Anda di halaman 1dari 9

Adventure of Siti Nurjannah

Kamis, 18 Juni 2015

POLYMERASE CHAIN REACTION PCR


TEKNIK ANALISA BIOMOLEKULER
PCR (POLYMERASE CHAIN REACTION)


KELOMPOK 4:

SITI NURJANNAH 115130100111001


WIDYA PUSPITANINGSIH 115130100111003
PUTIK CHIPTADINING 115130101111001
SHINTANY ROCHMATIL 115130101111003
NUR LAILATUL MUFIDA 115130101111014
FADILLAH ASYIAH 115130106111001

PKH A 2011

PROGRAM KEDOKTERAN HEWAN


UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2013

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
PCR (Polymerase Chain Reaction) merupakan metode untuk amplifikasi
potongan DNA secara in vitro pada daerah spesifik yang dibatasi oleh dua buah
primer oligonukleotida. Teknik ini mampu memperbanyak sebuah urutan 105-106-
kali lipat dari jumlah nanogram dari DNA template. Proses ini mirip dengan proses
replikasi DNA secara in vivo yang bersifat semi konservatif. Polymerase Chain
Reaction (PCR) ini dapat digunakan untuk amplifikasi urutan nukleotida,
menentukan kondisi urutan nukleotida suatu DNA yang mengalami mutasi, pada
bidang kedokteran forensik serta melacak asal-usul sesorang dengan
membandingkan finger print. Tak hanya itu, dalam dunia veteriner, PCR banyak
digunakan, misal untuk diagnosis cepat virus avian influenza tipe a subtipe h5 dari
spesimen lapangan dengan metode onestep simplex-PCR, pengembangan nested PCR
untuk deteksi bovine herpesvirus-1(BHV-1) pada sediaan usap mukosa hidung dan
semen asal sapi, diagnosis penyakit malignant catarrhal fever (MCF) di Indonesia,
dan deteki DNA canine parvovirus tipe 2 (CPV-2) isolat lokal.
Sehingga sebagai bagian dari dunia medis, mahasiswa kedokteran hewan
dituntut untuk memahami perkembangan analisa biomolekuler PCR. Dalam
makalah ini akan dipaparkan tentang pengertian, metode, dan macam-macam jenis
PCR serta pengembangannya.

1.2 Tujuan
Makalah ini bertujuan untuk memberikan pemahaman mahasiswa tentang
metode PCR dalam dunia veteriner.

BAB II
ISI

2.1 Pengertian
Polymerase Chain Reaction (PCR) adalah metode untuk amplifikasi
(perbanyakan) primer oligonukleotida diarahkan secara enzimatik urutan DNA
spesifik. Teknik ini pertama kali dikembangkan oleh Karry Mullis pada tahun 1985.
Teknik ini mampu memperbanyak sebuah urutan 105-106-kali lipat dari jumlah
nanogram DNA template dalam latar belakang besar pada sequence yang tidak
relevan (misalnya dari total DNA genomik). Sebuah prasyarat untuk memperbanyak
urutan menggunakan PCR adalah memiliki pengetahuan, urutan segmen unik yang
mengapit DNA yang akan diamplifikasi, sehingga oligonucleotides tertentu dapat
diperoleh. Hal ini tidak perlu tahu apa-apa tentang urutan intervening antara
primer. Produk PCR diamplifikasi dari template DNA menggunakan DNA polimerase
stabil-panas dari Thermus aquaticus (Taq DNA polimerase) dan menggunakan
pengatur siklus termal otomatis (Perkin-Elmer/Cetus) untuk menempatkan reaksi
sampai 30 atau lebih siklus denaturasi, anil primer, dan polimerisasi. Setelah
amplifikasi dengan PCR, produk ini dipisahkan dengan elektroforesis gel
poliakrilamida dan secara langsung divisualisasikan setelah pewarnaan dengan
bromida etidium. Polymerase Chain Reaction (PCR) ini dapat digunakan untuk
amplifikasi urutan nukleotida, menentukan kondisi urutan nukleotida suatu DNA
yang mengalami mutasi, pada bidang kedokteran forensik dan melacak asal-usul
sesorang dengan membandingkan finger print.

2.2 Metode
Ada 3 tahap dalam kerja PCR, yaitu:
1. Denaturing adalah proses memisahkan 2 untai pilinan DNA. Selama proses
denaturasi, double stranded DNA akan membuka menjadi single stranded
DNA. Hal ini karena suhu tinggi menyebabkan putusnya ikatan hidrogen
diantara basa nitrogen yang komplemen. Tahap ini berlangsung sekitar 1
hingga 2 menit. Seluruh reaksi enzim tidak berjalan, misalnya reaksi
polimerisasi pada siklus yang sebelumnya. Denaturasi biasanya dilakukan
antara suhu 90oC 95oC.
2. Annealing ( Penempelan Primer) adalah tahapan dimana primer forward
dan reverse mencari pasangannya di untai-untai DNA. Jika cocok maka primer
akan melekat. Pada proses annealing ini, ikatan hidrogen akan terbentuk
antara primer dengan urutan komplemen pada template selama 1-2 menit.
Proses ini biasanya dilakukan pada suhu 50 oC 60 oC. Selanjutnya, DNA
polymerase akan berikatan sehingga ikatan hidrogen tersebut akan menjadi
sangat kuat dan tidak akan putus kembali apabila dilakukan reaksi
polimerisasi selanjutnya, misalnya pada 72oC.
3. .Reaksi Polimerisasi (extension) Umumnya, reaksi polimerisasi atau
perpanjangan rantai ini, terjadi pada suhu 72 oC selama 1 menit. Primer yang
telah menempel tadi akan mengalami perpanjangan pada sisi 3nya dengan
penambahan dNTP yang komplemen dengan template oleh DNA polimerase.

2.3 Jenis PCR
Adapun macam-macam tipe dan modifikasi dari PCR adalah sebagai berikut:

a. Real-Time PCR
Real-Time PCR adalah suatu metode analisa yang dikembangkan dari reaksi
PCR. Real time ini juga dikenal sebagai quantitative real time polymerase chain
reaction atau Q-PCR. Dimana teknik ini digunakan untuk mengamplifikasi
(memperbanyak) sekaligus menghitung (kuantifikasi) jumlah target molekul DNA
hasil amplifikasi tersebut. Real time PCR memungkinkan dilalukan deteksi dan
kunatifikasi (sebagai nilai absolut dari hasil perbanyakan DNA atau jumlah relatif
setelah dinormalisasi terhadap input DNA atau gen-gen penormal yang
ditambahkan) sekaligus terhadap sequens spesifik dari sampel DNA yang dianalisis.
Pada analisa PCR konversional deteksi keberadaan DNA dilakukan pada akhir reaksi
dan pengamatan keberadaan DNA hasil amplifikasi dilakukan di gel agarose setelah
dilakukan proses elektroforesis. Sedangkan analisa menggunakan Real Time PCR
memungkinkan untuk dilakukan pengamatan pada saat reaksi berlangsung,
keberadaan DNA hasil amplifikasi dapat diamati pada grafik yang muncul sebagai
hasil akumulasi fluoresensi dari probe(penanda). Pada Real Time PCR pengamatan
hasil tidak lagi membutuhkan tahap elektroforensis, sehingga tidak lagi dibutuhkan
gel agarose dan penggunaan Ethidium Bromide (EtBr) yang merupakan senyawa
karsinogenik. Cara kerja dari Real Time mengikuti prinsip umum reaksi PCR,
utamanya adalah DNA yang telah diamplifikasi dihitung setelah diakumulasikan
dalam reaksi secara real time sesudah setiap siklus amplifikasi selesai.

b. Reverse Transcriptase-Polymerase Chain Reaction (RT-PCR)


Reverse Transcriptase-PCR juga sering dikenal dengan kinetic polymerase
chain reaction. RT-PCR merupakan modifikasi dari PCR, dimana yang diamplifikasi
berupa m-RNA. Pada metode PCR biasa sumber sampel yang digunakan adalah DNA
yang diekstrak dari sel atau jaringan. Pada RT-PCR sampel yang digunakan bukan
DNA melainkan RNA. Sebagaimana kita ketahui, RNA merupakan asam ribonukleat
rantai tunggal, sedangkan DNA adalah asam ribonuleat rantai ganda. Ciri khas RNA
adalah tidak terdapat gugus basa timin (T) melainkan diganti oleh urasil (U). Proses
RT PCR dibantu oleh enzim Reverse Transcriptase, karena hanya enzim jenis ini
yang dapat mensintesis DNA dengan cetakan RNA karena polimerase DNA hanya
dapat mensintesis dengan menggunakan cetakan DNA. Pertama-tama RNA diubah
dulu menjadi DNA dengan menggunkan enzime reverse transcriptase yang disebut
dengan komplemen DNA (cDNA) . dalam hal ini disintesis cDNA dari perpasangan
anatar gugus basa U dan A serta G dan C. Dari cDNA inilah dilipat gandakan segemn
DNA yang mirip urutan basa nukleotidanya dengan RNA, hanya U diganti kembali ke
T. Karena adanya penambahan proses sintesis cDNA, tahapan proses PCR bertambah
pula. Tahap pertama terjadi proses anneling untuk memasangkan primer untuk
memperpanjang segmen cDNA. Setelah terbentuk segmen cDNA ini, baru kemudian
masuk kepada proses PCR biasa. RT-PCR peting digunakan sebagai alat diagnostik
untuk mendeteksi dan menentukan serotipe virus, sebagai informasi untuk studi
epidemiologi.

c. Nested PCR
Nested PCR adalah suatu teknik perbanyakan (replikasi) sampel DNA
menggunakan bantuan enzim DNA polymerase yang menggunakan dua pasang
primer untuk mengamplifikasi fragmen. Dengan menggunakan nested PCR, jika ada
fragmen yang salah diamplifikasi maka kemungkinan bagian tersebut diamplifikasi
untuk kedua kalinya oleh primer yang kedua. Dengan demikian, nested PCR adalah
PCR yang sangat spesifik dalam melakukan amplifikasi. Nested PCR dan PCR biasa
berguna untuk memperbanyak fragmen DNA tertentu dalam jumlah banyak.
Dimana pada nested PCR digunakan 2 pasang primer sedangkan pada PCR biasa
hanya menggunakan 1 pasang primer. Oleh karena itu hasil fragmen DNA dari
nested PCR lebih spesifik (lebih pendek) dibandingkan dengan PCR biasa. Waktu
yang diperlukan dalam reaksi nested PCR lebih lama daripada PCR biasa karena
pada nested PCR dilakukan 2 kali reaksi PCR sedangkan pada PCR biasa hanya 1 kali
reaksi PCR. Selain itu, keuntungan nested PCR adalah meminimalkan kesalahan
amplifikasi gen dengan menggunakan 2 pasang primer.
Mekanisme kerja dari nested PCR sendiri yakni pada Fase Denaturasi,
Pertama-tama DNA mengalami denaturasi lalu memasuki fase penempelan. Fase
Penempelan, sepasang primer pertama melekat di kedua utas tunggal DNA dan
mengamplifikasi DNA di antara kedua primer tersebut dan terbentuklah produk PCR
pertama. Fase pemanjangan, produk PCR pertama tersebut dijalankan pada proses
PCR kedua di mana pasangan primer kedua (nested primer) akan mengenali sekuen
DNA spesifik yang berada di dalam fragmen produk PCR pertama dan memulai
amplifikasi bagian di antara kedua primer tersebut. Hasilnya adalah sekuens DNA
yang lebih pendek daripada sekuens DNA hasil PCR pertama.

d. Multiplex-PCR
Multiplex PCR merupakan beberapa set primer dalam campuran PCR tunggal
untuk menghasilkan amplikon dari berbagai ukuran yang spesifik untuk sekuens
DNA yang berbeda. Dengan penargetan gen sekaligus, informasi tambahan dapat
diperoleh dari lari-tes tunggal yang tidak akan membutuhkan beberapa kali reagen
dan lebih banyak waktu untuk melakukan. temperatur Annealing untuk masing-
masing set primer harus dioptimalkan untuk bekerja dengan benar dalam reaksi
tunggal, dan ukuran amplikon. Artinya, panjangnya pasangan basa harus berbeda
cukup untuk membentuk band yang berbeda ketika divisualisasikan dengan
elektroforesis gel.

e. PCR-ELISA
PCR-ELISA merupakan metode yang digunakan untuk menangkap asam
nukleat yang meniru prinsip dari enzim linked immunosorbant yang terkait.
Dimana dalam sebuah pengujian hibridisasi hasil produk dari PCR akan terdeteksi
dengan metode ini. Dengan metode inilah dapat dilakukan pengukuran sequen
internal pada produk PCR. Metode ini lebih dipilih karena lebih murah
dibandingkan metode Real Time PCR.
PCR-ELISA telah digunakan sejak akhir 1980-an dan telah berkembang untuk
mendeteksi sequen tertentu dalam produk PCR. Meskipun banyak metode yang
tersedia untuk mendeteksi sequen tersebut, ELISA PCR berguna untuk mendeteksi
dan membedakan antara beberapa sasaran dari sequen yang diinginkan. ELISA PCR
ini juga berguna untuk screening beberapa sampel, terutama bila jumlah sampel
tidak menjamin. Salah satu aspek yang paling berguna dari PCR-ELISA adalah
kemampuannya dalam membedakan antara produk reaksi perubahan polimerase
yang dihasilkan dari seperangkat primer yang mengandung variasi sequen, yaitu
sequen yang bervariasi antar primer.

2.4 Aplikasi Teknik RT-PCR dalam Peneguhan Diagnosis Penyakit NewCastle


Disease lapang pada Ayam Buras di Bali

Newcastle disease (ND) merupakan penyakit yang disebabkan oleh Avian


Paramyxovirus type-1 (APMV-1). Pada penelitian ini, diagnosis kasus newcastle
disease (ND) lapangan dilakukan pada ayam bukan ras yang bersifat akut melalui
hasil pemeriksaan Laboratorium.
Materi dan Metode
Sebanyak sepuluh ekor sampel ayam buras umur 1,5-4 bulan telah diperiksa
dan terlihat gejala klinis serta mengalami perubahan secara patognomonik. Gejala
klinis yang teramati meliputi: anoreksia, lesu, bersin, batuk, dan diare putih
kehijauan dengan diagnosis sementara sebagai penyakit ND yang bersifat akut.
Sampel diambil dari organ yang mengalami perubahan patognomonis seperti pada
proventrikulus, ventrikulus, seka tonsil, paru-paru dan otak. Semua sampel digerus
untuk dijadikan suspensi dengan konsentrasi 10% dalam larutan phosphat buffered
saline (PBS) steril, ditambah antibiotik dan disuntikkan pada ruang alantois telur
ayam bertunas (TAB) umur 9-10 hari. Telur diinkubasikan pada inkubator suhu 37 C
selama 2-3 hari. Cairan alantois dikoleksi pada hari ke-3 dan digunakan sebagai
sumber antigen. Konfirmasi virus dilakukan dengan serum ND standar
menggunakan uji hemaglutinasi (HA) dan uji hambatan hemaglutinasi (HI) teknik
mikrotiter prosedur baku (OIE, 2002) dan dikonfirmasi dengan uji reverse
transcriptase-polymerase chain reaction (RT-PCR) menggunakan primer FNDIFP (5-
CCCCGTTGGAGGCATAC-3) dan FNDIBP (5-TGTTGGCAGCATTTTGATTG-3).
Uji Hemaglutinasi dengan Teknik Mikrotiter
Uji hemaglutinasi dengan teknik mikrotiter diawali dengan menambahkan
masing-masing 0,025 ml PBS pada setiap sumuran plat mikro menggunakan mikro
pipet kecuali pada sumuran pertama. Sebanyak 0,025 ml cairan alantois yang diuji
ditambahkan pada sumuran pertama dan kedua. Pengenceran seri berkelipatan dua
dilakukan mulai dari sumuran ke-2 sampai ke-11 dengan menggunakan pengencer
mikro. Sumuran plat mikro ke-1 sampai ke-12 selanjutnya ditambahkan dengan
0,025 ml PBS. Sebanyak 0,05 ml sel darah merah unggas 0,5% ditambahkan ke dalam
setiap sumuran plat mikro dan dicampur menggunakan pengayak mikro selama 30
detik. Reaksi positif ditandai dengan adanya bentukan kristal pada campuran
tersebut. Kebalikan dari pengenceran tertinggi yang masih dapat
menghemaglutinasi sel darah merah adalah merupakan titer virus ND.
Uji Hambatan Hemaglutinasi
Uji HI bertujuan untuk mengkonfirmasi virus ND menggunakan plat mikro
berbentuk U dengan 96 sumuran. Proses tersebut dilakukan dengan 2 kali ulangan
berdasarkan prosedur baku (OIE, 2009). Sebanyak 0,025 ml PBS diteteskan ke dalam
sumuran ke-2 sampai ke-12. Sumuran pertama dan kedua diisi dengan serum
standar ND kemudian diencerkan secara berseri kelipatan dua mulai dari sumuran
ke-2 sampai ke-11 dengan pengencer mikro. Masing-masing sumuran plat mikro
ditambahkan dengan 0,025 ml suspensi antigen ND 4 unit HA mulai dari sumuran
nomor 1 sampai nomor 11. Sumuran nomor 12 hanya diisi dengan PBS sebanyak
0,025 ml. Tahapan berikutnya adalah dilakukan pengayakan selama 30 detik,
selanjutnya plat mikro ditempatkan pada suhu kamar selama 30 menit. Suspensi sel
darah merah konsentrasi 0,5% ditambahkan ke dalam sumuran ke-1 sampai ke-12
sebanyak 0,05 ml lalu diayak kembali selama 30 detik. Plat mikro ditempatkan pada
suhu kamar dan diamati setiap 15 menit. Hasil positif ditandai dengan terjadinya
hambatan hemaglutinasi berupa pengendapan sel darah merah di dasar sumuran
plat mikro.
Uji RT-PCR
Amplifikasi RT-PCR dilakukan dengan menggunakan enzim SuperScriptTM III
onestep RT-PCR System with Platinum Taq DNA Polymerase (Invitrogen). Siklus RT-
PCR dilakukan dengan kondisi 50 C selama 1 jam, 95 C selama 7 menit, 94 C selama
45 detik, 52 C selama 45 detik, dan elongasi pada suhu 72 C selama 1 menit 30 detik
disebut satu siklus. Siklus pertama diulang kembali sebanyak 44 kali. Tahap
penyempurnaan kerja enzim dilakukan pada suhu 72 C selama 5 menit untuk
memperoleh fragmen yang sempurna. Sekuens primer yang digunakan FNDIFP (5-
CCCCGTTGGAGGCATAC-3) dan FNDIBP (5-TGTTGGCAGCATTTTGATTG-3).
Pengamatan hasil PCR dilanjutkan dengan melakukan elektroforesis. Sepuluh persen
dari produk PCR ditambahkan loading dye (bromphenol-blue dan cyline cyanol)
sebanyak 1 l, dan selanjutnya dielektroforesis pada gel konsentrasi 1% (1 gram
agarose dalam 100 ml TAE) yang ditambahkan etidium bromide sebanyak 2,5 l
bersama 100-bp ladder (Invitrogen) sebagai marker. Visualisasi DNA menggunakan
transluminator ultraviolet (UV) dan hasilnya didokumentasikan dengan kamera dan
film polaroid (OIE, 2002).
Hasil
Sebanyak 10 sampel kasus lapang ayam buras yang dijadikan bahan penelitian
telah dinyatakan positif ND dengan uji RT-PCR
Hasil isolasi pada TAB menunjukkan adanya pertumbuhan virus yang ditandai
dengan kematian embrio pada hari ketiga disertai dengan perdarahan dan gangguan
pertumbuhan (embrio kerdil). Cairan alantois TAB selanjutnya diidentifikasi dengan
uji serologi HA/HI, sebagian menunjukkan hasil positif. Konfirmasi lebih lanjut
terhadap hasil uji HA/HI yang negatif menggunakan uji RT-PCR, ternyata hasilnya
positif. Hasil sekuensing menunjukkan bahwa virus tersebut merupakan virus ND
lapang yang bersifat velogenik (data tidak ditunjukkan).
Pada uji RT-PCR, genomik RNA virus ND diisolasi dari sampel dengan digesti
proteinase K, diikuti dengan ekstraksi menggunakan trizol (Invitrogen), kemudian
dielektroforesis untuk mengetahui panjang produk basa dari gen yang diuji. Uji RT-
PCR tidak bersifat spesifik karena dapat digunakan untuk menguji semua antigen,
namun uji tersebut bersifat sangat sensitif karena hanya memerlukan sampel
antigen yang sedikit. Uji RT-PCR mempunyai sensitivitas yang lebih tinggi
dibandingkan dengan uji HA/HI.
Diagnosis secara molekular menggunakan teknik RT-PCR dan sekuensing
dapat mendeteksi virus secara cepat dan akurat. Virus ND patogen mempunyai
sekuens 112R/K-R-Q-R/K-R116 dengan C terminal dari protein F2 dan F (fenilalanin)
yang merupakan residu pada posisi 117, sedangkan virus yang kurang patogen
mempunyai sekuens 112G/E-K/R-Q-G/E-R116 dengan L (leusin) pada posisi 117 (OIE,
2002). Hasil sekuensing isolat kasus ND lapangan kemudian dianalisis dengan Mega
4.0, maka gambaran phylogenetic tree akan menjawab kejadian penyakit ND yang
bersifat endemik di Indonesia.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil uji serologi HA/HI yang telah dikonfirmasi dengan uji RT-
PCR maka semua sampel ayam buras yang diteliti adalah positif terinfeksi oleh virus
penyakit ND.

BAB III
KESIMPULAN

PCR (Polymerase Chain Reaction) merupakan metode untuk amplifikasi


potongan DNA secara in vitro pada daerah spesifik yang dibatasi oleh dua buah
primer oligonukleotida. Teknik ini mampu memperbanyak sebuah urutan 105-106-
kali lipat dari jumlah nanogram dari DNA template.

DAFTAR PUSTAKA

Kencana, Gusti Ayu Yuniati., Kardena, I Made ., dan Mahardika, I Gusti Ngurah Kade.
2012. Peneguhan Diagnosis Penyakit NewCastle Disease Lapang pada Ayam
Buras di Bali Menggunakan Teknik RT-PCR. Jurnal Kedokteran Hewan ISSN :
1978-225X. Vol. 6 No. 1, Maret 2012
SITI NURJANNAH di 23.08

Berbagi 1

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Beranda
Lihat versi web

Mengenai Saya
SITI NURJANNAH
Ikuti 21

Lihat profil lengkapku

Diberdayakan oleh Blogger.

Anda mungkin juga menyukai