Pasolang
NIM :A31114329
Dalam memahami perkembangan manusia, teori mempunyai peranan yang sangat penting.
Teori dapat membantu kita memahami gejala-gejala dan membuat ramalan tentang
bagaimana kita berkembang serta bagaimana kita berperilaku. Dalam pembahasan tentang
perkembangan manusia, terdapat banyak teori, mulai dari sederhana dan sistematis sampai
pada yang rumit. Berikut akan dibahas tentang teori-teori perkembangan, diantaranya
psikodinamis, kognitif, teori kontekstual, serta teori behavior dan belajar social.
1. Teori Psikodinamik
2. Teori Kognitif
Teori kognitif didasarkan pada asumsi bahwa kemampuan kogntif merupakan sesuatu yang
fundamental dan yang membimbing tingkah laku individu. Teori kogntif menekankan pada
pikiran-pikiran sadar. Saat ini sering dibahas dua teori tentang perkembangan, yaitu teori
perkembangan kognitif Piaget dan teori pemrosesan informasi.
Piaget menyebutkan bahwa pemikiran anak-anak berkembang menurut tahap-tahap atau
periode-periode yang terus bertambah kompleks.
3. Teori Kontekstual
Teori kontekstual memandang perkembangan sebagai proses yang terbentuk dari transaksi
timbale balik antara anak dan konteks perkembangan system fisik, sosial, kutural, dan
histories dimana interaksi tersebut terjadi. Ada dua teori kontekstual, yaitu teori etologis dan
teori ekologis.
Pendekatan etologi difokuskan pada asal usul evolusi dari tingkah laku dan menekankan
tingkah laku yang terjadi dalam lingkungan alamiah. Teori etologi mengenai perkembangan
menekankan bahwa perilaku sangat dipengaruhi oleh biologi, terkait dengan evolusi, dan
ditandai oleh periode-periode krisis atau sensitive (Santrok, 1998).
Berbeda dengan teori etologis, teori ekologis memberikan penekanan pada system
lingkungan. Tokoh utama teori ekologi adalh Urie Brofenbrenner. Pendekatan ekologi
terhadap perkembangan mengajukan bahwa konteks dimana berlangsung perkembangan
individu, baik kognitifnya, sosioemosional, kapasitas dan karakteristik motivasional, maupun
partisipasi aktifnya merupakan unsur-unsur penting bagi perkembangan (Seifert & Hoffnung,
1994). Brofenbrenner menggambarkan empat kondisi lingkungan dimana perkembangan
terjadi, yaitu mikrosistem, mesositem, ekositem, dan makrosistem.
a. Mikrosistem
Menunjukkan situasi dimana individu hidup dan saling berhubungan dengan orang lain.
Kontek ini meliputi keluarga, teman, sebaya, sekolah, dan lingkungan sosial lainnya. Dalam
mikrosistem inilah terjadi interaksi yang paling langsung dengan agen-agen social.
b. Mesositem
Menunjukkan hubungan antara dua atau lebih mikrositem atau hubungan beberapa
konteks. Misalnya hubungan antara rumah dan sekolah.
c. Ekositem
Terdiri dari setting social dimana individu tidak berpartisipasi aktif, tetapi keputusan
penting yang diambil memiliki dampak terhadap orang-orang yang berhubungan langsung
dengannya. Misalnya tempat orang tua bekerja, dewan sekolah, pemerintah lokal.
D. Makrosistem
Meliputi cetak biru pembentukan social dan kebudayaan untuk menjelaskan dan
mengoragnisir institusi kehidupan. Makrosistem direfleksikan dalam pola lingkan
mikrosistem, mesositem, dan ekosistem yang dicirikan dari sebuah subkultur, kultur, atau
konteks sosial lainnya yang lebih luas. Misalnya system kepercayaan bersama tentang umat
manusia.
1. Psikoanalisis
Salah satunya tokoh psikoanalisis adalah Sigmund Freud (1856 1939). Nama asli Freud
adalah Sigismund Scholomo. Namun sejak menjadi mahasiswa Freud tidak mau
menggunakan nama itu karena kata Sigismund adalah bentukan kata Sigmund. Freud lahir
pada 6 Mei 1856 di Freiberg, Moravia. Saat itu Moravia merupakan bagian dari kekaisaran
Austria-Hongaria (sekarang Cekoslowakia). Pada usia empat tahun Freud dibawa hijrah ke
Wina, Austria (Berry, 2001:3). Kedatangan Freud berbarengan dengan ramainya teori The
Origin of Species karya Charles Darwin (Hall, 2000:1).
Psikoanalisis bermula dari keraguan Freud terhadap kedokteran. Pada saat itu kedokteran
dipercaya bisa menyembuhkan semua penyakit, termasuk histeria yang sangat menggejala di
Wina (Freud, terj.,1991:4). Pengaruh Jean-Martin Charcot, neurolog Prancis, yang
menunjukkan adanya faktor psikis yang menyebabkan histeria mendukung pula keraguan
Freud pada kedokteran (Berry, 2001:15). Sejak itu Freud dan doktor Josef Breuer menyelidiki
penyebab histeria. Pasien yang menjadi subjek penyelidikannya adalah Anna O. Selama
penyelidikan, Freud melihat ketidakruntutan keterangan yang disampaikan oleh Anna O.
Seperti ada yang terbelah dari kepribadian Anna O. Penyelidikan-penyelidikan itu yang
membawa Freud pada kesimpulan struktur psikis manusia: id, ego, superego dan
ketidaksadaran, prasadar, dan kesadaran.
Freud menjadikan prinsip ini untuk menjelaskan segala yang terjadi pada manusia, antara lain
mimpi. Menurut Freud, mimpi adalah bentuk penyaluran dorongan yang tidak disadari.
Dalam keadaan sadar orang sering merepresi keinginan-keinginannya. Karena tidak bisa
tersalurkan pada keadaan sadar, maka keinginan itu mengaktualisasikan diri pada saat tidur,
ketika kontrol ego lemah.
Dalam pandangan Freud, semua perilaku manusia baik yang nampak (gerakan otot) maupun
yang tersembunyi (pikiran) adalah disebabkan oleh peristiwa mental sebelumnya. Terdapat
peristiwa mental yang kita sadari dan tidak kita sadari namun bisa kita
akses(preconscious) dan ada yang sulit kita bawa ke alam tidak sadar (unconscious). Di alam
tidak sadar inilah tinggal dua struktur mental yang ibarat gunung es dari kepribadian kita,
yaitu:
1. Id, adalah berisi energi psikis, yang hanya memikirkan kesenangan semata.
2. Superego, adalah berisi kaidah moral dan nilai-nilai sosial yang diserap individu dari
lingkungannya.
3. Ego, adalah pengawas realitas.
Sebagai contoh adalah berikut ini: Anda adalah seorang bendahara yang diserahi mengelola
uang sebesar 1 miliar Rupiah tunai. Idmengatakan pada Anda: Pakai saja uang itu sebagian,
toh tak ada yang tahu!. Sedangkan ego berkata:Cek dulu, jangan-jangan nanti ada yang
tahu!. Sementara superego menegur:Jangan lakukan!.
Pada masa kanak-kanak kira dikendalikan sepenuhnya oleh id, dan pada tahap ini oleh Freud
disebut sebagai primary process thinking. Anak-anak akan mencari pengganti jika tidak
menemukan yang dapat memuaskan kebutuhannya (bayi akan mengisap jempolnya jika tidak
mendapat dot misalnya).
Sedangkan ego akan lebih berkembang pada masa kanak-kanak yang lebih tua dan pada
orang dewasa. Di sini disebut sebagai tahapsecondary process thinking. Manusia sudah dapat
menangguhkan pemuasan keinginannya (sikap untuk memilih tidak jajan demi ingin
menabung misalnya). Walau begitu kadangkala pada orang dewasa muncul sikap
seperti primary process thnking, yaitu mencari pengganti pemuas keinginan (menendang tong
sampah karena merasa jengkel akibat dimarahi bos di kantor misalnya).
Proses pertama adalah apa yang dinamakan EQ (emotional quotient), sedangkan proses kedua
adalah IQ (intelligence quotient) dan proses ketiga adalah SQ (spiritual quotient).
2. Behaviourisme
Aliran ini sering dikatkan sebagai aliran ilmu jiwa namun tidak peduli pada jiwa. Pada akhir
abad ke-19, Ivan Petrovic Pavlov memulai eksperimen psikologi yang mencapai puncaknya
pada tahun 1940 1950-an. Di sini psikologi didefinisikan sebagai sains dan sementara sains
hanya berhubungan dengan sesuatu yang dapat dilihat dan diamati saja. Sedangkan jiwa
tidak bisa diamati, maka tidak digolongkan ke dalam psikologi.
Aliran ini memandang manusia sebagai mesin (homo mechanicus) yang dapat dikendalikan
perilakunya melalui suatu pelaziman(conditioning). Sikap yang diinginkan dilatih terus-
menerus sehingga menimbulkan maladaptive behaviour atau perilaku menyimpang. Salah
satu contoh adalah ketika Pavlov melakukan eksperimen terhadap seekor anjing. Di depan
anjing eksperimennya yang lapar, Pavlov menyalakan lampu. Anjing tersebut tidak
mengeluarkan air liurnya. Kemudian sepotong daging ditaruh dihadapannya dan anjing
tersebut terbit air liurnya. Selanjutnya begitu terus setiap kali lampu dinyalakan maka daging
disajikan. Begitu hingga beberapa kali percobaan, sehingga setiap kali lampu dinyalakan
maka anjing tersebut terbit air liurnya meski daging tidak disajikan. Dalam hal ini air liur
anjing menjadi conditioned response dan cahaya lampu menjadi conditioned stimulus.
Percobaan yang hampir sama dilakukan terhadap seorang anak berumur 11 bulan dengan
seekor tikus putih. Setiap kali si anak akan memegang tikus putih maka dipukullah sebatang
besi dengan sangat keras sehingga membuat si anak kaget. Begitu percobaan ini diulang terus
menerus sehingga pada taraf tertentu maka si anak akan menangis begitu hanya melihat tikus
putih tersebut. Bahkan setelah itu dia menjadi takut dengan segala sesuatu yang berbulu:
kelinci, anjing, baju berbulu dan topeng Sinterklas.
Ini yang dinamakan pelaziman dan untuk mengobatinya kita bisa melakukan apa yang
disebut sebagai kontrapelaziman(counterconditioning).
3. Psikologi Humanistis
Aliran ini muncul akibat reaksi atas aliran behaviourisme dan psikoanalisis. Kedua aliran ini
dianggap merendahkan manusia menjadi sekelas mesin atau makhluk yang rendah. Aliran ini
biasa disebut mazhab ketiga setelah Psikoanalisa dan Behaviorisme.
Salah satu tokoh dari aliran ini Abraham Maslow mengkritik Freud dengan mengatakan
bahwa Freud hanya meneliti mengapa setengah jiwa itu sakit, bukannya meneliti mengapa
setengah jiwa yang lainnya bisa tetap sehat.
Salah satu bagian dari humanistic adalah logoterapi. Adalah Viktor Frankl yang
mengembangkan teknik psikoterapi yang disebut sebagai logotherapy (logos = makna).
Pandangan ini berprinsip:
a. Hidup memiliki makna, bahkan dalam situasi yang paling menyedihkan sekalipun.
b. Tujuan hidup kita yang utama adalah mencari makna dari kehidupan kita itu sendiri.
c. Kita memiliki kebebasan untuk memaknai apa yang kita lakukan dan apa yang kita alami
bahkan dalam menghadapi kesengsaraan sekalipun.
Frankl mengembangkan teknik ini berdasarkan pengalamannya lolos dari kamp konsentrasi
Nazi pada masa Perang Dunia II, di mana dia mengalami dan menyaksikan penyiksaan-
penyiksaan di kamp tersebut. Dia menyaksikan dua hal yang berbeda, yaitu para tahanan
yang putus asa dan para tahanan yang memiliki kesabaran luar biasa serta daya hidup yang
perkasa. Frankl menyebut hal ini sebagai kebebasan seseorang memberi makna pada
hidupnya.
Logoterapi ini sangat erat kaitannya dengan SQ, yang bisa kita kelompokkan berdasarkan
situasi-situasi berikut ini:
a. Ketika seseorang menemukan dirinya (self-discovery). Sadi (seorang penyair besar dari
Iran) menggerutu karena kehilangan sepasang sepatunya di sebuah masjid di Damaskus.
Namun di tengah kejengkelannya itu ia melihat bahwa ada seorang penceramah yang
berbicara dengan senyum gembira. Kemudian tampaklah olehnya bahwa penceramah tersebut
tidak memiliki sepasang kaki. Maka tiba-tiba ia disadarkan, bahwa mengapa ia sedih
kehilangan sepatunya sementara ada orang yang masih bisa tersenyum walau kehilangan
kedua kakinya.
b. Makna muncul ketika seseorang menentukan pilihan. Hidup menjadi tanpa makna ketika
seseorang tak dapat memilih. Sebagai contoh: seseorang yang mendapatkan tawaran kerja
bagus, dengan gaji besar dan kedudukan tinggi, namun ia harus pindah dari Yogyakarta
menuju Singapura. Di satu sisi ia mendapatkan kelimpahan materi namun di sisi lainnya ia
kehilangan waktu untuk berkumpul dengan anak-anak dan istrinya. Dia menginginkan
pekerjaan itu namun sekaligus punya waktu untuk keluarganya. Hingga akhirnya dia
putuskan untuk mundur dari pekerjaan itu dan memilih memiliki waktu luang bersama
keluarganya. Pada saat itulah ia merasakan kembali makna hidupnya.
c. Ketika seseorang merasa istimewa, unik dan tak tergantikan. Misalnya: seorang rakyat
jelata tiba-tiba dikunjungi oleh presiden langsung di rumahnya. Ia merasakan suatu makna
yang luar biasa dalam kehidupannya dan tak akan tergantikan oleh apapun. Demikian juga
ketika kita menemukan seseorang yang mampu mendengarkan kita dengan penuh perhatian,
dengan begitu hidup kita menjadi bermakna.
d. Ketika kita dihadapkan pada sikap bertanggung jawab. Seperti contoh di atas, seorang
bendahara yang diserahi pengelolaan uang tunai dalam jumlah sangat besar dan berhasil
menolak keinginannya sendiri untuk memakai sebagian uang itu untuk memuaskan
keinginannya semata. Pada saat itu si bendahara mengalami makna yang luar biasa dalam
hidupnya.
e. Ketika kita mengalami situasi transendensi (pengalaman yang membawa kita ke luar dunia
fisik, ke luar suka dan duka kita, ke luar dari diri kita sekarang). Transendensi adalah
pengalaman spiritual yang memberi makna pada kehidupan kita.
4. Psikologi Gestalt
Psikologi Gestalt berasal dari bahasa Jerman yang berarti menggambarkan konfigurasi atau
bentuk yang utuh. Suatu gestalt dapat berupa objek yang berbeda dari jumlah bagian-
bagiannya. Semua penjelasan tentang bagian-bagian objek akan mengakibatkan
hilangnya gestalt itu sendiri. Sebagai contoh, ketika melihat sebuah persegi panjang maka hal
ini dapat dipahami dan dijelaskan sebagai persegi panjang berdasarkan keutuhannya atau
keseluruhannya dan identitas ini tidak bisa dijelaskan sebagai empat garis yang saling tegak
lurus dan berhubungan.
Sejalan dengan itu, gestalt menunjukkan premis dasar sistem psikologi yang
mengonseptualisasi berbagai peristiwa psikologis sebagai fenomena yang terorganisasi, utuh
dan logis. Pandangan ini menjelaskan integritas psikologis aktivitas manusia yang jelas.
Menurut para gestaltis, pada waktu itu psikologi menjadi kehilangan identitas jika dianalisis
menjadi komponen-komponen atau bagian-bagian yang telah ada sebelumnya.
Psikologi gestalt adalah gerakan jerman yang secara langsung menantang psikologi
strukturalisme Wundt. Para gestaltis mewarisi tradisi psikologi aksi dari Brentano, Stumpf
dan akademi Wurzburg di jerman, yang berupaya mengembangkan alternatif bagi model
psikologi yang diajukan oleh model ilmu pengetahuan alam reduksionistik dan analitik dari
Wundt.
Gerakan gestalt lebih konsisten dengan tema utama dalam filsafat jerman yakni aktivitas
mental dari pada sistem Wundt. Psikologi gestalt didasari oleh pemikiran Kant tentang teori
nativistik yang mengatakan bahwa organisasi aktivitas mental membuat individu berinteraksi
dengan lingkungannya melalui cara-cara yang khas. Sehingga tujuan psikologi gestalt adalah
menyelidiki organisasi aktivitas mental dan mengetahui secara tepat karakteristik interaksi
manusia-lingkungan.
Hingga pada tahun 1930, gerakan gestalt telah berhasil menggantikan model wunditian dalam
psikologi Jerman. Namun, keberhasilan gerakan tersebut tidak berlangsung lama kerena
munculnya hitlerisme. Sehingga para pemimpin gerakan tersebut hijrah ke Amerika.
Psikologi gestalt diawali dan dikembangakan melalui tulisan-tulisan tiga tokoh penting,
yaitu Max Wertheimer, Wolfgang Kohler danKurt Koffka. Ketiganya dididik dalam
atmosfer intelektual yang menggairahkan pada awal abad 20 di Jerman, dan ketiganya
melarikan diri dari kejaran nazi dan bermigrasi ke Amerika.
Tetapi di Amerika psikologi gestalt tidak memperoleh dominasi seperti di Jerman. Hal ini
dikarenakan psikologi Amerika telah berkembang melalui periode fungsionalisme dan pada
tahun 1930-an didominasi oleh behaviorisme. Oleh karena itu, kerangka psikologi gestalt
tidak sejalan dengan perkembangan-perkembangan di Amerika.
5. Psikologi Transpersonal
Kata transpersonal berasal dari kata trans yang berarti melampaui dan persona berarti topeng.
Secara etimologis, transpersonal berarti melampaui gambaran manusia yang kelihatan.
Dengan kata lain, transpersonal berarti melampaui macam-macam topeng yang digunakan
manusia.
Menurut John Davis, psikologi transpersonal bisa diartikan sebagai ilmu yang
menghubungkan psikologi dengan spiritualitas. Psikologi transpersonal merupakan salah satu
bidang psikologi yang mengintegrasikan konsep, teori dan metode psikologi dengan
kekayaan-kekayaan spiritual dari bermacam-macam budaya dan agama. Konsep inti dari
psikologi transpersonal adalah nondualitas (nonduality), suatu pengetahuan bahwa tiap-tiap
bagian (misal: tiap-tiap manusia) adalah bagian dari keseluruhan alam semesta. Penyatuan
kosmis dimana segala-galanya dipandang sebagai satu kesatuan.
Perintisan psikologi transpersonal diawali dengan penelitian-penelitian tentang psikologi
kesehatan pada tahun 1960-an yang dilakukan oleh Abraham Maslow (Kaszaniak,2002).
Perkembangan psikologi transpersonal lebih pesat lagi setelah terbitnya Journal of
Transpersonal Psychology pada tahun 1969 dimasa disiplin ilmu psikologi mulai
mengarahkan perhatian pada dimensi spiritual manusia. Penelitian mengenai gejala-gejala
ruhaniah seperti peak experience, pengalaman mistis, exctasy, keadaran ruhaniah,
pengalaman transpersonal, aktualisasi dan pengalaman transpersonal mulai dikembangkan.
Aliran psikologi yang memfokuskan diri pada kajian-kajian transpersonal menamakan
dirinya aliran psikologi transpersonal dan memproklamirkan diri sebagai aliran ke empat
setelah psikoanalisis, behaviourisme dan humanistic. Psikologi transpersonal memfokuskan
diri pada bentuk-bentuk kesadaran manusia, khususnya taraf kesadaran ASCs (Altered States
of Consciosness). Sejak 1969, ketika Journal of Transpersonal Psychology terbit untuk
pertamakalinya, psikology mulai mengarahkan perhatiannya pada dimensi spiritual manusia.
Penelitian yang dilakukan untuk memahami gejala-gejala ruhaniah seperti peak experience,
pengalaman mistis, ekstasi, kesadaran kosmis, aktualisasi transpersonal pengalaman spiritual
dan kecerdasan spiritual (Zohar,2000).
Aliran psikologi Transpersonal ini dikembangkan oleh tokoh psikologi humanistic antara lain
: Abraham Maslow, Antony Sutich, dan Charles Tart. Sehingga boleh dikatakan bahwa aliran
ini merupakan perkembangan dari aliran humanistic. Sebuah definisi kekemukakan oleh
Shapiro yang merupakan gabungan dari pendapat tentang psikologi transpersonal : psikologi
transpersonal mengkaji tentang poitensi tertinggi yang dimiliki manusia, dan melakukan
penggalian, pemahaman, perwujudan dari kesatuan, spiritualitas, serta kesadaran
transendensi.
Menurut Maslow pengalaman keagamaan meliputi peak experience, plateu, dan farthes
reaches of human nature. Oleh karena itu psikologi belum sempurna sebelum memfokuskan
kembali dalam pandangan spiritual dan transpersonal. Maslow menulis (dalam Zohar, 2000).
I should say also that I consider Humanistic, Third Force psychology, to be trantitional, a
preparation for still higher Fourth Psychology, a transpersonal, transhuman centered in the
cosmos rather than in human needs and interest, going beyond humanness, identity, self
actualization, and the like.
Psikologi transpersonal lebih menitikberatkan pada aspek-aspek spiritual atau transcendental
diri manusia. Hal inilah yang membedakan konsep manusia antara psikologi humanistic
dengan psikologi transpersonal. McWaters (dalam Nusjirwan, 2001) membuat sebuah
diagram yang berbentuk lingkaran dimana setiap lingkaran mewakili satu tingkat
berfungsinya menusia dan tingkat kesadaran diri manusia.
Tiap tingkat dari bagian diatas menunjukan tingkat fungsi dan tingkat kesadaran manusia.
Lingkaran 1,2 dan 3 yang berturut-turut mewakili aspek fisikal, aspek emosional dan aspek
intelektual dari kekuatan batin individu. Lingkaran 4 menggambarkan pengintegrasian dari
lingkaran 1, 2 dan 3 yang memungkinkan individu berfungsi secara harminis pada tingkat
pribadi. Keempat lingkaran ini termasuk dalam kawasan personal manusia.
Tingkatan berikutnya termasuk dalam kategori wilayah transpersonal manusia. Lingkaran 5
mewakili aspek intuisi. Pada aspek ini mulai samara-samar menyadari bahwa ia bisa
mempersepsi tanpa perantara panca indra (extra sensory perception). Lingkaran 6 mewakili
aspek energi psikis (kekuatan bathiniah) di mana individu secara jelas menghayati dirinya
sebagai telah mentransedir/melewati kesadaran sensoris dan pada saat yang sama menyadari
pengintegrasian dirinya dengan medan-medan energi yang lebih besar. Fenomena-fenomena
para psikologi dapat dialami pada tingkat kesadaran ini. Lingkaran 7 mewakili bentuk
penghayatan paling tinggi-penyatuan mistis atau pencerahan, dimana diri seseorang
mentransendir dualintas dan menyatu dengan segala yang ada. Melewati ke tujuh tingkat
yang disebutkan itu, dikatakan lagi tingkat pengembangan potensial dimana semua tingkat
dihayati secara simultan.
Konsep dari McWater ini dapat menjelaskan bagaimana seseorang mencapai kualitas diri
melalui metode tafakur. Ketika seseorang berada pada fase pertama dalam bertafakur berarti
dia berada pada dunia fisik yaitu pengetahuan yang didapat dari fungsi indera. Sebuah
kejadian akan dipresepsi secara empiris yang langsung melalui pendengaran, penglihatan atau
alat indera lainnya, atau secara tidak langsung seperti pada fenomena imajinasi, pengetahuan
rasional yang abstrak, yang sebagaian pengetahuan ini tidak ada hubungannya dengan emosi.
Jika seseorang memperdalam cara melihat dan mengamati sisi-sisi keindahan, kekuatan, dan
keistimewaan lainnya yang dimiliki sesuatu, berarti ia telah berpindah dari pengetahuan yang
indrawi menuju rasa kekaguman ( tadlawuk) dimana pada tahap ini adalah tahap
bergejolaknya perasaan, disini kita melihat bahwa tahap ini sesuai dengan tahap kedua dari
McWater yaitu emosional. Pada tahap selanjutnya, dengan bertafakur aktiitas kognitif
seseorang muali delibtkan, disinilah tafakur sangat berperan dalam proses pengintegrasian
ketiga komponen tadi yaitu fisik, dmosi dan intelektual.
Kemudian jika hasil pengintegrasian seseorang ini ditransendensikan kepada Allah maka
kualitas seseorang tadi akan meningkat dari personal menuju transpersonal. Badri (1989)
mencontohkan seseorang yang sudah pada tahap transpersonal ini perasaan kagum manusia
terhadap keindahan dan keagungan penciptaan serta perasaan kecil dan hina di tengah malam,
yang ia saksikan merupakan fitrah yang sudah diberikan Allah kepada manusia untuk dapat
melihat semua yang ada di langit dan di bumi sehingga ia dapat menemukan sang pencipta,
merasakan khusuk terhada-Nya, dan dapat menyembah-Nya. Baik karena takut atau karena
cinta. Dari ungkapan tersebut dapat dita lihat bahwa seseorang yang mengakui bahwa
keindahan itu adalah ciptaan Allah maka berarti dia sudah memasuki dunia transpersonal.
6. Psikologi Positif
Psikologi yang berkembang dewasa ini dapat disebut sebagai psikologi negatif, karena
berkutat pada sisi-negatif manusia. Psikologi, karena itu, paling banter hanya menawarkan
terapi atas masalah-masalah kejiwaan. Padahal, manusia tidak hanya ingin terbebas dari
problem, tetapi juga mendambakan kebahagiaan. Adakah psikologi jenis lain yang menjawab
harapan ini?
Martin Seligman, seorang psikolog pakar studi optimisme, memelopori revolusi dalam
bidang psikologi melalui gerakan Psikologi Positif. Berlawanan dengan psikologi negatif,
sains baru ini mengarahkan perhatiannya pada sisi-positif manusia, mengembangkan potensi-
potensi kekuatan dan kebajikan sehingga membuahkan kebahagiaan yang autentik dan
berkelanjutan.
Dalam buku revolusioner yang ditulis dengan gaya populer ini, Seligman memperkenalkan
prinsip-prinsip dasar Psikologi Positif, ciri-ciri kebahagiaan yang autentik, dan faktor-faktor
pendukungnya. Dengan metode-metode praktis yang dirumuskannya, Anda dapat
memanfatkan temuan-temuan terbaru dari sains kebahagiaan untuk mengukur dan
mengembangkan kebahagiaan dalam hidup Anda.
Psikologi positif adalah cabang baru psikologi yang bertujuan diringkas pada tahun 2000
oleh Martin Seligman dan Mihaly Csikszentmihalyi Kami percaya bahwa psikologi positif
akan muncul fungsi manusia yang mencapai pemahaman ilmiah dan efektif untuk
membangun berkembang dalam individu, keluarga, dan masyarakat. Psikologi positif
mencari untuk mencari dan membina jenius dan bakat , dan untuk membuat kehidupan
normal lebih memuaskan , tidak hanya untuk mengobati penyakit mental. Pendekatan ini
telah menciptakan banyak menarik di sekitar subjek, dan pada tahun 2006 studi di Universitas
Harvard yang berjudul Psikologi Positif menjadi kursus semester yang paling populer
semester.
Beberapa Psikolog Humanistik, seperti Abraham Maslow, Carl Rogers, dan Erick Fromm
mengembangnak teori dan praktek yang melibatkan kebahagiaan manusia. Baru-baru ini teori
yang dikembangkan oleh para psikolog humanistik ini telah menemukan dukungan empiris
dari studi oleh para psikolog positif, meskipun penelitian ini telah banyak dikritik. Teori ini
lebih berfokus pada kepuasan dengan sumber filosofismenya keagamaan dan psikologi
humanistic.
Psikologi adalah ilmu yang mempelajari tentang jiwa dan perilaku manusia dalam kehidupan
sehari-hari. Dan selama ini yang kita ketahui, bidang psikologi selalu menghadapi hal-hal
yang berhubungan dengan jiwa seseorang, misalnya penyebab orang mengalami gangguan
jiwa, mengapa orang bisa mengalami stress, dan lain-lain. Yang selalu berhubungan dengan
sisi negatif seseorang.
Tetapi selami ini kita mengenal yang nama nya psikologi positif, yaitu lebih menekankan apa
yang benar/baik pada seseorang, dibandingkan apa yang salah/buruk. Sebelumnya, psikologi
biasanya selalu menekankan apa yang salah pada manusia, seperti soalan stress, depresi,
kegelisahan dan lain lain.
Itulah sebabnya, ada aliran baru dalam dunia psikologi, dan menyebutnya sebagai psikologi
positif. Menurut Seligman, Psikologi bukan hanya studi tentang kelemahan dan
kerusakan; psikologi juga adalah studi tentang kekuatan dan kebajikan. Pengobatan
bukan hanya memperbaiki yang rusak; pengobatan juga berarti mengembangkan apa
yang terbaik yang ada dalam diri kita. Misi Seligman ialah mengubah paradigma psikologi,
dari psikologi patogenis yang hanya berkutat pada kekurangan manusia ke psikologi positif,
yang berfokus pada kelebihan manusia.
Berfokus terhadap penanganan berbagai masalah bukanlah hal baru dalam dunia psikologi.
Sejak dulu, manusia selalu dipandang sebagai makhluk yang bermasalah. Sejak awal mula
munculnya aliran psikologi (mashab behaviorisme), manusia dipandang sebagai suatu
mekanik yang penuh dengan banyak masalah. Mashab ini kemudian melihat masalah yang
ada pada manusia, belum lagi dengan mashab psikoanalisis yang melihat kenangan masa lalu
sebagai penyebab penderitaan yang ada saat ini. Apapun itu, psikologi yang berkembang
selama bertahun-tahun lamanya lebih memedulikan kekurangan ketimbang kelebihan yang
ada pada manusia. Itulah sebabnya psikologi yang berkutat pada masalah sering disebut
sebagai psikologi negatif.
Psikologi positif berhubungan dengan penggalian emosi positif, seperti bahagia, kebaikan,
humor, cinta, optimis, baik hati, dan sebagainya. Sebelumnya, psikologi lebih banyak
membahas hal-hal patologis dan gangguan-gangguan jiwa juga emosi negatif, seperti marah,
benci, jijik, cemburu dan sebagainya. Dalam Richard S. Lazarus, disebutkan bahwa emosi
positif biasanya diabaikan atau tidak ditekankan, hal ini tidak jelas kenapa demikian.
Kemungkinan besar hal ini karena emosi negatif jauh lebih tampak dan memiliki pengaruh
yang kuat pada adaptasi dan rasa nyaman yang subyektif dibanding melakukan emosi positif.
Contohnya, pada saat kita marah, maka ada rasa nyaman yang terlampiaskan, rasa superior,
dan sebagainya. Ada suatu penelitian mengatakan bahwa marah adalah emosi yang dipelajari,
sehingga dia akan cenderung untuk mengulangi hal yang dirasa nyaman.
Psikologi positif tidak bermaksud mengganti atau menghilangkan penderitaan, kelemahan
atau gangguan (jiwa), tapi lebih kepada menambah khasanah atau memperkaya, serta untuk
memahami secara ilmiah tentang pengalaman manusia.
Jadi intinya saat ini kita sudah mengenal yang nama nya psikologi positif, ada baiknya kita
merubah diri kita sedikit demi sedikit. Sebisa mungkin kita lebih mengeluarkan emosi positif
kita dibandingkan emosi negatif kita. Maka hasilnya pun akan positif.