Anda di halaman 1dari 32

BAB III

TUGAS KHUSUS

3.1 Judul
Menghitung Efisiensi Heat Exchanger 6-9 Redist Unit Crude Distiller & Gas
Plant Kilang Crude Distiller-V di PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit III Plaju
Sungai Gerong.

3.2 Latar Belakang


Peralatan utama yang ada pada Crude Distiller V (CD-V) terdiri atas sebuah
kolom flash, furnace dan kolom distilasi. Selain itu unit ini memiliki peralatan
penunjang yang memiliki peranan penting, seperti penukar panas (heat exchanger)
yang berfungsi untuk memanfaatkan panas yang digunakan untuk memanaskan
umpan dingin dari fluida panas, baik sebagai reboiler atau preheater.
Preheater adalah suatu alat penukar panas (heat exchanger) yang berfungsi
untuk memanaskan umpan sebelum dipanaskan lebih lanjut oleh furnace.
Penggunaan preheater disini selain untuk meningkatkan temperatur umpan yang
akan masuk ke furnace, juga untuk menghemat energi atau bahan bakar serta
meringankan beban kerja dari furnace.
Pertama umpan berupa Crude Oil dibagi menjadi dua aliran. Aliran pertama
dibagi kembali menjadi dua aliran, dimana stream preheater 1 melalui HE 6-1/2,
HE 6-3/7A, HE 6-4, HE 6-8 dan HE 6-5A/6A sedangkan stream preheater II
melalui HE6-5B/6B/7B dan HE6-1/2/3. Kedua stream yang telah dipanaskan
tersebut di mix dan dialirkan sebagai umpan Flash Kolom. Fasa gas dari kolom
flash masuk sebagai umpan kolom 1-1 dan fasa cairnya dipanaskan dengan
menggunakan Furnace F1C1 kemudian digunakan sebagai umpan kolom 1-1.
Aliran kedua yang berupa crude oil melewati HE 6-7/8/9/10 dengan media
pemanas berupa Long Residue. Crude Oil dalam Preheater dialirkan melalui tube
sedangkan untuk fluida pemanasnya dilewatkan melalui shell. Kemudian umpan
tersebut dipanaskan menggunakan Furnace F1C1. Setelah mengalami pemanasan
aliran masuk juga sebagai umpan Kolom 1-1.

53
54

3.3 Tujuan
Adapun tujuan dari tugas khusus ini adalah sebagai berikut :
1. Menghitung Efisiensi Heat Exchanger 6-9 Redist pada Crude Distiller V di unit
CD & GP PT. Pertamina (Persero) RU III Plaju-Sungai Gerong.
2. Mengetahui kondisi dari alat Heat Exchanger 6-9 Redist pada Crude Distiller V
di unit CD & GP PT. Pertamina (Persero) RU III Plaju-Sungai Gerong secara
aktual berdasarkan faktor pengotor (Rd) dan Pressure Drop.

3.4 Manfaat
Adapun Manfaat dari tugas khusus ini adalah sebagai berikut :
1. Memberikan informasi serta masukan kepada Industri mengenai kondisi kinerja
alat HE 6-9 pada Crude Distiller V unit CD & GP di PT. Pertamina (Persero)
RU III Plaju-Sungai Gerong yang dilakukan melalui perhitungan manual
berdasarkan data kondisi design dan actual dengan menggunakan metode Kern.
2. Mengaplikasikan ilmu yang didapat selama proses pembelajaran di bangku
kuliah dalam skala Industri, khususnya pada Crude Distiller V di unit CD & GP
PT. Pertamina (Persero) RU III Plaju-Sungai Gerong.

3.5 Ruang Lingkup dan Batasan Masalah


Untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas dan menyeluruh mengenai
pembahasan tugas khusus ini, penulis memberikan batasan ruang lingkup
pembahasan, untuk menghindari agar pembahasan tidak menyimpang dari
permasalahan yang diangkat.
Ruang lingkup dalam tugas khusus ini yaitu hanya mengenai Efisiensi alat HE
6-9 Redist Unit CD & GP Kilang CD V di PT. Pertamina (Persero) RU III Plaju
Sungai Gerong.

3.6 Tinjauan Pustaka


3.6.1 Pengertian Perpindahan Panas
Panas adalah salah satu bentuk energi yang dapat dipindahkan dari suatu
tempat ke tempat lain. Proses perpindahan panas ini yang terjadi pada suatu fluida
55

proses merupakan salah satu bagian yang sangat penting dalam proses industri
kimia. Perpindahan panas adalah ilmu yang berkaitan dengan laju perpindahan
panas antara fluida panas dengan fluida dingin yang disebut source and receiver
(Kern, 1983).
Perpindahan panas terjadi bila dua buah benda mempunyai suhu yang berbeda
mengalami kontak secara langsung maupun tidak langsung, maka panas dari benda
yang suhunya tinggi mengalir ke benda yang suhunya lebih rendah. Mekanisme
perpindahan panas ini disebabkan karena perbedaan temperature antara fluida yang
satu dengan fluida yang lain, baik perpindahannya secara konduksi, konveksi
maupun radiasi (Kern, 1983).

3.6.2 Macam macam Proses Perpindahan Panas


Proses perpindahan panas yang terjadi di dalam proses-proses kimia dapat
berlangsung dengan tiga cara yaitu :

3.6.2.1 Perpindahan Panas Secara Konduksi


Perpindahan panas secara konduksi adalah proses perpindahan panas dimana
panas mengalir dari daerah yang bertemperatur tinggi (T1) ke daerah yang
bertemperatur rendah (T2) dalam suatu media (padat, cair atau gas) atau antara
media-media yang berlainan dan bersinggungan secara langsung sehingga terjadi
pertukaran energi dan momentum (Holman, 1986).

Sumber: Perry's Chemical Engineers' Handbook, 1999


Gambar 3.1 Perpindahan panas secara konduksi
56

3.6.2.2 Perpindahan Panas Secara Konveksi


Perpindahan panas secara konveksi adalah perpindahan panas yang terjadi
dari suatu tempat ke tempat lain dengan disertai adanya gerakan atau aliran partikel
dari bagian panas ke bagian dingin secara fisis (Holman, 1986).

Sumber: Holman, 1986


Gambar 3.2 Perpindahan panas secara konveksi
Menurut cara menggerakkan alirannya, perpindahan panas secara konveksi
diklasifikasikan menjadi dua jenis yaitu:
1. Konveksi bebas (natural convection)
Konveksi bebas (natural convection) adalah proses perpindahan panas yang
berlangsung secara alamiah, dimana perpindahan panas molekul-molekul
dalam zat yang dipanaskan terjadi dengan sendirinya tanpa adanya tenaga
dari luar (Holman, 1986).
2. Konveksi paksa (forced convection)
Konveksi paksa (forced convection) adalah proses perpindahan panas yang
terjadi karena adanya tenaga dari luar, misalnya pengadukan. Jika dalam
suatu alat dikehendaki pertukaran panas, maka perpindahan panas terjadi
secara konveksi paksa karena laju panas yang dipindahkan naik dengan
adanya aliran atau pengadukan (Holman, 1986).
57

3.6.2.3 Perpindahan Panas Secara Radiasi


Radiasi adalah istilah yang digunakan untuk perpindahan energi panas melalui
ruang oleh gelombang elektromagnetik. Perambatan gelombang elektromagnetik
dapat berlangsung baik dalam suatu medium maupun dalam ruang hampa
(vacuum) (Holman, 1986).
Jika radiasi berlangsung melalui ruang hampa, maka partikel partikel tidak
ditransformasikan menjadi kalor atau bentuk lain dari energi, dan tidak pula
terbelok dari lintasannya. Tetapi sebaliknya, apabila terdapat zat pada lintasannya,
maka radiasi akan terjadi transmisi, refleksi, dan absorpsi.

Sumber: Holman, 1986


Gambar 3.3 Perpindahan panas secara radiasi

3.6.3 Pengertian Heat Exchanger

Heat Exchanger adalah alat yang digunakan untuk memindahkan panas dari
sistem ke sistem lain tanpa perpindahan massa dan bisa berfungsi sebagai pemanas
maupun sebagai pendingin. Dalam proses industri, perpindahan panas antara dua
fluida umumnya menggunakan peralatan Heat Exchanger. Fluida panas dan fluida
dingin tidak saling berkontakan satu sama lainnya tetapi dipisahkan oleh dinding
tabung atau permukaan datar atau melengkung (Geankoplis, 1993).

Heat Exchanger digunakan sebagai pemanas pendahuluan (preheater)


sebelum umpan (crude oil) masuk dalam furnace dengan menggunakan residu
sebagai media pemanasnya. Pemanasan pendahuluan (preheater) digunakan untuk
mengurangi biaya operasional penyediaan bahan bakar, serta mengurangi beban
energi yang digunakan furnace untuk memanaskan fluida (Kern, 1983).
58

3.6.4 Jenis jenis alat penukar panas


3.6.4.1 Jenis-jenis alat penukar panas berdasarkan penggunaaanya
1. Preheater
Alat penukar kalor ini digunakan untuk mentransfer panas dari fluida
bersuhu tinggi ke fluida bersuhu rendah dengan tujuan untuk memanaskan
fluida yang akan masuk ke furnace agar kerja furnace lebih ringan (Sitompul,
1993).
2. Condensor
Alat penukar kalor ini digunakan untuk mendinginkan atau
mengembunkan uap atau campuran uap, sehingga berubah fase menjadi
cairan (terkondensasi) uap atau campuran uap tersebut akan mentransfer
panasnya kepada media pendingin yang biasa digunakan yaitu air (Sitompul,
1993).
3. Reboiler
Alat penukar kalor ini bertujuan mendidihkan kembali (re-boil) serta
menguapkan sebagian cairan yang diproses. Adapun media pemanas yang
sering dipergunakan adalah steam atau uap panas yang sedang diproses itu
sendiri (Sitompul, 1993).
4. Cooler
Alat penukar kalor ini digunakan untuk menurunkan temperatur fluida (cair
atau gas) hingga mencapai temperatur tertentu dengan menggunaan air
sebagai media pendinginnya (Sitompul, 1993).
5. Chiller
Alat penukar kalor ini digunakan untuk mendinginkan fluida hingga pada
temperatur yang sangat terendah. Temperatur pendingin didalam chiller jauh
lebih rendah bila dibandingkan dengan Cooler. Media pendingin yang
digunakan oleh chiller berupa air, propane, freon, ataupun ammonia
(Sitompul, 1993).
6. Evaporator
Alat ini digunakan untuk menguapkan fluida cair dengan menggunakan
suatu media pemanas (steam) atau media pemanas lainnya (Sitompul, 1993).
59

7. Furnace
Alat ini digunakan bertujuan untuk menaikan suhu umpan sampai
temperatur tertentu sebelum diproses lebih lanjut pada kolom Crude Distiller
Unit (CDU), High Vacuum Unit (HVU), dan Riser Fluidized Catalytic
Cracking Unit (RFCCU), (Sitompul, 1993).

3.6.4.2 Klasifikasi Heat Exchanger Berdasarkan Bentuk


1. Double Pipe Exchanger
Double pipe exchanger atau concentric pipe exchanger merupakan peralatan
heat exchanger yang paling sederhana yang hanya terdiri atas pipa besar dan kecil
yang disusun secara konsentris (Geankoplis, 1993).

Sumber: Geankoplis, 1993


Gambar 3.4 Laju alir di dalam double pipe exchanger

Aliran fluida masuk ke dalam pipa satu dan fluida lainnya masuk dalam ruang
annular antara dua pipa. Aliran fluida bisa secara co-current (aliran searah) atau
countercurrent (aliran berlawanan arah). Double pipe exchanger dapat dibuat dari
sepasang pipa tunggal panjang dengan fitting di ujung atau dari sejumlah pasangan
yang saling berhubungan secara seri. Jenis exchanger ini digunakan untuk fluida
yang berlaju aliran kecil. Double pipe exchanger, terdiri dari suatu pipa besar (shell)
yang berisi sebuah pipa berukuran lebih kecil (tube). Jenis ini dapat digunakan
untuk mendinginkan atau memanaskan fluida proses. (Geankoplis, 1993).
60

2. Shell and Tube Exchanger


Shell and tube exchanger merupakan heat exchanger yang terdiri dari suatu
pipa besar yang berisi sejumlah tube yang lebih kecil. Shell and tube exchanger
merupakan peralatan heat exchanger yang paling banyak digunakan pada industri
proses, dikarenakan jenis ini mampu menerima laju alir fluida umpan dalam jumlah
yang besar dan bersifat kontinyu (Geankoplis, 1993).

Sumber: Geankoplis, 1993

Gambar 3.5 Shell and tube heat exchanger: (a) 1 shell pass and 1 tube pass
(1-1 exchanger); (b) 1 shell pass and 2 tube passes (1-2 exchanger).

Shell and tube exchanger pada gambar 3.5 merupakan tipe 1 shell pass dan 1
tube pass, atau 1-1 counterflow exchanger. Fluida dingin yang masuk akan
mengalir melalui semua tabung secara parallel dalam 1 tube pass. Jenis ini dapat
digunakan untuk mendinginkan atau memanaskan fluida proses.

3. Plate and Frame Exchanger


Merupakan heat exchanger yang terdiri atas pelat-pelat dan bingkai yang
tegak lurus, bergelombang, atau profil lainnya. Pemisah antara tiap pelat tegak lurus
dipasang penyekat lunak (biasanya terbuat dari karet). Pelatpelat dan sekat
tersebut disatukan oleh suatu perangkat penekan yang pada setiap sudut pelat
61

(kebanyakan segi empat) terdapat lubang pengalir fluida. Melalui dua dari lubang
ini, fluida dialirkan masuk dan keluar pada sisi yang lain, sedangkan fluida yang
lain mengalir melalui lubang dan ruang pada sisi sebelahnya karena ada sekat
(Hartono, 2008).

Sumber: Geankoplis, 1993


Gambar 3.6 Penukar panas jenis Plate and Frame

3.6.5 Tipe Penukar Panas


3.6.5.1 Direct
Pada peralatan tipe direct, kedua fluida yang akan dipertukarkan panasnya
bercampur menjadi satu. Fluida yang panas akan bercampur secara langsung
dengan fluida dingin (tanpa adanya pemisah) dalam suatu bejana atau ruangan
tertentu (Sitompul, 1993).
62

3.6.5.2 Indirect
Pada peralatan tipe indirect, kedua fluida yang akan dipertukarkan panasnya
tidak bersentuhan langsung sehingga perpindahan panasnya terjadi melalui dinding
pemisah, berupa media perantara seperti pipa, pelat atau peralatan jenis lainnya
(Sitompul, 1993).

3.6.6 Jenis-jenis Aliran


Berdasarkan konfigurasi arah aliran, maka alat penukar panas dapat
dikategorikan pada tiga jenis konfigurasi aliran yaitu:

3.6.6.1 Aliran Sejajar (Co current flow / parallel flow)


Pertukaran panas pada jenis aliran ini yaitu, kedua fluida (dingin dan panas)
masuk pada sisi penukar panas yang sama, kemudian mengalir dengan arah yang
sama dan keluar pada sisi yang sama pula. (Ti) merupakan fluida panas masuk
sedangkan (ti) merupakan fluida dingin yang masuk. Kedua fluida tersebut akan
kontak pada jarak disepanjang heat exchanger dan keluar pada jalur yang sama,
namun temperatur kedua fluida tersebut akan berbeda dari temperatur sebelum
masuk ke heat exchanger dikarenakan fluida panas yang masuk akan mentransfer
panasnya kepada fluida yang temperaturnya lebih rendah saat masuk (Cabe, 1993).

Sumber: Mc.Cabe,1993
Gambar 3.7 Co-current flow
Keterangan :

To = Fluida panas yang keluar (0C)


Ti = Fluida panas yang masuk (0C)
to = Fluida dingin yang keluar (0C)
ti = Fluida dingin yang masuk (0C)
63

3.6.6.2 Aliran Berlawanan Arah (Counter current flow)


Pertukaran panas pada jenis aliran ini yaitu, kedua fluida (dingin dan panas)
masuk pada sisi penukar panas yang berlawanan arah, kemudian mengalir dengan
arah yang berlawanan dan keluar pada sisi yang berbeda. (Ti) merupakan fluida
panas masuk sedangkan (ti) merupakan fluida dingin yang masuk. Kedua fluida
tersebut akan kontak pada jarak disepanjang heat exchanger dan keluar pada jalur
yang berlawanan arah, namun temperatur kedua fluida tersebut akan berbeda dari
temperatur sebelum masuk ke heat exchanger dikarenakan fluida panas yang masuk
akan mentransfer panasnya kepada fluida yang temperaturnya lebih rendah saat
masuk (Cabe, 1993).

Sumber:.Cabe,1993
Gambar 3.8 Counter current flow
Keterangan :
To = Fluida panas yang keluar (0C)
Ti = Fluida panas yang masuk (0C)
to = Fluida dingin yang keluar (0C)
ti = Fluida dingin yang masuk (0C)

Pada shell and tube Heat Exchanger, fluida yang satu mengalir dalam pipa-
pipa kecil (tube) dan fluida yang lain mengalir melalui selongsong (shell).
Perpindahan panas dapat terjadi di antara kedua fluida, dimana panas akan mengalir
dari fluida bersuhu lebih tinggi ke fluida bersuhu lebih rendah (Geankoplis, 1993).
64

Diameter shell standar yang digunakan yaitu kurang dari 23 in, sesuai
dengan American Society for Testing and Material (ASTM). Namun ukuran
tersebut bukanlah menjadi standar wajib yang digunakan oleh heat exchanger pada
industri, dikarenakan ukuran shell pada heat exchanger harus menyesuaikan
kondisi dari fluida yang digunakan. Jarak antara baffle (pusat ke pusat) adalah baffle
pitch, atau baffle spacing (Cabe, 1993).

Sumber: Cabe, 1993


Gambar 3.9 Heat exchanger berlawanan arah 1-1 (Single-pass)
Keterangan:
A. baffle
B. tubes
C. guide rods
D. tube sheets
E. spacer tubes

Aliran fluida dalam shell and tube Heat Exchanger pada umumnya adalah
paralel atau berlawanan. Untuk membuat aliran fluida dalam shell and tube Heat
Exchanger menjadi cross flow biasanya ditambahkan penyekat atau baffle. Aliran
cross flow yang didapat dengan menambahkan baffle akan membuat luas kontak
fluida dalam shell dengan dinding tube makin besar, sehingga perpindahan panas
di antara kedua fluida meningkat. Selain untuk mengarahkan aliran agar menjadi
cross flow, baffle juga berguna untuk menjaga supaya tube tidak melengkung
(berfungsi sebagai penyangga) dan mengurangi kemungkinan adanya vibrasi atau
getaran oleh aliran fluida.
65

Shell and Tube Exchanger sejauh ini paling umum digunakan untuk proses
perpindahan panas di industri kimia. Keuntungan yang diperoleh dari heat
exchanger jenis ini adalah :
a) Konfigurasinya memberikan luas permukaan yang besar dengan volume
yang kecil
b) Secara mekanis, bentuknya cocok untuk proses bertekanan
c) Teknik pembuatannya lebih mudah
d) Lebih mudah dibersihkan
e) Prosedur perancangannya mudah
f) Dapat digunakan untuk berbagai jenis bahan proses
g) Dapat dibuat dari berbagai jenis bahan

3.6.7 Komponen-komponen Utama Shell and Tube Heat Exchanger


3.6.7.1 Shell
Shell adalah bagian tengah pada alat penukar panas dan merupakan wadah
atau tempat untuk tube. Celah antara shell and tube merupakan tempat mengalirnya
fluida yang menerima atau melepaskan panas, sesuai dengan proses yang terjadi
(Kern, 1983).

3.6.7.2 Tube
Komponen alat yang dialiri fluida lainnya, yang dindingnya merupakan lintas
pertukaran panas. Berkas tube, dirangkum oleh Tube sheet, dan tersusun dalam
pola segitiga (triangular), pola bujur sangkar (square) atau pola diagonal (diagonal
square) (Kern, 1983).

1. Susunan Tube
Komponen untuk melepas atau menerima panas dari suatu alat penukar panas
yang dipengaruhi oleh besarnya luas permukaan (heating surface) dimana besarnya
suatu luas permukaan tergantung dari panjang, ukuran dan jumlah tube. Susunan
dari tube mempengaruhi besarnya penurunan tekanan aliran fluida dalam shell.
a. Tube dengan susunan bujur sangkar (square pitch)
66

Tube dengan tipe seperti ini sangat cocok digunakan untuk kondisi yang
memerlukan beda tekan (pressure drop) rendah, cocok digunakan untuk
fluida yang mengandung kotoran sedikit kotoran, serta mudah untuk
dilakukan proses pembersihan luar tube secara mekanik, namun jenis tube ini
memiliki film coefficient yang relatif rendah (Sitompul, 1993).

Sumber : Kern, 1983


Gambar 3.10 Tube dengan susunan bujur sangkar (square pitch)

b. Tube dengan susunan segitiga (trianguler pitch)


Tube dengan tipe seperti ini sangat cocok digunakan untuk kondisi yang
memerlukan beda tekan (pressure drop) sedang hingga tinggi, cocok
digunakan untuk fluida yang mengandung pengotor berupa senyawa besi
(iron fouling), serta dapat dibuat jumlah tube yang lebih banyak dibandingkan
tube dengan susunan bujur sangkar (square pitch). Pembersihan tube dapat
dilakukan dengan proses kimia (Sitompul, 1993).

Sumber : Kern, 1983


Gambar 3.11 Tube dengan susunan segitiga (trianguler pitch)

c. Tube dengan susunan bujur sangkar yang diputar 450 (square pitch rotate)
67

Tube dengan tipe seperti ini sangat cocok digunakan untuk kondisi yang
memerlukan beda tekan (pressure drop) rendah, cocok digunakan untuk
fluida yang mengandung sedikit kotoran, serta mudah untuk dilakukan proses
pembersihan luar tube secara mekanik, namun jenis tube ini memiliki film
coefficient yang relatif rendah jika dibandingkan dengan tube bersusun jenis
square pitch dan triangular pitch (Sitompul, 1993).

Sumber : Kern, 1983


Gambar 3.12 Tube dengan susunan bujur sangkar diputar 45o

3.6.7.3 Baffle
Komponen ini merupakan lempengan logam yang dipasang secara tegak lurus
terhadap poros shell dan berfungsi untuk mengatur pola aliran fluida dalam shell,
dengan tujuan untuk dapat memperbaiki kontak antara fluida dalam shell dengan
tube nya, sehingga pertukaran panas yang terjadi dapat berlangsung lebih sempurna
(Holman, 1986).
Baffle atau sekat-sekat yang dipasang pada alat penukar kalor mempunyai
beberapa fungsi, yaitu :
1. Struktur untuk menahan tube-bundle.
2. Damper untuk menahan atau mencegah terjadinya getaran (vibration) pada
tubes.
3. Sebagai alat untuk mengontrol dan mengarahkan aliran fluida yang
mengalir di luar tubes (shell side).
Fungsi diatas selalu menyatu pada setiap pemasangan baffles, namun ada
kalanya satu sama lainnya harus diperketat persyaratannya demi tujuan-tujuan yang
68

khusus (Sitompul, 1993). Ditinjau dari segi konstruksi, sekat itu dapat
diklasifikasikan dalam 4 kelompok, yaitu :
1. Sekat pelat berbentuk segment (segment baffles plate)
2. Sekat batang (rod baffles)
3. Sekat mendatar (longitudinal baffles)
4. Sekat impingement (impingement baffles)

Biasanya jenis sekat ini dipergunakan secara terpisah, namun dalam hal
keperluan khusus, dapat dikombinasikan jenis yang sama dengan hal yang lain.
Baffle spacing memiliki jarak yang biasanya tidak lebih besar dari diameter dalam
shell atau lebih sama dengan seperlima diameter dalam shell (Sitompul, 1993).

3.6.7.4 Nozzle
Komponen alat ini merupakan saluran masuk dan keluar fluida kedalam shell
dan kedalam tube.

3.6.8 Dasar Pertimbangan Fluida yang Mengalir di bagian Shell dan Tube
1. Fluida yang kotor selalu melalui bagian yang mudah dibersihkan, yaitu
melalui tube, terutama jika tube bundle bisa diambil. Tapi dapat melalui
shell, bila kotorannya mengandung banyak coke, maka harus melalui shell
karena lebih mudah dibersihkan.
2. Fluida yang cepat memberikan kotoran, tekanan tinggi, korosif dan air
selalu melalui tube tahan terhadap tekanan tinggi dan biaya pemeliharaan
tube lebih mudah dibersihkan.
3. Fluida dalam bentuk campuran non condensable gas melalui Tube agar non
condensable gas tidak terjebak.

Fouling factor (Rd)


Fouling factor adalah suatu angka yang menunjukkan hambatan akibat
adanya kotoran yang terbawa oleh fluida yang mengalir dalam heat exchanger,
yang melapisi bagian dalam dan luar tube. Fouling factor berpengaruh terhadap
proses perpindahan panas, karena pergerakannya terhambat oleh deposit atau
69

pengotor. Fouling factor ditentukan berdasarkan harga koefisien perpindahan panas


menyeluruh untuk kondisi bersih dan kotor pada alat penukar panas yang
digunakan. Apabila nilai fouling factor hasil perhitungan lebih besar dari nilai
fouling factor desain maka perpindahan panas yang terjadi didalam alat tidak
memenuhi kebutuhan prosesnya dan harus segera dibersihkan baik secara mekanik
maupun dengan proses kimia (Kreith, 1973).
Nilai fouling factor dijaga agar tidak melebihi nilai fouling factor desainnya
agar alat heat exchanger dapat mentransfer panas lebih besar untuk keperluan
prosesnya. Perhitungan fouling factor berguna dalam mengetahui apakah terdapat
kotoran di dalam alat dan kapan harus dilakukan pencucian.
Fouling dapat terjadi dikarenakan adanya :
1. Pengotor berat (hard deposit), yaitu kerak keras yang berasal dari hasil
korosi atau coke keras.
2. Pengotor berpori (porous deposit), yaitu kerak lunak yang berasal dari
dekomposisi kerak.

Faktor yang menyebabkan terjadinya fouling pada alat heat exchanger adalah:
1. Kecepatan aliran fluida
2. Temperatur fluida
3. Temperatur permukaan dinding Tube
4. Fluida yang mengalir di dalam dinding Tube

Pencegahan fouling dapat dilakukan dengan tindakan tindakan sebagai


berikut :
1. Menggunakan bahan konstruksi yang tahan terhadap korosi.
2. Menekan potensi fouling, misalnya dengan melakukan penyaringan.

Pressure Drop (P)


Pressure drop merupakan penurunan tekanan yang terjadi pada tube dan shell.
Pressure drop sangat penting pada alat penukar panas karena berhubungan erat
dengan laju alir fluida dingin maupun fluida panas. Karena semakin tinggi Pressure
70

Drop mengindikasikan banyak terjadinya fouling dan hal ini membuat laju alir
fluida yang mengalir pada tube atau shell akan menurun dari kondisi desain
(Kreith,1973).
Dengan menurunnya laju alir fluida pada alat penukar panas memerlukan
lebih banyak pompa untuk meningkatkan flow ratenya, hal ini sangat tidak
diinginkan dari segi ekonomi.

3.7 Pemecahan Masalah


Heat Exchanger 6-9 pada Crude Distiller V di unit CD & GP Kilang CD
V di PT. Pertamina (Persero) RU III Plaju Sungai Gerong merupakan suatu alat
penukar panas yang digunakan untuk memanaskan crude oil dengan media
pemanasnya berupa long residue. Untuk menghitung nilai fouling factor dan
efisiensi HE 6-9 dilakukan dengan beberapa tahap penyelesaian.

3.7.1 Pengumpulan Data


Pengumpulan data-data yang dibutuhkan untuk perhitungan dilakukan dengan
meninjau kondisi operasi Heat Exchanger 6-9 Redist di Crude Distiller V di ruang
kontrol PT. Pertamina RU III di bagian CD & GP Kilang CD V di PT. Pertamina
(Persero) RU III Plaju Sungai Gerong. Adapun data-data yang diambil adalah
sebagai berikut :
1. flowrate inlet (W) untuk long residu di control room
2. flowrate inlet (w) untuk crude oil di control room
3. spesific gravity untuk long residu di control room
4. spesific gravity untuk crude oil di control room
5. Temperatur inlet (T1) dan outlet (T2) untuk long residu di lapangan
6. Temperatur inlet (t1) dan outlet (t2) untuk crude oil di lapangan

3.7.2 Metode Perhitungan


Mengerjakan perhitungan dengan Metode Kern, yaitu sebagai berikut :
a. Perhitungan Neraca Panas (Heat Balance)

Q = W x Cp x (T1 T2) = w x cp x (t2 t1)


71

Dimana :
Q = Kalor jenis (Btu/hr)
W = Laju alir fluida panas (lb/hr)
W = Laju alir fluida dingin (lb/hr)
Cp = Kapasitas panas fluida panas (Btu/lb 0F) (Gambar C.2)
cp = Kapasitas panas fluida dingin (Btu/lb 0F) (Gambar C.2)
T1 = Temperatur fluida panas masuk (0F)
T2 = Temperatur fluida panas keluar (0F)
t1 = Temperatur fluida dingin masuk (0F)
t2 = Temperatur fluida dingin keluar (0F)

a. Perhitungan Log Mean Temperature Different (LMTD) dan t


Untuk alat penukar panas aliran counter flow, beda temperatur rata-rata
dihitung dengan beda temperatur rata-rata logaritmik

T1 t2 T2 t1
LMTD = T t
ln 1 2
T2 t1

t = LMTD x Ft

Dimana :
t = Beda Temperatur Rata-Rata
LMTD = Beda Temperatur Rata-Rata Logaritmik.
Ft = Faktor Koreksi (Fig. 18 Kern (1983) Hal. 828)

b. Perhitungan Temperatur Kalorik (Tc dan tc)


Temperatur kalorik diartikan sebagai temperatur rata-rata fluida yang
terlibat dalam pertukaran panas.

Tc = T2 + Fc (T1 T2)
tc = T1 + Fc (t2 t1)

Harga Kc dan Fc didapat berdasarkan (Fig. 17 Kern (1983) Hal. 827)


72

c. Perhitungan Flow area


Flow area merupakan luas penampang yang tegak lurus arah aliran
1. Shell side
as = ID x C x B / (144 x PT)
Dimana :
ID = Inside diameter (in)
C = Jarak antara Tube (in)
B = Jarak Baffle (in)
PT = Tube pitch (in)

2. Tube side
at = NT x at / (144 x n)
Dimana :
NT = Jumlah Tube
at = Internal area (Tabel 10 Kern (1983) Hal. 843)
n = Jumlah Tube passes

d. Perhitungan Mass Velocity


Kecepatan massa merupakan perbandingan laju alir dengan flow area
1. Shell side
Gs = W / as
Dimana :
Gs = Mass Velocity (lb/hr.ft2)
W = Laju alir fluida panas (lb/hr)
as = Flow area (ft2)

2. Tube side
Gt = w / at
Dimana :
Gt = Mass Velocity (lb/hr.ft2)
W = Laju alir fluida dingin (lb/hr)
as = Flow area (ft2)
73

e. Perhitungan Reynold Number


Reynold number menunjukkan tipe aliran fluida di dalam pipa
1. Shell side
Res = De x Gs/
Dimana :
De = Equivalent diameter (ft)
Gs = Mass Velocity (lb/hr.ft2)
= Viskositas fluida pada suhu tc (J.G Maxwell (1950) Hal 165)

2. Tube side
Ret = D x Gt /
Dimana :
D = Inside diameter (ft)
Gt = Mass velocity (lb/hr ft2)
= Viskositas fluida pada suhu tc

f. Perhitungan Heat Transfer Factor (JH)


1. Shell side
Nilai JH untuk sisi Shell dapat diketahui dari (Fig. 28 Kern Hal. 838)
2. Tube side
Nilai JH untuk sisi Tube dapat diketahui dari (Fig. 24 Kern Hal. 834)

g. Menentukan Thermal Function


Pada tiap suhu, yaitu Tc (hot fluid) untuk Shell dan tc (cold fluid) untuk
Tube diperoleh masing-masing nilai c pada (Fig. 4 Kern Hal. 806) serta untuk
nilai (viskositas) dari (J.G Maxwell Hal 165) dan nilai k (konduktivitas)
didapatkan dari (Fig. 1 Kern Hal. 803)
(c x / k)1/3
Dimana : c = panas spesifik (Btu/lb oF)
K = konduktivitas thermal (Btu/hr.ft.oF)
74

h. Menentukan nilai Outside Film Coefficient (ho) dan Inside Film


Coefficient (hi)
1. Shell side

= jH k c s
1/ 3
ho
De k

2. Tube side

= jH k c
1/ 3
hi t
De k

hio hi ID
x
t t OD

Dimana :
ho = Outside film coefficient (Btu/hr.ft 0F)
hio = Inside film coefficient (Btu/hr.ft 0F)

i. Menentukan Tube wall Temperature, tw


Temperatur dinding rata-rata Tube dapat dihitung dengan temperature
kalorik, jika diketahui nilai koefisien perpindahan panas fluida Shell dan Tube
pada kondisi operasi sedang berlangsung.
ho / s
tw = tc + x Tc tc
hio / t ho / s

Dimana : tw = temperatur dinding Tube (0F)

j. Perhitungan Corrected coeffient ho dan hio pada tw s


1. Shell side
0 ,14

s =
w
ho
ho = x s
s
2. Tube side
0 ,14

t =
w
75

hio
hio = x t
t
k. Perhitungan Clean Overall Coefficient, Uc
Uc merupakan overall heat transfer coefficient jika tidak terjadi
fouling/kerak.
hio x ho
UC =
hio ho

Dimana :
UC = Overall heat transfer coefficient (Btu/hr.ft2 oF)

l. Perhitungan Dirty Overall Coefficient, UD


UD merupakan dirty overall heat transfer coefficient jika terjadi
fouling/kerak.
A = NT x a x L
Dimana :
A = Heat transfer surface (ft2)
NT = Jumlah tube
a = luas area (ft2/lin ft) (Tabel 10 Kern (1983) Hal. 843)
L = Panjang tube (ft)
Maka :
Q
UD =
A x t

Dimana : UD = Dirty Overall heat transfer coefficient (Btu/hr.ft2 oF)

m. Perhitungan Dirt Factor, Rd


UC U D
Rd =
UC x U D

Dimana :
Rd = Fouling Factor (hr.ft2.oF/ Btu)
UD = Dirty Overall heat transfer coefficient (Btu/hr.ft2 oF)
UC = Clean Overall heat transfer coefficient (Btu/hr.ft2 oF)
76

n. Perhitungan Pressure Drop


1. Shell side

f x Gs x Ds x N 1
2

Ps =
5,22 x1010 De x s x s
Dimana :
Ps = Total Pressure drop pada Shell (psi)
f = Friction factor Shell (ft2/in2) (Fig. 29 Kern (1983) Hal 839)
Gs = Mass velocity (lb/hr.ft2)
s = Spec.Gravity
N + 1 = jumlah lintasan aliran melalui baffle

2. Tube side
2
f x Gt x L x n
Pt =
5,22 x 1010 D x s x t
Dimana :
Pt = Pressure drop tube (psi)
f = Friction factor tube (ft2/in2) (Fig. 29 Kern (1983) Hal 839)
Gt = Mass velocity (lb/hr.ft2)
Spgr = Spec.Gravity
D = Inside diameter (ft)
n = jumlah pass Tube

4 x n V2
Pr = x
s 2g
Dimana :
Pr = Return pressure drop pada tube (psi)
V2
= Velocity head (psi)
2g
s = Spec.Gravity (Fig. 6 Kern (1983) Hal. 809)
Maka :
PT = Pt + Pr
77

Dimana :
PT = Total Pressure Drop pada Tube (psi)

o. Perhitungan Effisiensi
Qshell
Effisiensi () = x 100 %
Qtube

3.8 Hasil dan Pembahasan


3.8.1 Data Hasil Perhitungan Heat Exchanger 6-9 Redist
Berdasarkan hasil perhitungan dari rata-rata data pengamatan yang diperoleh
secara aktual pada tanggal 18 22 Juli 2016 dengan metode Kern, didapatkan
perhitungan kinerja HE 6-9 dapat dilihat pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1 Data hasil perhitungan Heat Exchanger 6-9 pada Crude Distiller V
di unit CD & GP PT. Pertamina (Persero) RU III Plaju-Sungai
Gerong.
Shell Side
Tube Side
Parameter (Long
(Crude Oil)
Residue)
Flow Rate (lb/hr) 78.424,50 106869
Temperatur Inlet (oF) 358 152,2

Temperatur Outlet (oF) 272,6 201


o
API 22,38 33,56
Total Duty (Btu/hr) 3.750.573,288 2.659.755,672
Log Mean Temperature Different (LMTD) (oF) 137,8913988 137,8913988

Caloric Temperature (oF) 311,722 223,448

Overall Clean Coefficient (Btu/hr.ft2.oF) 41,55868293 41,55868293

Overall Design Coefficient (Btu/hr.ft2.oF) 12,83043802 12,83043802

Fouling Factor (hr.ft2.F/ Btu) 0,053877302 0,053877302

Pressure Drop (kg/cm2) 0,216062351 1,043004576


Effisiensi (%) 70,9159 70,9159
Data hasil perhitungan Heat Exchanger 6-9 Redist
78

3.8.2 Pembahasan
Crude Distiller V (CD-V) merupakan unit yang digunakan untuk
memisahkan fraksi-fraksi tertentu pada minyak mentah. Umpan minyak mentah
(Crude Oil) yang berasal dari South Palembang District (SPD) dan Talang Akar
Pendopo (TAP).
Peralatan utama yang ada pada Crude Distiller V (CD-V) terdiri dari
beberapa Preheater, furnace, kolom flash dan kolom distilasi serta beberapa
peralatan penunjang seperti pompa dan tangki penampungan.
Sebelum dipanaskan pada furnace, umpan berupa Crude Oil dilewatkan
terlebih dahulu pada peralatan Preheater dengan cara memanfaatkan panas yang
berasal dari produk kolom distilasi (Light Cold Test, Heavy Cold Test, Long Residu)
dengan menggunakan mekanisme perpindahan panas. Preheater berfungsi untuk
menaikkan temperatur Crude Oil, sehingga dapat meringankan beban kerja furnace
dan mengurangi biaya operasional bahan bakar pada furnace.
Berdasarkan hasil perhitungan Heat Exchanger 6-9 Redist pada unit Crude
Distiller V (CD-V) dengan menggunakan metode perhitungan Kern terhadap data
aktual selama 5 hari, maka diperoleh beberapa nilai yang berkaitan dengan kinerja
Heat Exchanger 6-9 Redist seperti: fouling factor, dan efisiensi alat.
Heat Exchanger 6-9 Redist pada Crude Distiller V (CD-V) berfungsi untuk
memanaskan atau menaikkan temperatur umpan minyak mentah (Crude Oil) yang
sebelumnya telah dilewatkan pada peralatan HE 6-7/8 dan setelah melewati HE 6-
9 akan masuk ke HE 6-10. Heat Exchanger 6-9 Redist menggunakan media
pemanas berupa Long Residu. Pada preheater tersebut, Crude Oil sebagai fluida
bertemperatur rendah akan dialirkan pada bagian Tube, sedangkan Long Residue
sebagai fluida yang bertemperatur lebih tinggi (media pemanas) akan dialirkan pada
bagian Shell.
Kedua fluida tersebut akan kontak secara tidak langsung, dimana Long
Residu akan memindahkan panas yang dimilikinya melalui dinding-dinding tube
sehingga Crude Oil akan menyerap panas tersebut.
79

Dari perhitungan data aktual selama 5 hari, diperoleh Efisiensi dari


peralatan Heat Exchanger 6-9 pada Crude Distiller V (CD-V) yaitu sebagai berikut:
Tabel 3.2 Efisiensi hasil perhitungan pada HE 6-9 Redist selama 5 hari
Efisiensi
Waktu (hari)
(%)
1 71,0879
2 70,7608
3 72,8786
4 73,5358
5 68,9809

80
70
60
Efisiensi (%)

50
40
30
20
10
0
0 1 2 3 4 5 6
Waktu (hari)

Gambar 3.13 Hasil perhitungan efisiensi pada HE 6-9 Redist selama 5 hari

Selanjutnya dari perhitungan data aktual selama 5 hari juga diperoleh tabel
dan grafik harga fouling factor (Rd) pada peralatan HE 6-9 pada Crude Distiller V
(CD-V) yaitu sebagai berikut :

Tabel 3.3 Fouling factor hasil perhitungan pada HE 6-9 Redist selama 5 hari
Waktu Fouling factor
(hari) (hr.ft2.oF/Btu)
1 0,050047736
2 0,051765865
3 0,047513652
4 0,052876859
5 0,057220727
80

0.07

Fouling factor (hr.ft2.oF/Btu)


0.06

0.05

0.04

0.03

0.02

0.01

0
0 1 2 3 4 5 6
Waktu (hari)

Gambar 3.14 Hasil perhitungan fouling factor pada HE 6-9 Redist selama 5 hari

Pada Gambar 3.13, menunjukkan harga fouling factor yang paling tinggi
berada pada perhitungan data kelima yaitu 0,057220727 hr.ft2.oF/Btu. Hal ini
dikarenakan pada kondisi ini nilai dari total pressure drop pada shell terjadi
kenaikan yaitu 0,218979694 psi dan 1,064252722 psi untuk total pressure drop
pada tube. Sehingga, dapat dianalisa bahwa pembentukan kotoran atau coke
mempengaruhi besarnya total pressure drop. Semakin tinggi total pressure drop
maka semakin besar pula kemungkinan terbentuknya fouling factor, karena total
pressure drop yang tinggi dapat menyebabkan aliran menjadi lambat sehingga
mempercepat terjadinya kerak pada dindingdinding pipa.
Fouling factor yang terbentuk menunjukkan bahwa banyaknya kotoran
yang terakumulasi didalam peralatan HE 6-9. Secara keseluruhan harga fouling
factor peralatan HE 6-9 yang ditampilkan pada grafik masih berada dibawah harga
desain peralatan yaitu 0,001 hr.m2.oC/Kcal atau 0,09169 hr.ft2.oF/Btu. Meskipun
harga fouling factor masih berada sedikit dibawah desain, peralatan Heat
Exchanger tersebut tetap perlu dilakukan pembersihan (cleaning) baik secara
mekanik ataupun menggunakan proses kimia, agar tumpukan coke tersebut tidak
terakumulasi dan mengendap lebih banyak lagi, sehingga proses perpindahan panas
yang terjadi pada peralatan Heat Exchanger 6-9 Redist dapat berjalan secara
maksimal. Kotoran (coke) yang ada pada peralatan HE 6-9 berasal dari fluida yang
81

mengalir didalam shell maupun tube kemudian menumpuk dan mengendap pada
dinding dalam dan luar tube, sehingga dapat mempengaruhi proses perpindahan
panas pada peralatan dikarenakan panas yang akan diserap oleh umpan (Crude Oil)
akan terhalang oleh adanya kotoran (coke) tersebut. Pernyataan ini dikaitkan
dengan hasil analisa yang diutarakan oleh Lebo (2015), yang mengemukakan
bahwa Semakin banyak kotoran yang terakumulasi berpengaruh terhadap
perpindahan panas karena terhambat oleh deposit yang mengakibatkan
meningkatnya pressure drop pada Heat Exchanger.

Efisiensi kinerja dari peralatan HE 6-9 dipengaruhi oleh harga fouling


factor. Berdasarkan hasil perhitungan data aktual selama 5 hari pada alat HE 6-9 di
Crude Distiller V (CD-V) , didapat grafik hubungan antara pengaruh fouling factor
terhadap efisiensi kinerja peralatan HE 6-9 pada Crude Distiller V (CD-V) yaitu
sebagai berikut:

Tabel 3.4 Pengaruh fouling factor terhadap efisiensi HE 6-9 Redist selama 5 hari
Fouling factor Efisiensi
(hr.ft2.oF/Btu) (%)
0,047513652 72,8786
0,050047736 71,0879
0,051765865 70,7608
0,052876859 73,5358
0,057220727 68,9809

70
60
Efisiensi (%)

50
40
30
20
10
0
0.04 0.045 0.05 0.055 0.06

Fouling factor (hr.ft2.oF/Btu)

Gambar 3.15 Pengaruh Fouling factor terhadap efisiensi HE 6-9 Redist selama 5
hari
82

Pada grafik diatas, menunjukkan bahwa harga fouling factor mempengaruhi


efisiensi dari kinerja peralatan HE 6-9. Semakin besar nilai fouling factor pada alat,
maka dapat mempengaruhi kinerja alat menjadi lebih rendah. Sebaliknya, jika nilai
fouling factor relatif rendah, maka efisiensi kinerja dari peralatan akan meningkat.
Pernyataan ini dikaitkan dengan Textbook oleh Lienhard (1981), yang menuliskan
bahwa Semakin banyak pengotor yang terakumulasi dan terbentuk yang
menurunkan laju alir fluida sehingga mengakibatkan menurunnya efisiensi kinerja
Heat Exchanger.
Efisiensi peralatan Heat Exchanger 6-9 Redist berada pada kisaran 68%-
73%. Hal ini mengindikasikan bahwa perpindahan panas yang terjadi pada
peralatan tersebut masih berlangsung secara optimal.
Secara keseluruhan, peralatan HE 6-9 pada unit Crude Distiller V (CD-V)
masih berada dalam kondisi baik untuk dioperasikan, dikarenakan dari parameter
nilai Fouling Factor (Rd) masih berada dibawah nilai desain peralatan. Sehingga
peralatan HE 6-9 masih sangat layak untuk dioperasikan.
83

3.9 Kesimpulan dan Saran


3.9.1 Kesimpulan
Berdasarkan analisa dan perhitungan terhadapan kinerja dari Heat exchanger
6-9 Redist pada Crude Distiller V (CD-V), dapat diperoleh beberapa kesimpulan
berupa :

1. Heat Exchanger 6-9 Redist digunakan untuk menaikkan temperatur Crude Oil
sebelum masuk ke Furnace Redist, dengan cara memanfaatkan panas dari Long
Residu. Proses ini dapat meringankan beban kerja dari furnace redist serta
menghemat bahan bakar baik fuel gas maupun fuel oil yang dipakai di furnace
sehingga dapat diperoleh keuntungan dari segi biaya produksi maupun dari segi
kondisi operasi.

2. Fouling Factor (Rd) yang didapat dari perhitungan data aktual selama 5 hari,
harga dari fouling factor rata-rata yaitu 0,053877302 hr.ft2.oF/Btu masih berada
sedikit dibawah batas desain yaitu 0,001 hr.m2.oC/Kcal atau 0,09169
hr.ft2.oF/Btu. Hal ini menunjukkan bahwa Heat Exchanger tersebut masih
cukup baik untuk dioperasikan.

3. Effisiensi kinerja peralatan Heat Exchanger 6-9 Redist yang didapat dari hasil
perhitungan data secara aktual selama 5 hari, berada pada kisaran 68%-73%.
Hal ini menunjukkan bahwa Heat Exchanger tersebut masih baik untuk
dioperasikan.
84

3.9.2 Saran
Berdasarkan permasalahan yang terjadi pada Heat Exchanger 6-9 Redist,
penulis dapat memberikan saran sebagai berikut :
a. Nilai Fouling Factor merupakan indikasi masih layak atau tidaknya
peralatan Heat Exchanger yang digunakan. Apabila nilai Fouling Factor
hasil perhitungan data aktual lebih besar dari data design, maka perpindahan
panas yang terjadi di dalam alat tidak maksimal. Untuk mendapatkan nilai
Fouling Factor yang lebih rendah dari design pada peralatan Heat
Exchanger, maka dibutuhkan proses pembersihan alat secara kontinyu
sehingga dapat melakukan proses perpindahan panas dengan maksimal.
b. Sistem isolasi pada alat Heat Exchanger juga harus dijaga untuk
mengurangi dampak terjadinya Heat Loss pada bagian peralatan Heat
Exchanger terutama pada bagian shell.
c. Akan lebih baik jika pada alat Heat Exchanger diberikan suatu alat
pengukuran khusus yang langsung dapat mengukur temperatur ataupun
tekanan pada sisi inlet dan outlet Heat Exchanger tersebut, karena akan
lebih akurat dibanding mengukurnya secara manual.

Anda mungkin juga menyukai