PENDAHULUAN
1
membimbing siswa ke arah pembentukan pengetahuan oleh diri mereka sendiri.
Melalui paradigma baru tersebut diharapkan di kelas siswa aktif dalam belajar, aktif
berdiskusi, berani menyampaikan gagasan dan menerima gagasan dari orang lain,
kreatif dalam mencari solusi dari suatu permasalahan yang dihadapi dan memiliki
kepercayaan diri yang tinggi (Zamroni, 2000).
Tidak sedikit guru matematika yang merasa kesulitan dalam membelajarkan
siswa bagaimana menyelesaikan problem matematika. Kesulitan itu terjadi karena
adanya pandangan yang mengatakan bahwa jawaban akhir dari permasalahan
merupakan tujuan utama dalam pembelajaran, sehingga prosedur siswa dalam
menyelesaikan permasalahan kurang bahkan tidak diperhatikan oleh guru karena terlalu
berorientasi pada jawaban akhir. Padahal perlu kita sadari bahwa proses penyelesaian
suatu problem yang dikemukakan siswa merupakan tujuan utama dalam pembelajaran
problem solving matematika.
Dilain hal, salah satu pembelajaran matematika yang akhir-akhir ini sedang
marak dibicarakan orang adalah pembelajaran menggunakan pendekatan Open-Ended.
Disini kami sebagai pemakalah akan membahas Pembelajaran matematika
menggunakan pendekatan Open-Ended.
2
1.3. Tujuan Penulisan Makalah
Penulisan makalah ini bertujuan untuk:
1. Memahami Pengertian dan indikator kemampuan Pemecahan Masalah
2. Memahami pengertian pendekatan Open Ended.
3. Memahami Tujuan yang pendekatan Open Ended.
4. Memahami Sintaks pembelajaran dengan pendekatan Open Ended.
5. Memahami rencana pendekatan Open-Ended.
6. Memahami Kriteria Penilaian Pendekatan Open Ended
7. Memahami Keunggulan dan kelemahan pendekatan Open Ended.
8. Memahami Pengertian Model Pembelajaran PBL
9. Memahami Karakteristik Model Pembelajaran PBL
10. Memahami Teori Pendukung Model Pembelajaran PBL
11. Memahami Tahap-tahap Pelaksanaan Model PBL
12. Memahami Keunggulan dan Kelemahan Model PBL
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
dalam bentuk yang jelas sehingga tidak bermakna ganda; (3)menyusun hipotesi-
hipotesis alternatif dan prosedur yang diperkirakan dapat dipergunakan untuk
memecahkan masalah tersebut; (4) menguji hipotesis dan melakukan kerja untuk
memperoleh solusi (pengumpulan data, pengolahan data, dll), solusi yang diperoleh
mungkin lebih dari satu; (5) jika diperoleh satu solusi maka langkah selanjutnya
memeriksa kembali apakah solusi itu benar namun jika diperoleh lebih dari satu solusi
maka memilih solusi mana yang paling baik.
Olkin dan Schoenfeld (Sumarmo, 2013: 447) menyatakan bahwa bentuk soal
pemecahan masalah yang baik hendaknya memiliki karakteristik sebagai berikut: (1)
dapat diakses tanpa banyak menggunakan mesin, ini berarti masalah yang terlibat
bukan karena perhitungan yang sulit; (2) dapat diselesaikan dengan beberapa cara, atau
bentuk soal yang open ended; (3) melukiskan ide matematika yang penting
(matematika yang bagus); (4) tidak memuat solusi dengan trik; (5) dapat diperluas dan
digeneralisasikan (untuk memperkaya eksplorasi).
Sumarmo (2013: 128) menyatakan bahwa pemecahan masalah matematika
mempunyai dua makna yaitu: (1) pemecahan masalah sebagai suatu pendekatan
pembelajaran, yang digunakan untuk menemukan kembali (reinvention) dan
memahami materi, konsep, dan prinsip matematika. Pembelajaran diawali dengan
penyajian masalah atau situasi yang kontekstual kemudian melalui induksi siswa
menemukan konsep/prinsip matematika; (2) sebagai tujuan atau kemampuan yang
harus dicapai. Pemecahan masalah dianggap merupakan standar kemampuan yang
harus dimiliki para siswa setelah menyelesaikan suatu pembelajaran. Kemampuan
pemecahan masalah merupakan kemampuan yang merupakan target pembelajaran
matematika yang sangat berguna bagi siswa dalam kehidupannya. Hal ini dikarenakan
dengan adanya kemampuan pemecahan masalah yang diberikan kepada siswa, maka
menunjukkan bahwa suatu pembelajaran telah mampu atau berhasil membantu siswa
untuk mencapai tujuan yang akan dicapai.
Sehingga dapat diperoleh kesimpulan bahwa kemampuan pemecahan masalah
matematika adalah kecakapan atau potensi yang dimiliki seorang siswa dalam
menyelesaikan soal cerita, menyelesaikan soal yang tidak rutin, mengaplikasikan
matematika dalam kehidupan sehari-hari atau keadaan lain, dan membuktikan,
menciptakan atau menguji konjektur.
5
2. Indikator Kemampuan Pemecahan Masalah
Polya (dalam Dinda) mendefinisikan secara operasional pemecahan masalah
memiliki tahap-tahap: (1) memahami masalah, (2) merencanakan pemecahannya, (3)
menyelesaikan masalah sesuai dengan rencana (4) memeriksa kembali prosedur dan
hasil penyelesaian.
Menurut Sanjaya pemecahan masalah dapat membantu siswa untuk
mengembangkan pegetahuan barunya dan bertanggung jawab dalam pembelajaran
yang mereka lakukan. Pemecahan masalah juga dapat mendorong siswa untuk
melakukan evaluasi sendiri baik terhadap hasil maupun proses belajarnya. Hal ini
tentunya menjadi suatu kejelasan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematis
sangat berpengaruh dalam proses peningkatan potensi intelektual siswa. Dimana dalam
belajar matematika, hal tersebut merupakan bagian yang sudah wajib ada untuk
dimiliki. Sehingga, Indikator kemampuan pemecahan masalah matematis dalam
penelitian ini adalah:
a. Memahami masalah, yaitu mengidentifikasi kecukupan data untuk
menyelesaikan masalah sehingga memperoleh gambaran lengkap apa yang
diketahui dan ditanyakan dalam masalah tersebut.
b. Merencanakan penyelesaian, yaitu menetapkan langkah-langkah penyelesaian,
pemilihan konsep, persamaan dan teori yang sesuai untuk setiap langkah.
c. Menjalankan rencana, yaitu menjalankan penyelesaian berdasarkan langkah -
langkah yang telah dirancang dengan menggunakan konsep, persamaan serta
teori yang dipilih.
d. Melihat kembali apa yang telah dikerjakan yaitu tahap pemeriksaan, apakah
langkah-langkah penyelesaian telah terealisasikan sesuai rencana sehingga
dapat memeriksa kembali kebenaran jawaban yang pada akhirnya membuat
kesimpulan akhir.
6
Pendekatan ini dikembangkan dalam beberapa proyek penelitian pengembangan
tentang metode evaluasi kemampuan berpikir tingkat tinggi (higher-order thinking)
dalam pembelajaran matematika dalam kurun 1971 dan 1976 di Jepang (Becker and
Shimada, 2007).
Pendekatan open-ended adalah pendekatan pembelajaran yang menyajikan suatu
permasalahan yang memiliki metode atau penyelesaian yang benar lebih dari satu.
Menurut Seherman dkk., (2003) problem yang diformulasikan memiliki multi
jawaban yang benar disebut problem tak lengkap atau disebut juga open ended
problem atau soal terbuka. Siswa yang dihadapkan dengan Open-ended problem, tujuan
utamanya bukan untuk mendapatkan jawaban tetapi lebih menekankan pada cara
bagaimana sampai pada suatu jawaban. Dengan demikian bukanlah hanya satu
pendekatan atau metode dalam mendapatkan jawaban, namun beberapa atau banyak
pendekatan atau metode yang digunakan.
Sifat keterbukaan dari suatu masalah dikatakan hilang apabila hanya ada satu
cara dalam menjawab permasalahan yang diberikan atau hanya ada satu jawaban yang
mungkin untuk masalah tersebut. Pernyataan ini sejalan dengan pernyataan yang
dikemukakan oleh Shimada (1997:1) yaitu:
open-ended approach, an incomplete problem is presented first. The
lesson then proceeds by using many correct answers to the given problem to provide
experience in finding something new in the process. This can be done through
combining students own knowledge, skills, or ways of thinking that have previously
been learned.
Pendekatan open ended adalah suatu pendekatan pembelajaran yang dimulai dari
mengenalkan atau menghadapkan siswa pada masalah terbuka. Pembelajaran
dilanjutkan dengan menggunakan banyak jawaban yang benar dari masalah yang
diberikan untuk memberikan pengalaman kepada siswa dalam menemukan sesuatu
yang baru di dalam proses pembelajaran. Melalui kegiatan ini diharapkan pula siswa
dapat menjawab permasalahan dengan banyak cara, sehingga mengundang potensi
intelektual dan pengalaman siswa dalam proses menemukan sesuatu yang baru.
Dari pengertian-pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa pendekatan
open-ended adalah pendekatan pembelajaran yang mengenalkan atau menghadapkan
siswa pada masalah terbuka dan memiliki metode atau penyelesaian yang benar lebih
dari satu.
7
Pembelajaran dengan pendekatan Open-Ended diawali dengan memberikan
masalah terbuka kepada siswa. Kegiatan pembelajaran harus mengarah dan membawa
siswa dalam menjawab masalah dengan banyak cara serta mungkin juga dengan banyak
jawaban (yang benar), sehingga merangsang kemampuan intelektual dan pengalaman
siswa dalam proses menemukan sesuatu yang baru. Sedangkan dasar keterbukaan
masalah diklasifikasikan dalam tiga tipe, yakni:
1) Prosesnya terbuka, maksudnya masalah itu memiliki banyak cara penyelesaian
yang benar.
Contoh:
Suatu persegipanjang luasnya 48 cm. Berapa cm kemungkinan panjang dan
lebar persegipanjang tersebut?
48 =
48 =
48 =
Bila = 12 maka = 4
Bila = 24 maka = 2
2) Hasil akhirnya terbuka, maksudnya masalah itu memiliki banyak jawaban yang
benar, dan
8
Contoh:
Tentukan himpunan penyelesaian dari persamaan 2 + = 10 dan
2 = 5
a. Cara Subtitusi
2 + = 10 (1)
2 = 5 (2)
2 + = 10
= 10 2 (3)
2 = 5
2 (10 2 ) = 5
20 + 4 = 5
5 20 + 20 = 5 + 20
5 = 15
5 15
= (kedua ruas dibagi 5)
5 5
=3
= 10 2
= 10 2 (3)
= 10 6
= 4
9
b. Cara Eleminasi
2 + = 10 1 2 + = 10
2 = 5 2 2 4 = 10
5 20
= (kedua ruas dibagi 5)
5 5
=4
2 + = 10 2 4 + 2 = 20
2 = 5 1 2 = 5
5 = 15
5 15
= (kedua ruas dibagi 5)
5 5
=3
Panjang sisi = 30 m
10
a. Keliling kebun = keliling persegi
= 4
= 4 30 = 120
Banyak pohon mangga yang diperlukan =
120
=
6
= 20
b. = 1
= 20 20000
= 400.000
11
jawaban. Menurut Suherman dkk (2003:124) mengemukakan bahwa dalam kegiatan
matematik dan kegiatan siswa disebut terbuka jika memenuhi ketiga aspek berikut:
a. Kegiatan siswa harus terbuka
Yang dimaksud kegiatan siswa harus terbuka adalah kegiatan pembelajaran
harus mengakomodasi kesempatan siswa untuk melakukan segala sesuatu
secara bebas sesuai kehendak mereka.
b. Kegiatan matematika merupakan ragam berpikir
Kegiatan matematik adalah kegiatan yang didalamnya terjadi proses
pengabstraksian dari pengalaman nyata dalam kehidupan sehari-hari ke dalam
dunia matematika atau sebaliknya.
c. Kegiatan siswa dan kegiatan matematika merupakan satu kesatuan
Dalam pembelajaran matematika, guru diharapkan dapat mengangkat
pemahaman dalam berpikir matematika sesuai dengan kemampuan individu.
Meskipun pada umumnya guru akan mempersiapkan dan melaksanakan
pembelajaran sesuai dengan pengalaman dan pertimbangan masing-masing.
Guru bisa membelajarkan siswa melalui kegiatan-kegiatan matematika tingkat
tinggi yang sistematis atau melalui kegiatan-kegiatan matematika yang
mendasar untuk melayani siswa yang kemampuannya rendah. Pendekatan
uniteral semacam ini dapat dikatakan terbuka terhadap kebutuhan siswa ataupun
terbuka terhadap ide-ide matematika.
Pada dasarnya, pendekatan Open-Ended bertujuan untuk mengangkat kegiatan
kreatif siswa dan berpikir matematika secara simultan. Oleh karena itu hal yang perlu
diperhatikan adalah kebebasan siswa untuk berpikir dalam membuat progress
pemecahan sesuai dengan kemampuan, sikap, dan minatnya sehingga pada akhirnya
akan membentuk intelegensi matematika siswa.
12
No. Fase Pembelajaran Kegiatan Pembelajaran
Memberikan problem terbuka kepada siswa, sehingga siswa
1 Menyajikan masalah mendapatkan kesempatan untuk melakukan segala sesuatu
secara bebas sesuai kehendak mereka.
Guru mengarahkan siswa untuk menumbuhkan
P
orisinilitas ide, kreativitas, kognitif tinggi, kritis,
2 Pengorganisasian
komunikasi-interaksi, sharing, keterbukaan, dan
pembelajaran
sosialisasi.
Guru harus menyiapkan atau menuliskan daftar
antisipasi respons siswa terhadap
Perhatikan dan catat masalah. Sehingga siswa dapat mengekpresikan ide
3
respon siswa atau pikirannya sebagai upaya mengarahkan dan
membantu siswa memecahkan masalah sesuai dengan
cara kemampuannya.
Guru memberikan bimbingan dan arahan
Bimbingan dan kepada siswa untuk berimprovisasi mengembangkan
4
pengarahan metode, cara, atau pendekatan yang bervariasi dalam
memperoleh jawaban sehingga jawaban siswa beragam
Siswa diminta untuk menjelaskan proses mencapai
5 Membuat kesimpulan.
jawaban tersebut
(Sumber : Suyatno,Model-Model Pembelajaran beserta Sintaksnya)
Menurut Takahashi (Mahmudi, 2008) soal terbuka atau open ended problem
adalah soal yang mempunyai banyak solusi atau strategi penyelesaian. Sedangkan
Suherman dkk (Japar, tanpa tahun) mengemukakan bahwa problem yang
diformulasikan memiliki multi jawaban yang benar disebut problem tak lengkap atau
disebiut juga open ended problem atau soal terbuka.
Selanjutnya, Sudiarta (Japar, tanpa tahun) mengatakan bahwa secara
konseptual open ended problem dapat dirumuskan sebagai masalah atau soal-soal
13
matematika yang dirumuskan sedemikian rupa sehingga memiliki beberapa atau
bahkan banyak solusi yang benar, dan terdapat banyak cara untuk mencapai solusi
tersebut.
Shimada Dan Becker (Jarnawi, tanpa tahun) mengemukakan bahwa secara
umum terdapat tiga tipe masalah yang dapat diberikan dalam pendekatan open ended,
yakni menemukan pengaitan, pengklasifikasian, dan pengukuran.
a) Menemukan pengaitan atau hubungan
Siswa diberi fakta-fakta sedemikian rupa hingga siswa dapat menemukan
beberapa aturan atau pengaitan yang matematis.
Contoh:
Team Main Menang Kalah Seri Nilai Rasio
A 25 16 7 2 50 0.696
B 21 11 8 2 35 0.579
C 22 9 9 4 31 0.500
D 22 8 13 1 25 0.381
E 22 6 13 3 21 0.316
Tabel di atas menunjukkan catatan lima team sepak bola. Coba kamu cari
pengaitan atau aturan yang menghubungkan antara nilai-nilai pada kolom-kolom
tersebut. tuliskan strategi penyelesaiannya!
b) Mengklasifikasi
Siswa ditanya untuk mengklasifikasi yang didasarkan atas karaktersitik yang
berbeda dari beberapa objek tertentu untuk memformulasi beberapa konsep
matematika. Contoh:
14
Tentukanlah beberapa ciri atau karakteristik dari gambar-gambar di atas, kemudian
kelompokkan gambar-gambar tersebut berdasarkan karakteristiknya.
c) Pengukuran
Siswa diminta untuk menentukan ukuran-ukuran numerik dari suatu kejadian
tertentu. Siswa diharapkan menggunakan pengetahuan dan keterampilan
matematika yang telah dipelajarinya.
Contoh:
A B C
Misalkan tiga orang siswa melemparkan 5 buah kelereng, yang hasilnya nampak
pada gambar di atass. Dalam permainan ini, pemenangnya adalah siswa pencaran
hasil lemparannya terkecil. Derajat pencaran menurun dalam urutan gambar A, B,
dan C. Pikirkan berapa cara yang dapat kamu lakukan untuk menentukan derajat
pencaran.
Mahmudi (2008) menguraikan beberapa strategi atau metode dalam
mengembangkan soal terbuka, yaitu:
a. Memberikan contoh yang memenuhi kondisi atau syarat tertentu.
Tugas ini memungkinkan siswa untuk mengenali karakteristik konsep-konsep
matematika terkait yang mendasari. Siswa harus memahami suatu konsep dan
mengaplikasikannya untuk membuat suatu contoh yang memenuhi kondisi
tertentu.
Contoh:
Tentukan 3 bilangan yang mempunyai FPB 5 dan KPK 180. Jelaskan bagaimana
kamu menentukan bilangan-bilangan itu.
b. Menentukan siapa yang benar
Jenis tugas ini menyajikan dua atau lebih pendapat atau pandangan mengenai
beberapa konsep atau prinsip matematika. Siswa diminta untuk memutuskan dan
menjelaskan mana yang benar.
15
Contoh:
Dedy menyatakan bahwa ia telah membagi persegipanjang berikut menjadi 4
daerah yang sama luasnya. Tery tidak setuju dengan pendapat Dedy. Siapakah
yang benar? Mengapa?
A B
C D
16
a) Apakah masalah tersebut kaya dengan konsep-konsep matematis.
Masalah Open-ended harus medorong siswa untuk berpikir dari berbagai sudut
pandang. Disamping itu juga harus kaya dengan konsep-konsep matematika
yang sesuai untuk siswa berkemampuan tinggi maupun rendah dengan
menggunakan berbagai strategi sesuai dengan kemampuannya.
b) Apakah level matematis dari masalah cocok untuk siswa.
Pada saat siswa menyelesaikan masalah Open-ended, mereka harus
menggunakan pengetahuan dan keterampilan yang telah mereka punya. Jika
guru memprediksi bahwa masalah itu di luar jangkauan kemampuan siswa, maka
masalah itu harus diubah/diganti dengan masalah yang berasal dalam wilayah
pemikiran siswa.
c) Apakah masalah itu dapat mengembangkan konsep matematis lebih lanjut.
Masalah harus memiliki keterkaitan atau hubungan dengan konsep-konsep
matematika yang lebih tinggi sehingga dapat memacu siswa untuk berpikir
tingkat tinggi.
Masalah yang dibuat harus dapat mendorong siswa berpikir dalam berbagai
pandangan yang berbeda, sehingga masalah tersebut harus kaya akan konsep-konsep
matematis yang dapat dipecahkan dengan berbagai strategi yang sesuai untuk siswa
berkemampuan tinggi, maupun rendah. Tingkat kesulitan masalah juga harus cocok
dengan kemampuan siswa, karena ketika mereka akan menyelesaikan masalah open
ended mereka harus menggunakan pengetahuan atau keterampilan yang telah mereka
ketahui sebelumnya.
Apabila guru telah menyusun suatu masalah Open Ended dengan baik, langkah
selanjutnya adalah mengembangkan rencana pembelajaran. Pada tahap ini hal-hal yang
perlu diperhatikan adalah:
17
masalah itu. Tetapi mungkin juga siswa mampu menjelaskan ide-ide matematika
dengan cara yang berbeda. Dengan demikian, antisipasi guru membuat atau
menuliskan kemungkinan repsons yang dikemukakan siswa menjadi penting
dalam upaya mengarahkan dan membantu siswa memecahkan masalah sesuai
dengan cara kemampuannya.
b) Tujuan yang harus dicapai dari masalah yang diberikan harus jelas
Guru memahami dengan baik peranan masalah itu dalam keseluruhan rencana
pembelajaran. Masalah dapat diperlakukan sebagai topik yang tertentu, seperti
dalam pengenalan konsep baru kepada siswa, atau sebagai rangkuman dari
kegiatan belajara siswa. Berdasarkan pengalaman, masalah Open-ended efektif
untuk pengenalan konsep baru atau rangkuman kegiatan belajar.
c) Lengkapi dengan prinsip problem posing sehingga siswa dapat memahami
maksud dari masalah tersebut dengan mudah atau dapat memahami apa yang
diharapkan dari mereka.
Masalah harus diekspresikan sedemikian rupa sehingga siswa dapat
memahaminya dengan mudah dan menemukan pendekatan pemecahannya.
Siswa dapat mengalami kesulitan, bila eksplanasi masalah terlalu singkat. Hal itu
dapat timbul karena guru bermaksud memberikan terobosan yang cukup kepada
siswa untuk memilih cara dan pendekatan pemecahan masalah. Atau dapat pula
diakibatkan siswa memiliki sedikit atau bahkan tidak memiliki pengalaman
belajar karea terbiasa megikuti petunjuk-petunjuk dari buku teks.
d) Sajikan masalah semenarik mungkin
Konteks permasalahan yang diberikan atau disajikan harus dapat dikenal baik
oleh siswa, dan harus membangkitkan keingintahuan serta semangat intelektual
siswa. Oleh karena masalah Open-ended memerlukan waktu untuk berpikir dan
mempertimbangkan strategi pemecahannya, maka masalah itu harus mampu
menarik perhatian siswa.
e) Berikan waktu yang cukup kepada siswa untuk mengeksplorasi masalah
Terkadang waktu yang dialokasikan tidak cukup dalam menyajikan masalah,
memecahkannya, mendiskusikan pendekatan dan penyelesaian,, dan merangkum
dari apa yang telah dipelajari siswa. Karena itu, guru harus memberi waktu yang
cukup kepada siswa untuk mengekplorasi masalah. Berdiskusi secara aktif antar
18
sesama siswa dan antara siswa dengan guru merupakan interaksi yang sangat
penting dalam pembelajaran dengan pendekatan Open-ended.
19
d) Hasil digambarkan secara lengkap.
e) Kesalahan kecil, misalnya pembulatan mungkin ada.
2. Memberikan skor 3 jika jawaban siswa itu menggambarkan kompetensi dasar.
Ciri-ciri dari jawaban siswa ini adalah:
a) Jawaban yang dikemukakan benar.
b) Menggambarkan problem solving, reasoning serta kemampuan
berkomunikasi.
c) Jika respon dinyatakan terbuka, maka hampir semua jawaban benar.
d) Hasilnya dijelaskan.
e) Beberapa kesalahan kecil yang matematik mungkin ada.
3. Memberikan skor 2 jika jawaban siswa sebagian. Ciri-ciri dari jawaban siswa
ini adalah:
a) Beberapa jawaban mungkin sudah dihilangkan.
b) Menggambarkan problem solving, reasoning serta kemampuan
berkomunikasi.
c) Terlihat kurangnya tingkat pemikiran yang tinggi.
d) Kesimpulan dinyatakan namun tidak akurat.
e) Beberapa batasan mengenai pemahaman konsep matematika
digambarkan.
f) Kesalahan kecil yang matematik mungkin muncul.
4. Memberikan skor 1 jika jawaban siswa hanya sekadar upaya mendapatkan
jawaban. Ciri-ciri dari jawaban siswa ini adalah:
a) Jawaban dikemukakan namun tidak pernah mengembangkan ide-ide
matematik.
b) Masih kurang ide dalam problem solving, reasoning serta kemampuan
berkomunikasi.
c) Beberapa perhitungan dinyatakan salah.
d) Hanya sedikit terdapat penggambaran pemahaman matematik.
e) Siswa sudah berupaya menjawab soal
5. Memberikan skor 0 siswa tidak menjawab. Ciri-ciri dari jawaban siswa ini
adalah:
a) Jawaban betul-betul tidak tepat
20
b) Tidak ada penggambaran tentang problem solving, reasoning atau
kemampuan komunikasi.
c) Tidak menyatakan pemahaman matematik sama sekali.
d) Tidak mengemukakan jawaban.
Penggunakan skala ini jawaban siswa berada pada rentang skor 0 sampai
dengan 4, tergantung pada kekuatan jawabannya. Perbedaan antar skor tidak mudah
didefinisikan seperti halnya dalam soal betul-salah. Di samping itu, dengan skor 3
dalam rubrik ini tidak berarti 75 % jawaban siswa benar, namun merupakan nilai
pengukuran mengenai apa yang diketahui siswa serta apa yang siswa bisa lakukan
dalam situasi yang diberikan.
Rubrik lain yang digunakan adalah dengan menggunakan skala 02, 06 atau
bahkan skala 010. lebih sederhana lagi dengan menggolongkan jawaban siswa
menjadi tinggi, sedang, dan rendah.
21
b) Mengemukakan masalah yang langsung dapat dipahami siswa sangt sulit
sehingga banyak siswa yang mengalami kesulitan bagaimana merespon
permasalahan yang diberikan.
c) Siswa dengan kemampuan tinggi bisa merasa ragu atau mencemaskan jawaban
mereka.
d) Mungkin ada sebagian siswa yang merasa bahwa kegiatan belajar mereka tidak
menyenangkan karena kesulitan yang mereka hadapi.
22
2. Menurut Glazer (2001), mengemukakan Problem Based Learning (PBL)
merupakan suatu strategi pengajaran dimana siswa secara aktif dihadapkan
pada masalah kompleks dalam situasi yang nyata.
Dari beberapa uraian mengenai pengertian Problem Based Learning
(PBL) dapat disimpulkan bahwa PBL merupakan model pembelajaran yang
menghadapkan siswa pada masalah dunia nyata (real world) untuk memulai
pembelajaran dan merupakan salah satu model pembelajaran inovatif yang dapat
memberikan kondisi belajar aktif kepada siswa. Problem Based Learning (PBL)
adalah pengembangan kurikulum dan proses pembelajaran. Dalam
kurikulumnya, dirancang masalah-masalah yang menuntut siswa mendapatkan
pengetahuan yang penting, membuat mereka mahir dalam memecahkan
masalah, dan memiliki strategi belajar sendiri serta kecakapan berpartisipasi
dalam tim. Proses pembelajarannya menggunakan pendekatan yang sistemik
untuk memecahkan masalah atau tantangan yang dibutuhkan dalam kehidupan
sehari-hari (Amir, 2009).
Model Problem Based Learning (PBL) bercirikan penggunaan masalah
kehidupan nyata sebagai suatu yang harus dipelajari siswa. Dengan model PBL
diharapkan siswa mendapatkan lebih banyak kecakapan daripada pengetahuan
yang dihafal. Mulai dari kecakapan memecahkan masalah, kecakapan berpikir
kritis, kecakapan bekerja dalam kelompok, kecakapan interpersonal dan
komunikasi, serta kecakapan pencarian dan pengolahan informasi (Amir,
2007)
Savery, Duffy, dan Thomas (1995) mengemukakan dua hal yang harus
dijadikan pedoman dalam menyajikan permasalahan. Pertama, permasalahan
harus sesuai dengan konsep dan prinsip yang akan dipelajari. Kedua,
permasalahan yang disajikan adalah permasalahan riil, artinya masalah itu nyata
ada dalam kehidupan sehari-hari siswa.
Dalam PBL pembelajarannya lebih mengutamakan proses belajar, di
mana tugas guru harus memfokuskan diri untuk membantu siswa, mencapai
keterampilan mengarahkan diri. Guru dalam model ini berperan sebagai penyaji
masalah, penanya, mengadakan dialog, membantu menemukan masalah, dan
pemberi fasilitas pembelajaran. Selain itu, guru memberikan dukungan yang
23
dapat meningkatkan pertumbuhan inkuiri dan intelektual siswa. Model ini hanya
dapat terjadi jika guru dapat menciptakan lingkungan kelas yang terbuka dan
membimbing pertukaran gagasan.
24
e. Kolaboratif
Pada model pembelajaran ini, tugas-tugas belajar berupa masalah
diselesaikan bersama-sama antar siswa.
Adapun beberapa karakteristik prosel PBL menurut Tan (Amir, 2007)
diantaranya :
a. Masalah digunakan sebagai awal pembelajaran.
b. Biasanya, masalah yang digunakan merupakan masalah dunia nyata yang
disajikan secara mengambang.
c. Masalah biasanya menuntut perspektif majemuk. Solusinya menuntut siswa
menggunakan dan mendapatkan konsep dari beberapa ilmu yang
sebelumnya telah diajarkan atau lintas ilmu ke bidang lainnya.
d. Masalah membuat siswa tertantang untuk mendapatkan pembelajaran di
ranah pembelajaran yang baru.
e. Sangat mengutamakan belajar mandiri (self directed learning).
f. Memanfaatkan sumber pengetahuan yang bervariasi, tidak dari satu sumber
saja.
g. Pembelajarannya kolaboraif, komunikatif, dan kooperatif. Siswa bekerja
dalam kelompok, berinteraksi, saling mengajarkan (peer teaching), dan
melakukan presentasi.
25
mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama, dan merevisinya apabila
aturan-aturan itu tidak sesuai (Trianto ,2007). Bagi siswa agar benar-benar
memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, mereka harus bekerja
memecahkan masalah, menemukan segala sesutunya sendiri, dan berusaha
dengan susah payah dengan ide-idenya sendiri (Trianto, 2007).
Menurut teori konstruktivisme ini, satu prinsip yang paling penting
dalam psikologi pendidikan adalah bahwa guru tidak hanya sekadar
memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa harus membangun sendiri
pengetahuan di dalam benaknya. Guru dapat memberikan kemudahan untuk
proses ini dengan memberi kesempatan siswa menemukan atau menerapkan
ide-ide mereka sendiri dan mengajar siswa menjadi sadar dan secara sadar
menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar.
b. Teori Perkembangan Kognitif
Teori belajar kognitif pertama kali dikenalkan oleh Piaget. Menurutnya,
perkembangan kognitif sebagian besar ditentukan oleh manipulasi dan interaksi
aktif anak dengan lingkungan. Piaget yakin bahwa pengalaman-pengalaman
fisik dan manipulasi lingkungan penting bagi terjadinya perubahan
perkembangan. Sementara itu, Nur (Trianto, 2007) berpendapat bahwa interaksi
sosial dengan teman sebaya, khususnya beragumentasi dan berdiskusi
membantu memperjelas pemikiran yang akhirnya memuat pemikiran itu
menjadi lebih logis. Menurut teori Piaget, setiap individu pada saat mulai dari
bayi yang baru lahir sampai menginjak usia dewasa mengalami empat tingkat
perkembangan kognitif. Empat tingkat perkembangan kognitif tersebut
diantaranya (Dahar, 1989) :
1) Sensori-motor (mulai lahir-2 tahun)
2) Pra-operasional (2-7 tahun)
3) Operasional konkret (7-11 tahun)
4) Operai formal (11 tahun- dewasa)
Teori Perkembangan Piaget, memandang perkembangan kognitif
sebagai suatu proses di mana anak secara aktif membangun sistem makna dan
memahami realitas melalui pengalaman-pengalaman dan interaksi-interaksi
mereka.
26
c. Teori Penemuan Jerome Bruner
Teori belajar yang paling melandasi pembelajaran PBL adalah teori
belajar penemuan (discovery learning) yang dikembangkan oleh Jerome Bruner
pada tahun 1966. Bruner menganggap, bahwa belajar penemuan sesuai dengan
pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia, dan dengan sendirinya
memberi hasil yang paling baik. Berusaha sendiri mencari pemecahan masalah
serta pengetahuan yang menyertainya, menghasilkan pengetahuan yang benar-
benar bermakna (Dahar, 1989).
Bruner menyarankan agar siswa-siswa hendaknya belajar melaui
partisipasi secara aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip, agar mereka
dianjurkan untuk memperoleh pengalaman, dan melakukan eksperimen-
eksperimen yang mengizinkan mereka untuk menemukan prisip-prinsip itu
sendiri.
27
Tahap kelima, menganalisis dan mengevaluasi proses dan hasil pemecahan
masalah. Pada tahap ini guru membantu peserta didik untuk melakukan refleksi
atau evaluasi terhadap proses dan hasil penyelidikan yang mereka lakukan.
Kelima tahap yang dilakukan dalam pelaksanaan model PBL ini
selengkapnya dapat dilihat pada tabel
28
Tahapan
Kegiatan Guru
Pembelajaran
Tahap 1 Guru menjelaskan tujuan pembelajaran,
Orientasi peserta menjelaskan logistik yang diperlukan,
didik pada masalah mengajukan fenomena atau demonstrasi atau
cerita untuk memunculkan masalah, memotivasi
siswa untuk terlibat dalam aktivitas pemecahan
masalah.
Tahap 2 Guru membagi siswa ke dalam kelompok,
Mengorganisasi membantu siswa mendefinisikan dan
peserta didik mengorganisasikan tugas belajar yang
berhubungan dengan masalah.
Tahap 3 Guru mendorong peserta didik untuk
Membimbing penyelidikan mengumpulkan informasi yang dibutuhkan,
individu maupun kelompok melaksanakan eksperimen dan penyelidikan
untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan
masalah.
Tahap 4 Guru membantu siswa dalam merencanakan
Mengembangkan dan dan menyiapkan laporan, dokumentasi, atau
menyajikan hasil model, dan membantu mereka berbagi tugas
dengan sesama temannya.
Tahap 5 Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi
Menganalisis dan atau evaluasi terhadap proses dan hasil
mengevaluasi proses penyelidikan yang mereka lakukan.
dan hasil pemecahan
masalah.
29
1. Menantang kemampuan siswa serta memberikan kepuasan untuk
menemukan pengetahuan baru bagi siswa.
2. Meningkatakan motivasi dan aktivitas pembelajaran siswa.
3. Membantu siswa dalam mentransfer pengetahuan siswa untuk
memahami masalah dunia nyata.
4. Membantu siswa untuk mengembangkan pengetahuan barunya dan
bertanggung jawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan.
Disamping itu, PBM dapat mendorong siswa untuk melakukan
evaluasi sendiri baikterhadap hasil maupun proses belajarnya.
5. Mengembangkan kemampuan siswa untuk berpikir kritis dan
mengembangkan kemampuan mereka untuk menyesuaikan dengan
pengetahuan baru.
6. Memberikan kesemnpatan bagi siswa untuk mengaplikasikan
pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata.
7. Mengembangkan minat siswa untuk secaraterus menerus belajar
sekalipun belajar pada pendidikan formal telah berakhir.
8. Memudahkan siswa dalam menguasai konsep-konsep yang
dipelajari guna memecahkan mkasalah dunia nyata.
b. Kelemahan
Disamping kebihan di atas, PBL juga memiliki kelemahan, diantaranya:
1. Manakala siswa tidak memiliki minat atau tidak mempunyai
kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan,
maka mereka akan merasa enggan untuk mencobanya.
2. Untuk sebagian siswa beranggapan bahwa tanpa pemahaman
mengenai materi yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah
mengapa mereka harus berusaha untuk memecahkan masalah yang
sedang dipelajari, maka mereka akan belajar apa yang mereka ingin
pelajari.
30
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Penerapan model pembelajaran PBL dengan pendekatan Open-ended
dalam pembelajaran matematika dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk
mengembangkan kegiatan kreatif dan berpikir matematika secara simultan. Dalam
menyelesaikan suatu permasalahan siswa tidak terpaku hanya pada satu jawaban
yang mungkin. Oleh karena itu, hal yang harus diperhatikan adalah memberikan
kesempatan dan kebebasan yang seluas-luasnya kepada siswa untuk berpikir dalam
mencari alternatif pemecahan dari suatu masalah yang dihadapi sesuai dengan
kemampuan, sikap, dan minat yang dimilikinya sehingga pada akhirnya akan
membentuk intelegensi matematika mereka. Dalam pembelajaran matematika
dengan pendekatan open-ended, guru harus menyajikan masalah kepada siswa yang
cara penyelesaiannya tidak hanya satu, akan tetapi harus beragam cara penyelesaian
yang dapat dilakukan oleh siswa. Guru harus dapat memanfaatkan keragaman cara
untuk menyelesaikan masalah itu, untuk memberi pengalaman kepada siswa dalam
menemukan seseuatu yang baru berdasarkan pengetahuan, keterampilan, dan
kemampuan berpikir matematik yang sudah dimiliki siswa.
31
DAFTAR PUSTAKA
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=252574&val=6807&title=PEN
DEKATAN%20OPEN%20ENDED%20PADA%20PEMBELAJARAN%20MATE
MATIKA
https://www.academia.edu/4705289/PENDEKATAN_OPEN-ENDED_PROBLEM
Khairina. 2012. Penerapan Pendekatan Pembelajaran Open Ended untuk
Meningkatkan Kemampuan Berfikir Kreatif dan Penalaran Matematis Siswa
Sekolah Menengah Atas. Tidak diterbitkan: Medan: PPs UNIMED.
Khalistin, Rizky Ayu dan Erry Hidayanto. 2011. Penerapan Pendekatan
Pembelajaran Open-Ended untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa Kelas
VII-A SMP Negeri 1 Batu pada Materi Segi Empat. Jurnal Pendidikan
Matematika Volume 3 Nomor 3 Januari 2012. (jurnal-
pmat.webs.com/JUR06_KHALISTIN73_82_JAN2012.pdf diakses tanggal 30
Desember 2013).
Kosasih. 2012. Meningkat Kan Kemampuan Berfikir Kreatif Dan Kemandirian
Belajar Siswa SMP Melalui Pmbelajaran Dengan Pendekatan Open-Ended.
(http://repository.upi.edu/tesisview.php?no_tesis=2298
Oktavianingstya, E. 2011. Mengembangkan Kemampuan Pemahaman dan
komunikasi Matematis Siswa SMP dengan Pendekatan Open-Ended Melalui
Pembelajaran Keterampilan Membaca Matematika.Tesis. Bandung:Sps UPI
(http://repository.upi.edu/tesisview.php?no_tesis=2298
Rosita. 2012. Pembelajaran Matematika Dengan Pendekatan Open-Ended Dalam
Meningkatkan Kemampuan Berfikir Kreatif
Matematis.(http://repository.upi.edu/tesisview.php?no_tesis=2337
Sagala, Syaiful (2006). Konsep dan Makna Pembelajaran. Jakarta : Alfabeta.
Sari, Yunita, dkk. 2012. Penerapan Pendekatan Open-Ended dalam Pembelajaran
Matematika untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Matematis Siswa
Ditinjau dari Respon Siswa terhadap Pembelajaran Tahun Ajaran
2011/2012. Jurnal Pendidikan Matematika Solusi Vol.1 No.1 Maret
32
33