
700 rpm. Posisi prototip II OWC (Oscillating Wave Column) masih belum mencapai lokasi
minimal yang disyaratkan, karena kesulitan pelaksanaan operasional alat mekanis. Posisi ideal
akan dicapai melalui pembangunan prototip III yang berupa sistem OWC apung. Untuk OWC
terapung, prinsip kerjanya sama seperti OWC tidak terapung, hanya saja peletakannya yang
berbeda.
Energi tidal juga merupakan salah satu macam dari energi ombak. Kelemahan energi ini
diantaranya adalah membutuhkan alat konversi yang handal yang mampu bertahan dengan
kondisi lingkungan laut yang keras yang disebabkan antara lain oleh tingginya tingkat korosi
dan kuatnya arus laut.
Saat ini baru beberapa negara yang yang sudah melakukan penelitian secara serius dalam
bidang energi tidal, diantaranya Inggris dan Norwegia. Di Norwegia, pengembangan energi ini
dimotori oleh Statkraft, perusahaan pembangkit listrik terbesar di negara tersebut. Statkraft
bahkan memperkirakan energi tidal akan menjadi sumber energi terbarukan yang siap masuk
tahap komersial berikutnya di Norwegia setelah energi hidro dan angin. Keterlibatan
perusahaan listrik besar seperti Statkraft mengindikasikan bahwa energi tidal memang layak
diperhitungkan baik secara teknologi maupun ekonomis sebagai salah satu solusi pemenuhan
kebutuhan energi dalam waktu dekat.
SEJARAH
Tercatat, paten pertama penggunaan gelombang laut ada pada tahun 1799 di Paris, dibuat oleh
Girard, namun paten ini belum diteruskan menjadi sebuah alat konversi energi. Alat konversi
energi gelombang laut pertama dibuat oleh Bochaux-Praceique, seorang Perancis, untuk
menyalakan lampu-lampu dan alat listrik di rumahnya sendiri. Selanjutnya, dari tahun 1855
hingga 1973, sudah ada 340 paten (hanya di Inggris) mengenai penggunaan energi gelombang
laut ini. Eksperimen modern mengenai sumber energi ini dimulai oleh seorang warga Jepang
bernama Yoshio Masuda. Dia sudah merancang berbagai alat konversi gelombang laut,
beberapa ratus di antaranya digunakan untuk menyalakan lampu navigasi (mercusuar).
Munculnya kembali ketertarikan orang untuk meneliti sumber energi jenis ini dimulai saat
krisis minyak pada tahun 1973, banyak peneliti dari berbagai universitas yang meriset alat
konversi energi jenis ini. Tahun 1980, harga minyak turun kembali dan ketertarikan pada
sumber energi ini kembali menurun. Namun, isu perubahan iklim baru-baru ini membuat
ketertarikan pada sumber-sumber energi terbarukan, termasuk energi gelombang laut, menjadi
tinggi kembali.
Lalu, pembangkit yang menggunakan energi pasang-surut air laut pertama dibangun antara
tahun 1960 hingga 1966 di Perancis dengan kapasitas 240MW. Setelah, itu bermunculan
berbagai pembangkit listrik mulai dari kapasitas kecil (0.4 MW) hingga kapasitas 1320 MW
yang dijadwalkan akan dibangun Korea Selatan pada tahun 2017.
B. PEMBAHASAN
Prinsip Kerja
Secara umum, sistem kerja pembangkit listrik tenaga gelombang laut sangat sederhana. Sebuah
tabung beton dipasang pada ketinggian tertentu di pantai dan ujungnya dipasang di bawah
permukaan air laut. Ketika ada ombak yang datang ke pantai, air dalam tabung beton tersebut
mendorong udara di bagian tabung yang terletak di darat. Gerakan yang sebaliknya terjadi saat
ombat surut. Gerakan udara yang berbolak-balik inilah yang dimanfaatkan untuk memutar
turbin yang dihubungkan dengan sebuah pembangkit listrik. Terdapat alat khusus yang
dipasang pada turbin sehingga turbin berputar hanya pada satu arah walaupun arus udara dalam
tabung beton bergerak dalam 2 arah.
Ada 2 cara untuk mengkonversi energi gelombang laut menjadi listrik, yaitu dengan sistem off-
shore (lepas pantai) atau on-shore (pantai).
1. Float System
Alat ini akan membangkitkan listrik dari hasil gerakan vertikal dan rotasional pelampung dan
dapat ditambatkan pada untaian rakit yang mengambang atau alat yang tertambat di dasar laut
dan dihubungkan dengan engsel Cockerell. Gerakan pelampung ini menimbulkan tekanan
hidrolik yang kemudian diubah menjadi listrik. Menurut penelitian, deretan rakit sepanjang
1000 km akan mampu membangkitkan energi listrik yang setara dengan 25000 MW.
Sistem ini kontrol pada pembangkit tenaga gelombang laut terdiri dari fisik, generator turbin
drive, dan inersia. Area turbin dan torsi reaksi generator dapat dikontrol oleh berbagai tegangan
dan kontrol frekuensi. Ada beberapa sistem pendukung lainnya, misalnya rem dan katup.
Sistem kontrol dalam pembangkit harus berhubungan satu sama lain. Gambar dibawah ini
menunjukkan turbin yang dikendalikan oleh suatu algoritma pitch dan kombinasi drive
generator yang dikendalikan oleh suatu algoritma daya.
Untuk prototipe pertama, controlsystem yang dibuat harus kuat, efisien dan stabil. Salah satu
contoh sistem kontrol pada pembangkit misalnya pada turbin. Turbin akan dikontrol untuk
menghasilkan torsi maksimum, sehingga sebuah inherent inertia akan digunakan untuk
memperhalus pengaruh gelombang dan menjaga agar keseluruhan sistem dapat tuning sendiri.
Turbin udara pada aliran unsteady atau bi-directional dapat menghasilkan daya yang lebih
bersih jika kecepatan rotasi bervariasi. Karena alasan inilah maka diputuskan untuk secara aktif
mengontrol kecepatan sistem dalam hubungannya dengan torsi turbin.
Prediksi daya yang dapat dibangkitkan melalui tenaga ombak dilakukan dengan memanfaatkan
data angin. Angin yang bertiup di permukaan laut merupakan faktor utama penyebab timbulnya
gelombang laut. Angin yang berhembus di atas permukaan air akan memindahkan energinya
ke air. Semakin lama dan semakin kuat angin berhembus, semakin besar gelombang yang
terbentuk. Menurut teori Sverdrup, Munk dan Bretchneider (SMB) kecepatan angin minimum
yang dapat membangkitkan gelombang adalah sekitar 10 knot atau setara dengan 5 m/det.
Untuk mengkonversi tinggi dan perioda gelombang digunakan persamaan gelombang untuk
perairan dangkal (CERC,1984). Persamaan yang digunakan adalah:
dimana F adalah panjang fetch, UA adalah faktor stress angin, dan g adalah percepatan
gravitasi.
Sedangkan daya yang dapat dibangkitkan dari energi gelombang dihitung dengan
menggunakan persamaan daya gelombang, yaitu:
dimana P adalah daya (kW/m panjang gelombang), H adalah tinggi gelombang (m), S adalah
perioda (detik), dan Tz adalah zero crossing period. Daya yang terkandung dalam ombak juga
dirumuskan oleh K. Hulls dalam bentuk sebagai berikut:
dimana P adalah daya, b adalah berat jenis air laut, g adalah percepatan gravitasi, T adalah
periode gelombang, dan H adalah tinggi ombak rata-rata.
Perkembangan Teknologi
Berbagai macam riset dan teknologi telah diterapkan oleh beberapa lembaga dan perusahaan
untuk mengembangkan madel baru bagi sistem konversi energi tenaga ombak ini sehingga
dapat menghasilkan efisiensi yang lebih tinggi. Beberapa contoh perusahaan tersebut adalah:
1. Renewable Energy Holdings, memiliki ide untuk menghasilkan listrik dari tenaga
ombak menggunakan peralatan yang dipasang di dasar laut dekat tepi pantai sedikit
mirip dengan Pelamis. Prinsipnya menggunakan gerakan naik turun dari ombak untuk
menggerakkan piston yang bergerak naik turun pula di dalam sebuah silinder. Gerakan
dari piston tersebut selanjutnya digunakan untuk mendorong air laut guna memutar
turbin.
2. SRI International, menggunakan konsep pemakaian sejenis plastik khusus bernama
elastomer dielektrik yang bereaksi terhadap listrik. Ketika listrik dialirkan melalui
elastomer tersebut, elastomer akan meregang dan terkompresi bergantian. Sebaliknya
jika elastomer tersebut dikompresi atau diregangkan, maka energi listrik pun timbul.
Berdasarkan konsep tersebut idenya ialah menghubungkan sebuah pelampung dengan
elastomer yang terikat di dasar laut. Ketika pelampung diombang-ambingkan oleh
ombak, maka regangan maupun tahanan yang dialami elastomer akan menghasilkan
listrik.
3. BioPower System, mengembangkan inovasi sirip-ekor-ikan-hiu buatan dan rumput laut
mekanik untuk menangkap energi dari ombak. Idenya bermula dari pemikiran
sederhana bahwa sistem yang berfungsi paling baik di laut tentunya adalah sistem yang
telah ada disana selama beribu-ribu tahun lamanya. Ketika arus ombak menggoyang
sirip ekor mekanik dari samping ke samping sebuah kotak gir akan mengubah gerakan
osilasi tersebut menjadi gerakan searah yang menggerakkan sebuah generator
magnetik. Rumput laut mekaniknya pun bekerja dengan cara yang sama, yaitu dengan
menangkap arus ombak di permukaan laut dan menggunakan generator yang serupa
untuk merubah pergerakan laut menjadi listrik.
4. Ocean Power Delivery; perusahaan ini mendesain tabung-tabung yang sekilas terlihat
seperti ular mengambang di permukaan laut (dengan sebutan Pelamis) sebagai
penghasil listrik. Setiap tabung memiliki panjang sekitar 122 meter dan terbagi menjadi
empat segmen. Setiap ombak yang melalui alat ini akan menyebabkan tabung silinder
tersebut bergerak secara vertikal maupun lateral. Gerakan yang ditimbulkan akan
mendorong piston diantara tiap sambungan segmen yang selanjutnya memompa cairan
hidrolik bertekanan melalui sebuah motor untuk menggerakkan generator listrik.
Supaya tidak ikut terbawa arus, setiap tabung ditahan di dasar laut menggunakan
jangkar khusus. Kiri: Pelamis Wave Energy Converters dari Ocean Power Delivery.
Tengah: Rumput laut mekanik yang disebut juga Biowave. Kanan: Sirip ekor ikan hiu
buatan yang disebut Biostream.
Kelebihan dan kekurangan
Pembangkit listrik tenaga ombak ini memiliki banyak keunggulan dibandingkan pembangkit
listrik lainnya. Sumber energi pembangkit listrik, yaitu gelombang laut, dapat diperoleh secara
gratis sehingga biaya operasinya cenderung lebih rendah daripada pembangkit lainnya.
Pembangkit ini tidak membutuhkan bahan bakar sehingga tidak menghasilkan limbah yang
membahayakan lingkungan. Kapasitas energi yang dihasilkan jauh lebih besar daripada
pembangkit tenaga angin. Energi yang dihasilkan oleh arus air 12 mph sebanding dengan
energi yang dihasilkan oleh angin dengan kecepatan 110 mph. Produksi listrik juga relatif lebih
stabil dan dapat diprediksi karena intensitas dan kondisi ombak di laut dapat diperkirakan sejak
jauh-jauh hari.
Estimasi Biaya
Meskipun biaya operasional pembangkit listrik tenaga ombak sangat rendah, namun untuk
membangun instalasi pembangkit ini diperlukan dana yang besar. Apalagi instalasi pembangkit
ini terletak di tengah laut, sehingga diperlukan biaya yang lebih besar untuk menjamin safety
dan endurability-nya. Berikut adalah estimasi biaya yang dibutuhkan untuk membangun
sebuah instalasi pembangkit listrik dengan memanfaatkan gelombang laut.
Potensi di Dunia
Gelombang laut memiliki potensi yang sangat besar sebagai sumber energi. Ombak di perairan
dalam dapat menghasilkan daya sebesar 1 hingga 10 terrawatt. Lokasi yang sangat potensial
untuk menjadi tempat pengembangan pembangkit listrik tenaga gelombang laut adalah wilayah
laut bagian barat Eropa, pantai utara Inggris, dan sepanjang garis pantai Samudera Pasifik di
Afrika Selatan, Amerika Selatan, Australia, dan Selandia Baru. Pengembangan instalasi
pembangkit energi listrik dengan memanfaatkan energi gelombang dan pasang surut telah
dilakukan hingga mencapai tingkat komersil di beberapa negara, seperti Skotlandia dan
Portugal untuk energi gelombang, dan Perancis dan Amerika Serikat untuk energi pasang surut.
Indonesia, sebagai negara kepulauan dengan wilayah perairan yang luas, sebenarnya memiliki
banyak lokasi yang potensial untuk dibangun sistem pembangkit listrik tenaga ombak karena
laut-laut di Indonesia memiliki arus yang kuat dan ombak yang cukup besar, terutama di
tempat-tempat yang menghadap ke Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Laut Indonesia
adalah satu-satunya jalur yang mempertemukan massa air Samudera Pasifik dengan Samudera
Hindia, dan tiap detiknya jalur ini dilewati oleh kurang lebih 15 juta meter kubik air laut.
Indonesia juga merupakan negara dengan garis pantai terpanjang kedua di dunia. Seorang
warga negara Indonesia bernama Zamrisyaf telah menemukan sistem listrik tenaga gelombang
laut dengan metode bandulan dan dan bahkan telah mematenkannya. Sayangnya, pemerintah
Indonesia belum mengkaji potensi ini lebih dalam dan mengembangkannya secara maksimal.
Percobaan pengembangan instalasi untuk memanfaatkan energi gelombang dengan sistem
Oscillating Water Column pernah dilakukan di pantai Baron, Yogyakarta, namun hingga saat
ini belum menunjukkan hasil yang memuaskan.
Ada beberapa faktor yang menjadi kendala dalam pengembangan pembangkit listrik tenaga
gelombang laut di Indonesia. Pembangkit listrik tenaga gelombang laut ini akan dihubungkan
dengan jaringan bawah laut ke konsumen sehingga perlu biaya yang mahal untuk perawatan
dan biaya instalasi. Air laut dapat mempercepat terjadinya korosi pada peralatan, dan kekuatan
arus yang besar dan ketidakkontinuan gelombang laut disebabkan terjadinya perputaran atau
biasa disebut juga arus putar pun cenderung merusak peralatan. Outputnya mengikuti grafik
sinusoidal sesuai dengan respon pasang surut akibat gerakan interaksi Bumi-Bulan-Matahari.
Pada saat pasang purnama, kecepatan arus akan sangat deras, sedangkan saat pasang perbani,
kecepatan arus akan berkurang kira-kira setengah dari pasang purnama.
Teknologi ini tergolong baru dan hanya dikuasai beberapa negara sehingga diperlukan
pendanaan yang besar dalam pengembangannya di Indonesia. Hal ini terkait kondisi sumber
arus Indonesia yang spesifik dan tidak dapat disamakan dengan negara-negara yang telah
berhasil mengembangkan teknologi ini sehingga diperlukan penelitian yang lebih mendalam
baik dalam hal perancangan alat ataupun penentuan tempat yang efektif untuk dibangunnya
teknologi ini dan tentu saja pendanaan untuk para ahli yang bersangkutan.
Untuk pengembangan energi alternatif yang terbarukan dibutuhkan regulasi oleh pemerintah.
Regulasi yang dibutuhkan berhubungan dengan tata niaga sumber energi dan perangkat hukum
sehingga energi alternatif dapat diperdagangkan. Ketiadaan subsidi dana untuk riset dan
produksi energi alternatif merupakan kendala serius. Hal ini berdampak terhadap peningkatan
kualitas dan pemanfaatan sumber energi alternatif belum bisa memberikan nilai tambah yang
besar. Selain itu juga kurangnya dukungan kelembagaan, dukungan fiskal dan moneter serta
dukungan ketentuan peraturan perundang-undangan.
C. DAFTAR PUSTAKA
http://id.wikipedia.org/wiki/Energi_gelombang
http://www.listrikindonesia.com/pembangkit_listrik_tenaga_gelombang_laut_tanpa_bahan_b
akar_fosil__dan_ramah_lingkungan_70.html