Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Dalam kehidupan sehari-hari kita selalu menghadapi banyak masalah.
Permasalahan itu bukan saja merupakan masalah matematis, namun matematika
memiliki peranan yang sangat sentral dalam menjawab permasalahan keseharian
tersebut.
Ketika orang akan mengerjakan sesuatu, maka orang tersebut mestinya
menetapkan sasaran yang hendak dicapai. Untuk mencapai sasaran tersebut seseorang
harus memilih pendekatan yang tepat sehingga diperoleh hasil yang optimal, berhasil
guna dan tepat guna. Meskipun telah dikatakan oleh Nisbet (1985) bahwa tidak ada
cara belajar yang paling benar dan cara mengajar yang paling baik, orang-orang
berbeda dalam kemampuan intelektual, sikap, dan kepribadian sehingga mereka
mengadopsi pendekatan-pendekatan yang karakteristiknya berbeda untuk belajar. Dari
sini dapat dikatakan bahwa masing-masing individu akan memilih cara dan gayanya
sendiri untuk belajar dan mengajar, namun setidak-tidaknya ada karakteristik tertentu
dalam pendekatan pembelajaran tertentu yang khas dibandingkan dengan pendekatan
lain.
Matematika sebagai salah satu mata pelajaran yang diajarkan mulai dari jenjang
pendidikan dasar, selain sebagai sumber dari ilmu yang lain juga merupakan sarana
berpikir logis, analis, dan sistematis. Sebagai mata pelajaran yang berkaitan dengan
konsep-konsep yang abstrak, maka dalam penyajian materi pelajaran, matematika harus
dapat disajikan lebih menarik dan sesuai dengan kondisi dan keadaan siswa. Hal ini
tentu saja dimaksudkan agar dalam proses pembelajaran siswa lebih aktif dan
termotivasi untuk belajar. Untuk itulah perlu adanya pendekatan khusus yang
diterapkan oleh guru.
Paradigma baru pendidikan lebih menekankan pada peserta didik sebagai
manusia yang memiliki potensi untuk belajar dan berkembang. Siswa harus aktif dalam
pencarian dan pengembangan pengetahuan. Kebenaran ilmu tidak terbatas pada apa
yang disampaikan oleh guru. Guru harus mengubah perannya, tidak lagi sebagai
pemegang otoritas tertinggi keilmuan dan indoktriner, tetapi menjadi fasilitator yang

1
membimbing siswa ke arah pembentukan pengetahuan oleh diri mereka sendiri.
Melalui paradigma baru tersebut diharapkan di kelas siswa aktif dalam belajar, aktif
berdiskusi, berani menyampaikan gagasan dan menerima gagasan dari orang lain,
kreatif dalam mencari solusi dari suatu permasalahan yang dihadapi dan memiliki
kepercayaan diri yang tinggi (Zamroni, 2000).
Tidak sedikit guru matematika yang merasa kesulitan dalam membelajarkan
siswa bagaimana menyelesaikan problem matematika. Kesulitan itu terjadi karena
adanya pandangan yang mengatakan bahwa jawaban akhir dari permasalahan
merupakan tujuan utama dalam pembelajaran, sehingga prosedur siswa dalam
menyelesaikan permasalahan kurang bahkan tidak diperhatikan oleh guru karena terlalu
berorientasi pada jawaban akhir. Padahal perlu kita sadari bahwa proses penyelesaian
suatu problem yang dikemukakan siswa merupakan tujuan utama dalam pembelajaran
problem solving matematika.
Dilain hal, salah satu pembelajaran matematika yang akhir-akhir ini sedang
marak dibicarakan orang adalah pembelajaran menggunakan pendekatan Open-Ended.
Disini kami sebagai pemakalah akan membahas Pembelajaran matematika
menggunakan pendekatan Open-Ended.

1.2. Rumusan Masalah


Adapun topik-topik masalah yang akan dibahas dalam makalah pendekatan
pembelajaran kontekstual ini adalah:
1. Pengertian dan indikator kemampuan Pemecahan Masalah
2. Pengertian pendekatan Open Ended.
3. Tujuan yang pendekatan Open Ended.
4. Sintaks pembelajaran dengan pendekatan Open Ended.
5. Menyusun rencana pendekatan Open-Ended.
6. Kriteria Penilaian Pendekatan Open Ended
7. Keunggulan dan kelemahan pendekatan Open Ended.
8. Pengertian Model Pembelajaran PBL
9. Karakteristik Model Pembelajaran PBL
10. Teori Pendukung Model Pembelajaran PBL
11. Tahap-tahap Pelaksanaan Model PBL
12. Keunggulan dan Kelemahan Model PBL

2
1.3. Tujuan Penulisan Makalah
Penulisan makalah ini bertujuan untuk:
1. Memahami Pengertian dan indikator kemampuan Pemecahan Masalah
2. Memahami pengertian pendekatan Open Ended.
3. Memahami Tujuan yang pendekatan Open Ended.
4. Memahami Sintaks pembelajaran dengan pendekatan Open Ended.
5. Memahami rencana pendekatan Open-Ended.
6. Memahami Kriteria Penilaian Pendekatan Open Ended
7. Memahami Keunggulan dan kelemahan pendekatan Open Ended.
8. Memahami Pengertian Model Pembelajaran PBL
9. Memahami Karakteristik Model Pembelajaran PBL
10. Memahami Teori Pendukung Model Pembelajaran PBL
11. Memahami Tahap-tahap Pelaksanaan Model PBL
12. Memahami Keunggulan dan Kelemahan Model PBL

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Kemampuan Pemecahan Masalah

1. Pengertian Kemampuan Pemecahan Masalah


Kemampuan adalah kecakapan atau potensi yang dimiliki seseorang dalam
menguasai suatu keahlian yang merupakan bawaan sejak lahir atau merupakan hasil
latihan yang dilakukan untuk digunakan dalam mengerjakan sesuatu yang ingin
dicapai. Pemecahan masalah merupakan suatu proses untuk mengatasi kesulitan-
kesulitan yang dihadapi untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Dalam matematika,
kemampuan pemecahan masalah harus dimiliki oleh siswa untuk menyelesaikan soal-
soal berbasis masalah. Menurut Sumarmo (2000) pemecahan masalah adalah suatu
proses untuk mengatasi kesulitan yang ditemui untuk mencapai suatu tujuan yang
diinginkan. Sedangkan pemecahan masalah matematika merupakan kegiatan
menyelesaikan soal cerita, menyelesaikan soal yang tidak rutin, mengaplikasikan
matematika dalam kehidupan sehari-hari atau keadaan lain.
Branca (dalam Sumarmo, 1994) mengatakan bahwa pemecahan masalah dapat
diartikan dengan menggunakan interpretasi umum, yaitu pemecahan masalah sebagai
tujuan, pemecahan masalah sebagai proses, dan pemecahan masalah sebagai
keterampilan dasar. Pemecahan masalah sebagai tujuan menyangkut alasan mengapa
matematika itu diajarkan. Dalam interpretasi ini, pemecahan masalah bebas dari soal,
prosedur, metode atau isi khusus yang menjadi pertimbangan utama adalah bagaimana
cara menyelesaikan masalah yang merupakan alasan mengapa matematika itu
diajarkan. Pemecahan masalah sebagai proses merupakan suatu kegiatan yang lebih
mengutamakan pentingnya prosedur, langkah-langkah strategi yang ditempuh oleh
siswa dalam menyelesaikan masalah dan akhirnya dapat menemukan jawaban soal
bukan hanya pada jawaban itu sendiri.
Bell (1978: 119) menyatakan bahwa terdapat lima strategis yang berkaitan
dengan pemecahan masalah dunia nyata (real world) yaitu: (1) menyajikan masalah
dalam bentuk yang jelas sehingga tidak bermakna ganda; (2) menyatakan masalah

4
dalam bentuk yang jelas sehingga tidak bermakna ganda; (3)menyusun hipotesi-
hipotesis alternatif dan prosedur yang diperkirakan dapat dipergunakan untuk
memecahkan masalah tersebut; (4) menguji hipotesis dan melakukan kerja untuk
memperoleh solusi (pengumpulan data, pengolahan data, dll), solusi yang diperoleh
mungkin lebih dari satu; (5) jika diperoleh satu solusi maka langkah selanjutnya
memeriksa kembali apakah solusi itu benar namun jika diperoleh lebih dari satu solusi
maka memilih solusi mana yang paling baik.
Olkin dan Schoenfeld (Sumarmo, 2013: 447) menyatakan bahwa bentuk soal
pemecahan masalah yang baik hendaknya memiliki karakteristik sebagai berikut: (1)
dapat diakses tanpa banyak menggunakan mesin, ini berarti masalah yang terlibat
bukan karena perhitungan yang sulit; (2) dapat diselesaikan dengan beberapa cara, atau
bentuk soal yang open ended; (3) melukiskan ide matematika yang penting
(matematika yang bagus); (4) tidak memuat solusi dengan trik; (5) dapat diperluas dan
digeneralisasikan (untuk memperkaya eksplorasi).
Sumarmo (2013: 128) menyatakan bahwa pemecahan masalah matematika
mempunyai dua makna yaitu: (1) pemecahan masalah sebagai suatu pendekatan
pembelajaran, yang digunakan untuk menemukan kembali (reinvention) dan
memahami materi, konsep, dan prinsip matematika. Pembelajaran diawali dengan
penyajian masalah atau situasi yang kontekstual kemudian melalui induksi siswa
menemukan konsep/prinsip matematika; (2) sebagai tujuan atau kemampuan yang
harus dicapai. Pemecahan masalah dianggap merupakan standar kemampuan yang
harus dimiliki para siswa setelah menyelesaikan suatu pembelajaran. Kemampuan
pemecahan masalah merupakan kemampuan yang merupakan target pembelajaran
matematika yang sangat berguna bagi siswa dalam kehidupannya. Hal ini dikarenakan
dengan adanya kemampuan pemecahan masalah yang diberikan kepada siswa, maka
menunjukkan bahwa suatu pembelajaran telah mampu atau berhasil membantu siswa
untuk mencapai tujuan yang akan dicapai.
Sehingga dapat diperoleh kesimpulan bahwa kemampuan pemecahan masalah
matematika adalah kecakapan atau potensi yang dimiliki seorang siswa dalam
menyelesaikan soal cerita, menyelesaikan soal yang tidak rutin, mengaplikasikan
matematika dalam kehidupan sehari-hari atau keadaan lain, dan membuktikan,
menciptakan atau menguji konjektur.

5
2. Indikator Kemampuan Pemecahan Masalah
Polya (dalam Dinda) mendefinisikan secara operasional pemecahan masalah
memiliki tahap-tahap: (1) memahami masalah, (2) merencanakan pemecahannya, (3)
menyelesaikan masalah sesuai dengan rencana (4) memeriksa kembali prosedur dan
hasil penyelesaian.
Menurut Sanjaya pemecahan masalah dapat membantu siswa untuk
mengembangkan pegetahuan barunya dan bertanggung jawab dalam pembelajaran
yang mereka lakukan. Pemecahan masalah juga dapat mendorong siswa untuk
melakukan evaluasi sendiri baik terhadap hasil maupun proses belajarnya. Hal ini
tentunya menjadi suatu kejelasan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematis
sangat berpengaruh dalam proses peningkatan potensi intelektual siswa. Dimana dalam
belajar matematika, hal tersebut merupakan bagian yang sudah wajib ada untuk
dimiliki. Sehingga, Indikator kemampuan pemecahan masalah matematis dalam
penelitian ini adalah:
a. Memahami masalah, yaitu mengidentifikasi kecukupan data untuk
menyelesaikan masalah sehingga memperoleh gambaran lengkap apa yang
diketahui dan ditanyakan dalam masalah tersebut.
b. Merencanakan penyelesaian, yaitu menetapkan langkah-langkah penyelesaian,
pemilihan konsep, persamaan dan teori yang sesuai untuk setiap langkah.
c. Menjalankan rencana, yaitu menjalankan penyelesaian berdasarkan langkah -
langkah yang telah dirancang dengan menggunakan konsep, persamaan serta
teori yang dipilih.
d. Melihat kembali apa yang telah dikerjakan yaitu tahap pemeriksaan, apakah
langkah-langkah penyelesaian telah terealisasikan sesuai rencana sehingga
dapat memeriksa kembali kebenaran jawaban yang pada akhirnya membuat
kesimpulan akhir.

2.2 Pendekatan Open Ended


1. Pengertian Pendekatan Open Ended

Pendekatan open-ended (open-ended approach) merupakan salah satu


pendekatan dalam pembelajaran, termasuk dalam pembelajaran matematika.

6
Pendekatan ini dikembangkan dalam beberapa proyek penelitian pengembangan
tentang metode evaluasi kemampuan berpikir tingkat tinggi (higher-order thinking)
dalam pembelajaran matematika dalam kurun 1971 dan 1976 di Jepang (Becker and
Shimada, 2007).
Pendekatan open-ended adalah pendekatan pembelajaran yang menyajikan suatu
permasalahan yang memiliki metode atau penyelesaian yang benar lebih dari satu.
Menurut Seherman dkk., (2003) problem yang diformulasikan memiliki multi
jawaban yang benar disebut problem tak lengkap atau disebut juga open ended
problem atau soal terbuka. Siswa yang dihadapkan dengan Open-ended problem, tujuan
utamanya bukan untuk mendapatkan jawaban tetapi lebih menekankan pada cara
bagaimana sampai pada suatu jawaban. Dengan demikian bukanlah hanya satu
pendekatan atau metode dalam mendapatkan jawaban, namun beberapa atau banyak
pendekatan atau metode yang digunakan.
Sifat keterbukaan dari suatu masalah dikatakan hilang apabila hanya ada satu
cara dalam menjawab permasalahan yang diberikan atau hanya ada satu jawaban yang
mungkin untuk masalah tersebut. Pernyataan ini sejalan dengan pernyataan yang
dikemukakan oleh Shimada (1997:1) yaitu:
open-ended approach, an incomplete problem is presented first. The
lesson then proceeds by using many correct answers to the given problem to provide
experience in finding something new in the process. This can be done through
combining students own knowledge, skills, or ways of thinking that have previously
been learned.
Pendekatan open ended adalah suatu pendekatan pembelajaran yang dimulai dari
mengenalkan atau menghadapkan siswa pada masalah terbuka. Pembelajaran
dilanjutkan dengan menggunakan banyak jawaban yang benar dari masalah yang
diberikan untuk memberikan pengalaman kepada siswa dalam menemukan sesuatu
yang baru di dalam proses pembelajaran. Melalui kegiatan ini diharapkan pula siswa
dapat menjawab permasalahan dengan banyak cara, sehingga mengundang potensi
intelektual dan pengalaman siswa dalam proses menemukan sesuatu yang baru.
Dari pengertian-pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa pendekatan
open-ended adalah pendekatan pembelajaran yang mengenalkan atau menghadapkan
siswa pada masalah terbuka dan memiliki metode atau penyelesaian yang benar lebih
dari satu.

7
Pembelajaran dengan pendekatan Open-Ended diawali dengan memberikan
masalah terbuka kepada siswa. Kegiatan pembelajaran harus mengarah dan membawa
siswa dalam menjawab masalah dengan banyak cara serta mungkin juga dengan banyak
jawaban (yang benar), sehingga merangsang kemampuan intelektual dan pengalaman
siswa dalam proses menemukan sesuatu yang baru. Sedangkan dasar keterbukaan
masalah diklasifikasikan dalam tiga tipe, yakni:
1) Prosesnya terbuka, maksudnya masalah itu memiliki banyak cara penyelesaian
yang benar.
Contoh:
Suatu persegipanjang luasnya 48 cm. Berapa cm kemungkinan panjang dan
lebar persegipanjang tersebut?

Jawaban siswa dengan variasi 1

48 =

Jadi, = 8 dan = 6 sehingga 8 6 = 48

Jawaban siswa variasi 2

48 =

Jadi, = 12 dan = 4 sehingga 12 4 = 48

Jawaban siswa variasi 3:

48 =

Jadi, = 24 dan = 2 sehingga 24 2 = 48

Jadi, bila = 8 maka = 6

Bila = 12 maka = 4

Bila = 24 maka = 2

2) Hasil akhirnya terbuka, maksudnya masalah itu memiliki banyak jawaban yang
benar, dan

8
Contoh:
Tentukan himpunan penyelesaian dari persamaan 2 + = 10 dan
2 = 5
a. Cara Subtitusi

2 + = 10 (1)

2 = 5 (2)

Persamaan (1) diubah untuk mencari nilai y menjadi

2 + = 10

2 + 2 = 10 2 (Kedua ruas dikurangi 2x)

= 10 2 (3)

Dari persamaan (3) y disubtitusikan kedalam persamaan (2) sehigga


menjadi

2 = 5

2 (10 2 ) = 5

20 + 4 = 5

5 20 = 5 (kedua ruas di tambah 20)

5 20 + 20 = 5 + 20

5 = 15
5 15
= (kedua ruas dibagi 5)
5 5

=3

Nilai = 3 disubtitusikan kedalam persamaan (3)

= 10 2

= 10 2 (3)

= 10 6

= 4

Himpunan Penyelesaian {3,4}

9
b. Cara Eleminasi

2 + = 10 1 2 + = 10

2 = 5 2 2 4 = 10
5 20
= (kedua ruas dibagi 5)
5 5

=4

2 + = 10 2 4 + 2 = 20

2 = 5 1 2 = 5

5 = 15
5 15
= (kedua ruas dibagi 5)
5 5

=3

Himpunan penyelesaian {3,4}


3) Cara pengembangan lanjutannya terbuka, maksudnya ketika siswa telah
menyelesaikan masalahnya, mereka dapat mengembangkan masalah baru yaitu
dengan cara merubah kondisi masalah sebelumnya (asli).
Contoh:
Pak Udin mempunyai kebun yang berbentuk persegi dengan ukuran sisinya
adalah 30 m. Kebun tersebut rencananya akan ditanami pohon mangga di
sekelilingnya. Pak Udin menghendaki jarak antar pohon mangga adalah 6 m.
a. Berapa pohon mangga yang diperlukan oleh Pak Udin?
b. Apabila harga 1 pohon mangga adalah Rp 20.000,00 berapakah biaya
yang diperlukan oleh Pak Udin?
Penyelesaian :
Diketahui : kebun berbentuk persegi

Panjang sisi = 30 m

Jarak antar pohon mangga = 6 m

Ditanya: a. Banyak pohon mangga yang diperlukan?


b. Jika harga 1 pohon mangga Rp 20.000,00, total biaya yang
dikeluarkan?
Jawab:

10
a. Keliling kebun = keliling persegi

= 4

= 4 30 = 120

Banyak pohon mangga yang diperlukan =

120
=
6

= 20

Jadi banyaknya pohon mangga yang diperlukan adalah 20 pohon

b. = 1

= 20 20000

= 400.000

Jadi biaya total yang dikeluarkan adalah Rp 400.000,00

2. Tujuan Pendekatan Open Ended

Tujuan dari pembelajaran Open-Ended menurut Nohda (Suherman, dkk, 2003;


124) ialah untuk membantu mengembangkan kegiatan kreatif dan pola pikir matematik
siswa melalui problem posing secara simultan. Dengan kata lain, kegiatan kreatif dan
pola pikir matematik siswa harus dikembangkan semaksimal mungkin sesuai dengan
kemampuan setiap siswa.
Pendekatan Open-Ended menjanjikan kepada suatu kesempatan kepada siswa
untuk meginvestigasi berbagai strategi dan cara yang diyakininya sesuai dengan
kemampuan mengelaborasi permasalahan. Tujuannya tiada lain adalah agar
kemampuan berpikir matematika siswa dapat berkembang secara maksimal dan pada
saat yang sama kegiatan-kegiatan kreatif dari setiap siswa terkomunikasi melalui proses
pembelajaran. Inilah yang menjadi pokok pikiran pembelajaran dengan Open-Ended,
yaitu pembelajaran yang membangun kegiatan interaktif antara matematika dan siswa
sehingga mengundang siswa untuk menjawab permasalahan melalui berbagai strategi.
Dalam pembelajaran dengan pendekatan Open-Ended, siswa diharapkan bukan
hanya mendapatkan jawaban tetapi lebih menekankan pada proses pencarian suatu

11
jawaban. Menurut Suherman dkk (2003:124) mengemukakan bahwa dalam kegiatan
matematik dan kegiatan siswa disebut terbuka jika memenuhi ketiga aspek berikut:
a. Kegiatan siswa harus terbuka
Yang dimaksud kegiatan siswa harus terbuka adalah kegiatan pembelajaran
harus mengakomodasi kesempatan siswa untuk melakukan segala sesuatu
secara bebas sesuai kehendak mereka.
b. Kegiatan matematika merupakan ragam berpikir
Kegiatan matematik adalah kegiatan yang didalamnya terjadi proses
pengabstraksian dari pengalaman nyata dalam kehidupan sehari-hari ke dalam
dunia matematika atau sebaliknya.
c. Kegiatan siswa dan kegiatan matematika merupakan satu kesatuan
Dalam pembelajaran matematika, guru diharapkan dapat mengangkat
pemahaman dalam berpikir matematika sesuai dengan kemampuan individu.
Meskipun pada umumnya guru akan mempersiapkan dan melaksanakan
pembelajaran sesuai dengan pengalaman dan pertimbangan masing-masing.
Guru bisa membelajarkan siswa melalui kegiatan-kegiatan matematika tingkat
tinggi yang sistematis atau melalui kegiatan-kegiatan matematika yang
mendasar untuk melayani siswa yang kemampuannya rendah. Pendekatan
uniteral semacam ini dapat dikatakan terbuka terhadap kebutuhan siswa ataupun
terbuka terhadap ide-ide matematika.
Pada dasarnya, pendekatan Open-Ended bertujuan untuk mengangkat kegiatan
kreatif siswa dan berpikir matematika secara simultan. Oleh karena itu hal yang perlu
diperhatikan adalah kebebasan siswa untuk berpikir dalam membuat progress
pemecahan sesuai dengan kemampuan, sikap, dan minatnya sehingga pada akhirnya
akan membentuk intelegensi matematika siswa.

3. Sintaks Pembelajaran dengan Pendekatan Open Ended

Adapun Sintaks dari Pengajaran pendekatan open ended sebagai berikut:

12
No. Fase Pembelajaran Kegiatan Pembelajaran
Memberikan problem terbuka kepada siswa, sehingga siswa
1 Menyajikan masalah mendapatkan kesempatan untuk melakukan segala sesuatu
secara bebas sesuai kehendak mereka.
Guru mengarahkan siswa untuk menumbuhkan
P
orisinilitas ide, kreativitas, kognitif tinggi, kritis,
2 Pengorganisasian
komunikasi-interaksi, sharing, keterbukaan, dan
pembelajaran
sosialisasi.
Guru harus menyiapkan atau menuliskan daftar
antisipasi respons siswa terhadap
Perhatikan dan catat masalah. Sehingga siswa dapat mengekpresikan ide
3
respon siswa atau pikirannya sebagai upaya mengarahkan dan
membantu siswa memecahkan masalah sesuai dengan
cara kemampuannya.
Guru memberikan bimbingan dan arahan
Bimbingan dan kepada siswa untuk berimprovisasi mengembangkan
4
pengarahan metode, cara, atau pendekatan yang bervariasi dalam
memperoleh jawaban sehingga jawaban siswa beragam
Siswa diminta untuk menjelaskan proses mencapai
5 Membuat kesimpulan.
jawaban tersebut
(Sumber : Suyatno,Model-Model Pembelajaran beserta Sintaksnya)

4. Pengembangan Alat Evaluasi Berdasarkan Pendekatan Open Ended


a. Masalah Open Ended

Menurut Takahashi (Mahmudi, 2008) soal terbuka atau open ended problem
adalah soal yang mempunyai banyak solusi atau strategi penyelesaian. Sedangkan
Suherman dkk (Japar, tanpa tahun) mengemukakan bahwa problem yang
diformulasikan memiliki multi jawaban yang benar disebut problem tak lengkap atau
disebiut juga open ended problem atau soal terbuka.
Selanjutnya, Sudiarta (Japar, tanpa tahun) mengatakan bahwa secara
konseptual open ended problem dapat dirumuskan sebagai masalah atau soal-soal

13
matematika yang dirumuskan sedemikian rupa sehingga memiliki beberapa atau
bahkan banyak solusi yang benar, dan terdapat banyak cara untuk mencapai solusi
tersebut.
Shimada Dan Becker (Jarnawi, tanpa tahun) mengemukakan bahwa secara
umum terdapat tiga tipe masalah yang dapat diberikan dalam pendekatan open ended,
yakni menemukan pengaitan, pengklasifikasian, dan pengukuran.
a) Menemukan pengaitan atau hubungan
Siswa diberi fakta-fakta sedemikian rupa hingga siswa dapat menemukan
beberapa aturan atau pengaitan yang matematis.
Contoh:
Team Main Menang Kalah Seri Nilai Rasio
A 25 16 7 2 50 0.696
B 21 11 8 2 35 0.579
C 22 9 9 4 31 0.500
D 22 8 13 1 25 0.381
E 22 6 13 3 21 0.316

Tabel di atas menunjukkan catatan lima team sepak bola. Coba kamu cari
pengaitan atau aturan yang menghubungkan antara nilai-nilai pada kolom-kolom
tersebut. tuliskan strategi penyelesaiannya!
b) Mengklasifikasi
Siswa ditanya untuk mengklasifikasi yang didasarkan atas karaktersitik yang
berbeda dari beberapa objek tertentu untuk memformulasi beberapa konsep
matematika. Contoh:

14
Tentukanlah beberapa ciri atau karakteristik dari gambar-gambar di atas, kemudian
kelompokkan gambar-gambar tersebut berdasarkan karakteristiknya.

c) Pengukuran
Siswa diminta untuk menentukan ukuran-ukuran numerik dari suatu kejadian
tertentu. Siswa diharapkan menggunakan pengetahuan dan keterampilan
matematika yang telah dipelajarinya.
Contoh:

A B C

Misalkan tiga orang siswa melemparkan 5 buah kelereng, yang hasilnya nampak
pada gambar di atass. Dalam permainan ini, pemenangnya adalah siswa pencaran
hasil lemparannya terkecil. Derajat pencaran menurun dalam urutan gambar A, B,
dan C. Pikirkan berapa cara yang dapat kamu lakukan untuk menentukan derajat
pencaran.
Mahmudi (2008) menguraikan beberapa strategi atau metode dalam
mengembangkan soal terbuka, yaitu:
a. Memberikan contoh yang memenuhi kondisi atau syarat tertentu.
Tugas ini memungkinkan siswa untuk mengenali karakteristik konsep-konsep
matematika terkait yang mendasari. Siswa harus memahami suatu konsep dan
mengaplikasikannya untuk membuat suatu contoh yang memenuhi kondisi
tertentu.
Contoh:
Tentukan 3 bilangan yang mempunyai FPB 5 dan KPK 180. Jelaskan bagaimana
kamu menentukan bilangan-bilangan itu.
b. Menentukan siapa yang benar
Jenis tugas ini menyajikan dua atau lebih pendapat atau pandangan mengenai
beberapa konsep atau prinsip matematika. Siswa diminta untuk memutuskan dan
menjelaskan mana yang benar.

15
Contoh:
Dedy menyatakan bahwa ia telah membagi persegipanjang berikut menjadi 4
daerah yang sama luasnya. Tery tidak setuju dengan pendapat Dedy. Siapakah
yang benar? Mengapa?

c. Menyelesaikan soal dengan berbagai cara


Metode ini jarang digunakan karena relatif sulit diterapkan karena tidak mudah
untuk menentukan apakah terdapat alternatif metode penyelesaian suatu masalah.
Selain itu, mungkin siswa akan berpikir untuk apa mencari alternative metode
untuk menyelesaikan suatu masalah. sementara mereka telah menyelesaikan
masalah tersebut. Dalam hal ini, sikap siswa adalah mengapa harus menemukan
cara lain sedangkan sudah ditemukan jawaban atau cara yang memenuhi? Namun
demikian, cara demikian perlu dikembangkan dalam proses pembelajaran agar
siswa menyadari bahwa terdapat beragam cara untuk menyelesaikan suatu
masalah. hal demikian akan mendorong siswa berpikir kreatif untuk mengkreasi
cara mereka sendiri dalam upaya menyelesaikan masalah. Contoh:
Berikan contoh dua transformasi berbeda yang memetakan persegi ABCD berikut
menjadi dirinya sendiri.

A B

C D

5. Menyusun Rencana Pembelajaran dengan Pendekatan Open-ended


Menurut Sawada (1997: 31) setelah guru mengkonstruksi masalah open ended,
guru perlu mempertimbangkan tiga hal berikut, sebelum masalah itu ditampilkan di
kelas sebagai awal dari pembelajaran, yaitu:

16
a) Apakah masalah tersebut kaya dengan konsep-konsep matematis.
Masalah Open-ended harus medorong siswa untuk berpikir dari berbagai sudut
pandang. Disamping itu juga harus kaya dengan konsep-konsep matematika
yang sesuai untuk siswa berkemampuan tinggi maupun rendah dengan
menggunakan berbagai strategi sesuai dengan kemampuannya.
b) Apakah level matematis dari masalah cocok untuk siswa.
Pada saat siswa menyelesaikan masalah Open-ended, mereka harus
menggunakan pengetahuan dan keterampilan yang telah mereka punya. Jika
guru memprediksi bahwa masalah itu di luar jangkauan kemampuan siswa, maka
masalah itu harus diubah/diganti dengan masalah yang berasal dalam wilayah
pemikiran siswa.
c) Apakah masalah itu dapat mengembangkan konsep matematis lebih lanjut.
Masalah harus memiliki keterkaitan atau hubungan dengan konsep-konsep
matematika yang lebih tinggi sehingga dapat memacu siswa untuk berpikir
tingkat tinggi.

Masalah yang dibuat harus dapat mendorong siswa berpikir dalam berbagai
pandangan yang berbeda, sehingga masalah tersebut harus kaya akan konsep-konsep
matematis yang dapat dipecahkan dengan berbagai strategi yang sesuai untuk siswa
berkemampuan tinggi, maupun rendah. Tingkat kesulitan masalah juga harus cocok
dengan kemampuan siswa, karena ketika mereka akan menyelesaikan masalah open
ended mereka harus menggunakan pengetahuan atau keterampilan yang telah mereka
ketahui sebelumnya.
Apabila guru telah menyusun suatu masalah Open Ended dengan baik, langkah
selanjutnya adalah mengembangkan rencana pembelajaran. Pada tahap ini hal-hal yang
perlu diperhatikan adalah:

a) Tuliskan respon siswa yang diharapkan


Pembelajaran matematika dengan pendekatan Open-ended, siswa diharapkan
merespons masalah dengan berbagai cara sudut pandang. Oleh karena itu, guru
harus menyiapkan atau menuliskan daftar antisipasi respons siswa terhadap
masalah. Kemampuan siswa terbatas dalam mengekpresikan ide atau pikirannya,
mungkin siswa tidak akan mampu menjelaskan aktivitasnya dalam memecahkan

17
masalah itu. Tetapi mungkin juga siswa mampu menjelaskan ide-ide matematika
dengan cara yang berbeda. Dengan demikian, antisipasi guru membuat atau
menuliskan kemungkinan repsons yang dikemukakan siswa menjadi penting
dalam upaya mengarahkan dan membantu siswa memecahkan masalah sesuai
dengan cara kemampuannya.
b) Tujuan yang harus dicapai dari masalah yang diberikan harus jelas
Guru memahami dengan baik peranan masalah itu dalam keseluruhan rencana
pembelajaran. Masalah dapat diperlakukan sebagai topik yang tertentu, seperti
dalam pengenalan konsep baru kepada siswa, atau sebagai rangkuman dari
kegiatan belajara siswa. Berdasarkan pengalaman, masalah Open-ended efektif
untuk pengenalan konsep baru atau rangkuman kegiatan belajar.
c) Lengkapi dengan prinsip problem posing sehingga siswa dapat memahami
maksud dari masalah tersebut dengan mudah atau dapat memahami apa yang
diharapkan dari mereka.
Masalah harus diekspresikan sedemikian rupa sehingga siswa dapat
memahaminya dengan mudah dan menemukan pendekatan pemecahannya.
Siswa dapat mengalami kesulitan, bila eksplanasi masalah terlalu singkat. Hal itu
dapat timbul karena guru bermaksud memberikan terobosan yang cukup kepada
siswa untuk memilih cara dan pendekatan pemecahan masalah. Atau dapat pula
diakibatkan siswa memiliki sedikit atau bahkan tidak memiliki pengalaman
belajar karea terbiasa megikuti petunjuk-petunjuk dari buku teks.
d) Sajikan masalah semenarik mungkin
Konteks permasalahan yang diberikan atau disajikan harus dapat dikenal baik
oleh siswa, dan harus membangkitkan keingintahuan serta semangat intelektual
siswa. Oleh karena masalah Open-ended memerlukan waktu untuk berpikir dan
mempertimbangkan strategi pemecahannya, maka masalah itu harus mampu
menarik perhatian siswa.
e) Berikan waktu yang cukup kepada siswa untuk mengeksplorasi masalah
Terkadang waktu yang dialokasikan tidak cukup dalam menyajikan masalah,
memecahkannya, mendiskusikan pendekatan dan penyelesaian,, dan merangkum
dari apa yang telah dipelajari siswa. Karena itu, guru harus memberi waktu yang
cukup kepada siswa untuk mengekplorasi masalah. Berdiskusi secara aktif antar

18
sesama siswa dan antara siswa dengan guru merupakan interaksi yang sangat
penting dalam pembelajaran dengan pendekatan Open-ended.

Dalam pendekatan open-ended guru memberikan permasalahan kepada siswa


yang solusinya atau jawabannya tidak hanya ditentukan hanya dengan satu jalan atau
cara. Guru harus memanfaatkan keberagaman cara atau prosedur untuk
menyelesaikan masalah itu untuk memberi pengalaman siswa dalam menemukan
sesuatu yang baru berdasarkan pengetahuan, keterampilan dan cara berpikir
matematika yang telah diperoleh sebelumnya.

6. Kriteria Penilaian untuk Soal Open-ended


Soal open-ended memungkinkan ragam jawaban siswa, sehingga guru
kesulitan menilai hasil pekerjaan siswa. Menurut Sawada (Poppy, 2003:4) untuk
mengatasi hal tersebut, prestasi atau hasil pekerjaan siswa dapat dinilai dengan
menggunakan beberapa kriteria berikut ini:
1. Kemahiran, diartikan sebagai kemampuan dalam menggunakan beberapa
metode penyelesaian.
2. Fleksibilitas, adalah peluang siswa menjawab benar untuk beberapa soal serupa.
3. Keaslian, kategori ini dimaksudkan untuk mengukur keaslian gagasan siswa
dalam memberikan jawaban yang benar.
Sedangkan Heddens dan Speer (Poppy, 2003:4) menyarankan untuk menilai
hasil kerja pendekatan open-ended problem salah satu caranya adalah dengan
menentukan skoring dan jawaban siswa melalui rubrik. Rubrik ini merupakan
skala penilaian baku yang digunakan untuk menilai jawaban siswa dalam soal-soal
open-ended. Banyak jenis rubrik berbeda yang digunakan oleh individu dan sekolah.
Salah satu contoh rubrik yang digunakan untuk menentukan skoring jawaban
siswa dalam soal-soal open-ended adalah sebagai berikut:
1. Memberi skor 4 jika jawaban siswa itu lengkap. Ciri-ciri jawaban siswa ini
adalah:
a) Jawaban yang dikemukakan lengkap dan benar.
b) Menggambarkan problem solving, reasoning serta kemampuan
berkomunikasi.
c) Jika respon dinyatakan terbuka, semua jawaban benar.

19
d) Hasil digambarkan secara lengkap.
e) Kesalahan kecil, misalnya pembulatan mungkin ada.
2. Memberikan skor 3 jika jawaban siswa itu menggambarkan kompetensi dasar.
Ciri-ciri dari jawaban siswa ini adalah:
a) Jawaban yang dikemukakan benar.
b) Menggambarkan problem solving, reasoning serta kemampuan
berkomunikasi.
c) Jika respon dinyatakan terbuka, maka hampir semua jawaban benar.
d) Hasilnya dijelaskan.
e) Beberapa kesalahan kecil yang matematik mungkin ada.
3. Memberikan skor 2 jika jawaban siswa sebagian. Ciri-ciri dari jawaban siswa
ini adalah:
a) Beberapa jawaban mungkin sudah dihilangkan.
b) Menggambarkan problem solving, reasoning serta kemampuan
berkomunikasi.
c) Terlihat kurangnya tingkat pemikiran yang tinggi.
d) Kesimpulan dinyatakan namun tidak akurat.
e) Beberapa batasan mengenai pemahaman konsep matematika
digambarkan.
f) Kesalahan kecil yang matematik mungkin muncul.
4. Memberikan skor 1 jika jawaban siswa hanya sekadar upaya mendapatkan
jawaban. Ciri-ciri dari jawaban siswa ini adalah:
a) Jawaban dikemukakan namun tidak pernah mengembangkan ide-ide
matematik.
b) Masih kurang ide dalam problem solving, reasoning serta kemampuan
berkomunikasi.
c) Beberapa perhitungan dinyatakan salah.
d) Hanya sedikit terdapat penggambaran pemahaman matematik.
e) Siswa sudah berupaya menjawab soal
5. Memberikan skor 0 siswa tidak menjawab. Ciri-ciri dari jawaban siswa ini
adalah:
a) Jawaban betul-betul tidak tepat

20
b) Tidak ada penggambaran tentang problem solving, reasoning atau
kemampuan komunikasi.
c) Tidak menyatakan pemahaman matematik sama sekali.
d) Tidak mengemukakan jawaban.
Penggunakan skala ini jawaban siswa berada pada rentang skor 0 sampai
dengan 4, tergantung pada kekuatan jawabannya. Perbedaan antar skor tidak mudah
didefinisikan seperti halnya dalam soal betul-salah. Di samping itu, dengan skor 3
dalam rubrik ini tidak berarti 75 % jawaban siswa benar, namun merupakan nilai
pengukuran mengenai apa yang diketahui siswa serta apa yang siswa bisa lakukan
dalam situasi yang diberikan.
Rubrik lain yang digunakan adalah dengan menggunakan skala 02, 06 atau
bahkan skala 010. lebih sederhana lagi dengan menggolongkan jawaban siswa
menjadi tinggi, sedang, dan rendah.

7. Keunggulan dan Kelemahan Pendekatan Open-ended


Keunggulan dari pendekatan ini antara lain:
a) Siswa berpartisipasi lebih aktif dalam pembelajaran dan sering mengekspresikan
idenya.
b) Siswa memiliki kesempatan lebih banyak dalam memanfaatkan pengetahuan dan
keterampilan matematik secara komprehensif.
c) Siswa dengan kemampuan matematika rendah dapat merespon permasalahan
dengan cara mereka sendiri.
d) Siswa secara instringsik termotivasi untuk memberikan bukti atau penjelasan.
e) Siswa memiliki pengalaman lebih banyak untuk menemukan sesuatu dalam
menjawab permasalahan.

Disamping keunggulan yang dapat diperoleh dari pendekatan open-ended,


terdapat beberapa kelemahan diantaranya:
a) Membuat dan menyiapkan permasalahan matematik yang bermakna bagi siswa
bukanlah pekerjaan yang mudah.

21
b) Mengemukakan masalah yang langsung dapat dipahami siswa sangt sulit
sehingga banyak siswa yang mengalami kesulitan bagaimana merespon
permasalahan yang diberikan.
c) Siswa dengan kemampuan tinggi bisa merasa ragu atau mencemaskan jawaban
mereka.
d) Mungkin ada sebagian siswa yang merasa bahwa kegiatan belajar mereka tidak
menyenangkan karena kesulitan yang mereka hadapi.

2.3 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Problem Based Learning


1. Pengertian Problem Based Learning (PBL)
Problem Based Learning (PBL) merupakan salah satu model pembelajaran
yang dapat menolong siswa untuk meningkatkan keterampilan yang dibutuhkan
pada pada era globalisasi saat ini. Problem Based Learning (PBL) dikembangkan
untuk pertama kali oleh Prof. Howard Barrows sekitar tahun 1970-an dalam
pembelajaran ilmu medis di McMaster University Canada (Amir, 2009). Model
pembelajaran ini menyajikan suatu masalah yang nyata bagi siswa sebagai awal
pembelajaran kemudian diselesaikan melalui penyelidikan dan diterapkan dengan
menggunakan pendekatan pemecahan masalah. Beberapa definisi tentang Problem
Based Learning (PBL) :

1. Menurut Duch (1995), Problem Based Learning (PBL) merupakan model


pembelajaran yang menantang siswa untuk belajar bagaimana belajar,
bekerja secara berkelompok untuk mencari solusi dari permasalahan dunia
nyata. Masalah ini digunakan untuk mengikat siswa pada rasa ingin tahu
pada pembelajaran yang dimaksud.
Menurut Arends (Trianto, 2007), Problem Based Learning (PBL)
merupakan suatu pendekatan pembelajaran di mana siswa dihadapkan pada
masalah autentik (nyata) sehingga diharapkan mereka dapat
menyusun pengetahuannya sendiri, menumbuhkembangkan keterampilan
tingkat tinggi dan inkuiri, memandirikan siswa, dan meningkatkan
kepercayaan dirinya.

22
2. Menurut Glazer (2001), mengemukakan Problem Based Learning (PBL)
merupakan suatu strategi pengajaran dimana siswa secara aktif dihadapkan
pada masalah kompleks dalam situasi yang nyata.
Dari beberapa uraian mengenai pengertian Problem Based Learning
(PBL) dapat disimpulkan bahwa PBL merupakan model pembelajaran yang
menghadapkan siswa pada masalah dunia nyata (real world) untuk memulai
pembelajaran dan merupakan salah satu model pembelajaran inovatif yang dapat
memberikan kondisi belajar aktif kepada siswa. Problem Based Learning (PBL)
adalah pengembangan kurikulum dan proses pembelajaran. Dalam
kurikulumnya, dirancang masalah-masalah yang menuntut siswa mendapatkan
pengetahuan yang penting, membuat mereka mahir dalam memecahkan
masalah, dan memiliki strategi belajar sendiri serta kecakapan berpartisipasi
dalam tim. Proses pembelajarannya menggunakan pendekatan yang sistemik
untuk memecahkan masalah atau tantangan yang dibutuhkan dalam kehidupan
sehari-hari (Amir, 2009).
Model Problem Based Learning (PBL) bercirikan penggunaan masalah
kehidupan nyata sebagai suatu yang harus dipelajari siswa. Dengan model PBL
diharapkan siswa mendapatkan lebih banyak kecakapan daripada pengetahuan
yang dihafal. Mulai dari kecakapan memecahkan masalah, kecakapan berpikir
kritis, kecakapan bekerja dalam kelompok, kecakapan interpersonal dan
komunikasi, serta kecakapan pencarian dan pengolahan informasi (Amir,
2007)
Savery, Duffy, dan Thomas (1995) mengemukakan dua hal yang harus
dijadikan pedoman dalam menyajikan permasalahan. Pertama, permasalahan
harus sesuai dengan konsep dan prinsip yang akan dipelajari. Kedua,
permasalahan yang disajikan adalah permasalahan riil, artinya masalah itu nyata
ada dalam kehidupan sehari-hari siswa.
Dalam PBL pembelajarannya lebih mengutamakan proses belajar, di
mana tugas guru harus memfokuskan diri untuk membantu siswa, mencapai
keterampilan mengarahkan diri. Guru dalam model ini berperan sebagai penyaji
masalah, penanya, mengadakan dialog, membantu menemukan masalah, dan
pemberi fasilitas pembelajaran. Selain itu, guru memberikan dukungan yang

23
dapat meningkatkan pertumbuhan inkuiri dan intelektual siswa. Model ini hanya
dapat terjadi jika guru dapat menciptakan lingkungan kelas yang terbuka dan
membimbing pertukaran gagasan.

2. Karakteristik Model Problem Based Learning (PBL)

Ciri yang paling utama dari model pembelajaran PBL yaitu


dimunculkannnya masalah pada awal pembelajarannya.. Menurut Arends
(Trianto, 2007), berbagai pengembangan pengajaran berdasarkan masalah telah
memberikan model pengajaran itu memiliki karakteristik sebagai berikut :
a. Pengajuan pertanyaan atau masalah
1. Autentik, yaitu masalah harus berakar pada kehidupan dunia nyata siswa
daripada berakar pada prinsip-prinsip disiplin ilmu tertentu.
2. Jelas, yaitu masalah dirumuskan dengan jelas, dalam arti tidak
menimbulkan masalah baru bagi siswa yang pada akhirnya menyulitkan
penyelesaian siswa.
3. Mudah dipahami, yaitu masalah yang diberikan harusnya mudah
dipahami siswa dan disesuaikan dengan tingkat perkembangan siswa.
4. Luas dan sesuai tujuan pembelajaran. Luas artinya masalah tersebut
harus mencakup seluruh materi pelajaran yang akan diajarkan sesuai
dengan waktu, ruang, dan sumber yang tersedia.
5. Bermanfaat, yaitu masalah tersebut bermanfaat bagi siswa sebagai
pemecah masalah dan guru sebagai pembuat masalah.
b. Berfokus pada keterkaitan antar disiplin ilmu.
Masalah yang diajukan hendaknya melibatkan berbagai disiplin ilmu.
c. Penyelidikan autentik (nyata)
Dalam penyelidikan siswa menganalisis dan merumuskan masalah,
mengembangkan dan meramalkan hipotesis, mengumpulkan dan
menganalisis informasi, melakukan eksperimen, membuat kesimpulan, dan
menggambarkan hasil akhir.
d. Menghasilkan produk dan memamerkannya
Siswa bertugas menyusun hasil belajarnya dalam bentuk karya dan
memamerkan hasil karyanya.

24
e. Kolaboratif
Pada model pembelajaran ini, tugas-tugas belajar berupa masalah
diselesaikan bersama-sama antar siswa.
Adapun beberapa karakteristik prosel PBL menurut Tan (Amir, 2007)
diantaranya :
a. Masalah digunakan sebagai awal pembelajaran.
b. Biasanya, masalah yang digunakan merupakan masalah dunia nyata yang
disajikan secara mengambang.
c. Masalah biasanya menuntut perspektif majemuk. Solusinya menuntut siswa
menggunakan dan mendapatkan konsep dari beberapa ilmu yang
sebelumnya telah diajarkan atau lintas ilmu ke bidang lainnya.
d. Masalah membuat siswa tertantang untuk mendapatkan pembelajaran di
ranah pembelajaran yang baru.
e. Sangat mengutamakan belajar mandiri (self directed learning).
f. Memanfaatkan sumber pengetahuan yang bervariasi, tidak dari satu sumber
saja.
g. Pembelajarannya kolaboraif, komunikatif, dan kooperatif. Siswa bekerja
dalam kelompok, berinteraksi, saling mengajarkan (peer teaching), dan
melakukan presentasi.

Dari beberapa penjelasan mengenai karakteristik proses PBL dapat


disimpulkan bahwa tiga unsur yang esensial dalam proses PBL yaitu adanya
suatu permasalahan, pembelajaran berpusat pada siswa, dan belajar dalam
kelompok kecil.

3. Beberapa Teori yang Melandasi Problem Based Learning (PBL)


Dalam perkembangannya, pembelajaran Problem Based Learning (PBL)
dilandasi oleh teori belajar konstruktivisme, teori perkembangan kognitif, dan
teori belajar penemuan Jerome Burner.
a. Teori Belajar Konstruktivisme
Teori-teori baru dalam psikologi pendidikan dikelompokkan dalam teori
pembelajaran konstruktivisme. Teori konstruktivisme ini menyatakan bahwa
siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks,

25
mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama, dan merevisinya apabila
aturan-aturan itu tidak sesuai (Trianto ,2007). Bagi siswa agar benar-benar
memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, mereka harus bekerja
memecahkan masalah, menemukan segala sesutunya sendiri, dan berusaha
dengan susah payah dengan ide-idenya sendiri (Trianto, 2007).
Menurut teori konstruktivisme ini, satu prinsip yang paling penting
dalam psikologi pendidikan adalah bahwa guru tidak hanya sekadar
memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa harus membangun sendiri
pengetahuan di dalam benaknya. Guru dapat memberikan kemudahan untuk
proses ini dengan memberi kesempatan siswa menemukan atau menerapkan
ide-ide mereka sendiri dan mengajar siswa menjadi sadar dan secara sadar
menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar.
b. Teori Perkembangan Kognitif
Teori belajar kognitif pertama kali dikenalkan oleh Piaget. Menurutnya,
perkembangan kognitif sebagian besar ditentukan oleh manipulasi dan interaksi
aktif anak dengan lingkungan. Piaget yakin bahwa pengalaman-pengalaman
fisik dan manipulasi lingkungan penting bagi terjadinya perubahan
perkembangan. Sementara itu, Nur (Trianto, 2007) berpendapat bahwa interaksi
sosial dengan teman sebaya, khususnya beragumentasi dan berdiskusi
membantu memperjelas pemikiran yang akhirnya memuat pemikiran itu
menjadi lebih logis. Menurut teori Piaget, setiap individu pada saat mulai dari
bayi yang baru lahir sampai menginjak usia dewasa mengalami empat tingkat
perkembangan kognitif. Empat tingkat perkembangan kognitif tersebut
diantaranya (Dahar, 1989) :
1) Sensori-motor (mulai lahir-2 tahun)
2) Pra-operasional (2-7 tahun)
3) Operasional konkret (7-11 tahun)
4) Operai formal (11 tahun- dewasa)
Teori Perkembangan Piaget, memandang perkembangan kognitif
sebagai suatu proses di mana anak secara aktif membangun sistem makna dan
memahami realitas melalui pengalaman-pengalaman dan interaksi-interaksi
mereka.

26
c. Teori Penemuan Jerome Bruner
Teori belajar yang paling melandasi pembelajaran PBL adalah teori
belajar penemuan (discovery learning) yang dikembangkan oleh Jerome Bruner
pada tahun 1966. Bruner menganggap, bahwa belajar penemuan sesuai dengan
pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia, dan dengan sendirinya
memberi hasil yang paling baik. Berusaha sendiri mencari pemecahan masalah
serta pengetahuan yang menyertainya, menghasilkan pengetahuan yang benar-
benar bermakna (Dahar, 1989).
Bruner menyarankan agar siswa-siswa hendaknya belajar melaui
partisipasi secara aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip, agar mereka
dianjurkan untuk memperoleh pengalaman, dan melakukan eksperimen-
eksperimen yang mengizinkan mereka untuk menemukan prisip-prinsip itu
sendiri.

4. Tahap-Tahap dalam Problem Based Learning (PBL)


Pelaksanaan model Problem Based Learning (PBL) terdiri dari 5 tahap
proses, yaitu :
Tahap pertama, adalah proses orientasi peserta didik pada masalah. Pada tahap
ini guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang
diperlukan, memotivasi peserta didik untuk terlibat dalam aktivitas pemecahan
masalah, dan mengajukan masalah.
Tahap kedua, mengorganisasi peserta didik. Pada tahap ini guru membagi
peserta didik kedalam kelompok, membantu peserta didik mendefinisikan dan
mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah.
Tahap ketiga, membimbing penyelidikan individu maupun kelompok. Pada
tahap ini guru mendorong peserta didik untuk mengumpulkan informasi yang
dibutuhkan, melaksanakan eksperimen dan penyelidikan untuk mendapatkan
penjelasan dan pemecahan masalah.
Tahap keempat, mengembangkan dan menyajikan hasil. Pada tahap ini guru
membantu peserta didik dalam merencanakan dan menyiapkan laporan,
dokumentasi, atau model, dan membantu mereka berbagi tugas dengan sesama
temannya.

27
Tahap kelima, menganalisis dan mengevaluasi proses dan hasil pemecahan
masalah. Pada tahap ini guru membantu peserta didik untuk melakukan refleksi
atau evaluasi terhadap proses dan hasil penyelidikan yang mereka lakukan.
Kelima tahap yang dilakukan dalam pelaksanaan model PBL ini
selengkapnya dapat dilihat pada tabel

28
Tahapan
Kegiatan Guru
Pembelajaran
Tahap 1 Guru menjelaskan tujuan pembelajaran,
Orientasi peserta menjelaskan logistik yang diperlukan,
didik pada masalah mengajukan fenomena atau demonstrasi atau
cerita untuk memunculkan masalah, memotivasi
siswa untuk terlibat dalam aktivitas pemecahan
masalah.
Tahap 2 Guru membagi siswa ke dalam kelompok,
Mengorganisasi membantu siswa mendefinisikan dan
peserta didik mengorganisasikan tugas belajar yang
berhubungan dengan masalah.
Tahap 3 Guru mendorong peserta didik untuk
Membimbing penyelidikan mengumpulkan informasi yang dibutuhkan,
individu maupun kelompok melaksanakan eksperimen dan penyelidikan
untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan
masalah.
Tahap 4 Guru membantu siswa dalam merencanakan
Mengembangkan dan dan menyiapkan laporan, dokumentasi, atau
menyajikan hasil model, dan membantu mereka berbagi tugas
dengan sesama temannya.
Tahap 5 Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi
Menganalisis dan atau evaluasi terhadap proses dan hasil
mengevaluasi proses penyelidikan yang mereka lakukan.
dan hasil pemecahan
masalah.

5. Kelebihan dan Kelemahan Model Problem Based Learning (PBL)


a. Kelebihan
Sebagai suatu model pembelajaran, Problem Based Learning (PBL)
memiliki beberapa kelebihan, diantaranya :

29
1. Menantang kemampuan siswa serta memberikan kepuasan untuk
menemukan pengetahuan baru bagi siswa.
2. Meningkatakan motivasi dan aktivitas pembelajaran siswa.
3. Membantu siswa dalam mentransfer pengetahuan siswa untuk
memahami masalah dunia nyata.
4. Membantu siswa untuk mengembangkan pengetahuan barunya dan
bertanggung jawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan.
Disamping itu, PBM dapat mendorong siswa untuk melakukan
evaluasi sendiri baikterhadap hasil maupun proses belajarnya.
5. Mengembangkan kemampuan siswa untuk berpikir kritis dan
mengembangkan kemampuan mereka untuk menyesuaikan dengan
pengetahuan baru.
6. Memberikan kesemnpatan bagi siswa untuk mengaplikasikan
pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata.
7. Mengembangkan minat siswa untuk secaraterus menerus belajar
sekalipun belajar pada pendidikan formal telah berakhir.
8. Memudahkan siswa dalam menguasai konsep-konsep yang
dipelajari guna memecahkan mkasalah dunia nyata.
b. Kelemahan
Disamping kebihan di atas, PBL juga memiliki kelemahan, diantaranya:
1. Manakala siswa tidak memiliki minat atau tidak mempunyai
kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan,
maka mereka akan merasa enggan untuk mencobanya.
2. Untuk sebagian siswa beranggapan bahwa tanpa pemahaman
mengenai materi yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah
mengapa mereka harus berusaha untuk memecahkan masalah yang
sedang dipelajari, maka mereka akan belajar apa yang mereka ingin
pelajari.

30
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Penerapan model pembelajaran PBL dengan pendekatan Open-ended
dalam pembelajaran matematika dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk
mengembangkan kegiatan kreatif dan berpikir matematika secara simultan. Dalam
menyelesaikan suatu permasalahan siswa tidak terpaku hanya pada satu jawaban
yang mungkin. Oleh karena itu, hal yang harus diperhatikan adalah memberikan
kesempatan dan kebebasan yang seluas-luasnya kepada siswa untuk berpikir dalam
mencari alternatif pemecahan dari suatu masalah yang dihadapi sesuai dengan
kemampuan, sikap, dan minat yang dimilikinya sehingga pada akhirnya akan
membentuk intelegensi matematika mereka. Dalam pembelajaran matematika
dengan pendekatan open-ended, guru harus menyajikan masalah kepada siswa yang
cara penyelesaiannya tidak hanya satu, akan tetapi harus beragam cara penyelesaian
yang dapat dilakukan oleh siswa. Guru harus dapat memanfaatkan keragaman cara
untuk menyelesaikan masalah itu, untuk memberi pengalaman kepada siswa dalam
menemukan seseuatu yang baru berdasarkan pengetahuan, keterampilan, dan
kemampuan berpikir matematik yang sudah dimiliki siswa.

31
DAFTAR PUSTAKA

http://download.portalgaruda.org/article.php?article=252574&val=6807&title=PEN
DEKATAN%20OPEN%20ENDED%20PADA%20PEMBELAJARAN%20MATE
MATIKA
https://www.academia.edu/4705289/PENDEKATAN_OPEN-ENDED_PROBLEM
Khairina. 2012. Penerapan Pendekatan Pembelajaran Open Ended untuk
Meningkatkan Kemampuan Berfikir Kreatif dan Penalaran Matematis Siswa
Sekolah Menengah Atas. Tidak diterbitkan: Medan: PPs UNIMED.
Khalistin, Rizky Ayu dan Erry Hidayanto. 2011. Penerapan Pendekatan
Pembelajaran Open-Ended untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa Kelas
VII-A SMP Negeri 1 Batu pada Materi Segi Empat. Jurnal Pendidikan
Matematika Volume 3 Nomor 3 Januari 2012. (jurnal-
pmat.webs.com/JUR06_KHALISTIN73_82_JAN2012.pdf diakses tanggal 30
Desember 2013).
Kosasih. 2012. Meningkat Kan Kemampuan Berfikir Kreatif Dan Kemandirian
Belajar Siswa SMP Melalui Pmbelajaran Dengan Pendekatan Open-Ended.
(http://repository.upi.edu/tesisview.php?no_tesis=2298
Oktavianingstya, E. 2011. Mengembangkan Kemampuan Pemahaman dan
komunikasi Matematis Siswa SMP dengan Pendekatan Open-Ended Melalui
Pembelajaran Keterampilan Membaca Matematika.Tesis. Bandung:Sps UPI
(http://repository.upi.edu/tesisview.php?no_tesis=2298
Rosita. 2012. Pembelajaran Matematika Dengan Pendekatan Open-Ended Dalam
Meningkatkan Kemampuan Berfikir Kreatif
Matematis.(http://repository.upi.edu/tesisview.php?no_tesis=2337
Sagala, Syaiful (2006). Konsep dan Makna Pembelajaran. Jakarta : Alfabeta.
Sari, Yunita, dkk. 2012. Penerapan Pendekatan Open-Ended dalam Pembelajaran
Matematika untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Matematis Siswa
Ditinjau dari Respon Siswa terhadap Pembelajaran Tahun Ajaran
2011/2012. Jurnal Pendidikan Matematika Solusi Vol.1 No.1 Maret

32
33

Anda mungkin juga menyukai