Anda di halaman 1dari 24

PETUNJUK PELAKSANAAN

TENTANG
PENANGGULANGAN BENCANA
PALANG MERAH INDONESIA
PETUNJUK PELAKSANAAN
TENTANG
PENANGGULANGAN BENCANA PALANG MERAH INDONESIA

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

1. Indonesia merupakan salah satu negara yang paling rawan bencana di dunia.
Wilayah Indonesia tepat berada pada cincin api (ring of fire) yakni
pertemuan tiga lempeng tektonik besar yaitu Indo-Australia, Eurasia dan
Pasific. Tabrakan antar lempeng tektonik tersebut membentuk jalur
gempa dengan ribuan titik pusat gempa yang menjadikan Indonesia sangat
rawan gempa bumi. Selain itu, Wilayah Indonesia memiliki sabuk vulkanik
sepanjang 7.000 km dari Pulau Sumatra, Jawa, Bali, NTB, serta NTT.
Terdiri dari 129 gunung berapi aktif (70 di antaranya sangat aktif) serta
500 gunung tidak aktif. Gunung berapi aktif di Indonesia merupakan 13 %
dari seluruh gunung berapi aktif di dunia. Selain itu, wilayah pantai
Indonesia sepanjang 81.000 km dengan pemukiman padat merupakan
wilayah dengan kerentanan dan berisiko terhadap bencana tsunami dan
gelombang pasang.
2. Peristiwa bencana alam maupun bencana akibat ulah manusia merupakan
gejala yang tidak pernah dapat diperhitungkan oleh siapapun. Kerugian
apapun yang ditimbulkan selalu mengakibatkan dampak yang
berkepanjangan terhadap menurunnya kualitas hidup manusia, khususnya
masyarakat yang paling rentan. Selama beberapa dekade terakhir,
kejadian bencana di Indonesia baik bencana alam maupun non alam dari
tahun ke tahun terus meningkat. Data dari BNPB diketahui bahwa antara
tahun 2003 s.d 2005 di Indonesia telah terjadi sebanyak 1.429 kejadian
bencana. Dari data tersebut ternyata bencana hidrometeorologi
merupakan bencana yang paling sering terjadi yaitu sebesar 53,3 %. Dari
total bencana hidrometeorologi tersebut, kejadian terbanyak adalah banjir
(34,1%), dan disusul oleh tanah longsor (16%).
3. Masyarakat yang hidup disekitar hazard (bahaya) terkadang tidak menyadari
bahwa bencana dapat terjadi kapan saja. Selain itu, bahkan sebagian dari
masyarakat justru melakukan eksploitasi lingkungan yang dapat
memunculkan bahaya-bahaya baru yang dapat menimbulkan risiko dan
kerentanan masyarakat di lingkungannya. Belum adanya kesadaran umum
bahwa bencana darurat sekecil apapun, juga berdampak pada rumah
tangga ataupun masyarakat setempat,yang pada akhirnya akan
menimbulkan instabilitas kehidupan ditingkat lokal, nasional maupun
global. Realita ini mendorong perlu adanya kesiapan untuk memprediksi,
mencegah, mensiapsiagakan serta melakukan upaya-upaya mengurangi
dampak bencana yang terpadu dengan sistem respon bencana maupun
upaya-upaya pemulihan dalam sistem penanggulangan bencana, yang
mencakup periode pra-bencana, situasi tanggap darurat bencana dan
paska-bencana.
4. Keadaan darurat dalam skala sekecil apa pun, yang berdampak pada rumah
tangga atau pun pada masyarakat setempat, menimbulkan gangguan di
tingkat nasional bahkan global. Keadaan darurat didefinisikan sebagai
keadaan mengancam keselamatan yang membuat orang berisiko kehilangan
nyawa atau mengalami penurunan derajat kesehatan atau kondisi
kehidupan secara signifikan, dan yang berpotensi mengungguli kemampuan
menanggulangi yang dimiliki oleh sistem dukungan perorangan, keluarga,
masyarakat dan negara. Keadaan darurat menimbulkan dampak berbeda
pada laki-laki dan perempuan, dan pada gilirannya mereka juga memiliki
cara yang berbeda dalam hal menanggulangi keadaan darurat itu. Oleh
karenannya, PMI disemua jajaran, hendaknya mampu bertindak dalam
segala keadaan yang mengancam keselamatan terlepas dari ruang lingkup
keadaan darurat itu, dan tindakan-tindakannya harus dikendalikan oleh
kebijakan yang sama tanpa melihat ukuran dan tingkat tanggap.
5. Dalam rangka memenuhi tanggungjawabnya untuk memberikan
pelayanan terbaiknya kepada mereka yang membutuhkan, maka
diperlukan adanya kesadaran kolektif agar PMI melakukan penguatan
kapasitas untuk melaksanakan mandat utama yakni tugas-tugas bantuan
pertama pada tiap-tiap bentjana alam atau perang. Dalam kontek ini,
maka pelayanan tanggap darurat harus ditempatkan pada prioritas sangat
tinggi. Sedangkan disisi lain, PMI juga harus terlibat lebih aktif pada upaya
upaya ke arah hulu, yakni upaya kesiapsiagaan dan pengurangan risiko
bencana.
6. Untuk itu, segenap komponen Palang Merah Indonesia baik di Pusat, Provinsi
maupun Kabupaten / Kota bersama-sama dengan masyarakat dan mitra
kerja lainnya perlu terlibat secara aktif mengaktualisasikan Manajemen
Bencana secara komprehensif yang menfokus pada upaya meringankan
beban penderitaan masyarakat rentan melalui langkah-langkah antisipasi
dan meminimalisasi dampak bencana serta melakukan upaya tanggap
darurat bencana yang cepat, tepat dan terkoordinasi.

B. MAKSUD DAN TUJUAN

1. Menyempurnakan Buku Pedoman Penanggulangan Korban Bencana Tahun


1990 sebagai Juklak yang telah disesuaikan dengan keadaan dan
perkembangan pembangunan nasional, kebijakan- kebijakan IFRC, ICRC
dan PMI yang baru serta kemajuan strategi dan pendekatan
penanggulangan bencana di tingkat global.
2. Menetapkan arah pelaksanaan operasional PMI untuk dapat berperan serta
dalam penanggulangan bencana, khususnya komitmen untuk back to basic.
3. Memberikan pegangan dasar bagi unsur-unsur pelaksana PMI di tingkat
Pusat, Provinsi dan Kabupaten / Kota dalam usaha menangani para korban
bencana.
C. RUANG LINGKUP

1. Dalam pedoman ini dijabarkan peranan PMI dalam penanggulangan korban


bencana di Indonesia khususnya bagi Pengurus Pusat, Provinsi dan
Kabupaten / Kota beserta aparat penyelenggaranya dengan
menitikberatkan prinsip kebijaksanaan, pengorganisasian, pelaksanaan,
pengendalian, pendidikan, dan upaya pembinaan serta kaitannya dengan
BNPB dan BPBD.

2. Tata Urut adalah:

a. Pendahuluan
b. Prinsip Bantuan Palang Merah
c. Kebijaksanaan Dasar dalam menhadapi Bencana
d. Organisasi dan peranan PMI
e. Kegiatan dan Siklus Bencana
f. Pendidikan dan Pelatihan
g. Pembinaan
h. Penutup
BAB II
POKOK-POKOK KEBIJAKAN PMI
DALAM PENANGGULANGAN BENCANA

A. TUJUAN

Kegiatan pelayanan Penanggulangan bencana yang dilaksanakan oleh PMI


dalam perseptif jangka panjang adalah terwujudnya pelayanan
penanggulangan bencana yang tepat, profesional, terkoordinasi dan
berkesinambungan.

Untuk memastikan agar tujuan tersebut dapat dicapai, maka kegiatan


pelayanan penanggulangan bencana PMI diarahkan pada :

1. PMI mampu melaksakan kegiatan pelayanan penanggulangan bencana


secara tepat, profesional, terkoordinasi, menyeluruh dan terpadu sesuai
standar mutu dengan menerapkan pendekatan berbasis masyarakat, baik
sebelum, saat dan setelah bencana.

2. Meningkatnya kemampuan dan ketangguhan masyarakat dalam menghadapi


berbagai bencana serta penyakit yang berpotensi wabah, yang difokuskan
pada pengurangan risiko bencana dan adaptasi perubahan iklim.

B. PENDEKATAN

1. Penguatan kapasitas dan kinerja pelayanan penanggulangan bencana


a. PMI hanya akan mampu melakukan tanggap darurat bencana secara
cepat, tepat dan terkoordinasi bila seluruh PMI Kabupaten / Kota
dan Provinsi serta Pusat memiliki kapasitas organisasi yang
memadai, serta memiliki kinerja yang dan berfungsi dengan baik
(well functioned).
b. PMI Kabupaten / Kota sebagai pelaksana operasional kegiatan
pelayanan harus disiapkan semaksimal mungkin agar mampu menjadi
pelaku utama penanggulangan bencana di wilayah masing-masing.
c. Pembinaan organisasi di semua tingkatan harus diarahkan bagaimana
agar PMI senantiasa mampu memberikan pelayanan terbaiknya
dalam penanggulangan bencana. Untuk itu diperlukan upaya
peningkatan kapasitas penanggulangan bencana secara menyeluruh,
transparan, akuntabel dan berkesinambungan di tiap tingkatan
sesuai dengan mandat utama organisasi.
2. Peningkatan kapasitas dan kompetensi SATGANA dan TSR SIBAT
Bantuan PMI dalam penanggulangan bencana senantiasa diberikan dan
dilaksanakan secara profesional oleh para relawan yang tergabung dalam
Tim SATGANA (Satuan Tugas Penanganan Bencana) maupun TSR SIBAT
(Siaga Bencana Berbasis Masyarakat) yang memenuhi kapasitas, kompetensi
dan profesionalisme yang memadai. Hal ini diwujudkan oleh PMI Kabupaten
/ Kota dengan selalu memiliki sejumlah relawan (baik KSR maupun TSR)
dalam jumlah yang cukup serta yang memiliki kualitas memadai (terlatih,
tanggap, teladan dan peduli).

3. Desentralisasi kewajiban dan wewenang


Berhubung keadaan geografi negara kepulauan yang sangat luas serta
adanya kendala keterbatasan sarana pengangkutan/ perhubungan, maka
perlu diadakan desentralisasi. Hal ini diwujudkan dengan memberi
kewajiban dan wewenang yang luas kepada Kabupaten / Kota, sehingga
PMI Kabupaten / Kota yang Provinsinya terkena musibah/bencana dapat
segera bertindak tanpa menunggu instruksi dari Pengurus Pusat/ Provinsi.

4. Dekonsentrasi logistik dan sumber daya


Desentralisasi wewenang mangharuskan adanya dekonsentrasi logistik. Hal
ini diwujudkan sebagai berikut :
a. Markas Kabupaten / Kota PMI perlu memiliki kemampuan dukungan
logistik lini pertama untuk langsung menghadapi bencana (emergency
storage).
b. Markas Provinsi PMI perlu memiliki gudang (warehouse) sebagai
dukungan logistik lini ke dua. Tujuannya adalah supaya persediaan
logistik serta alat yang diperlukan dekat denangan lokasi tempat
kejadian bencana. Dengan demikian setiap saat warehouse tersebut
dapet mendukung permintaan bantuan yang datang dari PMI Kabupaten
/ Kota.
c. Gudang regional didirikan di lokasi-lokasi yang strategis untuk
mendukung penyediaan stok yang diperlukan saat saat emergensi.
d. Markas Pusat PMI hanya memiliki persediaan terbatas (minimal), yaitu
untuk menghadapi permohonan akut dari Provinsi. Ini adalah dukungan
logistik lini ke tiga. Mengingat dukungan logistik dari luar negeri tetap
mungkin, maka gudang sentral PMI perlu tersedia.
5. Peningkatan Kemitraan, Koordinasi dan Komunikasi
Pada setiap tingkat organisasi PMI perlu mengintegrasikan diri dan
mengadakan sinkronisasi upaya sehingga tercapai ketepatan, efektifitas
dan efisiensi yang optimal dalam setiap penanganan korban bencana
a. Kerjasama yang harmonis dengan IFRC, ICRC, serta Perhimpunan
Palang Merah/ Bulan Sabit Merah Negera lainnya maupun dengan
pelbagai dunia usaha dan instansi Pemerintah/Swasta perlu selalu
dilaksanakan, agar nanti dalam suasana darurat dapat tercapai
kesamaan pendapat dan keseragaman tindak menuju ekonomi
/efisiensi.
b. Koordinasi dan Komunikasi Internal.
1) Hubungan koordinasi dan komunikasi internal dilaksanakan secara
berjenjang antara Pengurus, Staff dan Relawan di masing-masing
tingkatan pelaksana operasional (PMI Kabupaten / Kota).
2) Tugas pokok dan fungsi pengurus, staff dan relawan PMI di masing-
masing tingkatan, antar jenjang tingkatan organisasi (Kabupaten /
Kota-Provinsi-Pusat) lebih ditekankan sebagai berikut :
a) Pengurus Pusat PMI melakukan fungsi pembinaan
b) Pengurus Provinsi PMI melakukan fungsi koordinasi
c) Pengurus Kabupaten / Kota PMI melakukan fungsi pelaksana
operasional penanggulangan bencana.
c. Koordinasi dan Komunikasi Eksternal
1) Hubungan eksternal kerjasama penanggulangan bencana dengan
Pemerintah Pusat IFRC, ICRC dan PNSs serta juga badan-badan
internasional lainnya seperti badan-badan di bawah PBB,
Interasional NGO dilakukan oleh PMI Pusat. Mekanisme koordinasi
internal di PMI Pusat dijelaskan dalam Petunjuk Pelaksanaan
tersendiri.
2) Pengurus Provinsi PMI dan Pengurus Kabupaten / Kota PMI dapat
melakukan kerjasama dengan pemerintah Provinsi, maupun LSM
lokal.
3) Hubungan koordinasi dan komunikasi dengan lintas sektoral
dilakukan baik secara horizontal maupun vertical.
d. Kemitraan dengan pemerintah dilakukan dibawah koordinasi BNPB,
BPBD Kota / Kabupaten, dimana wakil PMI akan mengadakan integrasi
kemampuan nyata dan sinkronisasi upaya sesuai tugas pokok PMI.
Identitas dan segala peraturan yang berlaku dalam gerakan dan PMI
harus di sinkronkan dalam rencana penanggulangan korban tersebut.
6. Sensitifitas Gender
Untuk memastikan agar pengarusutamaan gender dapat
terimplementasikan secara tepat dalam kegiatan pelayanan
penanggulangan bencana, PMI di semua tingkatan organisasi memiliki
komitmen sebagai berikut:
a. Merumuskan berbagai strategi dan pendekatan serta pengkajian yang
sistematis dalam hal pengarusutamaan gender sebagai bagian dari
program pengembangan kapasitas pelayanan penanggulangan bencana,
dengan perhatian khusus pada penyempurnaan sistem dan prosedur
pelayanan PMI yang sensitif gender.
b. Mengembangkan kegiatan advokasi, sosialisasi dan promosi pentingnya
sensitif gender dalam kegiatan penanggulangan bencana, termasuk
kesetaraan hak dan kewajiban antara perempuan dan laki-laki.
c. Mengembangkan tindakan yang positif untuk memfasilitasi akses yang
setara bagi perempuan maupun laki laki dalam menejemen dan
kepemimpinan penanggulangan bencana.

7. Peningkatan Citra PMI


a. Kegiatan pelayanan penanggulangan bencana perlu didukung kegiatan
publikasi dan promosi yang memadai sehingga keberhasilan dalam
pelaksanaannya akan memberikan kontribusi dalam peningkatan citra
positif PM.
b. Diseminasi dan sosialiasi/publikasi untuk membangun citra PMI harus
dilakukan terus menerus, baik pada saat sebelum saat kejadian
dan setelah bencana.
c. Dalam rangka meningkatkan citra dan image building, maka PMI
Provinsi / Kabupaten / Kota harus mempublikasikan seluruh kegiatan
pelayanan penanggulangan bencana yang telah dilaksanakan melalui
media cetak atau elektronik.
BAB III
RUANG LINGKUP KEGIATAN
PENANGGULANGAN BENCANA

Sesuai dengan siklus kejadian bencana, penyelenggaraan penanggulangan bencana


yang dilaksanakan oleh PMI terdiri atas 3 (tiga) tahapan, meliputi (1). Pra bencana
(Sebelum terjadi bencana), (2). Saat tanggap darurat; dan (3). Pascabencana.

A. Tahap Pra Bencana (Sebelum Terjadi Bencana)

1. Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada tahap pra bencana


meliputi:
a. dalam situasi tidak terjadi bencana; dan
b. dalam situasi terdapat potensi terjadinya bencana.

2. Kegiatan PMI dalam situasi tidak terjadi bencana, meliputi:


a. penilaian tingkat ancaman, kerentanan dan kapasitas;
b. analisis risiko, ancaman dan kerentanan bencana;
c. perencanaan penanggulangan bencana (rencana kontinjensi);
d. pemetaaan daerah rawan bencana;
e. advokasi dan sosialisasi tentang kesiapsiagaan bencana;
f. pendidikan dan pelatihan pengurus, staf dan relawan;
g. upaya-upaya nyata pengurangan risiko bencana dan adaptasi perubahan
iklim;
h. promosi perilaku siaga bencana;
i. pengembangan sekolah siaga bencana dan kampus siaga bencana;
j. pengembangan masyarakat siaga bencana;dan
k. gladi dan simulasi penanggulangan bencana.
l. Melakukan mitigasi dampak bencana :
Mitigasi dilakukan untuk mendorong masyarakat lokal agar memiliki
kapasitas dan kemandirian untuk mengurangi risiko bencana. Mitigasi
yang dilakukan lebih fokus pada mitigasi berskala kecil dengan
memanfaatkan sumber daya setempat. Namun bila diperlukan dan
adanya dukungan dari pihak donor maupun pemerintah, PMI dapat
melakukan mitigasi berskala besar.

3. Kegiatan PMI dalam situasi terdapat potensi bencana:


a. menyiapkan rencana operasi bencana;
b. melaksanakan sistem peringatan dini berbasis masyarakat;dan
c. melakukan mitigasi, khususnya mitigasi non struktural.
d. melaksanakan upaya kesiapsiagaan tanggap darurat bencana;
Upaya kesiapsiagaan PMI ini dilakukan untuk memastikan upaya yang
cepat, tepat dan terkoordinasi dalam menghadapi kejadian bencana,
antara lain melalui:
1) penyusunan dan simulasi tanggap darurat bencana melibatkan
semua stakeholder;
2) pengembangan SIB (Sistem Informasi Bencana) serta menfungsikan
DMIS (Disaster Management Information System) dengan baik.
3) Pengembangan sistem peringatan dini di Markas PMI maupun Sistem
Peringatan Dini berbasis masyarakat.
4) penyediaan dan penyiapan barang bantuan untuk pasokan
pemenuhan kebutuhan dasar;
5) pengorganisasian promosi perilaku siaga bencana, mencakup
penyuluhan, pelatihan, simulasi dan gladi tentang mekanisme
tanggap darurat;
6) membantu masyarakat dalam penentuan jalur-jalur evakuasi
maupun lokasi evakuasi yang paling aman, termasuk dalam
pembuatan rambu-rambu peringatan dini dan evakuasi;
7) penyusunan data akurat, informasi, dan pemutakhiran prosedur
tetap tanggap darurat bencana; dan
8) penyediaan dan penyiapan perlengkapan standart maupun sarana
tanggap darurat bencana yang digunakan oleh Tim SATGANA dan
SIBAT.

4. Kegiatan PMI pada pra bencana (sebelum terjadi bencana) dijabarkan


secara rinci dalam Petunjuk Teknis Kesiapsiagaan dan Pengurangan Risiko
Bencana.
B. Tahap Saat Bencana (Saat Terjadi Bencana)
Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada saat tanggap darurat yang
dilakukan PMI dengan memperhatikan kapasitas masing-masing serta situasi
dan dukungan stakeholder lainnyam, antara lain adalah :
1. Melakukan kegiatan assessment untuk mengkaji secara cepat dan tepat
terhadap tingkat kerugian dan kerusakan lokasi dan sumber daya.
2. Penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencana, mencakup
kegiatan;
a. pencarian dan penyelamatan korban;
b. pertolongan pertama; dan/atau
c. evakuasi korban.
3. Pemenuhan kebutuhan dasar, antara lain:
a. pelayanan air bersih dan sanitasi (watsan);
b. pangan;
c. sandang;
d. pelayanan kesehatan;
e. pelayanan dukungan sosial psikososial; dan
f. penampungan dan tempat hunian.
4. Perlindungan terhadap kelompok rentan; dan
5. Mendorong masyarakat agar mampu melakukan upaya pemulihan secara
mandiri.

Kegiatan PMI pada saat bencana dijabarkan secara rinci dalam Petunjuk
Pelaksanaan Tanggap Darurat Bencana.
C. Tahap Paska Bencana (Setelah Bencana)
Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada tahap pascabencana hanya
lebih fokus pada tahap pemulihan awal. PMI akan terlibat dalam kegiatan
recovery dan rekonstruksi fisik, bila ada dukungan dana dan dukungan teknis
yang memadai.
Kegiatan pemulihan yang dilaksanakan oleh PMI lebih banyak diarahkan untuk
mendorong agar masyarakat memiliki kapasitas untuk melakukan upaya
pemulihan secara mandiri, dengan cakupan kegiatan sebagai berikut :
1. Dukungan pemulihan dan penyedian air;
2. Kebersihan lingkungan wilayah yang dilanda bencana;
3. Promosi kesehatan paska bencana;
4. Dukungan sosial psikologis;
5. Pelayanan kesehatan dasar;
6. pelayanan pemulihan hubungan keluarga; dan
7. pemulihan awal dan rekonstruksi.

Kegiatan PMI pada paska bencana dijabarkan secara rinci dalam Petunjuk
Pelaksanaan Pemulihan, Rehabilitasi dan Rekonstruksi.
BAB IV
PENGORGANISASIAN SERTA
PEMBAGIAN WEWENANG, TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB

A. PENGORGANISASIAN

1. Pengorganisasian serta peran dan tanggungjawab PMI dalam


Penanggulangan Bencana merujuk pada ketentuan organisasi PMI
sebagaimana diatur dalam AD dan ART PMI, rencana strategi, Peraturan
Organisasi PMI Nomor 003/PO/PP PMI/I/2011 serta peraturan terkait
lainnya.

2. Penanggungjawab kegiatan pelayanan penanggulangan bencana PMI adalah


a. penanggungjawab umum adalah Ketua PMI di masing-masing tingkatan;
b. penanggungjawab operasional kegiatan pelayanan PB adalah ketua
bidang Penanggulangan Bencana di masing-masing tingkatan;
c. dalam hal penanggungjawab operasional sebagaimana dimaksud hurup
b tidak dapat melaksanakan tugas, maka Penanggungjawab Umum
dapat menunjuk unsur Pengurus lainnya.

3. Penanggungjawab operasional kegiatan pelayanan penanggulangan bencana


di tingkat Pusat adalah Ketua Bidang Penanganan Bencana yang dalam
pelaksanaannya sehari-hari dibantu oleh Divisi Penanggulangan Bencana
Markas Pusat PMI. Penanggungjawab pelaksanaan penanggulangan bencana
di tingkat Provinsi adalah Ketua Bidang Penanganan Bencana, atau
Sekretaris PMI Provinsi atau Anggota Pengurus PMI Provinsi yang ditunjuk,
yang dalam pelaksanaannya sehari-hari dibantu oleh Kepala Markas Provinsi
dan Kepala Bidang Penanganan Bencana.

4. PMI Kabupaten / Kota merupakan pelaku operasional terdepan dalam


pelayanan Penanggulangan Bencana. Penanggungjawab pelaksanaan
penanggulangan bencana di tingkat Kabupaten / Kota ini adalah Pengurus
Kabupaten / Kota PMI yang membidangi Penanggulangan Bencana, yang
dalam pelaksanaannya sehari-hari dibantu oleh Kepala Markas Kabupaten /
Kota / Kepala Seksi yang membidangi Penanggulangan Bencana.
B. WEWENANG SERTA TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB

1. Pengurus Pusat PMI

a. Wewenang Pengurus Pusat PMI


1) Menetapan Kebijakan Umum Penanggulangan Bencana PMI tingkat
Nasional. Kebijakan umum PMI tesebut antara lain mencakup:
a) Kebijakan pokok, strategi dan pendekatan penanggulangan
bencana yang diarahkan pada pencapaian sasaran dan tugas
pokok PMI;
b) Sistem, prosedur dan tata cara pengerahan, penggunaan dan
administrasi sumber daya yang berhasil diperoleh dari dalam
dan luar negeri untuk keperluan penanggulangan korban
bencana.
2) Menetapkan fokus peranan dan tugas PMI sesuai dengan tahapan
siklus bencana.
3) Menetapkan sistim, prosedur dan tata cara mobilisasi sumber-
sumber daya PMI, dan penyediaan sumber daya untuk
pembangunan tingkat kesiapsiagaan dan kapasitas tanggap darurat
maupun pemulihan dan rekonstruksi.

b. Tugas dan Tanggungjawab Pengurus Pusat PMI


1) Mengkoordinasikan sumber daya nasional, baik yang dimiliki oleh
PMI Pusat, PMI Provinsi maupun PMI Kab/ Kota untuk mendukung
kegiatan penanggulangan bencana.
2) Sosialisasi dan advokasi kepada pemerintah dan pemerintah daerah
serta para pemangku kepentingan lainnya.
3) Membangun kemitraan, komunikasi dan koordinasi dengan
pemerintah Pusat, IFRC, ICRC, PNSs, dunia usaha serta pihak-pihak
terkait, khususnya dengan instansi lintas sektoral di tingkat
nasional dan internasional.
4) Memberikan dukungan teknis kepada PMI Provinsi/ Kabupaten /
Kota tentang pelaksanaan kegiatan pelayanan baik pada upaya
kesiapsiagaan dan pengurangan risiko bencana, tanggap darurat
bencana maupun pemulihan, rehabilitasi dan rekonstruksi.
2. Pengurus Provinsi PMI
a. Wewenang Pengurus Provinsi PMI
1) Menjabaran Kebijakan Umum dalam bentuk Strategi Provinsi atau
Petunjuk Pelaksanaan Penanggulangan Bencana tingkat Provinsi.
2) Menentukan prioritas pelayanan penanggulangan bencana yang
harus di capai oleh PMI di tingkat Kabupaten / Kota.
3) Menjabarkan secara rinci pengarahan dan strategi Pengurus Pusat,
disesuaikan dengan situasi dan kondisi di Provinsi masing-masing.

b. Tugas dan Tanggungjawab Pengurus Provinsi PMI


1) Memberikan bimbingan dan arahan pelaksanaan pelayanan
penanggulangan bencana bagi PMI Kabupaten / Kota di wilayah
kerjanya, termasuk bantuan lintas Kabupaten / Kota.
2) Mengkoordinir sumber daya PMI Kabupaten / Kota lain di wilayah
kerjanya untuk mendukung operasi pelayanan penanggulangan
bencana PMI Kabupaten / Kota yang wilayahnya dilanda bencana.
3) Memberikan bantuan teknis operasional pelayanan penanggulangan
bencana kepada PMI Kabupaten / Kota di wilayah kerjanya.
4) Memberikan bantuan teknis kepada PMI Provinsi lainnya bilamana
diperlukan.
5) Sosialisasi dan advokasi kepada pemerintah daerah serta para
pemangku kepentingan lainnya di wilayah Provinsinya masing-
masing.
6) Membangun kemitraan, komunikasi dan koordinasi dengan
Pemerintah Daerah, Institusi/ lembaga/ Dinas serta pihak-pihak
terkait, termasuk dunia usaha untuk mendukung pelayanan
penanggulangan bencana di wilayah Provinsinya masing-masing.

3. Pengurus Kabupaten / Kota PMI


a. Wewenang Pengurus Kabupaten / Kota PMI
Dalam organisasi PMI, kedudukan PMI Kabupaten / Kota merupakan
pelaku operasional terdepan (kekuatan lapis pertama) dalam
penanggulangan bencana. Oleh karena itu, Pengurus PMI Kabupaten /
Kota berwenang:
1) menjabarkan strategi daerah menjadi rencana operasi/kegiatan
maupun petunjuk teknis; dan
2) mengembangkan rencana pelayanan, berkoordinasi dengan
lembaga/instansi terkait di tingkat Kota/Kabupaten.
b. Tugas dan Tanggungjawab Pengurus Kabupaten / Kota PMI
1) Menyiapkan dan membina kemampuan operasional pelayanan
penanggulangan bencana, mencakup kapasitas organisasi, sumber
daya, serta kapasitas dan kompetensi relawan (Tim Satgana, KSR
dan TSR, serta TSR SIBAT).
2) Menyiapkan sarana operasional penanggulangan bencana serta
sistim dan prosedur mobilisasinya.
3) Membina kemitraan, koordinasi dan komunikasi dengan Pemerintah
Kab/ Kota, Institusi/ lembaga/ Dinas serta pihak-pihak terkait,
termasuk dunia usaha untuk mendukung pelayanan penanggulangan
bencana di wilayah Kabupaten / Kota masing-masing.
4) Menyelenggarakan kegiatan operasional pelayanan tanggap darurat
bencana baik pada tahap sebelum, saat dan setelah bencana secara
tepat, profesional, terencana, terpadu dan menyeluruh sesuai
standar mutu.

4. Dalam kondisi darurat bencana wewenang penanggung jawab umum dan


penanggungajawab operasional PMI di masing-masing tingkatan meliputi:

a. Penanggung jawab umum:


1) menetapkan kebijakan operasi tanggap darurat berdasarkan rapat
pengurus;
2) mengawasi dan mengevaluasi pelaksanaan operasi tanggap darurat;
dan
3) meminta laporan hasil operasi tanggap darurat dari
Penanggungjawab Operasional.

b. Penanggung jawab operasional:


1) memimpin operasi tanggap darurat;
2) mengaktifkan posko;
3) mengorganisir dan mengkoordinir bantuan dari Internal PMI maupun
eksternal;
4) membangun jejaring dengan pihak yang memiliki relevansi dalam
pelayanan tanggap darurat bencana;
5) melakukan koordinasi dengan semua pihak yang terlibat; dan
6) membuat laporan pertanggung jawaban kegiatan/anggaran.
BAB V
SARANA DAN SUMBER DAYA

A. SARANA PENANGGULANGAN BENCANA

Dalam menyelanggarakan fungsi-fungsi tersebut diatas, PMI mengerahkan,


membangun, mengarahkan dan menggiatkan serta mengendalikan sarana
/prasarana sebagai berikut :
1. Personal;
2. Satuan Pelaksana;
3. Sarana / Fasilitas Medis /Sosial;
4. Sarana / Fasilitas Logistik;
5. Sarana / Fasilitas Administrasi;
6. Prasarana / Fasilitas Diklat;
7. Prasarana / Fasilitas Pengendalian.

B. SUMBER DAYA UNTUK PENANGGULANGAN BENCANA

1. Untuk mendukung pembiayaan serta operasionalisasi pelayanan


Penanggulangan Bencana PMI di semua tingkatan berkewajiban
menghimpun sumber sumber daya dan dana dari sumber sumber tertentu
untuk diteruskan kepada masyarakat diwilayah lain yang sedang tertimpa
bencana.
2. Dalam rangka ini PMI harus mampu menjaga kepercayaan masyarakat dan
harus membuktikan dirinya sebagai organisasi yang bekerja secara
bertanggung jawab, jujur dan berteguh pendirian memperhatikan dan
menolong korban bencana.
3. PMI harus mengatur langkah yang sederhana dengan prinsip bahwa setiap
sumbangan yang diberikan oleh masyarakat dan disalurkan lewat PMI harus
sampai ketangan para korban secara tepat dan cepat. Untuk itu perlu
dikembangkan system pertanggung jawaban secara jelas dan terbuka.
4. PMI harus menjaga dan meningkatkan citra di mata masyarakat sehingga
masyarakat akan makin mempercayakan sumbangan yang diserahkan
secara sukarela atas dasar kemanusiaan pada para korban bencana lewat
PMI.
BAB VI
PELAKSANAAN, PENGENDALIAN, DAN
PENGAWASAN OPERASI PENANGGULANGAN BENCANA

A. Pelaksanaan, pengendalian dan pengawasan operasi penanggulangan bencana


pada setiap tahapan diselenggarakan oleh PMI di masing-masing tingkatan.
Secara teknis operasional pelaksanaannya diatur dalam Petunjuk Pelaksanaan
tersendiri.

B. Posko Penanggulangan Bencana


Untuk mendukung operasi itu diperlukan Pos Komando Penanggulangan
Bencana (POSKO PB) PMI. Tata cara pembentukan Posko PB PMI, mekanisme
koordinasi dan tata kerja Posko PB PMI diatur dalam Petunjuk Pelaksanaan
tersendiri.

C. Sistem Peringatan Dini dan Komunikasi Informasi Tanggap Darurat


Peran PMI dalam sistem peringatan dini ini lebih menfokuskan pada upaya
membantu pemerintah dan masyarakat dalam hal memberikan informasi
bencana dan peringatan dini kepada masyarakat dan ikutserta membantu
memobilisasi masyakat agar setelah menerima informasi bencana segera
melakukan upaya-upaya kesiapsiagaan tanggap darurat maupun upaya-upaya
penyelamatan. Lingkup tugas dan peran PMI dalam Sistem Peringatan Dini
diatur dalam Petunjuk Teknis Sistem Peringatan Dini Berbasis Masyarakat.

D. Prosedur Administrasi dan Keuangan.


Pelaksanaan pelayanan Penanggulangan Bencana di setiap tahapannya, perlu
penanganan khusus kegiatan administrasi dan keuangan, antara lain berupa
pendokumentasian dan pencatatan keuangan, filling/arsip dan laporan
pertanggungjawaban. Mekanisme pengelolaan administrasi dan keuangan serta
tata cara pertanggungjawaban penanggulangan bencana di atur dalam Juknis
tersendiri.

E. Dukungan logistik
Dukungan logistik merupakan kebutuhan mutlak untuk mendukung pelaksanaan
pelayanan penanggulangan bencana. Dukungan ini berupa transportasi,
komunikasi, barang bantuan pembekalan dan penambahan satuan/sarana
lainnya. Dukungan logistik dalam penanggulangan bencana diatur dalam
Petunjuk pelaksanaan tersendiri.
F. Mobilisasi Sumber Daya
1. Kegiatan operasional penting yang lainya dalam penggulangan bencana
adalah pengerahan sumber daya. Sasaranya selalu diarahkan pada
masyarakat instansi yang memiliki sumber ( baik personal, material,
maupun financial) untuk di himpun oleh PMI dan kemudian disalurkan pada
keluarga/individu selaku korban bencana.
2. PMI di semua tingkatan berkewajiban melakukan upaya mobilisasi sumber
daya ini secara terpadu dan berkesinambungan melalui kemitraan dengan
pemerintah, lembaga donor, maupun dunia usaha disesuaikan dengan
situasi/ kondisi setempat. Markas Provinsi memberi pengarahan secara
strastegis, sedangkan Markas Pusat PMI merumuskan pelbagai pola yang
dapat diterapkan dalan negeri atau yang dapat dikembangkan khusus untuk
situasi luar negeri. Setiap program/kegiatan pengerahan sumber daya
harus dikoordinasikan dengan Pemerintah setempat (Menteri/ Gubernur /
Bupati atau Walikota)
3. Khusus untuk pengerahan sumber daya luar negeri adalah tanggung jawab
dan wewenang Pengurus Pusat dan pelaksanaanya dilakukan oleh Markas
Pusat PMI, berdasarkan prosedur IFRC, ICRC dan Peraturan Pemerintah
atau dokumen resmi lainnya.
4. Dalam tahapan sebelum dan setelah bencana, relawan PMI di mobilisasi
dalam wadah KSR dan TSR. Sedangkan dalam tahap Tanggap Darurat
Bencana, mobilisasi personal PMI baik Pengurus, Staff dan Relawan
dilakukan dalam wadah SATGANA maupun TSR SIBAT.

Terkait dengan mobilisasi relawan dalam operasional pelayanan


Penanggulangan Bencana, PMI di masing-masing tingkatan mengupayakan hal-
hal sebagai berikut:
1. Memastikan pembagian tugas sesuai dengan kapasitas dan kompetensinya
masing-masing;
2. Menyediakan perlengkapan selama penugasan (APD);
3. Memberikan perlindungan hukum;
4. Briefing bagi relawan tentang kondisi lapangan, safer access dan kode
perilaku, dan melakukan debriefing selasai penugasan;
5. Penyediaan fasilitas selama penugasan (akomodasi, personal hygiene);
6. Penanganan relawan spontan, relawan korban bencana;
7. Dukungan psikososial bagi relawan;
8. Pemenuhan hak-hak relawan selama penugasan, antara lain: asuransi,
transport, makan, pengobatan dan posko kesehatan;
9. Memberikan kesempatan yang sama bagi relawan perempuan maupun laki-
laki, termasuk pula memperhatikan aplikasi sensitivitas gender dalam
mobilisasi relawan;
10. Evaluasi kinerja relawan selama penugasan;
11. Koordinasi relawan dari luar wilayah bencana.
Mekanisme penggalangan dan pengerahan sumber daya dalam penanggulangan
bencana diatur dalam Petunjuk pelaksanaan tersendiri.
G. Promosi, Diseminasi dan Publikasi.
1. Setiap kegiatan penanggulangan bencana PMI, harus memberikan kontribusi
pada peningkatan citra PMI. Oleh karena itu, setiap kegiatan pelayanan
penanggulangan bencana harus didukung oleh kegiatan promosi, diseminasi
dan publikasi yang tepat dan efektif.

2. Cakupan tugas dan tanggungjawab PMI di masing-masing tingkatan harus


melakukan upaya-upaya sebagai berikut:
a. Pendokumentasian kegiatan penanggulangan bencana;
b. Publikasi kegiatan penanggulangan bencana secara internal dan
eksternal;
c. Advokasi terhadap pihak eksternal berkaitan dengan peran PMI dalam
penanggulangan bencana;
d. Peningkatan hubungan dengan media massa dan mitra lainnya;
e. Promosi untuk mendukung penggalangan dana;
f. Memastikan adanya identitas PMI yang jelas dan mudah dikenali, baik
pada barang bantuan, maupun dalam berbagai atribut (seragam,
barang bantuan, kendaraan dan pendukung lainnya).
BAB VII
PEMBINAAN

A. Umum

1. Pembinaan mencakup segala usaha, tindakan dan kegiatan yang


berhubungan dengan perencanaan, penyusunan pembangunan,
pengembangan, pengerahan, penggunaan serta pengendalian segala
sesuatu secara berdaya guna dan berhasil guna. Pembinaan ini meliputi
kegiatan melaksanakan atau menyelenggarakan pengaturan sesuatu,
supaya dapar dikerjakan dengan baik, tertib rapih dan seksama menurut
rencana/ program pelaksanaan (dengan ketentuan, petunjuk,
norma,sistem dan metode) secara berhasil guna dan berdaya guna
mencapai tujuan serta memperoleh hasil maksimal.

2. Aspek pembinaan yang khusus yang sesuai dengan tujuan penanggulangan


bencana yang harus dilakukan oleh PMI adalah:
a. Kapasitas dan kompetensi;
b. Penguatan Organisasi dan Kelembagaan;
c. Pengembangan Sumber Daya;
d. Peningkatan Citra;
e. Pembinaan Kepemimpinan;
f. Pembinaan jiwa korsa dan karakter;
g. Penanganan Teknologi Informasi;
h. Perencanaan Strategis;
i. Penelitian dan pengembangan.

B. Pembinaan Kapasitas dan Kompetensi

1. Membangun kapasitas markas untuk dapat memenuhi syarat minimal dalam


penanggulangan bencana sesuai dengan rencana kontijensi
2. Membangun kapasitas personil PMI di setiap tingkatan agar memiliki
kompetensi dalam penanggulangan bencana sesuai dengan rencana
kontijensi.
3. Peningkatan kompetensi dapat dicapai melalui berbagai cara sesuai
standarisasi pelatihan PMI, antara lain:
a. Pelatihan;
b. Orientasi;
c. Gladi operasi / Simulasi.
C. Penguatan Organisasi dan Kelembagaan

Pengurus PMI di masing-masing tingkatan berkewajiban melakukan pembinaan


kapasitas dan menejemen organisasi PMI, antara lain:
1. Penguatan struktur/mekanisme penanggulangan bencana baik sebelum,
pada saat maupun setelah.
2. Penguatan sistem pembinaan dan database relawan sesuai kompetensi
3. Menyiapkan sistem pengawasan dan evaluasi.
4. Memastikan semua pengurus, staff dan relawan memahami segala
pedoman, prosedur dan juklak/juknis PB

D. Pengembangan Sumber Daya

Pengurus PMI di masing-masing tingkatan berkewajiban melakukan


pengembangan sumber daya PMI, antara lain:
1. Menyiapkan sistem pelaporan baik pertanggungjawaban keuangan maupun
pelaporan kegiatan
2. Menetapkan prosedur penerimaan sumbangan, baik dalam bentuk dana,
barang atau bentuk lainnya
3. Menyiapkan sistem pengendalian internal keuangan yang sesuai dengan
kebutuhan operasional yang juga memenuhi aspek akuntabilitas dan
transparansi.
4. Membangun jejaring dan kemitraan dengan pihak pihak yang potensial
dapat membantu PMI dalam penanggulangan bencana baik sebelum, saat
maupun setelah.
5. Membangun hubungan yang baik dengan donor (donor relationship) yang
telah melakukan donasi melalui PMI sebelumnya. Hubungan ini dapat
dipelihara dengan cara:
a. Memberikan layanan informasi, termasuk akses informasi terhadap
organisasi, program penanggulangan bencana, mekanisme dan
perkembangan operasi bantuan
b. Menyediakan informasi/laporan pemanfaatan donasi.
c. Memberikan pengakuan (acknowledgement) terhadap donor dalam
bentuk terima kasih dan penghargaan, bahkan melakukan ekspose
bantuan yang diberikan apabila donor menginginkan/mengijinkan.
d. Menyiapkan database donor donor yang sudah pernah membantu PMI
di setiap tingkatan.
6. Memastikan semua sumber daya dalam kondisi siap dimobilisasi/siap pakai.
E. Peningkatan Citra

Pengurus PMI di masing-masing tingkatan berkewajiban melakukan pembinaan


peningkatan citra organisasi PMI, antara lain:
1. Pelatihan kepada para diseminator dan staff kehumasan.
2. Peningkatan kegiatan diseminasi kepalangmerahan
3. Peningkatan kegiatan advokasi kepada mitra kerja untuk memperoleh
dukungan
4. Penguatan akses eksternal yang mendukung pelaksanaan penanggulangan
bencana
5. Memastikan adanya dukungan efektif kehumasan PMI dalam promosi dan
publikasi kegiatan pelayanan penanggulangan PMI.

F. Pembinaan Kepemimpinan

Pengurus PMI di masing-masing tingkatan berkewajiban melakukan pembinaan


kepemimpinan anggota pengurus, staff dan relawan di wilayahnya, antara lain:
1. Meningkatkan kesadaran dan pemahaman terhadap mandat utama
organisasi;
2. Membangun komitmen bersama yang solid baik pengurus, staf maupun
relawan dalam penanggulangan bencana;
3. Menetapkan struktur dan pembidangan kepengurusan dalam
penanggulangan bencana yang kemudian diikuti pada tataran manajemen;
4. Proses pengambilan keputusan mengikuti prosedur yang sudah ditetapkan;
5. Membangun kerjasama tim yang baik antara pengurus, staf dan relawan.

G. Pembinaan Jiwa Korsa dan Karakter

1. Oleh karena kerja dalam lingkungan bencana memerlukan disiplin sikap


dan prilaku yang terampil, tanggap, trengginas, teladan dan peduli serta
beretika / berkarakter palang merah, maka diperlukan sekali pemupukan
jiwa korsa secara terus menerus dan berkelanjutan.
2. Upaya pembinaan ini menjadi tanggung jawab masing-masing Markas dan
diselenggarakan oleh Pembina/ pelatih PMI pada masing-masing tingkatan.
3. Pelaksanaanya dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip Palang Merah dan
dilakukan pada tiap kesempatan, baik dalam pelaksanaan tugas rutin,
maupun dalam pelaksanaan pendidikan/pelatihan maupun pada saat-saat
penugasan. Upaya ini dilaksanakan secara sadar, bermartabat, manusiawi
dan beretika palang merah.
4. Wahana dan sarana serta cara melakukan sepenuhnya dilaksanakan oleh
masing-masing pembina-pelatih. Pengurus dan staff memberi contoh
teladan bagaimana sebenarnya pemupukan ini dilakukan secara praktis
dengan sikap, tutur kata dan perilaku sepanjang bertugas dilingkungan PMI
maupun di masyarakat.
5. Beberapa sasaran yang perlu di capai, ialah antara lain:
a. Kepercayaan terhadap diri sendiri setiap petugas PMI (Pengurus,
Pembina, Pelatih, Anggota KSR dan TSR);
b. Kepercayaan kepada pimpinan;
c. Kepercayaan kepada kebenaran/ prinsip PMI.
6. Dalam pelaksanaan tugas kepalang merahan secara rutin, teknik yang
dipakai dapat berupa antara lain:
a. Penyelenggaraan pembinaan rohani;
b. Teknik kepemimpinan PMI;
c. Disiplin kerja;
d. Program Diklat PMI (pembinaan fisik/ mental/ sikap dan keterampilan).

7. Pengurus pada tiap tingkatan mengeluarkan pengarahan/kebijaksanaan


sesuai situasi dan kondisi serta wawasan Palang Merah Indonesia.

H. Penanganan Teknologi Informasi

1. Penanganan informasi mencakup pencarian, pengerahan, pengumpulan,


pengolahan, pencatatan, analisa dan pelaporan informasi. Seluruh
komponen informasi ini tentu perlu dibina dengan cermat dan tepat.
2. Upaya pengumpulan, penyusunan dan pencatatan serta pelaporan
informasi ini menjadi tugas dan tanggung jawab setiap unit pelaksana yang
dilibatkan secara operasional Markas PMI yang lebih tinggi bertanggung
jawab mengevaluasi dan menganalisa laporan dari satuan operasional PMI
itu.
3. Laporan dan evaluasi ini kemudian sesuai jaringan struktural dikirim ke
Markas Pusat setelah disaring oleh Markas Provinsi PMI.
4. Markas Pusat mengusahakan dan menyusun pola pembinaan informasi
bencana ini yang berlaku untuk seluruh PMI. Markas Provinsi menyiapkan
wahana dan sarana pokok untuk pengumpulan dan pengolahan informasi
tersebut di Provinsi. Markas Kabupaten / Kota melakukan dan menjalankan
sistim tersebut yang disesuaikan dengan sistim pencatatan, analisa dan
pelaporan BPBD setempat.

I. Perencanaan Strategis

Perencanaan strategis pelayanan penanggulangan bencana menjadi tanggung


jawab Pengurus PMI di masing-masing tingkatan dibantu oleh staf dari Markas
PMI yang bersangkutan.
J. Penelitian Dan Pengembangan

Kegiatan penelitian dan pengembangan dilakukan di masing-masing tingkatan


PMI untuk mengetahui kekuatan, kelemahan serta peluang dan tantangan
penyelenggaraan pelayanan penanggulangan bencana. Hasil hasil kegiatan
litbang PMI harus dijadikan sebagai umpan balik bagi upaya peningkatan dan
pengembangan penyelenggaraan pelayanan penanggulangan bencana di masa
yang akan datang

BAB IX
PENUTUP

Implementasi Petunjuk Pelaksanaan Penanggulangan Bencana ini memerlukan


komitmen, iktikat, niat serta rasa tanggungjawab dan pengabdian yang tinggi dari
seluruh unsur-unsur PMI, baik Pengurus, staf maupun relawannya.

Seluruh pihak diharapkan dapat memahami dan mendalami serta menjabarkannya


dalam panduan dan petunjuk yang lebih operasional dengan harapan agar mandat
utama yakni memenuhi kewajibannya dalam memberikan pelayanan
penanggulangan bencana secara cepat, tepat, terkoordinasi, transparan dan
akuntabel.

Dengan penerbitan Pedoman Penanggulangan Bencana ini, maka pedoman


penanggulangan bencana yang lama dinyatakan tidak berlaku lagi.

Semoga Allah SWT selalu memberikan kekuatan dan perlindungan-Nya, sehingga


upaya penanggulangan bencana oleh PMI di Indonesia selalu dapat terlaksana lebih
baik. Amin.

Ditetapkan di : Jakarta
Pada Tanggal : 30 Januari 2012

PENGURUS PUSAT
PALANG MERAH INDONESIA
KETUA UMUM,

M. JUSUF KALLA

Anda mungkin juga menyukai