Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

1. Definisi
Sindrom nefrotik adalah penyakit dengan gejala edema, proteinuria,
hipoalbuminemia dan hiperkolestrolemia, kadang-kadang terdapat hematuria,
hipertensi, dan penurunan fungsi ginjal (ngastiyah,2005). Sindrom nefrotik
adalah keadaan klinis yang disebabkan oleh peningkatan permeabilitas
glomerulus terhadap protein plasma yang menimbulkan proteinuria,
hipoalbumenemia, hiperlipidemia, dan edema (betz, cecily dan sowden, linda.
2002). Sindrom nefrotik merupkan kumpulan gejala yang disebabkan oleh
injury glomerular yang terjadi pada anak-anak dengan karakteristik :
proteinuria, hipoproteinuria, hipoalbuminemia, hiperlipidemia dan edema
(suriadi dan ria yuliani, 2011). Sindroma nefrotik merupakan sekumpulan
gejala yang terdiri dari proteinuria massif (lebih dari 50 mg/kg BB/24jam),
hipoalbuminemia (kurang dari 2.5 gram/100 ml) yang disertai atau tidak
disertai dengan edema dan hiperkolesterolemia (rauf,2002).

Berdasarkan pengertian diatas maka penulis dapat mengambil


kesimpulan bahwa sindrom nefrotik pada anak adalah status klinis yang
ditandai dengan peningkatan permeabilitas glomerulus terhadap prrotein, yang
mengakibartkan kehilangan protein urinaris yang nassif, dengan karakterisitik :
proteinuria, hipoalbuminemia. Hiperlipidemia, disertai atau tidak disertai
dengan edema dan hiperkolesterolemia.

2. Etiologi

Penyebab sindrom nefrotik yang pasti belum duketahui, akhir-akhir ini


dianggap sebagai suatu penyakit autoimun, yaitu suatu reaksi antigen-antibodi.
Menurut ngastiyah,2005, umumnya etiologi dibagi menjadi tiga , yaitu :

1. Sindrom nefrotik bawaan


Diturunkan sebagai resesif autosomal atau maternofetal, resisten terhadap
semua pengobatan.
Gejala : edema pada masa neonatus.
2. Sindrom nefrotik sekunder
a. Malaria kuartana atau parasit lain.
b. Penyakit kolagen seperti lupus eritemosus desiminata, purputa
anafikaltoid.
c. Glomerulonefritis akut atau glomerulonefritis kronis, trombosis vena
renalis.
d. Bahan kimia seperti trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas,
sengatan lebah, air raksa.
e. Amiloisosis, penyakit sel sabit, hiperprolinemia, nefrin membrano
proliferatif, hipokomplementemik.
3. Sindrrom nefotrik idiopatik atau sindrom nefrotik primer
Sekitar 90% nefrosis pada anak dan penyebabnya belum diketahui.
Berdasarkan histopatologi yang tampak pada biopsi ginjal dengan
pemeriksaan mikroskop biasa dan mikroskop elektron. Diduga ada
hubungan dengan genetik , imunologik dan alergi.
Sindrom nefrotik juga bisa disebabkan dari sejumlah obat-obatan yang
merupakan racun bagi ginjal dan penyakit , diantaranya :
1. Obat-obatan, contoh :
a. Obat pereda nyeri menyerupai aspirin
b. Senyawa emas
c. Heroin intravena
d. penisilamin
2. Penyakit, contoh :
a. Amiloidosi
b. Kanker
c. Diabetes
d. Glumerulopati
e. Infeksi HIV
f. Leukimia
g. Limfoma
h. Gemopati monoklomal
i. Lupus eritematousus sistemik

3. Patofisiologi

Sindrom nefrotik adalah keadaan klinis yang disebabkan oleh peningkatan


permeabilitas glomerulus terhadap protein plasma yang menimbulkan
proteinuria, hipoalbuminemia, hiperlipidemia, dan edema. Meningkatnya
permeabilitas dinding kapiler glomerular akan berakibat pada hilangnya
protein plasma dan kemudian akan terjadi proteinuria, lanjutan dari
proteinuria menyebabkan hipoalbuminemia. Dengan menurunnya albumin,
tekanan osmotik plasma menurun sehingga cairan intravaskuler berpindah ke
dalam interstitial. Perpindahan cairan tersebut menjadikan volume cairan
intravaskuler berkurang, sehingga menurunkan jumlah aliran daarah ke renal
karena hypovolemi. Karena terjadi penurunan aliran darah ke renal, maka
ginjal akan melakukan kompensasi dengan menrangsang produksi renin-
angiotensis dan peningkatan sekresi anti diuretik hormon (ADH) dan sekresi
aldosteron yang kemudian terjadi retensi kalium dan air, dengan retensi
natrium dan air akan menyebabkan edema (Betz C, 2002 ).

Pada sindrom nefrotik terjadi peningkatan kolesterol dan trigliserida


serum akibat dari pengkatan stimulasi produksi lipoprotein karena penurunan
plasma albumin dan penurunan onkotik plasma. Adanya hiperlipidemia juga
akibat dari meningkatnya prdokusi lipoprotein dalam hati yang timbul oleh
karena kompensasi hilangnya protein dan lemak banyak dakam urin
(lipiduria). Pada sindrom nefrotik juga disertai dengan gejala menurunnya
respon imun karena sel imun tertekan, kemungkinan disebabkan oleh oleh
karena hipoalbumin. Hipoalbuminemia disebabkan oleh hilangnya albumin
melalui urin dan peningkatan katabolisme albumin di ginjal. Sintesis protein
di hati biasanya meningkat (namun tidak memadai untuk mengganti
kehilangan albumin dalam urin). Tetapi mungkin normal atau menurun (Carta
A Gunawan, 2008).

Proteinuria merupakan kelainan dasar sindrom nefrotik. Proteinuria sebagian


besar berasal dari kebocoran glomerulus (proteinuri glomerular) dan hanya
sebagian kecil berasal dari sekresi tubulus (proteinuri tubular). Perubahan
integrtitas membrana basalis glomerulus menyebabkan peningkatan
permeabilitas glomerulus terhadap protein plama dan protein utama yang
diekskresikan dalam urin adalah albumin. Derajat proteinuri tidak
berhubungan langsung dengan keparahan kerusakan glomerulus. Pasase
protein plasma yanglebih besar dari 70KD melalui membran basalis
glomerulus normalnya dibatasi oleh charge selective barrier (suatu
polyanionic glycosaminolgycan) dan size selective barrier (carta A Gunawan
2008).
Pada hiperlipidemia, kolesterol serum, very low density lipropotein
(VLDL), low density lipoprotein (LDL), trigleserida meningkat sedangkan
high density lipoprotein (HDL) dapat meningkat, normal atau menurun. Hal
ini disebabkan oleh peningkatan sintesis lipid di hepar dan penurunan
katabolisme di perifer (penurunan pengeluaran lipoprotein, VLDL,
kilomikron dan intermediate density lipoprotein dari darah. Peningkatan
sintesis lipoprotein lipid distimulasi oleh penurunan albumin serum dan
pemurunan tekanan onkotik (Carla A gunawan , 2008).

Lipiduri, lemak bebas (oval fat bodies) sering ditemukan pada sedimen urin.
Sumber lemak ini berasal dari filtrat lipoprotein melalui membrana basalis
glomerulus yang permeabel ( Carla A Gunawan, 2008).

Edema, dahulu diduga edema disebabkan penurunan tekanan onkotik


plasma akibat hipoalbuminemia dan retensi natrium (teori underfill).
Hipovolemi menyebbkan peningkatan renin, aldosteron, hormon antidiuretik
dan katekolamin plasma serta penurunan atrial natruretic peptide (ANP).
Pemberian infus albumin akan meningkatkan volume plasma, meningkaykan
laju filtrasi glomerulus dan ekskresi fraksional natrium klorida dan air yang
menyebabkan edema berkurang (Carta A Gunawan, 2008).

Membran glomerulus yang normalnya impermeabel terhadap albumin


dan protein lain yang menjadi permiabel terhadap protein terutana albumin,
yang melewati membran dan ikut keluar bersama urine (hiperlbuminemia).
Hal ini menurunkan kadar albumin (hipoalbuminemia), menurunkan tekanan
osmotik koloid dalam kapiler mengakibatkan akumilasi cairan di insterstitial
(edema) dan pembengkakan tubuh, biasaya pada abdomen (asites). Berpindah
cairan dari plasma ke interstitial menurunkan volume cairan vaskuler
(hipovolemia), yang mengaktifkan stimulasi sistem reninangiotensindn
sekresi ADH serta aldosteron. Reabsorpsi tubulus terhadap air dab sodium
meningkatkan volume intravaskuler (Donna L. Wong, 2004: 1404).
4. Manifestasi klinik

Manifestasi klinis yang menyertai sindrom nefrotik menurut Ngastiyah,


2005 antara lain :

1. Proteinuria
2. Edema
Biasanya edema dapat bervariasi dari bentuk ringan sampai berat
(anasarka), edema biasanya lunak dan cekung bila ditekan (pitting),
dan umumnya ditemukan disekitar mata (periorbital) dan berlanjut
ke abdomen daerah genetalia dab ekstermitas bawah.
3. Penurunan jumlah urin, urin gelap, dan berbusa.
4. Hematuria
5. Anoreksia
6. Diare
7. Pucat
8. Gagal tumbuh dan pelisutan otot (jangka panjang).

5. Penatalaksaan
1. penatalaksaan Medis menurut Mansjoer Arif, 2000 :
a. istirahat sampainedema tinggal sedikit. Batasi asupan natrium kurang
lebih 1gram/hari secara praktis dengan menggunakan garam
secukupnya dan menghindari makanan yang di asinkan. Diet protein 2-
3 gram/kgBB/hari.
b. Bila edema tidak berkurang dengan pembatasan garam, dapat
digunakan duiretik, biasanya furosemid 1mg/kgBB/hari. Bergantung
pada beratnya edema dan respon pengobatan. Bila edema refrakter,
dapat digunakan hidigroklortiazid (25-50 mg/hari), selama pengobatan
diuretik perlu dipantau kemungkinan hipokalemi, alkalosis metabolik
dan kehilangan cairan intravaskuler berat.
c. Pengobatan kortikosteroid yang diajukan internasioanl coopertive of
kidney disease in children (ISKDC), sebagai berikut :
1) Selama 28 hari prednison diberikan peroral dengan dosis
60mg/hari luas permukaan badan (1bp) dengan maksimum
80mg/hari .
2) Kemudian dilanjutkan dengan prednison peroral selama 28 hari
dengan dosis maksimum 40mg/hari/1bp. Setiap 3 hari dalam satu
minggu dengan dosis maksimus 60mg/hari. Bila terdapat respon
selama pengobatan, maka pengobatan inni dilanjutkan secara
intermintten selama 4 minggu.
d. Cegah infeksi, antibiotik hanya dapat diberikan bila ada infeksi.
e. Pungsi asites maupun hidrotoraks dilakukan bila ada indikasi vital
2. penatalaksanaan Keperawatan
pasien sindrom nefrotik perlu dirawat di rumah sakit, karena
memerlukan pengawasan dan pengobatan yabg khusus. Masalah pasien
yang perlu di perhatikan adalah edema yang berat (anasarka), diet, resiko
komplikasi, pengawasan mengenai pengobatan atau gangguan rasa aman
dan nyaman, dan kurangnya pengetahuan orang tua mengenai penyakit
pasien atau umum.
Pasien dengan sindrom nefron dengan ansarka perlu istirahat di
tempat tidur karena keadaan edema yang berat menyebabkan pasien
kehilangan kemampuanyya untuk bergerak. Selama edema masih berat
semua keperluan harus ditolong di atas tempat tidur.
a. Baringkan pasien setengah duduk, karena adanya cairan
didalam rongga htoraks akan meyebabkan sesak nafas.
b. Berikan alas bantal pada kedua kakinya sampai pada tumit
(bantal di letakkan memanjang, karena jika bantal melintang
maka ujung kaki akan lenih rendah vdan akan menyebabkan
edema hebat ).
c. Bila pasien seorang anak laki-laki, berikan ginjal dibawah
skrotum untuk mencegah pembengkakan skrotum karena
tergantung (pernah terjadi keadaan skrotum akhirnya pecah dan
menjadi penyebab kematian pasien).

Bila edema telah berkurang diperbolehkan pasien melakukan


kegiatan sesui kemampuannya, tetapi tetap didampingi atau dibantu oleh
keluarga atau perawat dan pasien perlu ditimbang setiap hari, di ukur
lingkar perut pasien. Selain itu perawatan pasien dengan sindrom nefrotik,
perlu dilakukan pencatatan masukan dan pengeluaran cairan selama
24jam. Pada pasien dengan sindrom nefrotik diberikan diet rendah protein
yaitu 1,2-2,0 g/kg BB/hari dan cukup kalori yaitu 35kal/kg BB/hari serta
rendah garam (1g/hari). Bentuk makanan disesuaikan denagn keadaan
pasien, dapat makanan biasa atau lunak (Ngastiyah, 2005) .

Pasien dengan sindrom nefrotik mengalami penurunan daya tahan


tubuh yang mengakibatkan mudah terkena infeksi. Komplikasi pada kulit
akibat infeksi streptococcus dapat terjadi. Untuk mencegah infeksi
tersebut, kebersihan kulit perlu diperhatikan dan alat-alat tenun atau
pakaian pasien harus bersih dan kering. Antibiotik diberikan jika ada
infeksi, dan diberikan pada waktu yang sama. Jika pasien diperbolehkan
pulang, orang tua pasien perlu diberikan penjelasan bagaimana merawat
anak yang menderita penyakit sindrom nefrotik. Pasien sendiri perlu juga
diterangkan aktifitas apa yang boleh dilakukan dan kepatuhan tentang
dietnya masih perlu diteruskan sampai pada saatnya dokter mengizinkan
bebas diet. Memberikan penjelasan pada keluarga bahwa penyakit ini
sering kambuh atau berubah menjadi lebih berat jika tidak terkontrol
secara teratur, oleh karena itu orang tua atau pasien dianjurkan kontrol
sesuai waktu yang di tentukan (biasanya 1bukan sekali) (ngastiyah, 2005).

6. Komplikasi

Komplikasi yang sering terjadi pada sindrom nefrotik menurut


betz, cecily L.2002 dan rauf, 2002, antara lain :

1. Penurunan volume intravasluler (syok hipovolemik)


2. Kemampuan koagulasi yang berlebihan (trombosis vena)
3. Pemburukan pernapasan (berhubungan dengan retensi cairan)
4. Kerusakan kulit
5. Infeksi sekunder karena kadar imunoglobulin yang rendah akibat
hipoalbuminemia
6. Peritonitis.

7. Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan diagnostik pada Sindroma nefrotik menurut Betz, Cecily L,


2002 :

1. Uji Urin
a) Protein urin >3,5 g/1,73 m2 permukaan tubuh/hari
b) Urinalisa cast hialin dan granular, hematuria
c) Dipstick urin positif untuk darah dan protein
d) Berat jenis urin meningkat ( normal : m0smol)
2. Uji Darah
a) Albumin serum <3 g/dl
b) Kolesterol serum meningkat
c) Hemoglobin dan hematokrit meningkat ( hemokonsentrasi)
d) Laju Endap darah (LED)meningkat
e) Elektrolit serum bervariasi dengan keadaaan penyakit
perorangan
3. Uji diagnostic
a) Rontgen dad bisa menunjukkan adanya cairan yang berlebihan.
b) USG ginjal, dan CT scan ginjal atau IVP menunjukan
pengkisutan ginjal
c) Biopsy ginjal bisa menunjukkan salah satu bentuk
glomerulonefritis kronis atau pembentukkan jaringan perut
yang tidak spesifik pada glomeruli.

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN SINDROM NEFROTIK

1. Pengkajian
a) Pengkajian Fokus

Pengkajian merupakan langkah awal dari tahapan proses


keperawatan. Dalam mengkaji, harus memperhatikan data dasar pasien.
Keberhasilan proses keperawatan sangat bergantung pada proses kecermatan
dan ketelitian dalam tahap pengkajian. Pengkajian perlu dilakukan pada
klien anak dengan sindrom nefrotik ( Donna L. Wong,2004 : 550) sebagai
berikut :

1. Lakukan pengkajian fisik termasuk pengkajian luasnya edema.


2. Dapatkan riwayat kesehatan dengan cermat, terutama yang
berhubungan dengan penambahan berat badan saat ini, disfungsi
ginjal.
3. Observasi adanya manisfestasi sindrom nefrotik :
a) Penambahan berat badan
b) Edema
c) Wajah sembab :
1) Khususnya disekitar mata
2) Timbul pada saat bangun pagi
3) Berkurangnya di siang hari
d) Pembengkakan abdomen ( asites)
e) Kesulitan bernafas ( efusi pleura)
f) Pembengkakan labial ( scrotal)
g) Edema mukosa usus yang menyebabkan :
1) Diare
2) Anoreksia
3) Absorsi usus buruk
h) Peka rangsangan
i) Mudah lelah
j) Latergi
k) Tekanan darah normal atau menurun
l) Kerentanan terhadap infeksi
m) Perubahan urin :
1) Penurunan volume
2) Gelap
3) Berbau buah
4) Bantu dengan prosedur diagnostic dan pengujian, misalnya
analisa urin akan adanya protein, silinder dan sel darah
merah : analisa darah untuk protein serum (total,
perbandingan albumin/globumin, kolesterol), jumlah darah
merah, natrium serum

2. Diagnosa Keperawatan
1) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan retensi natrium dan air (
Carpenito, 2000)
2) Pola napas tidak efektif berhubungan dengan penurunan tekanan
osmotic kapiler
( Carpenito, 2000)
3) Gangguan integritas kulit berhubungan dengan peningkatan
ureumnitrogen dalam darah
( Carpenito, 2000)

3. Fokus intervensi rasional


1. kelebihan volume cairan berhubungan dengan retensi natrium dan air

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam


diharapkan pasien tidak mengalami kelebihan cairan

Kriteria hasi :

a. Edem berkurang
b. Balance cairan antara input dan output seimbang

Intervensi :

a. Kaji msukan yang relative terhadap keluaran terhadap keluaran


secara akurat
b. Timbang berat badan sehari hari
c. Kaji perubahan odem : ukur lingkar abdomen pada umbilicus
serta pantau edeme sekitar mata
d. Atur masukan cairan dengan cermat
e. Pantau infuse intra intravena
f. Berikan kortikosteroid sesuai dengan ketentuan.
g. Berikan diuretic bila di instruksikan
2. pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan tekanan osmotic
kapiler

Tujuan : setelah dilakukan tindakkan keperawatan selama 3x24 jam di


harapka pola napas efektif dengan frekuensi dan kedalaman dalam
rentang normal dan paru jelas/bersih

Kriteria hasil :

a. Mempertahankan frekuensi dan kedalaman nafas paten dengan


bunyi napas bersih/jelas
b. Pola napas efektif dengan frekuensi dan kedalaman nafas tidak
mengalami gangguan

Intervensi

a. Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan dan ekspansi dada


b. Auskultasi bunyi nafas dan cacat adanya bunyi nafas tidak
normal
c. Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi
d. Observasi pola batuk dan karakter secret
e. Bantu pasien dengan napas dalam latihan batuk efektif
f. Kolaborasi pemberian oksigen tambahan
g. Berikan humidifikasi tambahan
h. Bantu fisioterapi dada, postural drainase
3. Gangguan intregitas kulit berhubungan dengan peningkatan uerum
nitrogen dalam darah

Tujuan : setelah di lakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam di


harapakan tidak terjadi gangguan integritas kulit.

Kriteria Hasil :
a. Kulit anak tidak menunjukkan adanya kerusakan integritas
kulit : kemerahan atau iritasi
b. Anak merasa nyaman ( tidak rewel, tidak merasa gatal)
Intervensi :
a. Berikan perawatan kulit
b. Hindari pakaian yang ketat
c. Bersihkan dan bedaki permukaan kulit beberapa kali sehari
d. Topang edema, seperti skrotum
e. Ubah posisi dengan sering, sejajarkan tubuh dengan baik

DAFTAR PUSTAKA

1. Brunner and Suddarth, 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Ed.8 Vol.2.


Jakarta : EEC
2. Carpenito, Lynda Juall, 2000. Diagnosa Keperawatan. Ed.8. Jakarta : EEC
3. Doenges, Marilynn E. 2002. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3.
Jakarta. EGC
4. Huda, Amin. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis dan Nanda NIC-NOC Jilid 1 dan 2. Yogyakarta.Medication
Publising
5. Jainurakhma, Janes, 2015. Dasar-Dasar Asuhan Keperawatan Penyakit
Dalam. Malang : Selaksa Media
6. Mansjoer, Arif.dkk, 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Ed.3. Jilid 2. Jakarta
: Media Aesculapius. FKUI

Anda mungkin juga menyukai