Anda di halaman 1dari 23

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Definisi
Kejang adalah perubahan secara tiba-tiba fungsi neurologi, baik fungsi
motorik maupun fungsi otonomik karena kelebihan pancaran listrik otak.
Kejang pada bayi baru lahir (neonatus) umumnya merupakan manifestasi dari
gangguan syaraf pusat, kelainan metabolic atau penyakit lain yang dapat
menyebabkan kerusakan otak. Kejang pada neonatus merupakan keadaan
darurat. Kejang harus diatasi sesegera mungkin untuk mencegah kerusakan otak
yang luas (Maryuani, 2009).
Kejang adalah perubahan secara tiba-tiba fungsi neurologi baik fungsi
motoric otonomik karena kelebihan pacaran listrik pada otak. Kejang
merupakan keadaan emergensi atau tanda bahaya yang sering terjadi pada
neonatus, karena kejang yang berkepanjangan dapat mengakibatkan hipoksia
otak yang cukup berbahaya bagi kelangsungan hidup bayi atau dapat
mengakibatkan gejala sisa di kemudian hari (Depkes RI, 2005).

1.2 Etiologi
Menurut Manuaba (2008), penyebab kejang bayi baru lahir, sebagai
berikut:
a) Komplikasi persalinan, yaitu asfiksia yang menimbulkan hipoksia
ensefalopati, trauma langsung susunan saraf akibat tindakan operasi
transvaginal/forsep/vakum ekstrasi, perdarahan intracranial terutama bayi
kurang bulan.
b) Gangguan metabolisme, yaitu hipoglikemia (kurang dari 45 mg/dl) yang
terjadi pada bayi kurang bulan, bayi kecil untuk usia kehamilan, bayi
dengan diabetes mellitus.
c) Gangguan elektrolit, yaitu hipokalsemia (kurang dari 7 mg/dl) yang terjadi
pada bayi kurang bulan, bayi kecil untuk usia kehamilan, hipertiroid,

1
hiponatremia (kurang dari 130 mg/dl) atau hypernatremia (lebih dari 130
mg/dl), hiperbilirubinemia (kernicterus), kekurangan vitamin B6.
d) Infeksi (tetanus neonatorum, meningitis).
e) Bayi dengan kelainan kongenital (anensefali, hidrosefalus,
meningoensefalokel).
Menurut Saadah (2015), penyebab yang paling sering terjadinya kejang
pada neonatus, meliputi:
a) Hipoksik Iskemik Ensefalopati (HIE)
Menurut Ronen, dkk, kasus kejang pada neonatus dengan HIE
merupakan kejang yang terbanyak pada bayi baru lahir, yaitu sekitar 40 %.
Kejang terjadi dalam 24 jam pertama. HIE terjadi sekunder akibat asfiksia
perinatal. Asfiksia menyebabkan kerusakan langsung susunan syaraf pusat.
Semua tipa kejang dapat dijumpai pada HIE.
b) Gangguan Metabolik
1) Hipoglikemia
Merupakan masalah metabolic yang bersifat sementara akibat
kekurangan produksi glukosa karena kurangnya depot glikogen di hati
atau menurunnya gluconeogenesis lemak dan asam amino.
Hipoglikemia sering terjadi pada neonatus kurang bulan, neonatus kecil
pada masa kehamilan, ibu penderita diabetes mellitus yang tidak
terkontrol. Pada bayi baru lahir dikatakan hipoglikemia apabila kadar
gula darahnya kurang dari 40 ml/dl. Kejang biasanya pada hari kedua
setelah lahir.
2) Hipokalsemia
Hipokalsemia adalah kalsium darah kurang dari 7 mg%.
hipokalsemia dapat terjadi pada neonatus kecil masa kehamilan,
neonatus kurang bulan, neonatus yang lahir pada ibu penderita DM dan
neonatus dengan ensefalopati hipoksik-iskemik (HIE), yang biasanya
terjadi pada hari ke-2 atau ke-3 setelah lahir. Ini disebut hipokalsemia
awitan dini. Apabila terjadi pada minggu pertama atau minggu kedua

2
dikatakan bayi mengalami hipokalsemia awitan lambat, yang dapat
terjadi pada neonatus besar masa kehamilan, dan neonatus cukup bulan.
3) Hipomagnesemia
Hipomagnesemia adalah kadar magnesium kurang dari 1,2 mg/dl
yang sering terjadi bersamaan dengan hipokalsemia.
c) Perdarahan Intrakranial
Perdarahan intracranial yang dapat menyebabkan kejang dapat terjadi
pada daerah subarachnoid, subdural, intraventreikuler-periventrikuler.
1) Perdarahan subarachnoid dapat terjadi karena trauma langsung, misalnya
partus lama yang menyebabkan robekan vena superfisial. Kejang
biasanya timbul pada hari kedua setelah lahir.
2) Perdarahan subdural dapat terjadi akibat trauma langsung karena
tindakan ekstrasi forcep pada neonatus cukup bulan dan neonatus besar
masa kehamilan atau akibat presentasi bokong dan partus presipitatus.
Perdarahan terjadi karena adanya robekan tentrorium dekat false serebri
yang menyebabkan penekanan batak otak sehingga terjadi kejang.
Kejang biasanya timbul pada hari pertama setelah lahir.
3) Perdarahan intravaskuler-periventrikuler, dapat terjadi akibat adanya
perdarahan dari pembuluh darah kecil pada subependimal matriks
germinalis atau akibat adanya lesi pada daerah tersebut. Perdarahan ini
sering terjadi pada neonatus kurang bulan dan biasanya terjadi dalam
beberapa jam setelah lahir.
d) Infeksi Intracranial
Infeksi pada bayi baru lahir dapat menyebabkan kejang dapat terjadi di
dalam rahim/intrauterine atau sebelum lahir, seperti disebabkan
toksoplasma, rubella, herpes, sitomegalovirus. Sementara itu infeksi pada
bayi baru lahir yang terjadi selama persalinan atau segera setelah lahir
disebabkan oleh infeksi bakteri atau non bakteri.

3
e) Kelainan Bawaan
Dapat terjadi pada bayi yang mengalami gangguan perkembangan otak,
seperti mikrogia, pakigria, atau heteropia. Kejang dapat timbul setiap saat.
f) Hiperbilirubinemia (Kern-Ikterus)
g) Idiopatik
Kejang idiopatik merupakan kejang yang tidak diketahui penyebabnya.

1.3 Manifestasi Klinis


Manifestasi kejang pada bayi baru lahir dapat berupa:
a) Tremor
b) Hiperkatif
c) Tiba-tiba menangis melengking
d) Tonus otot hilang disertai atau tidak dengan hilangnya kesadaran
e) Gerakan yang tidak menentu
f) Nistagmus atau mata mengedip-ngedip proksimal
g) Gerakan seperti mengunyah atau menelan.
Namun, ada istilah-istilah berikut ini perlu dipahami untuk dapat
membedakannya dari kejang pada bayi baru lahir, yaitu:
a) Jitteriness pada bayi baru lahir, merupakan:
1) Gerakan seperti menggigil, yang sering dikaburkan dengan kejang pada
neonatus bagi yang belum berpengalaman.
2) Gerakan berulang pada ekstremitas yang bisa terlihat dengan menangis,
bisa terjadi dengan perubahan keadaan tidur, atau bisa terjadi apabila
dirangsang/stimulasi.
3) Relative umum terjadi pada neonatus, dimana pada satu studi diketahui
mengenai 44 % neonatus sehat yang cukup bulan (Parker et all, 1990)
dan pada tingkat ringan dapat dianggap normal selama 4 hari pertama
dalam kehidupan bayi.
4) Jitteriness dapat dibedakan dari kejang oleh beberapa karakteristik,
yaitu: jitteriness tidak disertai gerakan ocuar mata seperti pada kejang;

4
gerakan dominan pada jitteriness adalah tremor, sedangkan gerakan
kejang adalah jerking klonik; dan jitteriness sangat sensitive terhadap
stimulasi, sedangkan kejang tidak.
b) Tremor didefinisikan sebagai gerakan berulang-ulang pada kedua tangan
(dengan atau tanpa gerakan pada kaki atau rahang) dengan frekwensi 2
sampai 5 detik dan berlangsung lebih dari 10 menit. Ini merupakan gejala
umum pada bayi baru lahir yang mempunyai berbagai penyebab, termasuk
kerusakan neurologis, hipoglikemia, dan hipokalsemia (Maryuani, 2009).
Oleh karena manifestasi klinik yang berbeda-beda dan bervariasi, sering
kali kejang pada bayi baru lahir tidak dikenali oleh yang belum berpengalaman.
Dalam prinsip, setiap gerakan yang tidak biasa pada bayi baru lahir apabila
berlangsung berulang dan periodik, harus dipikirkan kemungkinan kejang.

5
1.4 Patofisiologi

1.5 Klasifikasi
Menurut Volpe (1989), kejang pada bayi baru lahir diklasifikasikan
berdasarkan gambaran klinis, sebagai berikut:

6
a) Kejang Subtle
1) Gerakan stereotip berulang pada ekstrimitas seperti mengayuh sepeda
atau berenang.
2) Devasi atau kejut pada bola mata secara horizontal (mata seperti
matahari setengah terbenam dimana pupil masih terlihat pada waktu
bayi tidur) tanpa gerakan cepat, mata mengedip berulang, kelopak mata
bergetar berulang-ulang.
3) Gerakan pada wajah berulang seperti ngiler, gerakan menghisap atau
menguyah atau gerakan lain pada pipi dan lidah.
4) Apnea atau perubahan tiba-tiba pada pola pernafasan (bila apnea saja
terutama pada bayi kurang bulan bukan kejang, tetapi bila apnea disertai
gerakan lainnya, misalnya gerakan kelopak mata atau lainnya
kemungkinan adalah kejang).
5) Bisa terjadi pada bayi lahir cukup bulan atau bayi kurang bulan
(premature).
b) Kejang Tonik, meliputi Fokal dan Umum.
1) Kejang Tonik Fokal
(a) Kejang yang tampak pada salah satu ekstremitas atau batang tubuh
atau deviasi tonik kepala atau mata.
(b) Sebagian besar kejang tonik terjadi bersamaan dengan penyakit
sistem syaraf pusat yang difusi dan perdarahan intraventrikuler.
(c) Tampak lebih sering pada bayi premature.
2) Kejang Tonik Umum
(a) Fleksi atau eksistensi tonik pada ekstermitas bagian atas, leher atau
batang tubuh dan berkaitan dengan eksistensi tonus pada ekstremitas
bagian bawah.
(b) Pada 85% kasus kejang tonik tidak berkaitan dengan perubahan
otonomis seperti meningkatnya detak jantung, tekanan darah atau
kulit memerah.
(c) Biasanya terjadi pada bayi kurang bulan (premature).

7
c) Kejang Klonik
1) Terdiri dari gerakan kejut pada ekstremitas yang perlahan dan berirama
(1-3 detik/menit).
2) Perubahan posisi atau memegang ekstremitas yang bergerak tidak akan
menghambat gerakan tersebut.
3) Penyebabnya bisa focal maupun multi-focal.
4) Tidak terjadi hilang kesadaran dan berkaitan dengan trauma focal, infark
metabolisme atau gangguan.
5) Biasanya terjadi pada bayi lahir cukup bulan.
d) Kejang Myoklonik
1) Kejang myoklonik focal tampak melibatkan otot fleksor pada
ekstremmitas.
2) Kejang mioklonik multi-focal tampak sebagai gerakan kejutan yang
tidak sinkron pada beberapa bagian tubuh.
3) Kejang mioklonik umum tampak sangat jelas berupa fleksi masif pada
kepala dan batang tubuh dengan ekstensi atau fleksi pada ekstremitas.
4) Sering mengindikasikan etiologi metabolic.
5) Kejang mioklonik paling jarang terjadi bila dibandingkan dengan kejang
lainnya.
(Maryuani, 2009:198)

1.6 Diagnosis
Penilaian untuk membuat diagnosis antara lain dilakukan dengan urutan
sebagai berikut:
a) Anamnesis yang teliti tentang keluarga, riwayat kehamilan, riwayat
persalinan dan kelahiran.
1) Riwayat kehamilan
(a) Bayi kecil untuk masa kehamilan
(b) Bayi kurang bulan
(c) Ibu tidak disuntik tetanus toksoid

8
(d) Ibu menderita diabetes mellitus
2) Riwayat persalinan
(a) Persalinan pervaginam dengan tindakan (cunam, ekstrator vakum),
(b) Persalinan presipitatus,
(c) Gawat janin.
3) Riwayat kelahiran
(a) Trauma lahir,
(b) Lahir asfiksia,
(c) Perawatan tali pusat dengan obat tradisional.
4) Pemeriksaan kelainan fisik bayi baru lahir.
(a) Kesadaran (normal, apatis, somnolen, spoor, koma),
(b) Suhu tubuh (normal, hipertermia atau hipotermia),
(c) Tanda-tanda infeksi lainnya.
5) Penilaian kejang dan spasme.
(a) Bentuk kejang
Gerakan bola mata yang abnormal, nystagmus, kediapan mata
proksimal, gerakan mengunyah, gerakan otot-otot muka, timbulnya
apnu yang episode, adanya kelemahan umu yang periodic, tubuh
kaku.
(b) Lama kejang.
(c) Apakah pernah terjadi sebelumnya.
(d) Spasme
Bayi tetap sadar, menangis kesakitan; trismus, kekauan otot mulut,
rahang kaku, mulut tidak dapat dibuka, bibir mencucu; opistotonus,
kekakuan pada ekstremitas, perut, kontrkasi otot tidak terkendali.
Dipicu oleh kebisingan, cahaya, atau prosedur diagnostic; infeksi tali
pusat.
Pastikan apakah bayi mengalami kejang atau spasme, bukan sekedar
tremor:

9
Seperti kejang, tremor ditandai dengan gerakan cepat, berulang,
tetapi pada tremor gerakannya mempunyai amplitude dan arah yang
sama.
Seperti kejang, tremor dapat dipacu oleh sentuhan mendadak, suara
bising tetapi dapat berhenti dengan sentuhan pelan, diberi minum
atau ekstremitas direfleksikan.
6) Pemeriksaan laboratorium.
(a) Punksi lumbal,
(b) Punksi subdural,
(c) Gula darah,
(d) Kadar kalsium,
(e) Kadar magnesium,
(f) Kultur darah,
(g) Pemeriksaan TORCH
Diagnosis banding kejang pada bayi baru lahir:
KELAINAN FISIK DIAGNOSIS BANDING
Kejang dengan kondisi:
Biru, gagal nafas Anoksia susunan saraf pusat
Trauma lahir pada kepala bayi Perdarahan otak
Mikrosefali Cacat bawaan
Perut buncit Sepsis
Hepatosplenomegali Sepsis
Mulut mencucu tetanus
(Saifuddin, 2009:393)
Menurut Sudarti (2012), diagnosis banding kejang pada bayi baru lahir,
sebagai berikut:
Anamnesis Pemeriksaaan Pemeriksaan Kemungkinan
penunjang atau diagnosis
diagnosis lain
yang sudah
diketahui
Timbul saat lahir Kejang, tremor, Kadar glucose Hipoglikemia
sampai dengan latergi atau tidak darah < 45 mg/dL
hari ke 3 sadar (2,6 mmol/L
Riwayat ibu Bayi kecil (berat

10
diabetes lahir <2500 g atau
umur kehamilan
<37 minggu)
Bayi sangat berat
(berat lahir >4000
g)
Ibu tidak Spasme Infeksi tali pusat Tetanus
diimunisasi TT neonatorum
Malas minum
sesudah minum
normal
sebelumnya
Timbul pada hari
ke-3 sampai ke-4
Lahir dirumah
dengan
lingkungan
kurang higienis
Pengolesan bahan
tidak steril pada
tali pusat
Timbul pada hari Kejang atau tidak Sepsis Curiga meningitis
ke-2 atau lebih sadar (tangani
Riwayat Ubun-ubun besar meningitis dan
resusitasi pada menonjol obati kejang)
saat laahir atau latergi
bayi tidak
bernapas minimal
satu menit
sesudah lahir
Timbul pada hari Kejang atau tidak Asfiksia
ke-1 sampai ke-4 sadar neonatorum
Persalinan Layuh atau latergi dan/atau trauma
dengan penyulit Gangguan nafas (obati kejang dan
(misal partus Suhu tidak normal tangani asfiksia
lama atau gawat Mengantuk atau neonatorum)
janin) aktivitas menurun
Iritabel atau rewel
Timbul pada hari Kejang atau tidak Perdarahan
ke-1 sampai ke-7 sadar intraventrikuler
Kondisi bayi Bayi kecil (berat (nilai dan tangani
mendadak lahir 2500 g atau perdarahan dan
memburuk umur kehamilan juga asfiksia
Mendadak pucat 37 minggu) neonatorum)

11
Gangguan nafas
berat
Ikterus hebat Kejang Hasil tes coombs Enselofalopati
timbul pada hari Opistotonus positif bilirubin
ke-2 (kembikterus)
Ensefalopati pada obati kekjang dan
hari ke 3-7 tangani
Ikterus hebat ensefalopati
yang tidak atau bilirubin)
terlambat diobati

1.7 Penatalaksanaan
a) Tidurkan penderita pada posisi terlentang, hindari dari trauma.
b) Bayi diletakkan dalam tempat yang hangat. Pastikan bahwa bayi tidak
kedinginan. Suhu bayi dipertahankan 36,5-37 oC.
c) Bebaskan jalan nafas, pakaian penderita dilonggarkan kalau perlu
dilepaskan.
d) Jalan nafas bayi dibersihkan dengan tindakan penghisapan lendir di seputar
mulut, hidung, sampai nasofaring.
e) Cegah trauma pada bibir dan lidah dengan pemberian sendok/spatel
dibungkus kain untuk menekan lidah di antara gigi.
f) Bila bayi apnea, dilakukan pertolongan agar bayi bernafas lagi dengan alat
bantu atau sungkup, diberi O2 dengan kecepatan 2 liter/menit.
g) Segera turunkan suhu badan dengan pemberian antipiretika (asetaminofen
atau parasetamol) atau dapat diberikan kompres.
h) Bila penderita dalam keadaan kejang obat pilihan utama adalah diazepam
yang diberikan secara per rectal, disamping cara pemberian yang mudah,
sederhana dan efektif telah dibuktikan keampuhannya. Dosis tergantung dari
berat badan, yaitu berat badan kurang dari 10 kg diberikan 5 mg dan berat
lebih dari 10 kg rata-rata pemakaiannya 0,4-0,6 mg/kgBB. Bila kejang tidak
berhenti dengan dosis pertama, dapat diberikan lagi setelah 15 menit dengan
dosis yang sama.

12
i) Apabila kejang berlangsung lebih dari 30 menit dapat diberikan
kortikosteroid untuk mencegah oedem otak dengan menggunakan kortisone
20-30 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis. Golongan glukokortikoid seperti
dexametason 0,5-1 ampul setiap 6 jam sampai keadaan membaik.
j) Dilakukan pemasangan infus intravena di pembuluh darah periver, ditangan,
kaki, atau kepala. Bila bayi diduga dilahirkan oleh ibu penderita DM,
dilakukan pemasangan infus melalui vena umbilikalis.
k) Bila kejang sudah teratasi, diberi cairan infus Dektrose 10% dengan
kecepatan 60 ml/kgbb/hari.
l) Nilai kondisi bayi selama 15 menit. Perhatikan kelainan fisik yang ada.
m) Dilakukan anamnesis mengenai keadaan bayi untuk mencari faktor
penyebab kejang (perhatikan riwayat kehamilan, persalinan dan kelahiran):
1) Apakah kemungkinan bayi dilahirkan oleh ibu penderita Diabetes
Mellitus,
2) Apakah kemungkinan bayi premature,
3) Apakah kemungkinan bayi mengalam asfiksia,
4) Apakah kemungkinan ibu bayi pengidap/menggunakan bahan narkotika.
n) Setelah kejang diatasi harus disusul dengan pengobatan rumat dengan cara
mengirim penderita ke rumah sakit untuk memperoleh perawatan lebih
lanjut.

1.8 Komplikasi
Kejang pada neonatus merupakan faktor risiko yang nyata meningkatkan
morbiditas jangka panjang dan kematian neonatal. Komplikasi dari kejang pada
neonatus mencakup, sebagai berikut:
a) Kejang berulang,
b) Retardasi mental,
c) Palsi cerebralis,
d) Cerebral atrofi,
e) Epilepsy,

13
f) Hydrocephalus ex-vacuo

1.9 Prognosis
Prognosis akibat kejang pada bayi baru lahir tergantung dari penyebabnya
yang dapat dilihat dalam tabel, berikut:
KELAINAN SARAF PERKEMBANGAN NORMAL
Hipoksi-iskhemik ensefalopati 50 %
Perdarahan subarachnoid primer 90 %
Perdarahan intraventrikuler < 10 %
Hipokalsemia
- Dini 50 %
- Lanjut 80-100 %
Hipoglikemia 50 %
Meningitis bakterialis 20-50 %
0%
Cacat perkembangan
(Saifuddin, 2009)

14
BAB II
KONSEP MANAJEMEN KEBIDANAN

2.1 Pengkajian Kejang pada Neonatus


Tempat pengkajian :
Tanggal/jam pengkajian :
Petugas :
2.1.1 Data Subyektif
a) Biodata/Identifitas
Biodata bayi mencakup nama, tempat/tanggal lahir , umur, jenis kelamin.
Biodata orang tua perlu dipertanyakan untuk mengetahui status sosial
anak meliputi nama, umur, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan,
dan alamat.
b) Keluhan Utama
Pada bayi kejang, keluhan yang ibu utarakan antara lain bayinya tubuhnya
gemetar, gerakan tubuhnya lebih aktif dari biasanya, tidak terkendali,
kejang-kejang, tiba-tiba menangis melengking, bayi lemas/ tidak bergerak,
mata berkedip terus menerus, mulut mecucu, tubuh kaku.
c) Riwayat Penyakit Sekarang
Merupakan perjalanan penyakit (kejang) yang di alami bayi. Waktu
permulaan kejang dan berapa lama ibu mengamati tanda-tanda bayinya
kejang sampai dibawa ke petugas kesehatan.
d) Penyakit Riwayat Dahulu
Riwayat kejang sebelumnya apakah merupakan kejang berulang, trauma
kepala, radang selaput otak (meningitis), epilepsi, kelainan metabolisme
seperti: hipoglikemia, hipokalsemia, hipomagnesemia, hiponatremia, dan
hypernatremia, hiperbilirubinemia, dan kelainan metabolisme asam amino,
perdarahan otak, dan infark serebri.
e) Riwayat Kehamilan dan Persalinan

15
Riwayat kehamilan: bayi yang kecil untuk masa kehamilan, bayi
prematur, ibu mengalami infeksi dari bakteri dan virus seperti TORCH,
ibu yang tidak disuntik TT, ibu menderita DM.
Riwayat persalinan: persalinan dengan tindakan (ektrasi cunam/ ekstrasi
vakum), persalinan presipitatus, persalinan presentasi bokong,
pemotongan tali pusat yang tidak steril, asfiksia, dan gawat janin.
Selain itu, bayi yang mengalami komplikasi perinatal seperti tetanus
neonatorum, trauma perdarahan intrakranial, dan trauma susunan saraf
pusat juga beresiko mengalami kejang.
f) Riwayat kesehatan keluarga.
Ibu terinfeksi TORCH, menderita penyakit Diabetus Mellitus
g) Pola kebiasaan
Pola minum bayi sehari normalnya 8-10 kali, pada bayi yang mengalami
kelainan akan lebih malas menyusu.
2.1.2 Data Obyektif
a) Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : lemah-hiperaktif
Kesadaran : normal, apatis, somnolen, sopor, koma
Suhu : normal (36,5-37C), hipertermia (>37,5C),
hipotermia (<36,5C). Pada kasus kejang, biasanya
suhu badan akan mengalami peningkatan.
Respirasi : Pada kasus kejang, biasanya mengalami peningkatan.
Nadi : Mengalami peningkatan.
b) Pemeriksaan Fisik
1) Kepala
Tanda-tanda kenaikan tekanan intrakarnial, yaitu ubun-ubun besar
cembung, mikrosefali.
2) Muka
Rhisus sardonicus, pucat, gerakan otot-otot muka, asimetri wajah (sisi
yang paresis tertinggal bila anak menangis).

16
3) Mata
Deviasi bola mata secara horisontal, kedipan mata proksimal, kelopak
mata berkedip-kedip, gerakan cepat dari bola mata, nystagmus, dilatasi
pupil.
4) Mulut
Cyanosis, strismus, lidah menunjukan gerakan menyeringai, gerakan
terkejut-kejut pada mulut dan pipi secara tiba-tiba menghisap,
mengunyah, menelan, menguap.
5) Leher
Tanda-tanda kaku kuduk.
6) Abdomen
Kekakuan otot pada abdomen, tanda-tanda infeksi pada tali pusat, jika
terjadi sepsis perut tampak buncit dan hepatosplenomegali
7) Ekstremitas
Pergerakan seperti berenang, mengayuh pada anggota gerak atas dan
bawah, ekstensi lengan dan tungkai, menyerupai sikap deserebasi atau
ekstensi tungkai dan fleksi lengan bawah dengan bentuk dekortikas,
gerakan ekstensi dan fleksi lengan atau keempat anggota gerak yang
berulang dan terjadinya cepat, gerakan menyerupai refleks moro,
tremor
c) Pemeriksaan laboratorium
1) Pemeriksaan darah dapat berupa: gula darah, elektrolit darah (terutama
kalsium dan magnesium), darah tepi, punksi lumbal, punksi subdural,
kultur darah, dan titer TORCH
2) EKG dan EEC
3) Foto rotgen dan USG kepala

2.2 Identifikasi Diagnosis & Masalah Aktual


Dx: Bayi X usia 0-28 hari dengan kejang (menurut klasifikasi kejang)
Masalah:

17
a) Hipertermi
b) Resiko tinggi cedera fisik (lidah tergigit)
c) Resiko tinggi dehidrasi
d) Kecemasan orang tua
e) Kurangnya pengetahuan orang tua tentang penanganan kejang

2.3 Identifikasi Diagnosis Masalah Potensial


a) Tetanus neonatorum, sepsis, meningitis, ensefalitis
b) Anoksia susunan saraf pusat
c) Perdarahan otak
d) Hipoglikemi
e) Hiperbilirubinemia
f) Potensial kejang ulang

2.4 Identifikasi Tindakan Segera


a) Tidurkan penderita pada posisi terlentang, hindari dari trauma.
b) Bayi diletakkan dalam tempat yang hangat. Pastikan bahwa bayi tidak
kedinginan. Suhu bayi dipertahankan 36,5-37 oC.
c) Bebaskan jalan nafas, pakaian penderita dilonggarkan kalau perlu
dilepaskan.
d) Jalan nafas bayi dibersihkan dengan tindakan penghisapan lendir di seputar
mulut, hidung, sampai nasofaring.
e) Cegah trauma pada bibir dan lidah dengan pemberian sendok/spatel
dibungkus kain untuk menekan lidah di antara gigi.
f) Bila bayi apnea, dilakukan pertolongan agar bayi bernafas lagi dengan alat
bantu atau sungkup, diberi O2 dengan kecepatan 2 liter/menit.
g) Segera turunkan suhu badan dengan pemberian antipiretika (asetaminofen
atau parasetamol) atau dapat diberikan kompres.
h) Bila penderita dalam keadaan kejang obat pilihan utama adalah diazepam
yang diberikan secara per rectal, disamping cara pemberian yang mudah,

18
sederhana dan efektif telah dibuktikan keampuhannya. Dosis tergantung dari
berat badan, yaitu berat badan kurang dari 10 kg diberikan 5 mg dan berat
lebih dari 10 kg rata-rata pemakaiannya 0,4-0,6 mg/kgBB. Bila kejang tidak
berhenti dengan dosis pertama, dapat diberikan lagi setelah 15 menit dengan
dosis yang sama.
i) Apabila kejang berlangsung lebih dari 30 menit dapat diberikan
kortikosteroid untuk mencegah oedem otak dengan menggunakan kortisone
20-30 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis. Golongan glukokortikoid seperti
dexametason 0,5-1 ampul setiap 6 jam sampai keadaan membaik.
j) Dilakukan pemasangan infus intravena di pembuluh darah periver, ditangan,
kaki, atau kepala. Bila bayi diduga dilahirkan oleh ibu penderita DM,
dilakukan pemasangan infus melalui vena umbilikalis.
k) Bila kejang sudah teratasi, diberi cairan infus Dektrose 10% dengan
kecepatan 60 ml/kgbb/hari.
l) Nilai kondisi bayi selama 15 menit. Perhatikan kelainan fisik yang ada.
m) Dilakukan anamnesis mengenai keadaan bayi untuk mencari faktor
penyebab kejang (perhatikan riwayat kehamilan, persalinan dan kelahiran):
1) Apakah kemungkinan bayi dilahirkan oleh ibu penderita Diabetes
Mellitus,
2) Apakah kemungkinan bayi premature,
3) Apakah kemungkinan bayi mengalam asfiksia,
4) Apakah kemungkinan ibu bayi pengidap/menggunakan bahan narkotika.
n) Setelah kejang diatasi harus disusul dengan pengobatan rumat dengan cara
mengirim penderita ke rumah sakit untuk memperoleh perawatan lebih
lanjut.

2.5 Intervensi
a) Hipertermi
Tujuan : Suhu tubuh bayi normal (36-37oC)
1) Kaji penyebab hipertermi

19
R/ Hipertermi merupakan salah satu gejala/kompensasi tubuh terhadap
adanya infeksi baik secara lokal maupun secara sistemik.
2) Observasi suhu badan
R/ proses peningkatan suhu menunjukkan proses penyakit infeksius
akut.
3) Beri kompres air kran pada dahi/axilla
R/ daerah dahi/axilla merupakan jaringan tipius dan terdapat pembuluh
darah sehingga proses vasodilatasi pembuluh darah lebih cepat sehingga
pergerakan molekul cepat.
4) Beri minum sering tetapi sedikit
R/ untuk mengganti cairan yang hilang selama proses evaporasi.
5) Anjurkan ibu untuk memakaikan pakaian tipis dan yang dapat menyerap
keringat
R/ pakaian yang tipis dapat membantu mempercepat proses evaporasi.
6) Kolaborasi dalam pemberian obat antipiretik
R/ obat antipiretik bekerja sebagai pengatur kembali pusat pengatur
panas.
b) Resiko tinggi cedera fisik (lidah tergigit)
Tujuan : Meminimalisasi agar lidah tidak tergigit.
1) Jelaskan kepada keluarga akibat-akibat yang terjadi saat kejang
berulang.
R/ penjelasan yang baik dan tepat pada keluarga sangat penting untuk
meningkatkan pengetahuannya dalam mengatasi kejang.
2) Sediakan spatel lidah/sendok.
R/ spatel lidah/sendok sangat penting untuk mencegah tergigitnya lidah.
3) Beri posisi miring kiri dan kanan.
R/ mencegah terjadinya aspirasi lambung.
4) Lakukan sunction bila banyak lendir.

20
R/ secret yang banyak dapat menyumbat jalan nafas dalam hal ini dapat
mengakibatkan distress pernapasan sehingga harus dilakukan sunction
bila banyak lendir.
5) Lakukan pemberian obat antikonvulsan.
R/ sebagai pengatur gerakan motoric/menghentikan gerakan motoric
yang berlebihan.
c) Resiko tinggi dehidrasi
Tujuan : Tidak terjadi kekurangan volume cairan (dehidrasi).
1) Lakukan pemantauan tanda-tanda dehidrasi.
R/ adanya perubahan pola makan seperti nafsu makan berkurang akan
dapat memperburuk status klien karena intake kurang.
2) Anjurkan beri minum/ASI sesuai kebutuhan klien.
R/ dapat mengganti cairan tubuh klien yang hilang.
3) Observasi tanda-tanda vital.
R/ merupakan indikator dari volume cairan.
4) Lakukan pemasangan infus.
R/ memenuhi kebutuhan cairan tubuh dan mengganti cairan yang hilang
serta metabolisme.
d) Kurangnya pengetahuan orang tua tentang penanganan kejang
Tujuan : Orang tua dapat memahami tentang penanganan kejang.
1) Kaji tingkat pengetahuan orang tua tentang penanganan kejang.
R/ memudahkan dalam pemberian pemahaman tentang kejang sesuai
dengan tingkat pengetahuan orang tua.
2) Berikan penjelasan pada orang tua klien tentang penanggulangan kejang.
R/ penjelasan yang baik dan tepat meningkatkan pengetahuan orang tua
dalam menangani kejang.
3) Ajarkan pada orang tua tentang cara penggunaan spatel lidah.
R/ informasi tentang cara penggunaan spatel sangat penting agar dapat
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan keluarga klien.

21
4) Anjurkan pada orang tua untuk segera membawa anaknya kerumah sakit
atau puskesmas bila anaknya kejang dalam wakti yang lama.
R/ mengurangi komplikasi atau bahaya yang dapat ditimbulkan oleh
kejang.

2.6 Implementasi
Merupakan realisasi dari intervensi yang telah ditetapkan namun dalam
keadaan tertentu tindakan harus dilakukan sesuai dengan kondisi anak.

2.7 Evaluasi
S : Ibu mengatakan mengerti dengan penjelasan yang diberikan.
Ibu mengatakan akan melakukan penanganan yang dianjurkan oleh
bidan, apabila kejang timbul kembali.
O : Tanda-tanda vital normal
N : 120-130 x/menit
RR : 30-40 x/menit
S : 36,5-37,5 C
Tidak tampak gerakan tidak biasa dan berlangsung berulang
serta periodik, yang merupakan kemungkinan kejang.
A : Dx: Bayi X usia 0-28 hari dengan kejang (menurut klasifikasi
kejang)
P : 1. Menjaga jalan nafas tetap bebas
2. Mengobservasi TTV
3. Mengobservasi keadaan umum bayi
4. Mengobati penyebab kejang

22
DAFTAR PUSTAKA

Hidayat, Aziz Alimul A. 2008. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta: Salemba
Medika
Komponen Maternal & Neonatal. 2005. Pelatihan Pelayanan Kegawatdaruratan
Obstetri dan Neonatal Esensial Dasar. Jakarta: Depkes RI
Maryunani, Anik. 2009. Asuhan Kegawatdaruratan dan Penyulit Pada Neonatus.
Jakarta: TIM
Saifuddin, Abdul Bari. 2009. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal
dan Neonatal. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Sudarti & Afroh. 2012. Buku Ajar: ASUHAN KEBIDANAN Neonatus, Bayi dan Anak
Balita. Yogyakarta: Nuha Medika

23

Anda mungkin juga menyukai