id
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknik
Oleh :
VY SURYADI
NIM. I1408534
i
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur atas ke hadirat Allah yang telah melimpahkan segala rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi penelitian yang berjudul
Pengaruh ketebalan material dan clearance progressive dies terhadap kualitas produk ring
M7 dengan baik.
Maksud dari penulisan ini adalah untuk memenuhi persyaratan dalam penyusunan
skripsi. Penulis menyadari bahwa dalam menyusun skripsi ini masih banyak kekurangan,
namun berkat bimbingan dan pengarahan dari Bapak/ Ibu dosen pada akhirnya penulisan
skripsi ini dapat terselesaikan.
Kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Tuhan YME yang telah melimpahkan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini dengan baik.
2. Bapak Prof. Dr. Kuncoro Diharjo, S.T., M.T. , selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
3. Bapak Didik Djoko Susilo, S.T.,M.T., selaku Ketua Jurusan Teknik Mesin Fakultas
Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.
4. Bapak Bambang Kusharjanta, S.T.,M.T., selaku Ketua Program Studi S1 Non-Reg
Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.
5. Bapak Heru Sukanto ST, MT., selaku pembimbing I yang dengan sabar mengarahkan dan
membimbing sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
6. Bapak Ir. Wijang Wisnu Raharjo, MT., selaku pembimbing II yang dengan sabar
mengarahkan dan membimbing sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
7. Romo Ir. Andreas Sugijopranoto. SJ, S.S,M.Sc., selaku Direktur Politeknik ATMI
Surakarta yang telah memberikan kesempatan bagi penulis untuk mengadakan penelitian
dan memberikan dukungan moril.
8. Bapak YV Yudha Samodra, S.T., M.Eng., selaku Pembantu Direktur Bidang Akademik
yang telah memberikan segala fasilitas sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini
dengan baik.
9. Bapak Y Wahyo Nursanto, Dipl. Ing. HTL dan Bapak Ig Joko Suprayitno, S.T., selaku
Vice Direktur dan General Manager PT ATMI IGI Center yang telah memberikan
support dan kesempatan sehingga penulis dapat menyelasaikan skripsi ini dengan baik.
commit to user
v
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
10. Bapak FY Toekimin Hardjo Sumarto dan Almarhum Ibu VMD Mudjinem Hardjo
Sumarto, yang selalu memberikan doa, kasih sayang semangat dan dukungan sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
11. Elizabeth Sri Suharni, V Novita Hardika Ningrum, V Oktaviana Hardika Putri dan A
Oktavioni Hardika Putri yang selalu memberi dukungan dan semangat dalam
menyelesaikan skripsi ini.
12. Dosen-dosen Teknik Mesin yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat bagi penulis
selama ini.
13. Para staf dan karyawan Jurusan Teknik Mesin, atas segala kesabaran dan pengertiannya
dalam memberikan bantuan dan fasilitas demi kelancaran penyelesaian skripsi ini.
14. Rekan-rekan mahasiswa sesama tugas belajar ATMI-UNS, terima kasih atas
kekompakan dan persahabatannya, semoga tetap terus terjaga dengan baik.
15. Rekan-rekan Politeknik ATMI dan PT ATMI-IGI Center yang telah memberikan
pengertian dan dukungan untuk tugas belajar ini.
16. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini.
Penulis juga menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan.
commit to user
vi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR
ix
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Gambar 3.13 Mesin press hidrolik merek HAULIK 50 ton Germany .............................. 22
Gambar 3.14 Alat ukur ...................................................................................................... 22
Gambar 3.15 a. Tombol scanning b. Tampilan tinggi burr ............................................... 23
Gambar 4.1 Ketinggian burr vs clearance pada tebal material 0,7mm ............................. 24
Gambar 4.2 Ketinggian burr vs prosentase (%) pada tebal material 0,7mm ..................... 25
Gambar 4.3 Ketinggian burr 0,003 pada tebal material 0,7mm ........................................ 25
Gambar 4.4 Ketinggian burr 0,037 pada tebal material 0,7mm ........................................ 25
Gambar 4.5 Ketinggian burr vs clearance pada tebal material 0,9mm ............................. 26
Gambar 4.6 Ketinggian burr vs prosentase (%) pada tebal material 0,9mm ..................... 27
Gambar 4.7 Ketinggian burr 0,01 pada tebal material 0,9mm .......................................... 27
Gambar 4.8 Ketinggian burr 0,047 pada tebal material 0,9mm ........................................ 27
Gambar 4.9 Ketinggian burr vs clearance pada tebal material 1,2mm ............................. 28
Gambar 4.10 Ketinggian burr vs prosentase (%) pada tebal material 1,2mm .................... 29
Gambar 4.11 Ketinggian burr 0,024 pada tebal material 1,2mm ....................................... 29
Gambar 4.12 Ketinggian burr 0,048 pada tebal material 1,2mm ....................................... 30
Gambar 4.13 Ketinggian burr vs clearance pada tebal material 1,4mm ............................ 31
Gambar 4.14 Ketinggian burr vs prosentase (%) pada tebal material 1,4mm .................... 31
Gambar 4.15 Ketinggian burr 0,036 pada tebal material 1,4mm ....................................... 32
Gambar 4.16 Ketinggian burr 0,048 pada tebal material 1,4mm ....................................... 32
Gambar 4.17 Ketinggian burr vs tebal material ................................................................. 33
Gambar 4.18 Ketinggian burr vs prosentase (%) pada tebal material 0,7-1,4mm .............. 33
commit to user
x
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
vii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
VY Suryadi
Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik
Universitas Sebelas Maret
Surakarta, Indonesia
vysoer@gmail.com
Abstrak
Pembuatan komponen ring banyak dilakukan dengan teknik blanking dan piercing.
Tujuan dari studi ini untuk mengetahui pengaruh clearance terhadap kualitas produk ring M7
dan menentukan clearance yang optimal. Kualitas ring yang baik dapat dicapai dengan
proses pemotongan pada punch dan die dari progressive dies dimana ketentuan clearance
diperhitungkan dengan benar.
Penelitian ini dilakukan dengan membuat ring M7, proses pembuatan ring M7
memakai progressive dies. Pengukuran ketinggian burr diukur dengan alat ukur Linier hight
menggunakan proses scanning. Penelitian ini dilakukan dengan berbagai macam variasi,
yaitu variasi ketebalan plat antara 0,7 mm sampai 1,4 mm dan variasi clearance antara 0,025
mm/sisi sampai 0,125 mm/sisi.
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa ketebalan material berpengaruh terhadap
kualitas produk ring M7. Semakin tebal material maka tinggi burr yang dihasilkan semakin
besar, sehingga kualitas produk menjadi tidak baik. Clearance juga berpengaruh terhadap
kualitas produk ring M7. Clearance yang semakin besar akan menghasilkan tinggi burr yang
semakin besar pula, sehingga kualitas produk ring M7 juga tidak baik. Dari penelitian yang
telah dilakukan produk terbaik diperoleh pada ketebalan material 0,7 mm dan clearance
sebesar 0,025 dengan tinggi burr yang dihasilkan sebesar 0,003 mm.
commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
VY Suryadi
Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik
Universitas Sebelas Maret
Surakarta, Indonesia
vysoer@gmail.com
Abstract
commit to user
iv
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
BAB I
PENDAHULUAN
J.-Ch.Lin., dkk (2009) melakukan penelitian untuk membangun hubungan antara peninjauan
1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id2
hasil pemotongan clearance dan keausan pada punch menggunakan proses blanking. Model
ini dapat digunakan untuk memperkirakan penggunaan antara punch dan die untuk aplikasi
industri.
Uraian latar belakang di atas dapat disimpulkan permasalahan yang ada dalam hal ini
adalah : Untuk mendapatkan kualitas yang sesuai dengan tuntutan pengguna, maka
dibutuhkan sebuah penelitian untuk memenuhi tuntutan diatas yaitu Bagaimana pengaruh
ketebalan material dan clearance progressive dies terhadap kualitas produk ring M7
Permasalahan yang muncul akibat proses produksi sangat bervariasi. Agar tidak
berkembang terlalu luas, maka dalam penelitian dan pembahasan clearence sebagai masalah
tugas akhir ini dibatasi pada :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id3
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
BAB II
LANDASAN TEORI
4
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id5
Studi ini memanfaatkan Sistem Image Vision untuk burr pada komposit dan
menggunakan tools mikroskop untuk memeriksa tingkat keausan dari punch supaya dapat
mengestimasi kondisi yang lebih baik dari punching dies. Model yang sama dibuat diantara
parameter input dan output melalui adductive network. Jaringan ini dapat membantu untuk
mengantisipasi ukuran keausan pada setiap clrearance dan memberi kontribusi terhadap
desain dan aplikasinya di masa datang. Simulated Annealing (SA) biasanya untuk mencari
kondisi punching yang optimal pada mikro punching dies. Tujuannya untuk memperoleh high
level productivity dan mencapai akurasi yg cocok untuk kondisi yang diperlukan.
Nilai keausan yang dapat diprediksikan melalui adductive network adalah sangat
dekat dengan nilai aktual berdasarkan eksperimen, dengan tingkat kesalahan 8%. Engineer
mampu mengestimasi tingkat keausan dari punch dan dies tanpa eksperimen punching atau
perhitungan polynomial yang kompleks. Punch dan dies yang aus menunjukkan batas
pemakaian, shingga engineer harus menggantinya sebelum terjadi crack. Penggantian ini bisa
meningkatkan efisiensi produksi.
Hardianto (2008) melakukan penelitian untuk perencanaan progressive dies
pembuatan komponen kompor. Progressive dies ini untuk menggantikan dies jenis
individual, penggunaan progressive dies ini hanya menggunakan satu dies saja untuk
membuat komponen kompor.
Theryo (2009) menjelaskan tentang teknologi press dies untuk panduan desain.
Desain progressive dies dipengaruhi 3 unsur, ketebalan material, clearance dan material dies.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id6
Penelitian tentang proses pemotongan oleh Gogo, (2008) menjelaskan bahwa terdapat
empat zona karakteristik yang terjadi pada tepi potong seperti diperlihatkan pada gambar 2.2
diatas, terkait dengan urutan proses pemotongan seperti : bending, shearing, fracture dan
terakhir burring.
1. Sewaktu proses pertama blanking, punch dan die akan masuk ke lembaran material,
menarik ke bawah beberapa material pada permukaan. Hal ini menyebabkan lembaran benda
kerja tertekuk (bending) diatas cutting tools (punch dan die), sehingga terbentuk rollover
gambar 2.2.
2. Pada gerakan punch berikutnya terjadi deformasi geser (shear deformation) yang
menyebabkan lekukan, pembentukan tepi yang tergeser (sheared edge) dari produk dengan
permukaannya yang halus.
3. Pada beberapa titik dari fasa pemotongan, kegagalan dari sifat ulet material (ductile
material failure) akan terjadi di sekitar tepi potong dari punch atau die.
Rekahan/retakan ini menyebar dalam arah yang berlawanan dengan cutting tool, dan
kemudian terjadi pemisahan dari produk. Karena terjadi patahan (fracture)
maka permukaan potong dari produk pada bagian ini lebih kasar dari tepi geser.
4. Pada lokasi dimana penyebaran retakan bertemu dengan sisi bawah (yang berlawanan) dari
lembaran benda kerja, sebuah burr dapat selalu diamati.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id7
A. Age Hardening
Seiring berjalannya waktu sifat-sifat metal mengalami perubahan. Kondisi perubahan
sifat-sifat metal ini disebut aging. Jika kekerasan metal tersebut mengalami peningkatan
akibat perubahan sifat-sifat metal, maka kondisi itu disebut age hardening. Tidak semua
metal bisa mengalami perubahan kekerasan seiring dengan berjalannya waktu, dalam hal ini
ada dua kelompok yang membedakannya, pertama kelompok aging material atau rimming
steel, yaitu sheet metal yang kekerasannya bisa berubah karena waktu dan kelompok non-
aging material atau killed steel, yaitu sheet metal yang kekerasannya tidak dapat berubah
karena waktu.
B. Work Hardening
Kondisi berubahnya sifat-sifat metal yang menjadi keras dan meningkatnya yield
point sebagai akibat dari proses pressing disebut work hardening. Dampaknya cukup besar
pada hasil akhir akibat dari pressing ini, misalnya terjadi sobek pada stainless steel. Material
yang biasa mengalami work hardening adalah aluminium, aluminium alloys, dan stainless
steel. Namun work hardening tidak terjadicommit to userlow carbon steel.
pada material
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id8
C. Stretcher Strain
Pada sheet metal yang mengalami proses penarikan (tensile test), permukaannya akan
tampak Stretcher strain sebagai garis-garis yang disebut luders lines. Keadaan ini
memperburuk penampilan, sehingga menjadi cacat. Cacat semacam ini tidak dapat
dihilangkan dengan painting atau surface treatment.
D. Draw-Ability
Ada test sederhana yang biasa digunakan untuk menentukan draw ability dari sheet
metal. Test ini digunakan untuk mengetahui kualitas steel sheet yang mempunyai sifat dapat
dibentuk (drawing) dan tidak dapat dibentuk pada proses pressing yang disebut draw ability.
Sebenarnya beberapa cara telah digunakan untuk test draw ability dari sheet metal,
khususnya pada cold rolled steel sheet. Tetapi test sederhana yang saat ini masih digunakan
adalah Erichson test dan cup test seperti pada (Gambar 2.3 dan Gambar 2.4), yang tidak
membutuhkan proses deep drawing. Karena proses deep drawing adalah proses pressing
yang sangat komplek dan tidak sederhana jika digunakan untuk test draw ability pada steel
sheet.
E. Material Directivity
Terlihatnya struktur kristal yang berujud alur benang pada permukaan material sheet
metal terjadi karena proses rolling dalam pembuatannya. Kondisi ini mempengaruhi kekuatan
produk dari arah alur benangnya. Pada proses cold rolled sheet tampak lebih jelas alur
benangnya dibandingkan dengan hot rolled sheet. Umumnya pada alur proses rolling
pengaruh tahanan pada proses deformasi cukup besar, istimewanya yang tegak lurus.
Pengaruh tahanan akan menjadi minimum pada sudut 45 derajat dengan arah alur proses.
Sebaliknya pemuluran (Elongation) akan minimum bila tegak lurus dengan alur proses dan
commit to user
menjadi maksimum bila searah dengan alur proses lihat pada (Gambar 2.5).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id9
2.3.2 Blanking
Proses pemotongan sheet metal yang mana produknya adalah hasil potongan (blank)
seperti pada gambar 2.7, sementara sisa potongan akan terbuang sebagai scrap atau biasa
disebut scrap skeleton.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 10
digilib.uns.ac.id
2.3.4 Shearing
Shearing cutting adalah proses pemotongan sheet metal dari wujud lembaran atau
gulungan menjadi bagian-bagian yang lebih kecil seperti pada gambar 2.9. Alat yang
digunakan adalah shearing cutting machine. Proses ini untuk mendapatkan material yang
akan diproses lebih lanjut seperti drawing atau forming.
2.4 Burr
Proses pemotongan pada sheet metal mengakibatkan bentukan tajam pada sisi
patahannya yang disebut burr seperti terlihat pada gambar 2.10. Kondisi ini tidak bisa
dihindari sekalipun tidak kita harapkan, karena bentukan burr yang tajam ini membahayakan
jari tangan dalam pengerjaan plat. Besar kecilnya bentuk burr yang terjadi dipengaruhi oleh
hal-hal berikut :
- Semakin lunak material yang dipotong, semakin besar bentuk burr yang dihasilkan.
- Semakin tumpul pasangan punch dan die, semakin besar juga bentuk burr yang
dihasilkan.
- Semakin besar clearance antara punch dan die juga semakin besar bentuk burr yang
terjadi.
Jadi dengan demikian dimensi punch dan die yang akan dibuat untuk pemotongan
material sheet metal harus tepat perhitungannya.
Gambar 2.12. Clearance yang besar serta punch dan die yang tumpul
Daerah elastis adalah luas kurva di bawah titik sesaat sebelum perubahan bentuk pada
material tersebut terjadi yang ditunjukkan pada (Gambar 2.15). Disini, titik tersebut
dinamakan Yield Stress, atau titik luluh. Pada daerah ini, jika suatu material diberikan
perubahan bentuk yang kecil, maka material itu akan kembali ke kondisi semula.
Konvensi dari daerah ini adalah 0.001% regangan untuk logam. Di dalam daerah ini juga,
terdapat Modulus of Elasticity, yang menjelaskan tentang ukuran keuletan dan kemampu-
bentukan suatu material. MOE ini dihubungkan dengan persamaan matematis antara
tegangan dan regangan tariknya. Jika modulus elastisitasnya besar, maka tegangan yang
dibutuhkan untuk membuat perubahan bentuk sangat besar, dan material tersebut cenderung
getas, begitu pula sebaliknya.Daerah plastis adalah luas kurva di bawah titik Yield Stress
hingga Fracture. Di dalam daerah ini, ada tiga fenomena yang terjadi : luluh (Yielding),
pengerasan-regang (Strain-Hardening), dan pengecilan penampang setempat (Necking).
Luluh artinya adalah perubahan bentuk yang permanen dan homogen di semua tempat,
sedangkan Necking adalah perubahan bentuk permanen setempat.
Sumber: http://www.olympusmicro.com/primer/photomicrography/filmexposure.html.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 14
digilib.uns.ac.id
Sisi potong yang diperlihatkan pada (Gambar 2.17) ini memiliki radius yang besar
pada dasar, kerenggangan burr normal, dan sudut tepinya lebih kecil dari pada bagian tepi
atas. Sisi ini akan memberikan life time maksimum dan mendapatkan blank dengan kualitas
yang dapat diterima pada pengerjaan general. Jangkauan clearance dari yang rendah 6% stok
ketebalan per sisi untuk magnesium sampai yang tinggi 18% pada high carbon dan besi
tuang.
commit to user
Gambar 2.18. Sisi potong type 3 ( C Donaldson, 1976)
perpustakaan.uns.ac.id 15
digilib.uns.ac.id
Sisi potong yang terlihat pada (Gambar 2.18) ini benar-benar dipertimbangkan, yang
paling diharapkan untuk kebanyakan tujuan2 seperti bebas burr, dan memiliki sisi radius
normal pada bagian bawah blank, dan sudut sisi dangkal (shallow edge). Sisi ini terutama
cocok untuk pemakaian pada part-part yang terbuat dari material yang bisa dikeraskan yang
akan melalui beberapa proses forming. Sisi bebas stress ini berkurang sampai batas minimal
kemungkinan crack selama proses forming. Clearance pada sisi ini banyak variasinya, mulai
yang rendah 4% dari stok ketebalan pada magnesium dan yang tinggi sampai 15% pada high
carbon stee
Sisi potong yang terlihat pada (Gambar 2.19) ini dianggap cocok untuk penggunaan-
penggunaan stamping yang digunakan untuk permesinan dan parts yang memerlukan tepi
yang finishing seperti poles dan ketam (shaving). Sisi ini memerlukan radius minimum pada
blank, hampir tegaklurus sisi-sisinya dan kerenggangan burr yang normal. Ini dapat diketahui
dengan bekas noda (spotted) yang ditunjukkan pada pemotongan sekunder pada titik
perpotongan (break) pada blank. Clearance pada sisi ini, mulai yang rendah 2% per sisi
sampai yang tingg 12% stok ketebalan persisi.
BAB III
METODE PENELITIAN
Mulai
Pembuatan ring
Analisa data
Kesimpulan
Selesai
commit to user
16
perpustakaan.uns.ac.id 17
digilib.uns.ac.id
commit to user
Gambar 3.3. Mesin cutting untuk membuat strip Sheet
perpustakaan.uns.ac.id 18
digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 19
digilib.uns.ac.id
(a) (b)
(a) (b)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 22
digilib.uns.ac.id
(a) (b)
Gambar 3.14. Alat ukur : a. Linier Hight b. Proses scan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 23
digilib.uns.ac.id
(a) (b)
Gambar 3.14(b) menunjukan proses pengukuran yang terjadi pada spesimen. Gambar
3.15 a dan b menunjukkan proses dengan scanning yang menampilkan maksimal ketinggian.
Z = 0,055 mm artinya burring yang di scanning maksimal ketinggiannya pada 0,055 mm.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
BAB IV
HASIL DAN ANALISA
Proses pemotongan plat, burr terkecil yang terjadi pada angka clearence yang tepat,
dimana pada plat dengan ketebalan 0,7 mm burr terkecil terjadi dengan dimensi ketinggian
0,003 mm pada clearence sebesar 0,025 mm pada gambar 4.3. Dengan demikian jika
clearence semakin besar, maka ketinggian dimensi burr juga akan semakin bertambah. Hal
ini dikarenakan gaya geser (Fsh) terjadi deformasi geser () yang menyebabkan pembentukan
tepi yang tergeser (sheared edge). Sebagai akibat dari keuletan material (ductile material) ,
terjadi rekahan/ patahan (fracture) atau lebih dikenal dengan ductile material failure di
sekitar tepi potong dari punch atau die.
Lokasi dimana penyebaran retakan bertemu akan terjadi burr dengan sisi yang saling
berlawanan dari kedua lembaran benda kerja hasil pemotongan, atau dengan kata lain, pada
proses piercing burr akan terdapat pada permukaan atas lembaran benda kerja, sementara
pada proses blanking, burr akan terjadi pada permukaan bawah lembaran munculnya burr
yang berlebihan, seperti tampak dalam gambar 4.1, burr maksimal pada clearance sebesar
0,125 mm mengakibatkan ketinggian dimensi burr sebesar 0,037 mm ditunjukkan pada
(Gambar 4.4).
Gambar 4.1. Ketinggian burr vs clearance pada tebal material 0,7 mm.
commit to user
24
perpustakaan.uns.ac.id 25
digilib.uns.ac.id
0.06
Gambar 4.2. Ketinggian burr vs prosentase pada tebal material 0,7 mm.
Berdasarkan data grafik gambar 4.2 ditunjukkan bahwa pada prosentase optimal
dicapai pada 3,57%.
Gambar 4.3. Ketinggian burr 0,003 mm pada tebal material 0,7 mm.
commit to user
Gambar 4.4. Ketinggian burr 0,037 mm pada tebal material 0,7 mm.
perpustakaan.uns.ac.id 26
digilib.uns.ac.id
Angka clearence optimal pada plat dengan ketebalan 0,9 mm didapatkan sebesar 0,05
mm dimana ketinggian dimensi burr mencapai titik terendah, yaitu sebesar 0,01 mm contoh
gambar 4.7. Gaya potong yang bekerja dengan jarak clearence yang semakin besar akan
menyebabkan dimensi burr yang semakin tinggi, sehingga mencapai 0,047 mm pada angka
clearence 0,125 mm terlihat pada gambar 4.5. Hal ini dikarenakan gaya geser (Fsh) terjadi
deformasi geser () yang menyebabkan pembentukan tepi yang tergeser (sheared edge).
Akibat dari keuletan material (ductile material) , terjadi rekahan/ patahan (fracture) atau
lebih dikenal dengan ductile material failure di sekitar tepi potong dari punch atau die.
Proses piercing burr akan terdapat pada permukaan atas lembaran benda kerja,
sementara pada proses blanking, burr akan terjadi pada permukaan bawah lembaran yang
menyebabkan munculnya burr yang berlebihan, seperti tampak dalam gambar 4.8.
Sebaliknya, jika clearence terlalu kecil, ternyata burr juga semakin tinggi. Penyebab utama
adalah daya potong yang lebih besar yang terjadi akan membuat gesekan plat dengan die dan
mengakibatkan material terjepit serta deformasi yang berlebihan membentuk burr yang
tinggi.
Gambar 4.5. Ketinggian burr vs clearance pada tebal material 0,9 mm.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 27
digilib.uns.ac.id
Gambar 4.6. Ketinggian burr vs prosentase pada tebal material 0,9 mm.
Data grafik gambar 4.6 ditunjukkan bahwa pada prosentase optimal dicapai pada
5,55%.
Gambar 4.7. Ketinggian burr 0,01 mm pada tebal material 0,9 mm.
commit to user
Gambar 4.8. Ketinggian burr 0,047 mm pada tebal material 0,9 mm.
perpustakaan.uns.ac.id 28
digilib.uns.ac.id
Ketebalan plat 1,2 mm didapatkan ketinggian dimensi burr terendah, yaitu sebesar
0,024 mm pada angka clearence sebesar 0,075 mm terlihat pada gambar 4.9 dan foto pada
gambar 4.11. Pembebanan yang sama dan pembesaran angka clearance juga akan
menghasilkan ketinggian dimensi burr yang membesar. Hal ini dikarenakan gaya geser (Fsh)
terjadi deformasi geser () yang menyebabkan pembentukan tepi yang tergeser (sheared
edge). Akibat dari keuletan material (ductile material), terjadi rekahan/ patahan (fracture)
atau lebih dikenal dengan ductile material failure di sekitar tepi potong dari punch atau die.
Proses piercing burr akan terdapat pada permukaan atas lembaran benda kerja,
sementara pada proses blanking, burr akan terjadi pada permukaan bawah lembaran
menyebabkan munculnya burr yang berlebihan, seperti tampak dalam gambar 4.9. Pada
kondisi clearence 0,125 mm akan menghasilkan ketinggian dimensi burr mencapai angka
0,048 mm dalam foto ditunjukkan pada gambar 4.12. Jika angka clearence diubah menjadi
lebih kecil melewati batas angka clearence optimal, ternyata burr juga semakin tinggi.
Penyebab utama adalah daya potong lebih besar yang terjadi akan membuat gesekan plat
dengan die dan mengakibatkan material terjepit serta deformasi yang berlebihan membentuk
burr yang tinggi.
Gambar 4.9. Ketinggian burr vs clearance pada tebal material 1,2 mm.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 29
digilib.uns.ac.id
0.06
Gambar 4.10. Ketinggian burr vs prosentase (%) pada tebal material 1,2 mm.
Berdasarkan data grafik gambar 4.10 ditunjukkan bahwa pada prosentase optimal
dicapai pada 6,25%.
Gambar 4.11. Ketinggian burr 0,024 mm pada tebal material 1,2 mm.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 30
digilib.uns.ac.id
Gambar 4.12. Ketinggian burr 0,048 mm pada tebal material 1,2 mm.
Plat dengan ketebalan 1,4 mm, clearance optimal dicapai pada angka 0,1 mm dimana
ketinggian dimensi burr sebesar 0,036 mm seperti pada gambar 4.13. Pada keadaan ini
kondisi pemotongan mendekati sempurna seperti gambar 4.15. Jika angka clearence
diperbesar, maka ketinggian dimensi burr juga akan bertambah sebagai akibat gaya geser
(Fsh) terjadi deformasi geser () yang menyebabkan pembentukan tepi yang tergeser (sheared
edge). Akibat dari keuletan material (ductile material) , terjadi rekahan/ patahan (fracture)
atau lebih dikenal dengan ductile material failure di sekitar tepi potong dari punch atau die.
Proses piercing burr akan terdapat pada permukaan atas lembaran benda kerja,
sementara pada proses blanking, burr akan terjadi pada permukaan bawah lembaran
menyebabkan deformasi yang berlebihan dan burr menjadi semakin tinggi, seperti tampak
pada gambar 4.13, dimana pada clearence sebesar 0,125 mm akan menyebabkan ketinggian
burr sebesar 0,049 mm pada gambar 4.16. Sementara itu jika angka clearence semakin kecil
terhadap angka clearence optimal, maka daya potong lebih besar yang terjadi akan membuat
gesekan plat dengan die dan mengakibatkan material terjepit serta deformasi yang berlebihan
membentuk burr yang tinggi seperti tampak pada gambar 4.10, dimana terjadi ketinggian
dimensi burr sebesar 0,06 mm sebagai akibat clearence yang digunakan sebesar 0,025 mm.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 31
digilib.uns.ac.id
0.07
----> ketinggian burr (mm)
0.06
0.05
R = 0.85
0.04
0.03
0.02
0.01
0
0.0% 2.5% 5.0% 7.5% 10.0% 12.5% 15.0%
----> Prosentase clearance dan ketebalan (mm)
Gambar 4.14. Ketinggian burr vs prosentas (%) pada tebal material 1,4 mm.
Data grafik (Gambar 4.14) ditunjukkan bahwa pada prosentase optimal dicapai pada
7,14%.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 32
digilib.uns.ac.id
Gambar 4.15. Ketinggian burr 0,036 mm pada tebal material 1,4 mm.
Gambar 4.16. Ketinggian burr 0,048 mm pada tebal material 1,4 mm.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 33
digilib.uns.ac.id
0.07
0.06
----> ketinggian burr (mm)
R = 0.9623
0.05
R = 0.85 R = 0.9808
0.04
R = 0.9893
0.03
0.02
0.01
0
0.0% 2.5% 5.0% 7.5% 10.0% 12.5% 15.0%
----> Prosentase clearance dan ketebalan (mm)
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa :
1. Ketebalan material berpengaruh terhadap kualitas produk ring M7. Semakin tebal
material maka tinggi burr yang dihasilkan semakin besar, sehingga kualitas produk
menjadi tidak baik. Dari penelitian yang telah dilakukan produk terbaik terjadi pada
material ketebalan antara 0,7 mm sampai dengan 1,4 mm diperoleh ketinggian burr
antara 0,003 mm sampai dengan 0,036 mm.
2. Clearance juga berpengaruh terhadap kualitas produk ring M7. Clearance yang
semakin besar akan menghasilkan tinggi burr yang semakin besar pula, sehingga
kualitas produk ring M7 juga tidak baik. Seperti pada hasil penelitian yang telah
dilakukan pada material dengan ketebalan antara 0,7 mm sampai dengan 1,4 mm
clearance terbaik dicapai pada angka antara 0,025 mm sampai 0,1 mm.
3. Clearence optimal untuk produk ring M7 diperoleh dari ketebalan material antara 0,7
mm sampai 1,4 mm, prosentase clearance yang dihasilkan antara 3,57% - 7,14%.
5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan penulis menyarankan beberapa hal
sebagai berikut:
1. Proses pembuatan specimen uji menggunakan progressive dies. Hal yang harus
diperhatikan adalah hasil pemotongan disertai munculnya burr. Burr yang dihasilkan
diharapkan tidak tergesek supaya burr tersebut tidak hilang. Pengujian dilakukan
untuk meneliti ketinggian burr.
2. Progressive dies tidak diletakkan di sembarang tempat, tetapi diletakkan diatas meja
supaya punch dan dies tidak mudah tertimpa benda keras sehingga tidak tumpul.
3. Punch dan die dalam kondisi tajam pada saat membuat specimen benda uji.
commit to user
34