Anda di halaman 1dari 29

SISTEM SARAF OTONOM

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Makin tinggi suatu makhluk hidup berkembang, makin besar pula

tingkat kebutuhannya, dalam hal ini termasuk kebutuhan akan sistem

penghantaran informasi, sistem koordinasi, dan sistem pengaturan, di

samping kebutuhan akan organ pemasok dan organ sekresi.

Otak adalah sekumpulan sitem saraf yang paling berhubungan

yang mengatur aktifitasnya sendiri dan aktifitras satu sama lain

dengan cara yang dinamis dan kopleks. Didalam otak terdapat system

saraf yang mengatur semua informasi-informasi kedalam memori otak.

Sistem saraf otonom bertugas mempertahankan lingkungan tubuh

(homeostatis) . Dimana sistem kardiovaskular memerlukan regulasi,

tetapi otot polos saluran gastrointestinal (GI) dan berbagai kelenjar di

seluruh tubuh juga perlu dimonitor secara konstan. Untuk seluruh

sistem saraf otonom diperlukan dua neuron untuk mencapai organ

target yaitu neuron proganglion dan neuron pascaganglion.

Sistem saraf otonom dibagi menjadi sistem simpatis dan psistem

parasimpatis. Sistem simpatis bersifat katabolik, yang berarti sistem ini

membakar energi. Sistem simpatis merupakan satu-satunya sistem

yang terlibat dalam respon lawan atau lari. Sedangkan sistem

PANGKY KUSUMA MUSHLIH


15020130231
SISTEM SARAF OTONOM

parasimpatis bersifat anabolik, artinya sistem mencoba menghemat

energi. Sistem ini kadang-kadang disebut sistem kraniosakral.

Adapun yang melatarbelakangi untuk melakukan percobaan ini

yaitu untuk mengetahui dan melihat secara langsung efek-efek yang

ditimbulkan oleh obat-obat tersebut pada sistem saraf otonom, maka

kita menggunakan hewan coba seperti mencit (Mus musculus) dengan

pemberian secara inteaperitonial dan secara intravena dengan

menggunakan hewan tersebut maka kita dapat melihat efek yang

terjadi misalnya vasodilatasi, salivasi, urinasi dan lain-lain.

B. Maksud Praktikum

Maksud dari percobaan ini adalah untuk mengetahui efek dari

obat-obat yaitu epinefrin, pilokarpin, dan etanolol.

C. Tujuan Praktikum

Menentukan efektifitas pemberian obat system saraf otonom yakni

epinefrin, pilokarpin, atenolol terhadap hewan coba mencit (Mus

Musculus) dengan menggunakan cara intravena dan intraperitorial.

D. Prinsip Praktikum

Penentuan efektivitas pemberian obat Sistem Saraf Otonom, yakni

Epinefrin, pilokarpin, etanolol, terhadap hewan coba Mencit (Mus

musculus) berdasarkan pengamatan efek farmakodinamik yang timbul

setiap interval waktu 0, 15, 30, 45, dan 60.

PANGKY KUSUMA MUSHLIH


15020130231
SISTEM SARAF OTONOM

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Teori Umum

Sistem saraf otonom merupakan bagian sistem syaraf yang

mengatur fungsi visceral tubuh. Sistem ini mengatur tekanan arteri,

motilitas dan sekresi gastrointestinal, pengosongan kandung kemih,

berkeringat, suhu tubuh dan aktivitas lain. Karakteristik utama SSO

adalah kemampuan memengaruhi yang sangat cepat (misal: dalam

beberapa detik saj denyut jantung dapat meningkat hampir dua kali

semula, demikian juga dengan tekanan darah dalam belasan detik,

berkeringat yang dapat terlihat setelah dipicu dalam beberapa detik,

juga pengosongan kandung kemih). Sifat ini menjadikan SSO tepat

untuk melakukan pengendalian terhadap homeostasis mengingat

gangguan terhadap homeostasis dapat memengaruhi seluruh sistem

tubuh manusia. Dengan demikian, SSO merupakan komponen dari

refleks visceral (Guyton, 2006).

Sistem saraf otonom membawa impuls saraf dari susunan saraf

pusat keorgan efektor melalui jenis serat saraf pusat ke organ efektor

melalui 2 jenis serat saraf eferen yaitu saraf praganglion dan saraf

pascaganglion (Sulistia, 2009)

Ada dua segi yang sangat penting dari pengaturan sirkulasi oleh

saraf: Pertama, pengaturan saraf dapat berfungsi dengan sangat

cepat, beberapa dari efek saraf mulai terjadi dalam satu detik dan

PANGKY KUSUMA MUSHLIH


15020130231
SISTEM SARAF OTONOM

mencapai perkembangan penuh dalam lima sampai 30 detik. Kedua,

sistem saraf merupakan suatu cara untuk mengatur bagian besar dari

sirkulasi secara serentak, walaupun sering mengurangi aliran darah ke

jaringan-jaringan lain. (Pearce, 2004).

Secara umum dapat dikatakan bahwa system simpatis dan

parasimpatis memperlihatkan fungsi yang antagonistic. Bila satu

menghambat satu fungsi organ maka yang lain memacu fungsi organ

tersebut. Contoh yang jelas ialah midriasis terjadi di bawah pengaruh

saraf simpatis dan miosis di bawah pegaruh parasimpatis. Namun

terkadang fungsi kedua system tersebut dapdt juga saling melangkapi

misalnya pada fungsi seksual. Sehingga dapat dikatakan bahwa

system simpatis berfungsi mempertahankan diri terhadap tantangan

dari luar tubuh dengan reaksi berupa perlawanan diri yang dikenal

sebagi fight or flight reaction. Sedangkan system parasimpatis

berperan dalam fungsi konversi dan reverse tubuh (Mardjono, 2004).

Reseptor adalah molekul protein yang secara normal diaktivasi

oleh transmitor dan hormon. Terdapat empat jenis utama reseptor

seperti di bawah ini (Neal, 2006) :

1. Agonist (ligan)-gated channel terdiri dari subunit protein yang

membentuk pori sentral (misalnya reseptor nikotin, reseptor asam

-aminobutirat (GABA)

2. G-protein coupled receptor (reseptor yang mengikat protein G)

membentuk suatu kelompok reseptor dengan tujuh heliks yang

PANGKY KUSUMA MUSHLIH


15020130231
SISTEM SARAF OTONOM

membentuk membran. Reseptor ini berkaitan (biasanya) dengan

respons fisiologis oleh second messenger.

3. Reseptor inti untuk hormon steroid dan hormon tiroid terdspst

dalam inti sel dan mengatur transkripsi dan selanjutnya sintesis

protein.

4. Kinase-linked receptor (reseptor terkait-kinase) adalah reseptor

permukaan yang mempunyai (biasanya) aktivitas tirosin kinase

intrinsik. Yang termasuk reseptor ini adalah reseptor insulin, sitokin,

dan faktor pertumbuhan.

Adapun reseptor-reseptor simpatis yaitu dan dimana terbagi

menjadi (Mardjono, 2004):

a. Reseptor 1 adrenergik, reseptor ini terdapat pada otot polos

(pembuluh darah, saluran kemih, kelamin dan usus) dan jantung.

b. Reseptor 2 adrenergik, reseptor pada ujung saraf adrenergik atau

pada pembuluh darah

c. Reseptor 1 adrenergik, reseptor ini terdapat pada pembuluh darah.

d. Reseptor 2 adrenergik, reseptor ini terdapat pada otot polos dan

jantung atau paru-paru.

e. Reseptor 3 adrenergik, reseptor ini terdapat pada jaringan adipose

(lemak).

Reseptor pada parasimpatis, yaitu (Mardjono, 2004):

1. Muskarinik

a. M1 di ganglia dan berbagai kelenjar

PANGKY KUSUMA MUSHLIH


15020130231
SISTEM SARAF OTONOM

b. M2 di jantung

c. M3 di otot polos dan kelenjar

d. M4 masih dalam penelitian

2. Nikotinik

Reseptor nikotinik terdapat di ganglia otonom. Adrenal

medulla disebut reseptor nikotinik neuronal (NN), sedangkan

reseptor nikotinik yang terdapat disambungkan saraf otot yang

disebut dengan reseptor nikotinik otot (Nm).

Penhambat adrenergik atau adrenolitik ialah golongan obat yang

menghambat perangsangan adrenergik. Berdasarkan tempat

kerjanya, golongan obat ini dibagi atas antagonis adrenoseptor

bloker ialah obat yang menduduki adrenoseptor sehingga

menghalanginya untuk berinteraksi dengan obat adrenergik dan

dengan demikian menghalangi kerja obat adrenergik pada sel

efektornya. Antagonis adrenoseptor atau bloker memblok

hanya reseptor dan tidak menduduki reseptor . Sebaliknya,

antagonis adrenoseptor atau -bloker memblok hanya reseptor

dan tidak memengaruhi reseptor . Penghambat saraf adrenergik

ialah obat yang mengurangi respons sel efektor terhadap

perangsangan saraf adrenergik, tetapi tidak terhadap obat

adrenergik eksogen.Obat golongan ini bekerja pada ujung saraf

adrenergik, mengganggu penglepasan dan/atau penyimpanan

norepinefrin (NE). (Sulistia, 2009)

PANGKY KUSUMA MUSHLIH


15020130231
SISTEM SARAF OTONOM

Obat-obat otonom adalah obat yang dapat memengaruhi

penerusan impuls dalam SSO dengan jalan mengganggu sintesa,

penimbunan, pembebasan, atau penguraian neurotransmitter atau

memengaruhi kerjanya atas reseptor khusus. Akibatnya adalah

dipengaruhinya fungsi otot polos dan organ, jantung dan kelenjar.

Menurut khasiatnya, obat otonom dapat digolongkan sebagai berikut

(Tjay, 2007) :

1. Zat-zat yang bekerja terhadap SO, yakni :

a. Simpatomimetika (adrenergik), yang meniru efek dan

perangsangan SO oleh misalnya noradrenalin, efedrin, isoprenalin

dan amfetamin.

b. Simpatikolitika (adrenolitika), yang justru menekan saraf simpatis

atau melawan efek adrenergic, umpamanya alkaloida sekale dan

propranolol.

2. Zat-zat yang bekerja terhadap SP, yakni :

a. Parasimpatikomimetika (kolinergik) yang merangsang organ-organ

yang dilayani saraf parasimpatik dan meniru efek perangsangan

oleh asetilkolin, misalnya pilokarpin dan fisotigmin.

b. Parasimpatikolitika (antikolinergik) justru melawan efek-efek

kolinergik, misalnya alkaloid belladonna dan propantelin.

3. Zat-zat perintang ganglion, yang merintangi penerusan impuls dalam

sel-sel ganglion simpatis dan parasimpatis. Efek perintangan ini

dampaknya luas, antara lain vasodilatasi karena blockade susunan

PANGKY KUSUMA MUSHLIH


15020130231
SISTEM SARAF OTONOM

simpatis, sehingga digunakan pada hipertensi tertentu,

antihipertensiva. Sebagai obat hipertensi zat-zat ini umumnya tidak

digunakan lagi berhubung efek sampingnya yang menyebabkan

blockade pula dari SP (gangguan penglihatan, obstipasi dan

berkurangnya sekresi berbagai kelenjar). Kebanyakan obat ini

adalah senyawa ammonium kwarterner.

Adapun mekanisme kerja dari obat :

1. Pilokarpin

Pilokarpin merupakan obat agonis kolinergik bekerja langsung. Obat

ini bekerja pada efektor muskarinik dan nikotinik. Pilokarpin

terurama menyebabkan rangsangan terhadap kelenjar keringat, air

mata dan kelenjar ludah. Efek terhadap kelanjar keringat terjadi

karena peransangan langsung (efek muskarinik) dan sebagia

karena perangsangan ganglion (efek nikotinik). Penggunaan topikal

pada kornea dapat menimbulkan miosis dengan cepat dan kontraksi

oto siliaris. Pada mata akan terjadi suatu spasme akomodasi dan

penglihatan akan terpaku padajarak tertentu, sehingga sulit untuk

memfokus suatu objek.

2. Epinefrin/Adrenalin

Epinefri/Adrenalin berinteraksi terhadap reseptor alfa dan beta.

Konsep reseptor alfa dan beta sukar diterapkan pada efek metabolik.

Misalnya dalam menimbulkan hiperglekemia pada manusia

menunjukkan aktifitas reseptor alfa, tetapi efek ini tidak dapat

PANGKY KUSUMA MUSHLIH


15020130231
SISTEM SARAF OTONOM

dihambat oleh antagonis reseptor alfa dan justru antagonis reseptor

beta yang dapat menghambat efek tersebut. Sirkuit saraf yang

kompleks yang saling berhubungan satu dengan yang lain secara

ekstensif menyukarkan perbedaaan antara efek alfa dan beta dari

obat ini.

3. Atenolol

Obat ini menghambat secara kompetitif efek obat andrenergik, baik

NE danEpiendogen maupun obat adrenergik eksogen pada

adrenoreseptor beta. Potensi penghambatan dilihat dari

kemampuan obat ini dalam menghambatatakikardia yang

ditimbulkan oleh isoproterenol atau oleh exercise. Karena

penghambatan ini berifat kompetitif, maka dapat diatasi dengan

meningkatkan kadar obat adrebergik. Obat ini merupakan prototipe

antagonis adrenergik beta dan menyekat baik reseptor beta 1

maupun beta 2. Sediaan lepas landas yang ada saat ini

memungkinkan pemberian dosis sekali perhari saja.

Hambatan pada sintesis atau penglepasan transmiter. Adrenergik

metitirosin memblok sintesis NE dengan menghambat tirosin

hidroksilase, enzim yang mengatalisis tahap penentu laju sintesis NE.

sebaliknya, metildopa penghambat dopa dekarboksilase,

mensubstitusi dopa didekarboksilase dan dihidroksilsi menjadi -metl

NE. Guanetidin dan bretilium juga mengganggu penyimpanan NE

dengan akibat pengosongan NE di vesikel. Kolinergik Hemikolium

PANGKY KUSUMA MUSHLIH


15020130231
SISTEM SARAF OTONOM

menghambat amblan kolin ke dalam ujung saraf dan dengan demikian

mengurangi sintesis Ach. Toksin botulinus menghambat penglepasan

Ach di semua saraf kolinergik. Toksin tersebut memblok secara

irreversibel penglepasan Achdari gelembung saraf diujung akson dan

merupakan salah satu toksin paling poten yang dikenal.

Penggolongan obat otonom, menurut efek utamanya maka obat

otonom dapat dibagi dalam 5 golongan :

1. Parasimpatomimetik atau kolinergik. efek obat golongan ini

menyerupai efek yang ditimbulkan oleh aktivitas susunan saraf

parasimpatis.

2. Simpatomimetik atau adrenergik yang efeknya menyerupai efel

yang ditimbulkan oleh aktivitas susunan saraf simpatis.

3. Parasimpatolitik atau penghambat kolinergik menghambat

timbulnya efek akibat aktivitas susunan saraf parasimpatis.

4. Simpatolitik atau penghambat adrenergik menghambat timbulnya

efek akibat aktivitas saraf simpatis.

5. Obat ganglion merangsang atau menghambat penerusan impuls di

ganglion.

Penggolongan kerja obat adrenergik dapat digolongkan sebagai

berikut :

1. Perangsangan organ perifer, otot polos pembuluh darah kulit dan

mukosa, serta kelenjar liur dan keringat.

PANGKY KUSUMA MUSHLIH


15020130231
SISTEM SARAF OTONOM

2. Penghambatan organ perifer, otot polos usus, bronkus, dan

pembuluh darah otot rangka .

3. Prangsangan jantung, dengan akibat peningkatan denyut jantung

dan kekuatan kontraksi.

4. Efek metabolik, misalnya peningkatan glikogenolisis di hati dan

otot, lipolisis dan penglepasan asam lemak bebas dari jaringan

lemak.

5. Efek endokrin, misalnya modulasi sekresi insulin, renin dan

hormon hipofisis.

6. Efekparasinaptik, dengan akibat hambatan atau peingkatan

penglepasan neurotransmiter NE atau ACh (secara fisiologis, efek

hambatan lebih penting).

Penghambat saraf adrenergik menghambat aktivitas saraf

adrenergik berdasarkan gangguan sintesis, atau penyimpanan dan

penglepasan neurotransmiter di ujung saraf adrenergik. Dalam

kelompok ini termasuk guanetidin, guanadrel, reserpin, dan metirosin.

Guanetidin adalah prototipe penghambat saraf adrenergik. Guanetidin

dan guanadrel memiliki gugus guanidin yang bersifat basa relatif kuat.

guanadrel dan guanetidin bekerja dengan cara yang sama. Reserpin

adalah alkaloid terpenting dan Rauwolfia serpentina. Metirosin

merupakan penghambat enzim tirosin hidroksilase yang mengkatalisis

konversi tirosin menjadi DOPA, dan yang merupakan enzim penentu

dalam biosintesis NE dan Epi. Pada dosis 1-4 g sehari, obat ini

PANGKY KUSUMA MUSHLIH


15020130231
SISTEM SARAF OTONOM

mengurangi biosintesis NE dan Epi sebanyak 35-80% pada pasien

feokromositoma. Efek maksimal terjadi setelah berhari-hari, efek ini

dapat dilihat dengan mengukur kadar katekolamin dan metabolitnya

dalam urin. (Sulistia, 2009)

B. Uraian Obat

1. Atenolol

Zat aktif : Atenolol Hidroklorida

Golongan Obat : Obat Kardiovaskuler

Indikasi : Hipertensi,anginapectoris, pheochromocytoma,

tremor, aritmia

Kontra indikasi : Hipersensitif terhadap propanolol beta bloker

atau beberapa komponen lain dalam sediaan ,

tidak boleh digunakan untuk gagal jantung

kongestif, syok kardiogenik, penyakit hepraktif

pernapasan.

Efek samping : Jantung, Bradikardia, gagal jantung kongestif,

penurunan sirkulasi perifer, hipotensi, sakit

dada, kontraksi miokardial

Farmakokinetik : Onset beta-bloker oral 1 2 jam , durasi 6 jam.

Distribusi Vd = 3,9 L/kg untuk devasa

menembus Plasenta, sejumlah kecil masuk air

susu. Ikatan protein pada bayi 68% dan

dewasa 93 %. Metabolisme aktif di hati dan

PANGKY KUSUMA MUSHLIH


15020130231
SISTEM SARAF OTONOM

kombinasi tidak aktif

2. Epinefrin (Ditjen POM, 1979)

Nama Resmi : EPINEPHRINUM

Sinonim : Epinefrin, Adrenalina

Pemerian : Serbuk hablur renik, putih atau putih kuning

gading.

Kelarutan : Agak sukar larut dalam air; tidak larut dalam

etanol (95%) P dan dalam eter P; mudah larut

dalam larutan asam mineral, dalam natrium

hidroksida P dan dan dalam kalium hidroksida

P, tetapi tidak larut dalam larutan amonia dan

dalam larutan alkali karbonat. Tidak stabil

dalam alkali atau netral, berubah menjadi

merah jika kena udara.

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat berisi nitrogen,

terlindungi dari cahaya.

Kegunaan : Sebagai obat Sistem Saraf Pusat.

Indikasi : Glukoma kronik, asma bronchial, ulticoria

Kontraindikasi : Dikontraindikasikan pada pasien yang

mendapat -bloker nonselektif

Efek samping : Dapat menimbulkan aritmia ventrikel. Pada

pasien angina pektoris, epinefrin mudah

menimbulkan serangan jantung.

PANGKY KUSUMA MUSHLIH


15020130231
SISTEM SARAF OTONOM

Farmakodinamik : Pada umumnya, pemberian epinefrin

menimbulkan efek mirip stimulasi saraf

adrenergik. Ada beberapa perbedaan karena

neurotransmitter pada saraf adrenergik adalah

NE. Efek yang paling menonjol adalah efek

terhadap jantung, otot polos pembuluh darah

dan otot polos lain.

Farmakokinetik : Pada penyuntikan, absorpsi lambat karena

vasokontriksi lokal, dapat dipercepat dengan

memijat tempat penyuntikan.

Interaksi Obat : Epinefrin akan memperkuat kerja kardiovakular

pada pasien dengan hipertiroidisme. Bila di

dalam tubuh terdapat kokain, maka epinefrin

akan menambah efek kardiovaskularnya.

Dosis : Dosis > 6 tahun 0,3 0,5 mg setiap 20 menit

sebanyak 3 dosis. Dosis < 6 tahun 0,01 mg/kg

sampai 0,5 mg setiap 20 menit sebanyak 3

dosis.

3. Pilokarpin (Ditjen POM : 1979)

Nama Resmi : PILOCARPINI HYDROCHLORIDUM

Sinonim : Pilokarpin Hidroklorida

Pemerian : Hablur tidak berwarna atau serbuk putih : tidak

berbau : rasa agak pahit. Hidrogkopik

PANGKY KUSUMA MUSHLIH


15020130231
SISTEM SARAF OTONOM

Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air : mudah larut

dalam etanol (95%), P : sukar larut dalam

kloroform P : praktis tidak larut dalam eter P.

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari

cahaya.

Kegunaan : Sebagai obat pada Sistem Saraf Otonom.

Indikasi : Dapat menurunkaan tekanan bola mata baik

glukosa bersalut sempit maupun bersalut lebar

Efek samping : Pilokarpin dapat mencapai otak menimbulkan

gangguan sistem saraf. Obat ini merangsang

keringat dan salivasi yang berlebihan.

Farmakodinamik : Dibandingkan dengan asetilkolin, obat ini

sangat lemah. Menunjukkan aktifitas muskarinik

dan terutama digunakan untuk oftalmologi.

Dosis : Pada glaukoma, 2-4 dd 1-2 tetes larutan 1-2%

(klorida/nitrat).

.C. Uraian Hewan Coba

a. Klasifikasi

Kingdom : Animalia

Phylum : Cordata

Sub Phylum : Vertebrata

Class : Mamalia

PANGKY KUSUMA MUSHLIH


15020130231
SISTEM SARAF OTONOM

Ordo : Rodentia

Family : Muridae

Genus : Mus

Spesies : Mus musculus

b. Karakteristik (Ningsih, 2011)

Berat badan dewasa : 20 40g jantan ; 18 35g betina

Mulai dikawinkan : 8 minggu (jantan dan betina)

Lama kehamilan : 19 21 hari

Jumlah pernapasan : 140 180/menit, turun menjadi 80

dengan anestesi, naik sampai 230

dalam stress.

Tidal volume : 0,09 - 0,23

Detak jantung : 600-650/menit, turun menjadi 350

dengan anestesi, naik sampai 750

dalam stress.

Volume darah : 76-80 ml/kg

Tekanan darah : 130-160 siistol; 102-110 diastol, turun

menjadi 110 sistol, 80 diastol dengan

anestesi.

Kolesterol : 26,0-82,4 mg/100 ml

PANGKY KUSUMA MUSHLIH


15020130231
SISTEM SARAF OTONOM

BAB III

METODE KERJA

A. Alat yang digunakan

Adapun alat-alat yang digunakan dalam praktikum yaitu: kanula,

lap kasar, spoit 1 ml dan timbangan analitik

B. Bahan yang digunakan

Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum yaitu:

Atenolol, Epinefrin, Pilokarpin, Epinefrin+ Pilokarpin, dan Atropin.

C. Hewan Coba

Adapun hewan coba yang digunakan dalam praktikum yaitu :

Mencit (Mus musculus L. )

D. Cara Kerja

a. Cara kerja untuk obat Atenolo dengan cara intraperitonial

1. Disiapkan alat, bahan dan hewan coba mencit (Mus musculus)

2. Diamati kondisi mencit sebelum pemberian obat

3. Mencit disuntikan di bagian perut kiri

4. Diamati kondisi mencit setiap menit ke 0, 5, 15, 30, 45 dan 60

menit

5. Dicatat hasil

b. Cara kerja untuk obat Pilokarpin dengan cara intraperitonial

1. Disiapkan alat, bahan dan hewan coba mencit (Mus musculus)

2. Diamati kondisi mencit sebelum pemberian obat

PANGKY KUSUMA MUSHLIH


15020130231
SISTEM SARAF OTONOM

3. Mencit disuntikan di bagian perut kiri

4. Diamati kondisi mencit setiap menit ke 0, 5, 15, 30, 45 dan 60

menit

5. Dicatat hasil

c. Cara kerja untuk obat Epinefrin dengan cara intravena

1. Disiapkan alat, bahan dan hewan coba mencit (Mus musculus)

2. Diamati kondisi mencit sebelum pemberian obat

3. Mencit disuntikan di bagian perut kiri

4. Diamati kondisi mencit setiap menit ke 0, 5, 15, 30, 45 dan 60

menit

5. Dicatat hasil

D. Cara kerja untuk obat Epinefrin+pilokarpin dengan cara

intraperitonial

1. Disiapkan alat, bahan dan hewan coba mencit (Mus musculus)

2. Diamati kondisi mencit sebelum pemberian obat

3. Mencit disuntikan di bagian perut kiri

4. Diamati kondisi mencit setiap menit ke 0, 5, 15, 30, 45 dan 60

menit

5. Dicatat hasil

PANGKY KUSUMA MUSHLIH


15020130231
SISTEM SARAF OTONOM

BAB IV

HASIL PENGAMATAN

A. DATA PENGAMATAN

1. Efek farmakologis untuk mencit yang diberi Atenolol

Efek Sebelum Epinefrin (IV)

farmakologi
0 15 30 45 60

Vasokontriksi - + + + -

Vasodlatasi - - + - -

PANGKY KUSUMA MUSHLIH


15020130231
SISTEM SARAF OTONOM

Takikardia - + - + -

Bradikardia - - - - -

Piloereksi - + + - -

Straub - - - - -

Saliva - - - - -

Eksoftalmus - + + - -

Urinisasi - - - - -

2. Efek farmakologis untuk mencit yang diberikan Pilokarpin

Efek Sebelum ATENOLOL (IP)

farmakologi
0 15 30 45 60

Vasokontriksi - - - - -

Vasodlatasi + + + + +

Takikardia + + - - -

Bradikardia - - + + +

PANGKY KUSUMA MUSHLIH


15020130231
SISTEM SARAF OTONOM

Piloereksi - + + + +

Straub - - - - -

Saliva - - - - -

Eksoftalmus - - - - -

Urinisasi - - - - -

3. Efek farmakologi untuk mencit yang diberi Epinefrin

Efek Sebelum Atenolol dan

farmakologi Pilocarpin(IP)

0 15 30 45

Vasokontriksi + + + + +

Vasodlatasi - - - - -

Takikardia + + + + +

PANGKY KUSUMA MUSHLIH


15020130231
SISTEM SARAF OTONOM

Bradikardia - - - - -

Piloereksi - + - - -

Straub - - - + -

Saliva - - - - -

Eksoftalmus - + - + -

Urinisasi + - - - -

4. Efek farmakologi untuk mencit yang diberi Epinefrin dan Pilokarpin

Efek Sebelum Cendocarpin(IP)

farmakologi
0 15 30 45 60

Vasokontriksi + + + + +

Vasodlatasi - - - - -

Takikardia + + + - -

Bradikardia - - - + +

PANGKY KUSUMA MUSHLIH


15020130231
SISTEM SARAF OTONOM

Piloereksi - - - + -

Straub - - - - -

Saliva - - + - +

Eksoftalmus - - - - -

Urinisasi - - - - +

5. Efek farmakologi untuk mencit yang diberi Epinefrin dan Pilokarpin

Efek Sebelum Atenolol dan

farmakologi Pilocarpin(IP)

0 15 30 45 60

Vasokontriksi + + + + +

Vasodlatasi - - - - -

PANGKY KUSUMA MUSHLIH


15020130231
SISTEM SARAF OTONOM

Takikardia + + + - -

Bradikardia - - - + +

Piloereksi - + + + +

Straub - - - - -

Saliva - - + + -

Eksoftalmus + + + + +

Urinisasi - - - - -

PANGKY KUSUMA MUSHLIH


15020130231
SISTEM SARAF OTONOM

BAB V

PEMBAHASAN

Sistem saraf merupakan salah satu sistem koordinasi yang

bertugas menyampaikan rangsangan dari reseptor untuk dideteksi dan

direspon oleh tubuh. Sistem saraf memungkinkan mahkhluk hidup

tanggap dengan cepat terhadap perubahan-perubahan yang terjdi di

lingkungan luar maupun dalam. Untuk menganggapi rangsanga, ada tiga

komponen yang harus dimiliki oleh sistem saraf, yaitu reseptor,

penghantar impuls, dan efektor. Sistem saraf terbagi atas 2 yaitu sistem

saraf otonomdan sistem saraf pusat.

Sistem saraf otonom adalah sistem sarafa yang tidak dapat

dikendalikan oleh kemauan kita melalui otak. Sistem saraf otonom

dibedakan menjadi dua yaitu sistem saraf simpatik dan sisem saraf

parasimpatik. Sistem saraf simpatik mekanisme kerjanya menggunkan

suat zat kimia yang disebut adrenalin sehingga disebut adrenergik.

senyawa yang dapat memacu saraf saraf parasimpatik disebut senyawa

parasimpatomimetik atau kolinergik, sedangkan yang menghambat

disebut senyawa parasimpatolitik atau antikolinergik. Saraf yang dapat

memacu saraf simpatik disebut simpatomimetik atau senyawa adrenergik,

sedangkan yang mengahmabta disebut simaptolitik atau adrenergik.

Maksud dilakukannya percobaan ini yaitu untuk mengetahui efek

dari obat-obat yaitu Atenolo, Epinefrin, pilokarpin, dan epinefrin+pilokarpin,

PANGKY KUSUMA MUSHLIH


15020130231
SISTEM SARAF OTONOM

sedangkan tujuannya yaitu untuk menetukan efektifias pemberian obat

system saraf otonom yakni Atenolo, Epinefrin, Pilokarpin, dan

Epinefrin+piloarpin terhadaphewan coba mencit dengan menggunakan

cara intravena dan intraperitonial.

Cara kerja yang dilakukan terhadap mencit yaitu, apabila dengan

cara intraperitonial mencit terlebih dahulu dijinakkan dengan cara diusap-

usap bagian punggungnya, kemudian dengan perlakuan tertentu, mencit

siap untuk di injeksi, dengan cara memegang mencit bagian punggungnya

lalu membaliknya dan selanjutnya suntikkan pad bagian perut sebelah kiri

mencit tersebut dengan volume pemberian (VP) yang sudah di tentukan.

pemberian obat dilakukan dengan cara intravena yaitu dengan

menyuntikkan obat pada daerah ekor (terdapat vena lateralis yang mudah

dilihat dan dapat membuat obat langsung masuk kepembuluh darah).

Pada percobaan ini pemberian obat epnefrin secara intra vena

terhadap mencit menyebabkan vasokontriksi, takikardia, piloreksi, straub,

eksoftalamus. pada obat pilokarpin secara intra peritoneal terhadap

mencit menyebabkan vasodilatasi, takikardia, bradikardia, straub,

piloreksi, salivasi yang berlebih, dan urinasi. pada obat Atenolol secara

intra peritoneal terhadap mencit menyebabkan vasokontriksi, vasodilatasi,

takikardia, straub, piloreksi, eksoftalamus. pada obat Epinefrin+Pilokarpin

secara intra peritoneal terhadap mencit menyebabkan vasokontriksi,

vasodilatasi, takikardia, bradikardia, straub, piloreksi, eksoftalamus,

salivasi, dan urinasi.

PANGKY KUSUMA MUSHLIH


15020130231
SISTEM SARAF OTONOM

Faktor kesalahan yang terjadi yaitu kurang teliti memerhatikan

hewan coba, banyak hewan yang kurang sehat, dan tertumpahnya obat

yang akan digunakan secara oral.

PANGKY KUSUMA MUSHLIH


15020130231
SISTEM SARAF OTONOM

BAB VI

PENUTUP

A. Kesimpulan

B. Saran

PANGKY KUSUMA MUSHLIH


15020130231
SISTEM SARAF OTONOM

DAFTAR PUSTAKA

Sulistia, dkk, 2009 Farmakologi Dan Terapi, Departemen Farmakologik


dan Terapeutik, Jakarta

Pearce,C.,Evelyn, 2004. Anatomi dan Fisiologi untuk paramedic, PT.


Gramedia : Jakarta
Guyton, Arthur C. 2006. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC
Sidharta P, Mardjono M, 2004. Mekanisme Gangguan Vaskular Susunan
Saraf, Dian Rakyat : Surabaya

Tjay, Tan Hoan. 2007. Obat-Obat Penting. Penerbit PT Elex Media


Komputindo Kelompok Kompas-Gramedia : Jakarta.
Neal, M.J. 2006. At a Glance Farmakologi Medis. Erlangga. Jakarta.

Ningsih, Rahmawati, 2011, Bahan Ajar Metode Farmakologi,


Universitas Muslim Indonesia Press: Makassar.

PANGKY KUSUMA MUSHLIH


15020130231

Anda mungkin juga menyukai