Anda di halaman 1dari 11

Pengaruh PT.

Freeport Terhadap Indonesia

Freeport adalah perusahaan asing yang masuk ke Indonesia. PT. Freeport merupakan
perusahaan pertambangan emas terbesar di dunia yang mayoritas sahamnya dimiliki
oleh Freeport-McMoRan Copper & GoldInc. Freeport berkembang menjadi perusahaan
dengan penghasilan $2,3 miliar AS. Perkembangannya yang pesat sangat mempengaruhi
keadaan daerah sekitarnya, baik dari segi sosial, ekonomi, maupun keadaan lainnya. Menurut
Freeport, keberadaannya memberikan manfaat langsung dan tidak langsung kepada Indonesia
sebesar $33 miliar dari tahun 19922004.Perusahaan ini merupakan pembayar pajak terbesar
kepada Indonesia yang hampir sama dengan 2 % PDB Indonesia. Freeport Indonesia telah
melakukan eksplorasi di dua tempat di Papua, dari tahun 1967 di tambang Erstberg dan sejak
tahun 1988 di tambang Grasberg, di kawasan Tembaga Pura, Kabupaten Mimika, Provinsi
Papua. Hal Ini menunjukkan bahwa PT. Freeport Indonesia sangat mempengaruhi pendapatan
Indonesia karena dengan harga emas mencapai nilai tertinggi dalam 25 tahun terakhir, yaitu
$540 per ons, PT. Freeport diperkirakan akan mengisi kas pemerintah sebesar $1 miliar per
tahun, selama harga emas menggalami kenaikan harga. Pemegang
saham diantaranya Freeport-McMoRan Copper & Gold Inc. (AS) 81,28%, Pemerintah
Indonesia 9,36%, PT. Indocopper Investama 9,36%. Dan bahan Tambang yang
dihasilkan didalam Freeport merupakan tambang yang harganya mahalnya bukan
maen yaitu Tembaga, Emas, Silver, Molybdenum, Rhenium.
Pada tahun 1904-1905 suatu lembaga swasta dari Belanda Koninklijke Nederlandsche
Aardrijkskundig Genootschap (KNAG) yakni Lembaga Geografi Kerajaan Belanda,
menyelenggarakan suatu ekspedisi ke Papua Barat Daya yang tujuan utamanya adalah
mengunjungi Pegunungan Salju yang konon kabarnya ada di Tanah Papua. Catatan pertama
tentang pegunungan salju ini adalah dari Kapten Johan Carstensz yang dalam perjalanan
dengan dua kapalnya Aernem dan Pera ke arah selatan pada tahun 1623 di perairan sebelah
selatan Tanah Papua, tiba-tiba jauh di pedalaman melihat kilauan salju dan mencatat di dalam
buku hariannya pada tanggal 16 Februari 1623 tentang suatu pegungungan yang sangat tinggi
dengan bagian-bagiannya yang tertutup oleh salju. Tetapi, ekspedisi tersebut gagal. Namun,
ekspedisi tersebut tidak membawa keberhasilan lembaga tersebut.

Pada tahun 1936, Jean Jacques Dozy menemukan cadangan Ertsberg atau disebut gunung
bijih, lalu data mengenai batuan ini dibawa ke Belanda. Setelah sekian lama, bertemulah
seorang Jan Van Gruisen, Managing Director perusahaan Oost Maatchappij, yang
mengeksploitasi batu bara di Kalimantan Timur dan Sulawesi Tengggara dengan kawan
lamanya Forbes Wilson, seorang kepala eksplorasi pada perusahaan Freeport Sulphur
Company yang operasi utamanya ketika itu adalah menambang belerang di bawah dasar laut.
Kemudian Van Gruisen berhasil meyakinkan Wilson untuk mendanai ekspedisi ke gunung
bijih serta mengambil contoh bebatuan dan menganalisanya serta melakukan penilaian.
Wilson juga mendapatkan temuan yang nyaris membuatnya gila. Karena selain dipenuhi bijih
tembaga, gunung tersebut ternyata juga dipenuhi bijih emas dan perak. Menurut Wilson,
seharusnya gunung tersebut diberi nama GOLD MOUNTAIN, bukan Gunung Tembaga.
Sebagai seorang pakar pertambangan, Wilson memperkirakan jika Freeport akan untung
besar dalam waktu tiga tahun sudah kembali modal. Pimpinan Freeport Sulphur ini pun
bergerak dengan cepat. Pada 1 Februari 1960, Freeport Sulphur meneken kerjasama dengan
East Borneo Company untuk mengeksplorasi gunung tersebut.

Pimpinan tertinggi Freeport di masa itu yang bernama Langbourne Williams melihat peluang
untuk meneruskan proyek Ertsberg. Beliau bertemu Julius Tahija yang pada zaman Presiden
Soekarno memimpin perusahaan Texaco dan dilanjutkan pertemuan dengan Jendral Ibnu
Sutowo, yang pada saat itu menjabat sebagai Menteri Pertambangan dan Perminyakan
Indonesia. Inti dalam pertemuan tersebut adalah permohonan agar Freeport dapat meneruskan
proyek Ertsberg. Akhirnya dari hasil pertemuan demi pertemuan yang panjang Freeport
mendapatkan izin dari pemerintah untuk meneruskan proyek tersebut pada tahun 1967. Itulah
Kontrak Karya Pertama Freeport (KK-I). Kontrak karya tersebut merupakan bahan promosi
yang dibawa Julius Tahija untuk memperkenalkan Indonesia ke luar negeri dan misi
pertamanya adalah mempromosikan Kebijakan Penanaman Modal Asing ke Australia.

Sebelum 1967 wilayah Timika adalah hutan belantara. Pada awal Freeport mulai beroperasi,
banyak penduduk yang pada awalnya mulai masuk ke wilayah sekitar tambang Freeport
sehingga pertumbuhan penduduk di Timika meningkat. Tahun 1970 pemerintah dan Freeport
secara bersama-sama membangun rumah-rumah penduduk yang layak di jalan Kamuki.
Kemudian dibangun juga perumahan penduduk di sekitar selatan Bandar Udara yang
sekarang menjadi Kota Timika.

Di tahun 1971 Freeport membangun Bandar Udara Timika dan pusat perbekalan, kemudian
juga membangun jalan-jalan utama sebagai akses ke tambang dan juga jalan-jalan di daerah
terpencil sebagai akses ke desa-desa Tahun 1972, Presiden Soeharto menamakan kota yang
dibangun secara bertahap oleh Freeport tersebut dengan nama Tembaga pura. Pada tahun
1973 Freeport menunjuk Ali Budiarjo sebagai kepala perwakilannya untuk Indonesia
sekaligus sebagai presiden direktur pertama Freeport Indonesia. Beliau mempunyai latar
belakang pernah menjabat Sekretaris Pertahanan dan Direktur Pembangunan Nasional pada
tahun 1950-an, suami dari Miriam Budiarjo ini yang juga berperan dalam beberapa
perundingan kemerdekaan Indonesia, sebagai sekretaris delegasi Perundingan Linggarjati dan
anggota delegasi dalam perjanjian Renville.

Sejarah kontrak karya dimulai pada tahun 1936, Jacques Dozy menemukan cadangan
Ertsberg. Tahun 1960, Ekspedisi Forbes Wilson untuk menemukan kembali Ertsberg.
Tahun 1967 Kontrak Karya I (Freeport Indonesia Inc.) berlaku selama 30 tahun sejak mulai
beroperasi tahun 1973. Tahun 1988 Freeport menemukan cadangan Grasberg. Investasi yang
besar dan risiko yang tinggi, sehingga memerlukan jaminan investasi jangka panjang. Tahun
1991 Kontrak Karya II (PT Freeport Indonesia) berlaku 30 tahun dengan periode produksi
akan berakhir di tahun 2021, serta kemungkinan perpanjangan 2x 10 tahun (kira-kira sampai
dengan tahun 2041). Yang luas wilayah Eksplorasi KK-A = 10.000 Ha, Eksplorasi KK-B =
202.950 Ha, Total Wilayah = 212.950 Ha. Luas wilayah KK Blok B terakhir seluas 212.950
hektar. Luas tersebut pada tahun 2012 hanya tinggal 7,8% dari total luas wilayah eksplorasi
di tahun 1991.1991 = 2,6 juta Ha 2012 = 212.950 Ha

Investasi

USD 8.6 Miliar dengan perkiraan tambahan investasi sebesar USD 16-18 Miliar untuk
pengembangan bawah tanah ke depan. 94% total investasi tambang tembaga di Indonesia 30%
total investasi di Papua 5% total investasi di Indonesia.

Menurut data terakhir di MP3EI s/d tahun 2012

Cadangan terbukti 2,52 Miliar ton bijih: 0,97% Tembaga 0,83 gram/ton emas 4,13 gram/ton
perak.

Kasus PT. Freeport dengan masyarakat dalam dampak sosial, ekonomi, dan
lingkungan.
Kasus dan konflik yang terjadi pada PT. Freeport semakin melebar dan berkepanjangan pada
emosional masyarakat yang banyak melakukan langkah separatis dan bergabung dengan
OPM gerakan Papua Merdeka. Jika kasus ini tidak segera diselesaikan oleh semua pihak
maka, semua pihak tersebut akan dirugikan. Pembahasan dalam kasus ini yaitu menghadapi
krisis internal antara perusahaan dan karyawan, dan eksternal antara perusahaan dan
masyarakat.

Kesenjangan sosial dalam masyarakat merupakan pembahasan yang selalu terjadi. Akan ada
banyak hal terjadi terkait dengan masalah sosial, karena berbagai hambatan pasti selalu
terjadi. Misalnya saat ini yang lagi memanas yaitu konflik PT. Freeport dengan para pekerja
yang mogok kerja karena sebenarnya hanya meminta kenaikan gaji dan masyarakat Papua
yang butuh rasa aman dan nyaman.

Jika dikaitkan masalah ini menggunakan teori sistem menurut Katz dan Khan yang pernah
menerangkan bahwa kebanyakan interaksi kita dengan orang-orang merupakan tindakan
komunikatif baik secara verbal dan non-verbal. Komunikasi pertukaran informasi dan
tranmisi makna adalah inti dari sistem sosial atau organisasi. Komunikasi merupakan
penghubung di antara orang-orang dalam organisasi, dan komunikasi yang berjalan dengan
efektif dan tanpa mengalami hambatan yang berarti akan menyebabkan hubungan yang baik
antar masyarakat. Menurut Edwin Flippo komunikasi yang baik dan efektif dimulai dari
komunikasi terhadap diri sendiri. Dari komunikasi tersebutlah akan tumbuh dan
meningkatkan semangat kerja pada karyawan-karyawannya dan menjadikan hubungan yang
baik pula antar karyawan dan pemimpinnya.

Adanya misscommunication akan mengubah hubungan antara karyawan dan pimpinan.


Miscommunication yang terjadi antara Satpam PT. Freeport Indonesia dan Polisi dengan
pengaman dari PT Grup 4 Securicor yang mengenakan perlengkapan keamanan lengkap.
Satuan pengamanan bayaran tersebut yang keluar dari dalam terminal pekerja Gorong-gorong
bersitegang dengan Satpam dan Polisi yang berjaga-jaga. Menurut Wakil Komandan
Kepolisian Resor Mimika, Komisaris Polisi Mada Indra Laksanta, hanya terjadi
misscommunication. Mereka berniat membantu pengamanan tapi tidak ada komunikasi dan
koordinasi.
Hari sebelumnya, Kepala Bidang Organisasi SPSI Freeport, Virgo Sollosa, menyampaikan
pesan ke sejumlah wartawan bahwa pihaknya mengidentifikasi ada beberapa mobil yang
digunakan untuk mengintimidasi pekerja yang melakukan aksi mogok kerja. Terkesan ada
upaya mempropaganda karyawan agar mau naik bekerja dan memancing emosional
karyawan yang sedang menggelar aksi agar terjadi konflik.

Analisa kasus di atas menampakkan bahwa adanya hubungan kausal yang fundamental antara
PT. Freepot dengan para karyawan berkaitan dengan komunikasi yang tidak efektif,
pertukaran dan penyebaran informasi yang tidak terkoordinir, dan tidak adanya kesamaan
tujuan dalam pencapaian kerja organisasi, pihak perusahaan yang menginginkan karyawan
berkerja dan keinginan karyawan yang bertolak belakang dengan mengadakan aksi mogok
kerja.

Berbagai kekerasan yang terjadi di Papua semakin membuat rakyat Papua sengsara. Langkah
represif aparat kepolisian, justru semakin membuat situasi mencekam. Polisi sebagai
pengaman dan pelindung masyarakat justru menjelma menjadi momok yang menakutkan
serta menjadi musuh masyarakat, dan seakan mati-matian menjaga dan melindungi
kepentingan Freeport.

Berdasarkan pemahaman teori sistem adalah setiap bagian berpengaruh pada keseluruhan
atau sesuatu tidak dapat ada tanpa keberadaan yang lain. Maka seluruh aspek harus
diperhatikan atau dianggap penting. Namun, seakan tidak mengindahkan sistem yang harus
dilaksanakan oleh kepolisian sebagai pengayom masyarakat dan beralih menjadi pengaman
bayaran dari pihak Freeport.

Patut dipertanyakan peran negara dalam menjamin kehidupan rakyatnya. Karena, selama ini
sikap Pemerintah terkesan membiarkan berbagai konflik yang terjadi di Papua. Keinginan
dari rakyat Papua menurut Edo, hanya hidup selayaknya, bisa cukup makan. Masih banyak
masalah seperti kemiskinan, kesehatan masih menjadi masalah utama di tanah Papua.

Bukan tidak mungkin jika pada akhirnya yang juga saat ini banyak pemberontakan di Papua
dilakukan oleh orang Papua yang memperjuangkan kemerdekaan dan ingin memisahkan diri
dengan Indonesia. Jika keadaan ini tidak diperhatikan betul baik oleh Pemerintah, pihak
Freeport, Kepolisian, dan masyarakat.
Akibat adanya keinginan hidup yang layak mereka melakukan aksi yang sebenarnya ingin
mengajak Pemerintah untuk memperhatikan nasib rakyat Papua. Serta mengubah cara
pandang pemerintah pusat terhadap masyarakat Papua yang perlu diubah. Selama ini rakyat
Papua sering dipandang sebagai orang yang memberontak dan pendukung tindakan
separatisme. Perhatian yang harus dilakukan Pemerintah berhubungan dengan cara pandang,
adalah menganggap orang Papua sebagai anak bangsa yang tidak puas terhadap kelakuan
Pemerintah saat ini. Stigma ini yang harus diubah, agar orang Papua tidak terus mengalami
kekecewaan yang besar terhadap pemerintah.

Sudah 44 tahun aktivitas pertambangan emas PT Freeport-McMoran Indonesia (Freeport)


bercokol di tanah Papua. Namun selama itu pula kedaulatan negara ini terus diinjak-injak
oleh perusahan asing tersebut. Pada Kontrak Karya (KK) pertama pertambangan antara
pemerintah Indonesia dan Freeport yang dilakukan tahun 1967 memang posisi tawar
pemerintah RI masih kecil, yaitu hanya sekedar pemilik lahan. Dibandingkan PT Freeport
yang memiliki tenaga kerja dan modal tentu posisi tawar pemerintah saat itu masih kecil.
Namun setelah 44 tahun apakah posisi tawar pemerintah Indonesia masih rendah? Tentu tidak!

Mengacu pada UU Nomor 4 tahun 2009 tentang Mineral dan Batu Bara yang
mengamanatkan pemerintah Indonesia untuk melakukuan renegosiasi kontrak seluruh
perusahaan tambang asing yang ada di negeri ini. UU ini menggantikan UU Nomor 11 tahun
1967 yang disahkan pada Desember 1967 atau delapan bulan pasca penandatanganan KK.
Berdasarkan data Kementrian ESDM, sebanyak 65 persen perusahaan tambang sudah
berprinsip setuju membahas ulang kontrak yang sudah diteken. Akan tetapi sebanyak 35
persen dari total perusahaan tersebut masih dalam tahap renegosiasi, salah satunya adalah
pengelola tambang emas terbesar di dunia yaitu Freeport.

Menurut Direktur dan CEO Freeport Indonesia, Armando Mahler, menyatakan bahwa
kontrak pertambangan yang dimiliki perusahaan dengan pemerintah Indoneisa sudah cukup
adil bagi semua pihak. Hal ini mengindikasikan bahwa pihak Freeport enggan untuk patuh
kepada UU yang berlaku, yaitu UU no. 4 tahun 2009 tentang Minerba. Dari sini terlihat
bahwa kasus Freeport ini tidak hanya merugikan negara triliunan rupiah akan tetapi juga
menginjak-injak kedaulatan Republik ini dengan tidak mau patuh terhadap UU yang berlaku.
Menurut seorang pengamat Hankam, Bapak Soeripto, Konflik yang mendasasari kasus
Freeport ini adalah Kontrak Karya (KK) yang telah melecehkan Indonesia.
Salah seorang pengamat Hankam, Bapak Soeripto, menyatakan bahwa PT Freeport telah
memberikan sejumlah dana kepada aparat keamanan TNI/POLRI dalam rangka menjaga
keamanan Freeport di atas tanah Papua. Hal ini jelas menentang UU karena menurut UU
pembiayaan aparat keamanan untuk perlidungan objek vital nasional harus bersumber dari
APBN bukan dari perusahaan asing. Akibatnya banyak putra daerah Papua yang merasa
asing di rumah mereka sendiri. Dari sini terkesan bahwa aparat keamanan justru lebih
membela kepentingan asing daripada kepentingan bangsanya sendiri. Padahal
mereka harusnya menindak Freeport yang notabene telah merusak lingkungan dengan
membuat lubang tambang di Grasberg dengan diameter lubang 2,4 kilometer pada daerah
seluas 499 ha dengan kedalaman mencapai 800 m2 . Dampak lingkungan yang Freeport
berikan sangat signifikan, yaitu rusaknya bentang alam pegunngan Grasberg dan Ersbeg.
Kerusakan lingkungan telah mengubah bentang alam seluas 166 km2 di daerah aliran sungai
Ajkwa.

PT Freeport McMoran Indonensia pun telah berlaku semena-mena kepada karyawan Freeport
Indonesia yang kebanyakan adalah orang asli Indonesia. Menurut pengakuan Bapak Tri
Puspita selaku Sekretaris Hubungan Industri Serikat Pekerja Freeport Indonesia, Freeport
bersifat eksklusif sehingga akses untuk ke rumah sakit ataupun mess pun juga sulit. Lebih
jauh lagi, standart yang dimiliki pekerja Freeport dari Indonesia sama dengan seluruh
karyawan Freeport yang ada di seluruh dunia akan tetapi gaji yang diterima oleh pekerja dari
Indonesia hanya separuhnya. Menariknya lagi, menurut laporan dari Investor Daily tanggal
10 Agustus 2009, dikatakan bahwa pendapatan utama PT Freeport McMoran adalah dari
operasi tambabangnya yang ada di Indonesia, yaitu sekitar 60%. Sampai saat ini karyawan
Freeport tengah menjalankan aksi mogok kerja dengan menuntut kenaikan gaji US$ 4 per
jam. Sampai sekarang pihak management Freeport tidak menyetujui tuntutan pekerja
Indonesia tersebut. Bukan keadilan yang didapatkan pekerja Freeport dari Indonesia yang
menuntut kenaikan gaji akan tetapi tudingan sebagai kelompok separatis lah yang mereka
dapat. Padahal mereka hanya menuntut hak-haknya sebagai warga negara untuk memperoleh
kesejahteraan sosial dan keadilan sosialnya.

Beberapa kasus dan konflik di Papua terjadi karena kebijakan ideologi kapitalisme yang
menyerahkan kekayaan alam kepada swasta asing yang dalam pembahasan kali ini yaitu
Freeport. Ketika Freeport muncul di daerah Papua, maka sejak saat itu pula terjadi konflik
yang terus menerus. Akibat dari adanya kebijakan ideologi kapitalisme ini membuat pihak
swasta asing itu yang paling menikmati hasil dari kekayaan yang merupakan milik rakyat
negeri ini.

Berbagai kekerasan atau kejahatan lingkungan tidak akan serta merta bisa dihilangkan
dengan memerdekakan diri. Sebab semua itu terjadi seiring dengan keberadaan
PTFI. Padahal dengan merdeka, keberadaan Freeport tidak dengan sendirinya hilang. Justru
dengan merdeka akan terbuka peluang bagi Freeport untuk memperpanjang eksistensinya di
bumi Papua dengan jalan melakukan negosiasi dengan pemerintah baru dan memberikan
keuntungan yang diminta terutama kepada pribadi-pribadi pejabatnya. Bahkan dengan
memisahkan diri justru terbuka peluang bagi masuknya pihak asing seperti Freeport lebih
banyak lagi.
Sebab lain yang juga berperan besar memunculkan tuntutan rakyat Papua atas penentuan
nasib mereka adalah terjadinya kedzaliman dan ketidakadilan terhadap mereka. Begitu pula
tidak adanya pendistribusian kekayaan alam yang ada di wilayah mereka untuk membangun
dan memajukan Papua dan meningkatkan taraf hidup masyarakat Papua serta kesejahteraan
masyarakatnya. Asumsinya adalah bahwa semua itu terjadi karena yang memerintah dan
mengelola semua itu bukan orang asli Papua. Jika Papua diperintah dan kekayaannya diatur
oleh orang Papua sendiri, atau jika mereka bisa menentukan kebijakan pengelolaan wilayah
mereka sendiri, maka semua itu akan dianggap berubah, kemajuan akan bisa diwujudkan di
Papua dan taraf hidup masyarakatnya pasti meningkat serta kesejahteraan sosialnya akan
terjaga.

Seharusnya bangsa Indonesia tidak hanya mengejar keuntungan finansial seperti pajak,
deviden ataupun pembagian royalti dari sektor pertambangan akan tetapi juga harus fokus
pada keuntungan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat sosialnya. Pemerintah harus
mempunyai visi besar dalam mengelola SDA yang dimiliki. Dalam hal ini, pemerintah harus
mempunyai koridor kebijakan yang jelas mengenai bagaimana pemanfaatan segala sumber
daya alam yang dimiliki untuk kemajuan ekonomi bangsa Indonesia. Sebagai contohnya,
pemerintah China tidak serta merta segera mengekspor kandungan batu bara yang dimiliki
secara besar-besaran ke pasar dunia akan tetapi China menahan produk batu baranya dalam
negeri untuk kepentingan dalam negeri sendiri tersebut untuk mendorong kemajuan ekonomi
negeri tersebut, dalam hal ini sumber energi.
Saat inilah, sudah selayaknya bangsa Indonesia sadar bahwa perang dalam masa sekarang
adalah perang untuk memperebutkan sumber daya alam. Sekarang negara-negara besar
sedang berperang untuk merebutkan sumber daya alam. Dan ini sudah terjadi di berbagai
negara seperti Iraq, Afganistan, Kongo, Libya, dll. Urusan perebutan masalah sumber daya
alam ini biasanya tidak memperdulikan berapa korban jiwa yang jatuh. Begitu juga masalah
Freeport, kita tahu sendiri akhir-akhir ini masih sering terjadi aksi penembakan di Papua yang
menelan korban baik kalangan aparat keamanan ataupun masyarakat daerah Papua sendiri.

Dan sudah selayaknyalah kita memandang kasus Freeport ini selain dengan pemahaman yang
mendalam juga dengan kacamata perspektif yang berbeda. Sehingga kita dapat melihat
masalah ini secara komprehensif. Harus kita ingat bahwa masalah ini bukan sekedar
penandatangan kontrak kerja baru, hitam di atas putih. Melainkan masalah yang lebih krusial
lagi, yaitu kehidupan sosial masyarakat, keadaan ekonomi, lingkungan dan penegakkan
kedaulatan Republik Indonesia.

Selain dari yang telah tersampaikan, islam juga berperan dalam menyelesaikan konflik-
konflik yang ada di bumi papua saat ini dengan adanya PT.Freeport. Sebaiknya pulalah
pemerintah memperhatikan islam yang terdapat ditanah papua serta mengayomi masyarakat
papua. Masalah yang terjadi hanya akan bisa dituntaskan dengan penerapan syariah Islam
secara total.

Dalam hal pengelolaan ekonomi dan kekayaan, Islam menetapkan bahwa kekayaan alam
yang berlimpah depositnya seperti tambang tembaga dan emas di Papua yang saat ini
dikuasai Freeport, ditetapkan sebagai hak milik umum seluruh rakyat tanpa kecuali.
Kekayaan itu tidak boleh dikuasai atau diberikan kepada swasta asing. Kekayaan itu harus
dikelola oleh negara mewakili rakyat dan hasil keseluruhannya dikembalikan kepada rakyat,
diantaranya dalam bentuk berbagai pelayanan kepada rakyat. Maka dalam pandangan sistem
Islam ketika diterapkan, kekayaam alam seperti yang dikelola oleh Freeport akan
dikembalikan menjadi kekayaan hak milik umum. Negara harus mengelolanya dengan tujuan
untuk kemakmuran dan kesejahteraan rakyat bukan para pejabat dan kroninya, pengelolaan
yang berkelanjutan tanpa menimbulkan kerusakan dalam berbagai bentuknya. Dalam hal ini
pula akan diperhatikan masalah pemerataan dan kemajuan semua daerah. Sebab Islam
mewajibkan negara untuk menjaga keseimbangan perekonomian agar kekayaan tidak hanya
beredar di kalangan orang kaya atau di kalangan tertentu atau di daerah tertentu saja.
Dalam hal perlakuan kepada rakyat, maka Islam mewajibkan berlaku adil kepada seluruh
rakyat bahkan kepada semua manusia. Dalam Sistem Islam tidak boleh ada deskriminasi atas
dasar suku, etnis, bangsa, ras, warna kulit, agama, kelompok dan sebagainya dalam hal
pemberian pelayanan dan apa yang menjadi hak-hak rakyat. Islam pun mengharamkan cara
pandang, tolok ukur dan kriteria atas dasar suku bangsa, etnis, ras, warna kulit dan cara
pandang serta tolok ukur sektarian lainnya. Islam menilai semua itu sebagai keharaman dan
hal yang menjijikkan. Bahkan dalam Islam, siapa saja yang menyeru, membela atau
berperang dan mati demi ashabiyah (sektarianisme) maka dia tidak termasuk umat
Muhammad dan neraka menjadi tempat yang lebih layak untuknya. Hal ini menjadi salah satu
faktor yang mengikis deskriminasi di masyarakat dan mewujudkan keharmonisan di tengah
masyarakat apalagi kita melihat dari kasus dan konflik yang kerap terjadi antara PT.Freeport
dan masyarakat sekitarnya.

Selain itu dalam hal kerusakan lainnya, yaitu Islam menetapkan bahwa penguasa adalah rain
(pemelihara) urusan rakyat dan dia akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat atas sejauh
mana terpeliharanya urusan-urusan dan kepentingan-kepentingan rakyat. Maka
konsekuensinya adalah segala hal apalagi kebijakan yang berpotensi merugikan kepentingan
rakyat maka harus di selesaikan dan dihilangkan. Itu artinya segala kebijakan dan praktek
yang berpotensi menimbulkan kerusakan baik lingkungan, sosial, kesehatan, dan sebagainya
harus dihentikan dan dihilangkan. Apalagi Islam dengan tegas mengharamkan segala bentuk
kerusakan dan pembuat kerusakan di muka bumi atau mufsidun diancam dengan siksa neraka.

Untuk menjamin agar sistem Islam itu berjalan secara konsekuen dan konsisten maka Islam
membuka ruang selebar-lebarnya bagi masyarakat secara individual ataupun kelompok untuk
mengoreksi dan menyampaikan kritik kepada penguasa. Bahkan Islam menetapkan koreksi
dan kritik kepada penguasa itu sebagai kewajiban. Kemudian jika penguasa dan aparat negara
melakukan kedzaliman atas rakyat baik individu maupun kelompok apalagi komunitas, maka
rakyat secara individual ataupun kelompok diberi ruang yang luas untuk mengadukan dan
memperkarakan kedzaliman itu kepada Mahkamah Mazhalim agar kezaliman itu segera
dihilangkan.

Jadi, dalam menyelesaikan masalah Papua adalah dengan menghilangkan kedzaliman dan
ketidakadilan yang terjadi, mengelola kekayaan negeri demi kemakmuran dan kesejahteraan
rakyat, mendistribusikan kekayaan itu secara merata dan berkeadilan, memberikan keadilan
kepada semua tanpa deskriminasi atas dasar suku, etnis, warna kulit, ras, agama, kelompok
dan cara pandang dan kriteria sektarian lainnya. Juga dengan mewujudkan pemerintah yang
bisa menjalankan semua itu, pemerintah yang betul-betul berperan sebagai rain pengatur dan
pemelihara segala urusan dan kemaslahatan rakyat. Dan untuk itu masyarakat harus memiliki
peluang dan diberi ruang untuk mengoreksi penguasa jika terjadi kebengkokan sehingga bisa
dijamin pelaksanaannya secara konsekuen dan konsisten. Semua itu hanya bisa diwujudkan
melalui penerapan Sistem Islam secara total dalam bingkai institusi kekuasaan yang islami
yaitu al-Khilafah Rasyidah. Harapan kemakmuran dan kesejahteraan untuk masyarakat Papua
dari para penguasa RI menjadi semakin jauh. Karena pemimpin negeri ini bukan sedang
memimpin rakyat, melainkan membangun citra pribadi, kepentingan kelompok,
memperhatikan kesejahteraan sosial masyarakat dan memperhatikan perekonomian negara.

Posted onDecember 28, 2015Aut

Anda mungkin juga menyukai