Anda di halaman 1dari 5

Harji Kalbuadi

Ketika seorang pemimpin mampu menunjukkan empati dan berhubungan baik dengan
bawahannya, maka akan memunculkan sinkronisasi antara dirinya dengan bawahannya. Otak
pemimpin dan bawahan akan bereaksi, baik dengan sadar ataupun tak sadar untuk bekerja sama
dan menyatu sebagai satu sistem. Seorang pemimpin yang baik adalah pemimpin yang mampu
memunculkan keterkaitan ini. Agar seorang pemimpin mampu memimpin secara efektif maka Ia
harus mampu membangun rasa positif di dalam diri orang-orang yang dibutuhkan olehnya.
Gagasan yang menunjukkan bahwa seorang pemimpin harus memiliki kemampuan sosialisasi ini
memunculkan konsep baru yang merupakan pengembangan dari Emotional Intelligence, yaitu
konsep Social Intelligence. Jika konsep Emoional Intelligence lebih berfokus pada kemampuan
internal individu, maka social intelligence lebih berfokus pada bagaimana seorang individu
pemimpin menghadapi lingkungan sosialnya. Ketika seorang pemimpin memiliki kemampuan
yang sangat baik dalam bidang pekerjaannya, namun dia tidak mampu bersosialisasi dengan
rekan kerjanya, maka tentu Ia tidak akan mampu memimpin dengan baik, karena berpotensi
memunculkan konflik dan resistensi di kalangan bawahannya.
Temuan terbaru menunjukkan bahwa social intelligence ini sangat dipengaruhi oleh
factor biologis. Ketika seorang pemimpin melakukan sesuatu dan meninjukkan suatu emosi maka
bawahannya akan menangkap sinyal tersebut dan memicu syaraf yang ada di dalam otaknya
untuk secara tidak sadar meniru apa yang dilakukan oleh pemimpinnya. Jika pemimpin
memancarkan sinyal negatif, maka bawahannya akan melakukan hal yang negatif, dan
sebaliknya. Ketika pemimpin menyampaikan informasi negative namun disampaikan dengan cara
yang positif, seperti tersenyum dan mengangguk, maka akan membawa perasaan yang positif
pula bagi bawahannya. Sebaliknya, ketika pemimpin tersebut menyampaikan informasi positif
namun dengan metode penyampaian yang negatif, maka akan membawa perasaan yang negatif
bagi bawahannya. Hal ini dikarenakan di dalam otak manusia terdapat syaraf khusus yang
menangkap sinyal-sinyal positif seperti senyuman dan tawa, dengan demikian ketika seorang
pemimpin mampu berperilaku humoris dan mudah bergaul maka syaraf tersebut akan terpicu di
dalam otak bawahannya, dan mereka akan merasa positif.
Agar seorang pemimpin mampu memancarakan sinyal positif bukanlah sesuatu yang
mudah untuk dilakukan. Seorang pemimpin harus mau dan mampu merubah dirinya secara total
agar dia mampu lebih cerdas secara sosial. Perubahan ini tentu bukanlah hal yang ringan. Seorang
pemimpin dengan skill sosial yang buruk harus mampu menemukan mentor dengan skill sosial
yang baik, untuk kemudian ditiru dan dipelajari cara mentor tersebut berinteraksi bawahannya.
Hal ini tentu memakan waktu dan biaya yang tidak sedikit, namun cukup efektif untuk merubah
dan meningkatkan skill sosial seorang pemimpin yang kurang cerdas dari segi sosialnya.
Kemampuan sosial seorang pemimpin ternyata berpengaruh cukup signifikan, terutama
di dalam kondisi krisis. Dalam kondisi ini seorang pemimpin yang sosial mampu mendukung
karyawannya untuk senantiasa bekerja dengan baik dan berusaha memenuhi tujuan organisasi,
atau perusahaan.
Dalam mengukur performa pemimpin dan pegawai pada umumnya, sebuah perusahaan
dapat menggunakan alat analisis bakat atau talent analytical tools. Alat ini memiliki banyak
fungsi, seperti menganalisis konsumen yang potensial, untuk kemudian mengatur harga dan
penawaran yang dapat diberikan kepadanya, meramalkan jangka kerja seorang pegawai, serta
menganalisis tingkat kesehatan seorang pemain sepak bola di dalam sebuah tim, namun
demikian fungsi utama dari alat ini adalah menganalisis bakat yang dimiliki oleh pegawai, untuk
kemudian diberikan penanganan yang tepat oleh perusahaan. Berbagai keputusan manajemen
yang sebelumnya hanya ditentukan melalui insting manajer, kini dapat diukur dan dilihat
sehingga manajemen dapat mengambil langkah yang paling tepat.
Talent Analytics dilakukan dengan mengumpulkan data, untuk kemudian dilakukan
analisis terhadap data tersebut. Ketika ada temuan maka manajemen harus terlebi hdahulu
menemukan historical facts, yaitu fakta mengenai apa yang sebenarnya terjadi. Kemudian
manajemen harus menerapkan enam bentuk analisis berdasarkan enam bentuk data yang tepat
untuk kondisi yang sedang dihadapi.
Bentuk analisis pertama didasarkan pada Human Capital Facts, yaitu kebenaran yang
didasarkan pada performa setiap individu pegawainya. Data ini berbentuk seperti tingkat
turnover pegawai, data rekrutmen pegawai, jumlah pegawai, tinggkat kepuasan pegawai, dan
lain sebagainya. Data ini berguna untuk mengukur kesehatan dari performa pegawai yang ada
di dalam perusahaan. Sebagai contoh, JetBlue menggunakan analisis ini untuk mengukur
kepuasan pegawai, dan hubungannya dengan tingkat kompensasi dan bonus yang didapatkan.
Bentuk analisis kedua didasarkan pada data yang dikumpulkan oleh HR. Depertemen HR
mengumpulkan berbagai data yang digunakan untuk mengukur performa suatu bagian di dalam
perusahaan. Sebagai contoh, pihak mananajemen dapat melihat tingkat turnover yang tinggi di
suatu bagian. Dengan demikian hal tersebut dapat dicegah dan ditangani. Sistem analisis HR ini
mengintegrasikan data performa setiap individu dengan berbagai standar pengukuran HR,
seperti biaya dan waktu, serta retensi dan engagement.
Bentuk analisis ketiga berbentuk pada analisis investasi sumber daya manusia atau
Human-Capital investment analysis. Analisis ini dapat menunjukkan aktivias apa yang mampu
memberikan dampak paling signifikan bagi peforma bisnis sebuah perusahaan. Sebaai contoh
Sysco menggunakan alat analisis ini dan kemudian mengetahui bahwa bagian yang memiliki
pekerja dengan kepuasan yang tinggi mampu memberikan keuntungan yang lebih besar kepada
perusahaan. Hal ini menunjukkan bahwa pengimplementasikan system ini mampu secara efisien
membantu Sysco dalam menganalisis bagian apa yang paling menguntungkan bagi
perusahaannya, dan mengambil tindakan yang tepat.
Bentuk analisis keempat adalah data mengenai peramalan tenaga kerja. Hal ini mempu
menunjukkandan menganalisis tingkat turnover, rencana pegawai untuk suksesi dengan
merekomendasikan tempat kerjanya, tingkat kekurangan pegawai, tingkat promosi pegawai, dan
berbagai data lainnya jauh hari sebelum hal tersebut terjadi.
Bentuk analisis kelima menganalisis mengapa sorang pegawai mau bekerja di sebuah
perusahaan. Analisis ini berfungsi untuk mengkalkulasi hal apa yang dibutuhkan oleh seorang
pegawai, dan membuat dirinya betah bekerja di perusahaan tersebut. Hal ini tentu berguna
untuk mengurangi tingkat turnover dan meningkatkan tingkat retensi pegawai.
Bentuk analisis keenam dan terakhir adalah talent supply chain. Analisis data ini
membantu perusahaan untuk membuat keputusan secara real-time mengenai kebutuhan yang
berhubungan dengan talent pegawainya. Dari optimisasi jadwal pegawai berdasarkan performa
individu, hingga mempediksikan volume pekerjaan call center. Hal ini membutuhkan data yang
kompleks dan terstruktur, dan analisis yang mendalam.
Dalam proses analisis ini diperlukan pegawai dengan kemampuan analisis yang tinggi.
Dengan demikian pekerja dengan kemampuan yang tinggi sangat dibutuhkan di berbagai
perusahaan. Semakin banyak jumlah pegawai yang kompeten, maka daya saing perusahaan akan
semakin meningkat, ketika jumlah pegawai ahli tersebut dapat terpenuhi maka performa
perusahaan akan meningkat. Namun demikian hal ini tentu tidak mudah dilakukan, jumlah
pegawai kompeten semakin menurun jumlahnya. Untuk menghadapi tantangan ini banyak
perusahaan yang mendelegasikan berbagai pekerjaan yang dikhususkan untuk pekerja dengan
kemampuan yang tinggi ke luar perusahaan. Ada beberapa langkah yang bias diambil oleh
perusahaan ketika perusahaan tersebut bermaksud mendelegasikan pekerjaan yang dikhususkan
untuk pegawai dengan skill tinggi.
Langkah pertama adalah mengidentifikasi jenjang kemampuan atau identify the skills gap.
Hal ini dilakukan dengan mengidentifikasi sejumlah skill dan membuat estimasi mendetail
mengenai jenis skill seperti apa dan seberapa banyak jumlahnya yang dibutuhkan oleh
perusahaan ketika perusahaan tersebut bermaksud untuk mengeksekusi strateginya selama lima
tahun ke depan. Hal ini dilakukan dengan diskusi antara top managers, pemimpin setiap unit
bisnis dan anggota tim HR, dan sudah seharusnya menjadi bagian dari proses perencanaan
strategis. Setelah perusahaan mengidentifikasi kemampuan yang dibutuhkan perusahaan
tersebut harus melakukan inventori yang mendetil agar mengetahui sejauh apa dan sebanyak
apa pekerja di dalam perusahaan tersebut memiliki kemampuan tersebut. Jika hal ini dilakukan
dengan presisi yang rendah maka ada potensi bagi perusahaan untuk melakukan kesalahan
dalam penempatan pegawai. Sebagai contoh, seorang pegawai yang sebenarnya memiliki
kemampuan yang sebenarnya cocok ditempatkan di bagian marketing justru ditempatkan di
bagian keuangan. Dengan demikian identifikasi dan iventorisasi ini sangat penting dilakukan agar
kemampuan pegawai tidak terbuang secara percuma.
Langkah ada menganalisis bagaimana kemampuan pegawai dimanfaatkan. Hal ini
diperlukan untuk melihat kemampuan pegawai yang sudah dimiliki oleh perusahaan. Hal ini
dapat dilakukan dengan berbagai cara.
Cara pertama adalah time allocation surveys. Hal ini dilakukan untuk mengukur seberapa
lama pekerja menggunakan waktunya untuk menyelesaikan pekerjaan tertentu. Seringkali para
pekerja dengan kemampuan yang tinggi justru menghabiskan waktu di pekerjaan yang
sebenarnya tidak membutuhkan kemampuan mereka. Seperti pekerjaan yang sifatnya
administrative dan bisa dilakukan oleh pekerja laoin dengan kemampuan yang lebih umum.
Dengan adanya survei ini maka perusahaan dapat memaksimalkan alokasi waktu pekerja untuk
pekerjaan yang sifatnya lebih spesifik terhadap kemampuan mereka, dan mendlegasikan
berbagai pekerjaan yang lebih umum, kepada pekerja dengan kemampuan yang lebih umum
pula.
Cara kedua adalah dengan melakukan analisis jaringan sosial yang dimiliki oleh pegawai.
Metode ini digunakan untuk mengkuantifikasi serta mendepiksikan kemampuan sosial pegawai.
Hal ini dapat menunjukkan sejauh mana pegawai menguasai kemampuan tersebut, dan seberapa
jauh pegawai dapat menghubungkan dirinya dengan pihak-pihak yang membutuhkan
kemampuan tersebut.
Langkah ketiga adalah dengan melakukan analisis terhadap hasil dan nilai pekerjaan
seorang pegawai. Hal ini dapat berguna untuk mengukur efektivitas pegawai di dalam proses
penciptaan nilai yang dilakukan oleh perusahaan. Beberapa perusahaan menggunakan survei ini
untuk menentukan apakah para ahli merasa bahwa kemampuan mereka telah cocok dengan
peran yang mereka jalani saat ini. Perusahaan lain mengevaluasi hal ini dengan melihat proses
apa yang dilewati oleh pekerja untuk mencapai produk akhir, dan mengetahui kemampuan
pegawai dari bagaimana pegawai mampu melewati proses tersebut.
Langkah keempat adalah mendefinisikan ulang pekerjaan para ahli tersebut. Ketika para
ahli telah ditemukan, dan dievaluasi kemampuannya maka perusahaan dapat meredefinisikan
pekerjaan para ahli sehingga lebih sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. Dalam
melakukan hal ini perusahaan juga harus menganalisis factor teknologi yang berpotensi untuk
membantu meringankan pekerjaan para ahli tersebut, karena mereka bisa bekerja secara
remote. Ketika pekerjaan benar-benar membutuhkan kerhadiran seorang ahli maka dirinya tidak
perlu dating ke lokasi, namun dapat memanfaatkan tekopnologi tersebut untuk memberikan
petunjuk bagi para pekerja yang sedang membutuhkan dirinya.
Langkah kelima adalah virtualisasi pekerjaan. Berbagai pekerjaan yang membuthkan
kemampuan khusus, namun tidak membutuhkan interaksi langsung pegawai dapat didelegasikan
kepada pegawai lain dengan biaya yang lebih murah, dan dekat dengan lokasi di mana pekerjaan
tersebut dilakukan. Ketika petunjuk dibutuhkan, maka pekerja tersebut dapat menghubungi para
ahli yang ada di lokasi lain, dengan memanfaatkan teknologi yang dimiliki perusahaan. Hal ini
dapat menekan biaya, karena perusahaan tidak perlu menggaji para ahli dengan jumlah yang
besar di setiap lokasi yang jauh dari kantor pusatnya.
Langkah keenam adalah melakukan outsourcing atau contracting. Ketika melakukan
outsourcing perusahaan harus mempertimbangkan strategi dan biaya. Apakah dengan memiliki
bagian yang melakukan pekerjaan tersebut dapat memberikan keunggulan kompetitif? Apabila
jawaban dari pertanyaan tersebut adalah ya, maka perusahaan dapat mempertahankan bagian
tersebut. Namun apabila perusahaan tidak dapat mendapatkan manfaat apapun dari dari bagian
tersebut maka perusahaan dapat mendelegasikan bagian tersebut dengan cara outsourcing.
Dalam melakukan outsourcing perusahaan harus menghubungkan dan membuka diri
perusahaannya dengan perusahaan lain. Hal ini tentu agar perusahaan yang menjadi partner
outsourcing dapat dengan komprehensif mengerti hal apa yang dilakukan. Dengan demikian
komunikasi dan interaksi harus secara berkelanjutan dilakukan oleh perusahaan, dengan
perusahaan yang menjadi partner outsourcing.

Soal Kasus

1. Ya, dengan performanya yang sangat baik Rob Parson layak untuk dipromosikan ke dalam
posisi managing director. Namun demikian, tentu perlu ada penanganan khusus yang
harus dilakukan oleh Morgan Stanley untuk memperbaiki sikap Rob Parsons. Karena
Morgan Stanley telah melakukan talent analysis, dan menemukan berbagai kelemahan
Rob Parson, maka pihak Morgan Stanley dapat menentukan apa langkah tepat yang bisa
dilakukan untuk meningkatkan kecerdasan sosial Rob Parson. Hal ini bisa dilakukan
melalui pelatihan, penempatan pada bagian tertentu, atau mentoring yang diberikan
kepada Rob Parson.
2. Selain kecerdasan intelektual, kecerdasan sosial juga sangat diperlukan di dalam dunia
kerja. Ketika seseorang hanya memiliki kecerdasan intelektual namun tidak mampu
dibarengi dengan kecerdasan sosial yang baik maka dampaknya akan memunculkan
resistensi dari berbagai pihak, terutama dari segi internal organisasi. Walaupun performa
eksternal organisasi baik, namun performa internal organisasi buruk, dapat berdampak
pada laju karier seseorang.

Anda mungkin juga menyukai