KELOMPOK 4:
PKH A 2011
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
PCR (Polymerase Chain Reaction) merupakan metode untuk amplifikasi
potongan DNA secara in vitro pada daerah spesifik yang dibatasi oleh dua buah
primer oligonukleotida. Teknik ini mampu memperbanyak sebuah urutan 105-106-
kali lipat dari jumlah nanogram dari DNA template. Proses ini mirip dengan proses
replikasi DNA secara in vivo yang bersifat semi konservatif. Polymerase Chain
Reaction (PCR) ini dapat digunakan untuk amplifikasi urutan nukleotida,
menentukan kondisi urutan nukleotida suatu DNA yang mengalami mutasi, pada
bidang kedokteran forensik serta melacak asal-usul sesorang dengan
membandingkan finger print. Tak hanya itu, dalam dunia veteriner, PCR banyak
digunakan, misal untuk diagnosis cepat virus avian influenza tipe a subtipe h5 dari
spesimen lapangan dengan metode onestep simplex-PCR, pengembangan nested PCR
untuk deteksi bovine herpesvirus-1(BHV-1) pada sediaan usap mukosa hidung dan
semen asal sapi, diagnosis penyakit malignant catarrhal fever (MCF) di Indonesia,
dan deteki DNA canine parvovirus tipe 2 (CPV-2) isolat lokal.
Sehingga sebagai bagian dari dunia medis, mahasiswa kedokteran hewan
dituntut untuk memahami perkembangan analisa biomolekuler PCR. Dalam
makalah ini akan dipaparkan tentang pengertian, metode, dan macam-macam jenis
PCR serta pengembangannya.
1.2 Tujuan
Makalah ini bertujuan untuk memberikan pemahaman mahasiswa tentang
metode PCR dalam dunia veteriner.
BAB II
ISI
2.1 Pengertian
Polymerase Chain Reaction (PCR) adalah metode untuk amplifikasi
(perbanyakan) primer oligonukleotida diarahkan secara enzimatik urutan DNA
spesifik. Teknik ini pertama kali dikembangkan oleh Karry Mullis pada tahun 1985.
Teknik ini mampu memperbanyak sebuah urutan 105-106-kali lipat dari jumlah
nanogram DNA template dalam latar belakang besar pada sequence yang tidak
relevan (misalnya dari total DNA genomik). Sebuah prasyarat untuk memperbanyak
urutan menggunakan PCR adalah memiliki pengetahuan, urutan segmen unik yang
mengapit DNA yang akan diamplifikasi, sehingga oligonucleotides tertentu dapat
diperoleh. Hal ini tidak perlu tahu apa-apa tentang urutan intervening antara
primer. Produk PCR diamplifikasi dari template DNA menggunakan DNA polimerase
stabil-panas dari Thermus aquaticus (Taq DNA polimerase) dan menggunakan
pengatur siklus termal otomatis (Perkin-Elmer/Cetus) untuk menempatkan reaksi
sampai 30 atau lebih siklus denaturasi, anil primer, dan polimerisasi. Setelah
amplifikasi dengan PCR, produk ini dipisahkan dengan elektroforesis gel
poliakrilamida dan secara langsung divisualisasikan setelah pewarnaan dengan
bromida etidium. Polymerase Chain Reaction (PCR) ini dapat digunakan untuk
amplifikasi urutan nukleotida, menentukan kondisi urutan nukleotida suatu DNA
yang mengalami mutasi, pada bidang kedokteran forensik dan melacak asal-usul
sesorang dengan membandingkan finger print.
2.2 Metode
Ada 3 tahap dalam kerja PCR, yaitu:
1. Denaturing adalah proses memisahkan 2 untai pilinan DNA. Selama proses
denaturasi, double stranded DNA akan membuka menjadi single stranded
DNA. Hal ini karena suhu tinggi menyebabkan putusnya ikatan hidrogen
diantara basa nitrogen yang komplemen. Tahap ini berlangsung sekitar 1
hingga 2 menit. Seluruh reaksi enzim tidak berjalan, misalnya reaksi
polimerisasi pada siklus yang sebelumnya. Denaturasi biasanya dilakukan
antara suhu 90oC 95oC.
2. Annealing ( Penempelan Primer) adalah tahapan dimana primer forward
dan reverse mencari pasangannya di untai-untai DNA. Jika cocok maka primer
akan melekat. Pada proses annealing ini, ikatan hidrogen akan terbentuk
antara primer dengan urutan komplemen pada template selama 1-2 menit.
Proses ini biasanya dilakukan pada suhu 50 oC 60 oC. Selanjutnya, DNA
polymerase akan berikatan sehingga ikatan hidrogen tersebut akan menjadi
sangat kuat dan tidak akan putus kembali apabila dilakukan reaksi
polimerisasi selanjutnya, misalnya pada 72oC.
3. .Reaksi Polimerisasi (extension) Umumnya, reaksi polimerisasi atau
perpanjangan rantai ini, terjadi pada suhu 72 oC selama 1 menit. Primer yang
telah menempel tadi akan mengalami perpanjangan pada sisi 3nya dengan
penambahan dNTP yang komplemen dengan template oleh DNA polimerase.
2.3 Jenis PCR
Adapun macam-macam tipe dan modifikasi dari PCR adalah sebagai berikut:
a. Real-Time PCR
Real-Time PCR adalah suatu metode analisa yang dikembangkan dari reaksi
PCR. Real time ini juga dikenal sebagai quantitative real time polymerase chain
reaction atau Q-PCR. Dimana teknik ini digunakan untuk mengamplifikasi
(memperbanyak) sekaligus menghitung (kuantifikasi) jumlah target molekul DNA
hasil amplifikasi tersebut. Real time PCR memungkinkan dilalukan deteksi dan
kunatifikasi (sebagai nilai absolut dari hasil perbanyakan DNA atau jumlah relatif
setelah dinormalisasi terhadap input DNA atau gen-gen penormal yang
ditambahkan) sekaligus terhadap sequens spesifik dari sampel DNA yang dianalisis.
Pada analisa PCR konversional deteksi keberadaan DNA dilakukan pada akhir reaksi
dan pengamatan keberadaan DNA hasil amplifikasi dilakukan di gel agarose setelah
dilakukan proses elektroforesis. Sedangkan analisa menggunakan Real Time PCR
memungkinkan untuk dilakukan pengamatan pada saat reaksi berlangsung,
keberadaan DNA hasil amplifikasi dapat diamati pada grafik yang muncul sebagai
hasil akumulasi fluoresensi dari probe(penanda). Pada Real Time PCR pengamatan
hasil tidak lagi membutuhkan tahap elektroforensis, sehingga tidak lagi dibutuhkan
gel agarose dan penggunaan Ethidium Bromide (EtBr) yang merupakan senyawa
karsinogenik. Cara kerja dari Real Time mengikuti prinsip umum reaksi PCR,
utamanya adalah DNA yang telah diamplifikasi dihitung setelah diakumulasikan
dalam reaksi secara real time sesudah setiap siklus amplifikasi selesai.
c. Nested PCR
Nested PCR adalah suatu teknik perbanyakan (replikasi) sampel DNA
menggunakan bantuan enzim DNA polymerase yang menggunakan dua pasang
primer untuk mengamplifikasi fragmen. Dengan menggunakan nested PCR, jika ada
fragmen yang salah diamplifikasi maka kemungkinan bagian tersebut diamplifikasi
untuk kedua kalinya oleh primer yang kedua. Dengan demikian, nested PCR adalah
PCR yang sangat spesifik dalam melakukan amplifikasi. Nested PCR dan PCR biasa
berguna untuk memperbanyak fragmen DNA tertentu dalam jumlah banyak.
Dimana pada nested PCR digunakan 2 pasang primer sedangkan pada PCR biasa
hanya menggunakan 1 pasang primer. Oleh karena itu hasil fragmen DNA dari
nested PCR lebih spesifik (lebih pendek) dibandingkan dengan PCR biasa. Waktu
yang diperlukan dalam reaksi nested PCR lebih lama daripada PCR biasa karena
pada nested PCR dilakukan 2 kali reaksi PCR sedangkan pada PCR biasa hanya 1 kali
reaksi PCR. Selain itu, keuntungan nested PCR adalah meminimalkan kesalahan
amplifikasi gen dengan menggunakan 2 pasang primer.
Mekanisme kerja dari nested PCR sendiri yakni pada Fase Denaturasi,
Pertama-tama DNA mengalami denaturasi lalu memasuki fase penempelan. Fase
Penempelan, sepasang primer pertama melekat di kedua utas tunggal DNA dan
mengamplifikasi DNA di antara kedua primer tersebut dan terbentuklah produk PCR
pertama. Fase pemanjangan, produk PCR pertama tersebut dijalankan pada proses
PCR kedua di mana pasangan primer kedua (nested primer) akan mengenali sekuen
DNA spesifik yang berada di dalam fragmen produk PCR pertama dan memulai
amplifikasi bagian di antara kedua primer tersebut. Hasilnya adalah sekuens DNA
yang lebih pendek daripada sekuens DNA hasil PCR pertama.
d. Multiplex-PCR
Multiplex PCR merupakan beberapa set primer dalam campuran PCR tunggal
untuk menghasilkan amplikon dari berbagai ukuran yang spesifik untuk sekuens
DNA yang berbeda. Dengan penargetan gen sekaligus, informasi tambahan dapat
diperoleh dari lari-tes tunggal yang tidak akan membutuhkan beberapa kali reagen
dan lebih banyak waktu untuk melakukan. temperatur Annealing untuk masing-
masing set primer harus dioptimalkan untuk bekerja dengan benar dalam reaksi
tunggal, dan ukuran amplikon. Artinya, panjangnya pasangan basa harus berbeda
cukup untuk membentuk band yang berbeda ketika divisualisasikan dengan
elektroforesis gel.
e. PCR-ELISA
PCR-ELISA merupakan metode yang digunakan untuk menangkap asam
nukleat yang meniru prinsip dari enzim linked immunosorbant yang terkait.
Dimana dalam sebuah pengujian hibridisasi hasil produk dari PCR akan terdeteksi
dengan metode ini. Dengan metode inilah dapat dilakukan pengukuran sequen
internal pada produk PCR. Metode ini lebih dipilih karena lebih murah
dibandingkan metode Real Time PCR.
PCR-ELISA telah digunakan sejak akhir 1980-an dan telah berkembang untuk
mendeteksi sequen tertentu dalam produk PCR. Meskipun banyak metode yang
tersedia untuk mendeteksi sequen tersebut, ELISA PCR berguna untuk mendeteksi
dan membedakan antara beberapa sasaran dari sequen yang diinginkan. ELISA PCR
ini juga berguna untuk screening beberapa sampel, terutama bila jumlah sampel
tidak menjamin. Salah satu aspek yang paling berguna dari PCR-ELISA adalah
kemampuannya dalam membedakan antara produk reaksi perubahan polimerase
yang dihasilkan dari seperangkat primer yang mengandung variasi sequen, yaitu
sequen yang bervariasi antar primer.
BAB III
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Kencana, Gusti Ayu Yuniati., Kardena, I Made ., dan Mahardika, I Gusti Ngurah Kade.
2012. Peneguhan Diagnosis Penyakit NewCastle Disease Lapang pada Ayam
Buras di Bali Menggunakan Teknik RT-PCR. Jurnal Kedokteran Hewan ISSN :
1978-225X. Vol. 6 No. 1, Maret 2012
SITI NURJANNAH di 23.08
Berbagi 1
Posting Komentar
Beranda
Lihat versi web
Mengenai Saya
SITI NURJANNAH
Ikuti 21