Abstrak
Tujuan: Edentulous merupakan kondisi kelainan organ yang paling umum terjadi di
masyarakat dan menunjukkan prevalensi kesehatan masyarakat. Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO) merekomendasikan pencatatan indeks secara berkala pada
interval usia tertentu sebagai penentu status kesehatan mulut. Tujuan penelitian ini
adalah untuk mengevaluasi ketinggian alveolar ridge maksila dan mandibula secara
radiografis pada pasien edentulous.
Metodologi: Dalam penelitian ini, dilakukan pengukuran pada sampel yang
mencakup 96 pasien yang dirujuk ke Departemen Radiologi Universitas Ilmu
Kedokteran Ahwaz antara bulan Oktober 2015 hingga Juli 2016. Setelah
mendapatkan persetujuan penelitian dari sampel dan mengisi informasi pada formulir,
dilakukan pembuatan radiografi panoramik. Hasil penelitian dianalisis secara statistik
menggunakan uji statistik deskriptif dan uji-T menggunakan aplikasi SPSS versi 22. P
0.05 dianggap berbeda bermakna.
Hasil: Dalam penelitian ini terlihat tinggi tulang alveolar maksila dan mandibula (gigi
molar dan premolar serta garis midline di daerah kiri dan kanan).
Kesimpulan: Sebelum terjadi resorpsi tulang rahang pasca ekstraksi atau kehilangan
gigi, perlu dipertimbangkan rencana perawatan yang tepat untuk menghindari
terjadinya kerusakan pada edentulous ridge.
Faktor lokal dan sistemik seperti karies gigi dan penyakit periodontal dapat
mempengaruhi sistem mastikasi. Edentulous merupakan hasil akhir dari adanya
karies gigi dan penyakit periodontal (1). Edentulous merupakan kondisi kelainan organ
yang paling umum terjadi di masyarakat dan menunjukkan prevalensi kesehatan
masyarakat. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merekomendasikan pencatatan
indeks secara berkala pada interval usia tertentu sebagai penentu status kesehatan
mulut (2). Pada beberapa mandibula, terjadi resorpsi yang cukup parah setelah terjadi
kehilangan gigi (3). Setelah dilakukan ekstraksi gigi, resorpsi alveolar ridge terjadi,
yang menyebabkan hilangnya 40%-60% tinggi tulang rahang dalam kurun waktu 6
bulan (4). Resopsi tulang alveolar pasca kehilangan gigi dapat berujung pada
ketidakcocokan gigi tiruan dengan jaringan alveolar, yang mana hal ini dapat
menyebabkan timbulnya ketidaknyamanan pada pasien termasuk hilangnya aspek
estetika (3,5). Terkadang ekstraksi gigi juga dapat berujung pada timbulnya defek
pada alveolar crest dalam analisis 3 dimnesi (6). Rendahnya dukungan tulang alvelar
menjadi masalah yang paling umum sekaligus menantang yang tidak dapat diabaikan
(7). Perubahan periodontal yang mempengaruhi tulang antara lain termasuk
dehiscence, fenestration, perubahan terkait usia, serta penyakit periodontal yang
mana semuanya berkaitan dengan ekstrusi dan intrusi. Dalam pergerakan gigi
ortodontik, pergerakan dalam arah horisontal dan vertikal bersifat berpotensi
osteogenik tinggi (1). Kasus-kasus lain yang dapat menyebabkan kehilangan tulang
salah satunya adalah osteoporosis yang merupakan penyakit sistemik progresif
sebagai akibat ketidakseimbangan antara proses pembentukan tulang dengan
resorpsi tulang (7,8,9). Pembentukan tulang alveolar dan resorpsi tinggi tulang rahang
dipengaruhi oleh 2 proses variabel (10). Saat terjadi kehilangan tulang alveolar,
residual ridge mengalami pengurangan ukuran dan perubahan bentuk (11). Pola
resorpsi tulang yang tersisa dipengaruhi oleh berbagai faktor lokal dan sistemik seperti
usia pasien, kerusakan traumatik, perbedaan kondisi patologis, kelainan metabolisme
mineral, osteoporosis, dan ketidakseimbangan hormonal (7). Pola ini mencirikan
jumlah kehilangan tulang alveolar dan dapat digunakan sebagai acuan dalam
pembuatan gigi tiruan penuh atau implan sebagai perawatan rehabilitasi pengganti
gigi (12). Perawatan medis menggunakan implan terbukti menjadi salah satu cara
untuk menggantikan gigi yang hilang, dimana implan dapat berfungsi baik sebagai
protesa cekat maupun lepasan (13). Pengukuran tinggi tulang alveolar dapat
memberikan dokter gigi informasi awal mengenai kondisi lokasi insersi implan pada
pasien edentulous dengan implant-supported denture yang memerlukan pertolongan
(14). Dalam beberapa studi terdahulu, dilakukan penelitian mengenai hubungan
antara usia, jenis kelamin, durasi kehilangan tulang alveolar pada area edentulous,
serta beberapa faktor lainnya (14-22). Sehubungan dengan pentingnya proses
kehilangan tulang dan tinggi alveolar ridge dalam perawatan periodontal, ortodontik,
dan implan maka studi ini akan mendiskusikan gambaran radiografis ketinggian tulang
alveolar pada maksila dan mandibula edentulous dan kaitannya dengan usia.
Metodologi
Dalam studi ini, dipilih 96 pasien yang dirujuk ke Departemen Radiologi, Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Ilmu Kedokteran Ahvaz Jundishapur, Ahvaz dalam kurun
waktu Oktober 2015 hingga Juli 2016. Kriteria inklusi meliputi: pasien-pasien yang
dirujuk ke Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Ilmu Kedokteran Ahvaz Jundishapur
dalam kurun waktu Oktober 2015 hingga Juli 2016 serta kesediaan untuk bekerjasama
dalam penelitian ini. Kriteria ekslusi meliputi: tidak memenuhi syarat kriteria inklusi
serta memiliki penyakit sistemik yang mempengaruhi proses bone remodelling
(hiperparatiroidisme, hiperadrenalisme,dan hipoadrenalisme), keberadaan lesi tulang,
penggunaan obat-obatan yang mempengaruhi bone remodelling, dan memiliki
penyakit periodontal.
Dalam gambaran yang diperoleh, jika terdapat adanya tanda-tanda penyakit tulang
atau penyakit sistemik maka sampel penelitian akan dieksklusi. Untuk mengukur
pembesaran alat yang terjadi, digunakan 3 buah mandibula yang sudah dikeringkan
beserta bola logam dengan ukuran yang telah ditentukan masing-masing yang
diletakkan pada area anterior sebanyak 3 buah dan 4 buah di area posterior. Besaran
magnifikasi yang terjadi pada alat diukur dengan cara ini. Kemudian pengukuran pada
kedua kelompok pasien dilakukan di 10 area dalam radiograf panoramik (Gambar 1).
Garis acuan dan titik pengukuran dilakukan secara manual pada radiograf dengan
pensil 0.5 mm di atas kotak lampu baca standar. Tinggi tulang alveolar ridge pada
mandibula didasarkan pada garis acuan yang ditarik bersinggungan dengan batas
bawah mandibula (D1 dan D2).
Hasil penelitian menunjukkan tinggi alveolar ridge pada area midline maksila dan
mandibula di kelompok kontrol masing-masing sebesar 20.31 mm dan 35.57 mm.
Sedangkan pada kelompok kasus ditemukan tinggi alveolar ridge masing-masing di
maksila 16.61 mm dan 33.11 mm (Grafik 1). Uji antara kedua kelompok ini
menunjukkan adanya perbedaan bermakna ketingian alveolar ridge di midline maksila
(P: 0.0001) dan mandibula (P: 0.007).
Grafik 1 evaluasi tinggi alveolar ridge di area midline maksila dan mandibula
Dalam studi ini juga didapatkan tinggi alveolar ridge regio molar maksila kiri dan kanan
pada kelompok kontrol sebesar masing-masing 17.55 mm dan 17.18 mm, sedangkan
pada kelompok kasus didapat 15.16 mm dan 14.70 mm (Grafik 2). Kedua kelompok
ini juga menunjukkan adanya perbedaan bermakna ketinggian alveolar ridge regio
molar maksila kiri (P: 0.0001) dan kanan (P: 0.001).
Grafik 2 evaluasi tinggi alveolar ridge maksila regio molar kiri dan kanan
Didapatkan tinggi alveolar ridge regio molar mandibula kiri dan kanan pada kelompok
kontrol sebesar masing-masing 29.24 mm dan 29.62 mm, sedangkan pada kelompok
kasus didapat 23.03 mm dan 24.20 mm (Grafik 3). Kedua kelompok ini menunjukkan
adanya perbedaan bermakna ketinggian alveolar ridge regio molar mandibula kiri (P:
0.0001) dan kanan (P: 0.0001).
Grafik 3 evaluasi tinggi alveolar ridge mandibula regio molar kiri dan kanan
Dalam studi ini juga didapatkan tinggi alveolar ridge regio premolar maksila kiri dan
kanan pada kelompok kontrol sebesar masing-masing 19.24 mm dan 19.18 mm,
sedangkan pada kelompok kasus didapat 16.04 mm dan 15.55 mm (Grafik 4). Kedua
kelompok ini juga menunjukkan adanya perbedaan bermakna ketinggian alveolar
ridge regio premolar maksila kiri (P: 0.0001) dan kanan (P: 0.0001).
Grafik 4 evaluasi tinggi alveolar ridge maksila regio premolar kiri dan kanan
Didapatkan tinggi alveolar ridge regio premolar mandibula kiri dan kanan pada
kelompok kontrol sebesar masing-masing 33.89 mm dan 33.79 mm, sedangkan pada
kelompok kasus didapat 27.43 mm dan 24.10 mm (Grafik 5). Kedua kelompok ini
menunjukkan adanya perbedaan bermakna ketinggian alveolar ridge regio premolar
mandibula kiri (P: 0.0001) dan kanan (P: 0.0001).
Grafik 5 evaluasi tinggi alveolar ridge mandibula regio premolar kiri dan
kanan
Pembahasan
Hasil penelitian menunjukkan tinggi alveolar ridge pada area midline maksila dan
mandibula di kelompok kontrol masing-masing sebesar 20.31 mm dan 35.57 mm.
Sedangkan pada kelompok kasus ditemukan tinggi alveolar ridge masing-masing di
maksila 16.61 mm dan 33.11 mm. Uji antara kedua kelompok ini menunjukkan adanya
perbedaan bermakna ketingian alveolar ridge di midline maksila (P: 0.0001) dan
mandibula (P: 0.007). Dalam studi ini juga didapatkan tinggi alveolar ridge regio molar
maksila kiri dan kanan pada kelompok kontrol sebesar masing-masing 17.55 mm dan
17.18 mm, sedangkan pada kelompok kasus didapat 15.16 mm dan 14.70 mm. Kedua
kelompok ini juga menunjukkan adanya perbedaan bermakna ketinggian alveolar
ridge regio molar maksila kiri (P: 0.0001) dan kanan (P: 0.001). Sedangkan pada
alveolar ridge regio molar mandibula kiri dan kanan pada kelompok kontrol didapatkan
tinggi tulang sebesar masing-masing 29.24 mm dan 29.62 mm, sementara pada
kelompok kasus didapat 23.03 mm dan 24.20 mm. Kedua kelompok ini menunjukkan
adanya perbedaan bermakna ketinggian alveolar ridge regio molar mandibula kiri (P:
0.0001) dan kanan (P: 0.0001). Selain regio molar juga dilakukan pengukuran tinggi
alveolar ridge regio premolar maksila kiri dan kanan pada kelompok kontrol dengan
hasil sebesar masing-masing 19.24 mm dan 19.18 mm, sedangkan pada kelompok
kasus didapat 16.04 mm dan 15.55 mm. Kedua kelompok ini juga menunjukkan
adanya perbedaan bermakna ketinggian alveolar ridge regio premolar maksila kiri (P:
0.0001) dan kanan (P: 0.0001). Sedangkan pada alveolar ridge regio premolar
mandibula kiri dan kanan pada kelompok kontrol didapatkan tinggi tulang sebesar
masing-masing 33.89 mm dan 33.79 mm, sedangkan pada kelompok kasus didapat
27.43 mm dan 24.10 mm. Kedua kelompok ini menunjukkan adanya perbedaan
bermakna ketinggian alveolar ridge regio premolar mandibula kiri (P: 0.0001) dan
kanan (P: 0.0001).
Di dalam studi oleh Dutra et al (15) yang bertujuan menentukan proses bone
remodelling mandibula secara radiografik pada orang dewasa di Amerika tahun 2003
ditemukan bahwa dalam penelitiannya sampel dibagi ke dalam 3 kelompok dimana
jenis kelamin, kesehatan mulut, dan usia pasien juga dicatat. Dalam studinya, Dutra
et al melakukan pengukuran oleh 2 pengamat, sedangkan dalam studi ini hanya 1
pengamat yang melakukan pengukuran. Studi Dutra memberikan hasil tidak adanya
perubahan sudut mandibula dalam hubungannya dengan jenis kelamin, usia, dan
kondisi gigi-geligi, sementara terlihat adanya pola resorpsi pada area antegonial pada
mandibula yang tidak bergigi. Sementara pada studi Dutra et al tidak menunjukkan
adanya perbedaan bermakna pada sudut mandibula dalam kaitannya dengan usia,
jenis kelamin dan kondisi edentulous, pada studi ini terlihat adanya perbedaan
bermakna tingkat kehilangan tulang antara pasien edentulous dengan pasien sehat.
Kesimpulan ini terlihat dalam hasil penelitian yang menunjukkan terdapat kehilangan
tulang yang lebih besar pada kelompok kasus dibandingkan kelompok kontrol.
Hasil penelitian Van der Weidjen et al (16) menunjukkan bahwa setelah dilakukan
ekstraksi gigi, alveolar ridge mengalami resorpsi baik dalam dimensi vertikal (tinggi)
maupun horisontal (lebar). Sejalan dengan penelitian mereka, studi ini menemukan
bahwa dengan berdasarkan lamanya kondisi edentulous, tinggi alveolar ridge pada
area midline memiliki perbedaan bermakna antar kelompok di tinggi midline alveolar
ridge maksila (P: 0.019) dengan midline mandibula (P: 0.0001). Selain itu, ditemukan
juga perbedaan yang bermakna pada kategori ketinggian alveolar ridge edentulous
antara regio molar mandibula kiri (0.017) dan kanan (P: 0.005). Perbedaan bermakna
juga ditemukan antara tinggi alveolar ridge regio premolar maksila kiri (P: 0.019)
dengan premolar mandibula kiri (P: 0.0001) dan kanan (P: 0.001).
Di dalam studi Ural et al (14), Ortman et al (21), dan De Beet et al (22) menunjukkan
bahwa tinggi sisa tulang alveolar yang diukur pada rahang edentulous maksila dan
mandibula secara signifikan ditemukan lebih pendek pada pria dibandingkan wanita.
Di dalam studi ini sendiri hanya ditemukan resorpsi tulang yang lebih besar pada
maksila edentulous pria.
Studi Canger dan Celenk (19) menunjukkan tidak adanya perbedaan bermakna tinggi
alveolar ridge antara pasien edentulous dengan pasien yang memiliki gigi-geligi
normal, namun ditemukan adanya perbedaan ketinggian tulang yang bermakna pada
beberapa bagian yang berbeda dari alveolar ridge. Di dalam studi ini sendiri ditemukan
adanya perbedaan ketinggian tulang midline bermakna baik maksila (P: 0.0001)
maupun mandibula (P: 0.007) pada kedua kelompok. Selain itu perbedaan bermakan
juga ditemukan antara kelompok kontrol dan kasus dalam kategori ketinggian alveolar
ridge regio molar maksila kiri (P: 0.0001) dengan kanan (P: 0.001). Perbedaan
ketinggian yang bermakna juga ditemukan pada regio molar mandibula kiri (P: 0.0001)
dan kanan (P: 0.0001) antara kelompok yang masih sehat (masih bergigi) dengan
yang tidak bergigi. Hal yang sama juga ditemukan di regio premolar maksila dan
mandibula kiri (P: 0.0001) dan kanan (P: 0.0001).
Xie et al (23) menyatakan dalam studinya bahwa tidak ada perbedaan ketinggian
alveolar ridge yang bermakna antara kelompok kontrol dan kasus studinya serta
antara laki-laki dan perempuan. Sejalan dengan studi Xie et al, studi ini menemukan
bahwa ketinggian tulang alveolar maksila dan mandibula pada kelompok kasus (tidak
bergigi) lebih rendah dibandingkan kelompok kontrol. Selain itu studi Xie et al juga
menemukan bahwa pasien edentulous mengalami penurunan tinggi tulang alveolar
mandibula yang lebih besar dibandingkan maksila, namun apabila hanya kelompok
pria yang diteliti maka ditemukan adanya resorpsi maksila yang lebih banyak.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, terlihat bahwa resorpsi penurunan tinggi tulang alveolar
terjadi pada kedua rahang maksila dan mandibula (regio molar, premolar, dan area
midline pada sisi kiri maupun kanan). Setelah dilakukan ekstraksi gigi atau pada
kondisi kehilangan gigi, sebelum terjadi resorpsi pada area tersebut maka perlu
dipertimbangkan dengan baik rencana perawatan untuk mencegah kerusakan atau
terbentuknya defek di area edentulous.