Tanaman Beracun Bagi Kehidupan Ternak 11 PDF
Tanaman Beracun Bagi Kehidupan Ternak 11 PDF
i
KUPERSEMBAHKAN KARYA INI BAGI
KEJAYAAN AGAMA, BANGSA DAN
NEGARAKU
ii
KATA PENGANTAR
Racun merupakan salah satu senjata pembunuh makhluk hidup yang sudah
sangat tua, setua kehidupan manusia. Penulis punya dugaan bahwa buah kuldi
yang dimakan oleh Adam dan Hawa mempunyai racun yang berpengaruh
terhadap kondisi tubuh mereka. Akibatnya mereka menderita penyakit yang
penyembuhannya memerlukan waktu lama dan harus dicari di seluruh bumi.
Racun menjadi favorit untuk melenyapkan nyawa seseorang karena
mempunyai beberapa kelebihan seperti hampir tidak meninggalkan jejak
pembunuhan, mudah diperoleh, mudah digunakan, sangat efektif dan hasilnya
ces pleng. Beberapa pembunuhan tingkat tinggi sering menggunakan racun
sebagai medianya. Contoh yang paling terkenal adalah pembunuhan tokoh filsafat
Yunani, Sokrates yang dipaksa mencicipi racun coniin dari tanaman hemlock
beracun.
Kasus yang terkenal lagi adalah kisah bunuh diri Cleopatra akibat terlibat
cinta dan perebutan kekuasaan. Cleopatra sebagai ratu Mesir yang mendukung
suaminya Yustinianus berhadapan dengan Kaisar Romawi Yulius Caesar
memperebutkan kekaisaran. Yustinianus kalah dan sebagai solidaritas cinta pada
suaminya, Cleopatra bunuh diri dengan memberikan lengannya untuk digigit oleh
ular berbisa.
Penggunaan racun di dunia kontemporer dapat dilihat pada kasus
percobaan pembunuhan calon presiden Ukraina Victor Yuchenko pada akhir
tahun 2004 dengan racun dioksin. Meskipun peracunan gagal, efek yang
dihasilkan cukup memprihatinkan, yaitu wajah membiru dan benjol-benjol.
Sementara di Indonesia pada akhir tahun 2004 dihebohkan dengan meninggalnya
Munir seorang tokoh HAM yang diracun dengan arsenik. Dengan teganya Munir
diambil nyawanya diatas angkasa raya di atas Hongaria.
Disamping berfungsi sebagai agen maut, racun apabila diberikan dalam
dosis yang tepat dapat berfungsi sebagai obat ataupun kegiatan yang menunjang
lainnya. Morfin dalam skala yang telah ditentukan dapat digunakan sebagai obat
iii
bius dalam pembedahan. Lektin atau hemaglutinin dapat digunakan sebagai
bahan pembeku darah atau aglutinasi bagi penderita hemofilia.
Disamping pengobatan, sebagian racun dapat digunakan sebagai kegiatan
penunjang hidup manusia seperti papain yang dapat digunakan sebagai
pengempuk daging karena sifatnya yang dapat mendegradasikan jaringan protein.
Contoh senyawa lainnya yang dapat digunakan untuk kegiatan produksi adalah
mimosin yang digunakan oleh peternak untuk merontokkan bulu domba.
Kegiatan tersebut dilakukan dengan menginjeksi mimosin pada tubuh domba dan
kemudian bulu domba akan mudah rontok.
Buku ini merupakan pelengkap bagi para pemerhati nutrisi dan pakan
ternak. Di dalamnya teruraikan banyak hal tentang bermacam-macam racun atau
anti nutrisi yang berbahaya bagi ternak. Buku ini disusun dengan
mengelompokkan racun dalam beberapa macam kelompok berdasarkan struktur
kimiawinya. Sebagian isi buku merupakan pengetahuan tentang racun yang
terdapat di negara barat yang relatif maju dalam penelitian tentang racun. Racun
tersebut kemungkinan tidak atau kurang terdapat di Indonesia. Sedangkan
sebagian isi buku lainnya merupakan pengetahuan tentang racun yang umum
terdapat di negara kita. Racun yang ditampilkan dalam buku ini dikhususkan
berasal dari tanaman. Hal tersebut dilakukan karena sebagian besar komponen
bahan pakan ternak berasal dari tanaman.
Penulis berharap bahwa pengetahuan tentang racun ini hanya untuk tujuan
yang berguna bagi kemaslahatan hidup makhluk hidup. Peluang penyalahgunaan
terhadap pengetahuan ini sangat besar. Oleh sebab itu sejak penulis menerbitkan
buku ini, kegunaan yang diselewengkan merupakan bagian dari perbuatan yang
sangat terkutuk. Penulis akan bertanggung jawab pada bagian untuk kegunaan
yang positif. Penulis sudah memperingatkan melalui media buku ini sehingga
penulis dapat melepaskan tanggung jawab keilmuan, moral dan agama dari akibat
terbitnya buku ini untuk kegunaan yang negatif.
Semoga buku ini bisa menjawab kekurangan pengetahuan tentang
bermacam-macam racun yang belum umum yang dapat dijadikan referensi oleh
para ilmuwan, praktisi dan peternak serta dapat dijadikan petunjuk praktis untuk
iv
lebih berhati-hati dalam penyusunan ransum. Insya Allah buku ini akan selalu
direvisi dengan dilengkapi hasil-hasil penelitian dari berbagai referensi di seluruh
dunia.
v
DAFTAR ISI
vi
BAB 5. SENYAWA RACUN PROTEIN DAN ASAM AMINO..................... 140
5.1. Anti Tripsin ........................................................................................... 140
5.2. Papain.................................................................................................... 144
5.3. Lectin/Hemaglutinin ............................................................................. 147
5.4. Mimosin ................................................................................................ 152
5.5. Latirogen ............................................................................................... 156
5.6. Linatin, Indospecin dan Canavanin....................................................... 161
5.7. Inhibitor Polipeptida ............................................................................. 167
5.8. Protein Penghasil Kembung (Bloat Producing Protein)....................... 171
5.9. Tiaminase .............................................................................................. 176
5.10. Ricin ...................................................................................................... 180
5.11. Amilase inhibitor................................................................................... 183
5.12. Hipoglisin.............................................................................................. 185
5.13. Amina Biogenik (Pressor)..................................................................... 187
BAB 6. SENYAWA RACUN KARBOHIDRAT, LEMAK, PENGIKAT
LOGAM (METAL BINDING) DAN AN ORGANIK.. Error! Bookmark
not defined.
6.1. Siklopropinoid..........................................Error! Bookmark not defined.
6.2. Lignin .......................................................Error! Bookmark not defined.
6.3. Korinetoksin.............................................Error! Bookmark not defined.
6.4. Fitat ..........................................................Error! Bookmark not defined.
6.5. Oksalat .....................................................Error! Bookmark not defined.
6.6. Nitrat dan Nitrit ........................................Error! Bookmark not defined.
6.7. Selenium...................................................Error! Bookmark not defined.
BAB 7. SENYAWA RACUN POLIFENOL........Error! Bookmark not defined.
7.1. Gosipol .....................................................Error! Bookmark not defined.
7.2. Tannin ......................................................Error! Bookmark not defined.
7.3. Hiperisin...................................................Error! Bookmark not defined.
7.4. Resorsinol.................................................Error! Bookmark not defined.
7.5. Keracunan Black walnut (Juglon) ............Error! Bookmark not defined.
7.6. Racun Pohon Ek (Oak) ............................Error! Bookmark not defined.
BAB 8. MIKOTOKSIN ........................................Error! Bookmark not defined.
8.1. Sterigmatosistin........................................Error! Bookmark not defined.
8.1. Asam penisilat..........................................Error! Bookmark not defined.
8.3. Trikotesena...............................................Error! Bookmark not defined.
8.4. Griseofulvin .............................................Error! Bookmark not defined.
8.5. Luteoskirin ...............................................Error! Bookmark not defined.
8.6. Aflatoksin.................................................Error! Bookmark not defined.
8.7. Patulin ......................................................Error! Bookmark not defined.
8.8. Zearalenon................................................Error! Bookmark not defined.
8.9. Citrinin .....................................................Error! Bookmark not defined.
8.10. Okratoksin ................................................Error! Bookmark not defined.
8.11. Lupinosis ..................................................Error! Bookmark not defined.
8.12. Asam Helvolat..........................................Error! Bookmark not defined.
8.13. Rubratoksin ..............................................Error! Bookmark not defined.
8.14. Tremorgen Jamur .....................................Error! Bookmark not defined.
vii
8.15. Sporidesmin .............................................Error! Bookmark not defined.
8.16. Stacibotriotoksin ......................................Error! Bookmark not defined.
8.17. Racun Kikuyu ...........................................Error! Bookmark not defined.
BAB 9. RACUN TANAMAN LAIN....................Error! Bookmark not defined.
9.1. Racun Rumput sleepy (diaseton alkohol).Error! Bookmark not defined.
9.2. Racun Cicuta (Cicutoksin) .......................Error! Bookmark not defined.
9.3. Racun Blue-green algae (siklopeptida)....Error! Bookmark not defined.
9.4. Racun Tetradimia-Artesimia (tetradimol)Error! Bookmark not defined.
9.5. Sesquiterpen lakton ..................................Error! Bookmark not defined.
9.6. Racun amarantus ......................................Error! Bookmark not defined.
9.7. Racun Bracken .........................................Error! Bookmark not defined.
9.8. Buckwheat toksisitas (Fagopirin) .............Error! Bookmark not defined.
9.9. Racun Tremeton .......................................Error! Bookmark not defined.
9.10. Aborsi Cemara Jarum (Pine needle) ........Error! Bookmark not defined.
9.11. Fluoroasetat (1080) ..................................Error! Bookmark not defined.
9.12. Racun Alsike clover..................................Error! Bookmark not defined.
DAFTAR PUSTAKA ............................................Error! Bookmark not defined.
viii
DAFTAR TABEL
ix
DAFTAR GAMBAR
x
Gambar 3.18. Tanaman Datura stramonium (www.kulak.ac.be dan
www.madritel.es) .......................................................................... 71
Gambar 3.19. Biji tanaman Datura stramonium (www.viridis.net dan
www.ag.ohio-state.edu) ................................................................ 72
Gambar 3.20. Komposisi kimia quinolizidin alkaloid ......................................... 73
Gambar 3.21. Tanaman Lupinus albus (www.dipbot.unict.it dan
www.botanical.com) ..................................................................... 74
Gambar 3.22. Biji tanaman Lupinus albus (www.vet-lyon.fr) ............................ 74
Gambar 3.23. Komposisi kimia polisiklik diterpen alkaloid ............................... 76
Gambar 3.24. Tanaman Delphinium andersonii (www.rangenet.org dan
www.nps.gov) ............................................................................... 77
Gambar 3.25. Komposisi kimia solanidin, solanin dan caconin .......................... 80
Gambar 3.26. Tanaman Veratrum viride (www.ct-botanical-society.org dan
www.swsbm.com)......................................................................... 81
Gambar 3.27. Komposisi kimia keluarga veratrum alkaloid. .............................. 83
Gambar 4.1. Komposisi kimia gkulosida sianogenik......................................... 84
Gambar 4.2. Komposisi kimia linamarin dan atau lotaustralin.......................... 85
Gambar 4.3. Komposisi kimia akasipetalin ....................................................... 85
Gambar 4.4. Komposisi kimia prunasin, sambunigrin, prulaurasin, amygdalin,
vicianin.......................................................................................... 85
Gambar 4.5. Komposisi kimia dhurrin, taksifilin .............................................. 86
Gambar 4.6. Struktur homolog antara senyawa glukosida sianogenik dengan
asam amino ................................................................................... 87
Gambar 4.7. Tahapan sintesis glukosida sianogenik ......................................... 88
Gambar 4.8. Komposisi kimia linamarin ........................................................... 89
Gambar 4.9. Tanaman Phaseolus lunatus (www.floridata.com dan
www.fao.org) ................................................................................ 90
Gambar 4.10. Biji tanaman Phaseolus lunatus (www.ag.ohio-state.edu) ........... 90
Gambar 4.11. Bagan reaksi hidrolisis linamarin ................................................. 91
Gambar 4.12. Komposisi kimia lotaustralin ........................................................ 91
Gambar 4.13. Bagan tanaman Lotus japonicus (www.botanic.jp dan
http://homepage3.nifty.com) ......................................................... 92
Gambar 4.14. Tanaman Manihot utilissima (http://aoki2.si.gunma-u.ac.jp dan
www.botanical.com) ..................................................................... 93
Gambar 4.15. Ubi Manihot utilissima (www.cit.rs.gov.br) ................................. 93
Gambar 4.16. Komposisi kimia solanin............................................................... 97
Gambar 4.17. Tanaman Solanum dulcamara (www.toyen.uio.no
http://runeberg.org) ....................................................................... 98
Gambar 4.18. Komposisi kimia senyawa isoflavon dan coumestan.................. 101
Gambar 4.19. Tanaman trifolium pratense (www.uib.es dan
http://leroux01.club.fr) ................................................................ 102
Gambar 4.20. Komposisi kimia vicin ................................................................ 104
Gambar 4.21. Tanaman Vicia faba (www.mpiz-koeln.mpg.de dan
http://caliban.mpiz-koeln.mpg.de) .............................................. 105
Gambar 4.22. Tanaman Vicia faba (www.puc.cl) ............................................. 105
Gambar 4.23. Komposisi senyawa divicin dan isouramil.................................. 106
xi
Gambar 4.24. Reaksi penambahan GSH dengan pentose phosphat................... 107
Gambar 4.25. Komposisi kimia glukosinolat..................................................... 109
Gambar 4.26. Perubahan progoitrin menjadi goitrin ......................................... 110
Gambar 4.27. Tanaman Brassica campestris (www.viarural.com.ar dan
www.lysator.liu.se) ..................................................................... 111
Gambar 4.28. Komposisi kimia 1,25-OHD3 ..................................................... 114
Gambar 4.29. Tanaman Cestrum diumum (www.plantoftheweek.org dan
www.meemelink.com) ................................................................ 115
Gambar 4.30. Komposisi kimia karboksiatraktilosida....................................... 116
Gambar 4.31. Tanaman Xanthium strumarium (www.csdl.tamu.edu dan
http://caliban.mpiz-koeln.mpg.de) .............................................. 117
Gambar 4.32. Biji tanaman Xanthium strumarium (www.ag.ohio-state.edu) ... 118
Gambar 4.33. Komposisi kimia bufadienolida dan kardenolida........................ 120
Gambar 4.34. Tanaman Helleborus niger (www.swallowtailgarden-seeds.com
dan http://caliban.mpiz-koeln.mpg.de) ....................................... 121
Gambar 4.35. Perubahan melilotosida menjadi koumarin ................................. 122
Gambar 4.36. Tanaman Melilotus spp (www.c-potenz.de dan
http://caliban.mpiz-koeln.mpg.de) .............................................. 123
Gambar 4.37. Komposisi kimia dicoumarol, vitamin K dan warfarin............... 124
Gambar 4.38. Komposisi kimia psoralen sebagai derivat furokoumarin........... 125
Gambar 4.39. Tanaman Ammi majus (http://hummingbirdfarm.net dan
www.spookspring.com) .............................................................. 126
Gambar 4.40. Komposisi kimia xantotoksin dan bergapten .............................. 127
Gambar 4.41. Komposisi kimia saponin ............................................................ 127
Gambar 4.42. Soyasasapogenol A ..................................................................... 128
Gambar 4.43. Tanaman Hibiscus rosa (www.nybg.org dan
www.classicnatureprints.com) .................................................... 129
Gambar 4.44. Tanaman Cycas communis (http://sarasota.extension. ufl.edu dan
www.finerareprints.com) ............................................................ 134
Gambar 4.45. Tanaman Macrozamia communis (http://farrer.riv.csu. edu.au dan
www.anbg.gov.au) ...................................................................... 134
Gambar 4.46. Komposisi kimia cicasin ............................................................. 135
Gambar 4.47. Tanaman Simmondsia ssp. (www.swsbm.com dan www.bogos.uni-
osnabrueck.de) ............................................................................ 136
Gambar 4.48. Komposisi kimia simmondsin..................................................... 137
Gambar 4.49. Tanaman Ranunculus ficaria (www.delawarewild-flowers.org dan
http://runeberg.org) ..................................................................... 138
Gambar 4.50. Komposisi kimia ranunculin dan konversinya ............................ 139
Gambar 5.1. Struktur anti tripsin...................................................................... 140
Gambar 5.2. Tanaman kedelai (www.iita.org dan www.msue.msu.edu) ........ 141
Gambar 5.3. Biji tanaman kedelai (www.uky.edu).......................................... 141
Gambar 5.4. Mekanisme interaksi antara tripsin dengan inhibitor .................. 142
Gambar 5.5. Pemecahan protein oleh enzim papain ........................................ 145
Gambar 5.6. Tanaman pepaya (http://home.hiroshima-u.ac.jp dan www.plant-
pictures.de) .................................................................................. 146
xii
Gambar 5.7. Tanaman Abrus precatorius (http://scitec.uwichill.edu.bb dan
www.plant-pictures.de) ............................................................... 150
Gambar 5.8. Biji tanaman Abrus precatorius (www.magic-plants.com) ........ 150
Gambar 5.9. Komposisi kimia mimosin .......................................................... 152
Gambar 5.10. Tanaman lamtoro (www.hear.org dan www.tropical-
grasslands.asn.au)........................................................................ 153
Gambar 5.11. Biji tanaman lamtoro (http://web.supernet.com.bo).................... 154
Gambar 5.12. Reaksi kimia terbentuknya mimosin ........................................... 155
Gambar 5.13. Tanaman Lathyrus sativus (www.fragrantgarden.com dan
www.fao.org) .............................................................................. 157
Gambar 5.14. Biji tanaman Lathyrus sativus (www.general.uwa.edu.au)......... 158
Gambar 5.15. Komposisi kimia asam -N-oksalil-L---diaminoptropionat... 159
Gambar 5.16. Komposisi kimia latirogen -siano-L-alanin .............................. 161
Gambar 5.17. Hidrolisis linatin.......................................................................... 162
Gambar 5.18. Tanaman linum usitatissimum (www.hoku-iryo-u.ac.jp dan
www.mpiz-koeln.mpg.de)........................................................... 163
Gambar 5.19. Tanaman linum usitatissimum (http://pas.byu.edu)..................... 163
Gambar 5.20. Tanaman Indigofera spicata (www.tactri.gov.tw dan
www.snv.jussieu.fr) .................................................................... 165
Gambar 5.21. Struktur indospecin dan arginin .................................................. 166
Gambar 5.22. Tanaman Canavalia ensiformis (www.tierrafertil.com. py) ....... 166
Gambar 5.23. Jamur Amanita virosa (http://130.69.82.200/image/
Amanita_virosa.jpg dan www.mushroom-thejournal.com)........ 168
Gambar 5.24. Tanaman Medicago sativa (www.uib.es dan www.ibs-t.net) ..... 172
Gambar 5.25. Aksi tiaminase pada tiamin ......................................................... 178
Gambar 5.26. Tanaman Marsilea drummondii (www.mdbc.gov.au dan
www.anbg.gov.au) ...................................................................... 180
Gambar 5.27. Tanaman Ricinus communis (www.odla.nu dan
www.vet.purdue.edu) .................................................................. 181
Gambar 5.28. Tanaman Ricinus communis (www.oardc.ohio-state.edu) .......... 181
Gambar 5.29. Tanaman Phaseolus vulgaris (http://isaisons. free.fr/haricot.jpg
dan www.biologie.uni-hamburg.de) ........................................... 184
Gambar 5.30. Tanaman Bligia sapida (http://gourmet.sympatico.ca dan
www.nlj.org.jm) .......................................................................... 185
Gambar 5.31. Metabolisme hipoglisin A ........................................................... 186
Gambar 5.32. Tanaman Musa Paradisiaca (www.botany.hawaii.edu dan
www.mobot.org) ......................................................................... 187
Gambar 5.33. Detoksifikasi amina..................................................................... 188
Gambar 6.1. Komposisi kimia siklopropinoid ....Error! Bookmark not defined.
Gambar 6.2. Tanaman Ceiba pentandra (www.nybg.org dan
www.nybg.org) ..............................Error! Bookmark not defined.
Gambar 6.3. Komposisi kimia korinetoksin .......Error! Bookmark not defined.
Gambar 6.4. Tanaman Ryegrass (www.viarural.com.ar dan
www.extension.umn.edu) ..............Error! Bookmark not defined.
Gambar 6.5. Komposisi kimia asam fitat............Error! Bookmark not defined.
Gambar 6.6. Komposisi kimia oksalat ................Error! Bookmark not defined.
xiii
Gambar 6.7. Tanaman Halogeton glomeratus (www.usgs.nau.edu dan
www.uapress.arizona.edu) .............Error! Bookmark not defined.
Gambar 6.8. Tanaman Amaranthus spp. (http://anthro.fortlewis.edu dan
www.nativeseeds.org) ....................Error! Bookmark not defined.
Gambar 6.9. Tanaman locoweed (www.dereila.ca dan www.npwrc.usgs.gov)
........................................................Error! Bookmark not defined.
Gambar 7.1. Komposisi kimia gosipol................Error! Bookmark not defined.
Gambar 7.2. Tanaman Gossypium spp (http://yucca.standardoutcom dan
http://www.inra.fr) .........................Error! Bookmark not defined.
Gambar 7.3. Komposisi kimia katekin dan epikatekin ..... Error! Bookmark not
defined.
Gambar 7.4. Komposisi kimia condensed tanninError! Bookmark not defined.
Gambar 7.5. Komposisi kimia hydrolizable tannin .......... Error! Bookmark not
defined.
Gambar 7.6. Tanaman sorghum (www.mpiz-koeln.mpg.de dan
www.fuerstenhaus.li) .....................Error! Bookmark not defined.
Gambar 7.7. Biji sorghum (www.victoryseeds.com)........ Error! Bookmark not
defined.
Gambar 7.8. Sistem metabolisme tannin.............Error! Bookmark not defined.
Gambar 7.9. Komposisi kimia hiperisin .............Error! Bookmark not defined.
Gambar 7.10. Tanaman Hypericum perforatum (www.funet.fi dan
www.lysator.liu.se) ........................Error! Bookmark not defined.
Gambar 7.11. Komposisi kimia 5-alkil resorsinol Error! Bookmark not defined.
Gambar 7.12. Tanaman Triticale (www.mda.state.mn.us dan
www.gsdenzlingen.em.bw.schule.de).......... Error! Bookmark not
defined.
Gambar 7.13. Komposisi kimia juglon .................Error! Bookmark not defined.
Gambar 7.14. Tanaman Juglans nigra (http://drclarkia.com dan
www.amicidelverde.it)...................Error! Bookmark not defined.
Gambar 7.15. Tanaman Quercus gambelii (http://studentwebs.
coloradocollege.edu dan www.desert-tropicals.com) ............ Error!
Bookmark not defined.
Gambar 8.1. Jamur Aspergillus versicolor (http://schimmel-
schimmelpilze.de) ..........................Error! Bookmark not defined.
Gambar 8.2. Senyawa kimia sterigmatosistin .....Error! Bookmark not defined.
Gambar 8.3. Biosintesis sterigmatosistin ............Error! Bookmark not defined.
Gambar 8.4. Komposisi kimia asam penisilat.....Error! Bookmark not defined.
Gambar 8.5. Jamur Penicillium spp (www.biltek.tubitak.gov.tr) ............... Error!
Bookmark not defined.
Gambar 8.6. Reaksi asam penisilat dengan gugus-SH...... Error! Bookmark not
defined.
Gambar 8.7. Biosintesis asam penisilat...............Error! Bookmark not defined.
Gambar 8.8. Jamur Trichothecium roseum (http://nazv.vscht.cz) .............. Error!
Bookmark not defined.
Gambar 8.9. Komposisi kimia trikotesena kelompok A ... Error! Bookmark not
defined.
xiv
Gambar 8.10. Komposisi kimia trikotesena kelompok B ... Error! Bookmark not
defined.
Gambar 8.11. Komposisi kimia trikotesena kelompok C ... Error! Bookmark not
defined.
Gambar 8.12. Komposisi kimia trikotesena kelompok D ... Error! Bookmark not
defined.
Gambar 8.13. Pembentukan geranilfosfat dari dua unit isopren.................. Error!
Bookmark not defined.
Gambar 8.14. Biosintesis trokotekolon.................Error! Bookmark not defined.
Gambar 8.15. Komposisi kimia griseofulvin ........Error! Bookmark not defined.
Gambar 8.16. Jamur Penicillium griseofulfum (www.dehs.umn.edu).......... Error!
Bookmark not defined.
Gambar 8.17. Biosintesis griseofulvin ..................Error! Bookmark not defined.
Gambar 8.18. Komposisi kimia luteoskirin ..........Error! Bookmark not defined.
Gambar 8.19. Biosintesis luteoskirin ....................Error! Bookmark not defined.
Gambar 8.20. Biosintesis luteoskirin melalui intermediat emodin dari asetat-
malonat...........................................Error! Bookmark not defined.
Gambar 8.21. Jamur Penicillium islandicum (www.apsnet.org)Error! Bookmark
not defined.
Gambar 8.22. Komposisi kimia beberapa aflatoksin .......... Error! Bookmark not
defined.
Gambar 8.23. Struktur Kimia yang terbentuk dari Aflatoksin (B1, B2, G1, G2)
AFM1, (B) AFM2, (C) AFB2a, (D) AFB12,3-oksida (E) Aflaticol,
(F) AFH1, (G) AFP1, (H) AFQ1 .....Error! Bookmark not defined.
Gambar 8.24. Jamur Aspergillus flavus (www.iums.org)... Error! Bookmark not
defined.
Gambar 8.25. Tahap regulasi molekuler biosintesis enzim dari aflatoksin .. Error!
Bookmark not defined.
Gambar 8.26. Jamur penicillium claviforme (http://sorrel.humboldt. edu)... Error!
Bookmark not defined.
Gambar 8.27. Komposisi kimia patulin ................Error! Bookmark not defined.
Gambar 8.28. Komposisi kimia zearalenon ..........Error! Bookmark not defined.
Gambar 8.29. Jamur Fusarium graminearum (http://web.umr.edu)............. Error!
Bookmark not defined.
Gambar 8.30. Komposisi kimia citrinin................Error! Bookmark not defined.
Gambar 8.31. Jamur Penicillium citrinum (www.univ-brest.fr) Error! Bookmark
not defined.
Gambar 8.32. Komposisi kimia okratoksin...........Error! Bookmark not defined.
Gambar 8.33. Komposisi kimia okratoksin A, B dan C...... Error! Bookmark not
defined.
Gambar 8.34. Jamur Aspergillus ochraceus .........Error! Bookmark not defined.
Gambar 8.35. Tanda fisik dari hewan yang terkena lupinosis (mata kuning, tubuh
kecil, conjungtiva membran, fotosensitisasi, dan induk sapi mati)
(http://vein.library.usyd.edu.au).....Error! Bookmark not defined.
Gambar 8.36. Tanda dalam tubuh (hati berwarna coklat, kardia myophaty,
myophaty otot kerangka, hati kaku dan kecil, hati berubah warna,
xv
dan nekrosis hati) (http://vein.library.usyd.edu.au) ............... Error!
Bookmark not defined.
Gambar 8.37. Komposisi kimia asam helvolat .....Error! Bookmark not defined.
Gambar 8.38. Asam fusidat (isolasi Fisidum coccineum)... Error! Bookmark not
defined.
Gambar 8.39. Sefalosporin P1 (isolasi Cephalosporium sp.) ..... Error! Bookmark
not defined.
Gambar 8.40. Asam helvolat (isolasi Aspergillus fumigatus mut. Helvola,
Chepalosporium, Emericellopsis dan A. oryzae . Error! Bookmark
not defined.
Gambar 8.41. Triterpen melalui jalur mevalonat ..Error! Bookmark not defined.
Gambar 8.42. Biosintesis asam helvolat dari bentukan terpen (triterpen) .... Error!
Bookmark not defined.
Gambar 8.43. Jamur Aspergillus fumigatus (www.diariomedico.com)........ Error!
Bookmark not defined.
Gambar 8.44. Komposisi kimia rubratoksin .........Error! Bookmark not defined.
Gambar 8.45. Jamur Penicillium purpurogenum (www.dehs.umn.edu) ...... Error!
Bookmark not defined.
Gambar 8.46. Komposisi kimia tremorgen ...........Error! Bookmark not defined.
Gambar 8.47. Jamur Penicillium paxilli (www.massey.ac.nz) .. Error! Bookmark
not defined.
Gambar 8.48. Ternak yang terkena ryegrass stagger (www.massey. ac.nz). Error!
Bookmark not defined.
Gambar 8.49. Komposisi kimia sporidesmin........Error! Bookmark not defined.
Gambar 8.50. Spora jamur Pithomyces chartarum (http://vein.library.
usyd.edu.au) ...................................Error! Bookmark not defined.
Gambar 8.51. Sporidesmin pada domba (http://vein.library.usyd. edu.au)] . Error!
Bookmark not defined.
Gambar 8.52. Jamur Stachybotrys atra (http://stachybotrys-chartarum.de) . Error!
Bookmark not defined.
Gambar 8.53. Rumput kikuyu (www.une.edu.au dan
www.tropicalgrasslands.asn.au).....Error! Bookmark not defined.
Gambar 9.1. Rumput sleepy (www.shaman-australis.com dan
www.catbull.com) ..........................Error! Bookmark not defined.
Gambar 9.2. Tanaman Hemlock air (www.science.siu.edu dan
www.botanical.com) ......................Error! Bookmark not defined.
Gambar 9.3. Komposisi kimia cicutoksin ...........Error! Bookmark not defined.
Gambar 9.4. Komposisi kimia carotatoksin........Error! Bookmark not defined.
Gambar 9.5. Jamur Microcystis aeruginosa (www.inra.fr) ..... Error! Bookmark
not defined.
Gambar 9.6. Tanaman Tetradymia canescens (http://ww1.clunet.edu)...... Error!
Bookmark not defined.
Gambar 9.7. Komposisi kimia tetradimol ...........Error! Bookmark not defined.
Gambar 9.8. Tanaman Hymenoxys odorata (www.pprl.usu.edu dan
www.uapress.arizona.edu) .............Error! Bookmark not defined.
xvi
Gambar 9.9. Hubungan biogenetik pada perbedaan tipe skeletal
sesquiterpen....................................Error! Bookmark not defined.
Gambar 9.10. Komposisi kimia himenokson dan helenalin Error! Bookmark not
defined.
Gambar 9.11. Tanaman Amaranthus retroflexus (http://nwr.mcnary. wa.us dan
http://caliban.mpiz-koeln.mpg.de) .Error! Bookmark not defined.
Gambar 9.12. Tanaman Pteridium aquilinum (www.pwrc.usgs.gov dan
www.lysator.liu.se) ........................Error! Bookmark not defined.
Gambar 9.13. Komposisi kimia fagopirin.............Error! Bookmark not defined.
Gambar 9.14. Tanaman Fagophyrum esculentum (www.stratsplace. com, dan
http://waynesword.palomar.edu)....Error! Bookmark not defined.
Gambar 9.15. Biji tanaman Fagophylum esculentum (www.botanical.com)Error!
Bookmark not defined.
Gambar 9.16. Tanaman Eupatorium rugosum (http://tomclothier. hort.net dan
www.ouellette001.com) .................Error! Bookmark not defined.
Gambar 9.17. Komposisi kimia tremeton .............Error! Bookmark not defined.
Gambar 9.18. Tanaman Pinus panderosa (http://personal.cfw.com dan
www.ibiblio.org) ............................Error! Bookmark not defined.
Gambar 9.19. Tanaman Acacia spp. (http://members.iinet.net.au dan
www.payer.de) ...............................Error! Bookmark not defined.
Gambar 9.20. Metabolisme fluoroasetat ...............Error! Bookmark not defined.
Gambar 9.21. Mekanisme detoksifikasi oleh opossum berekor sikat........... Error!
Bookmark not defined.
Gambar 9.22. -oksidasi dari asam lemak fluoro yang lebih tinggi ............. Error!
Bookmark not defined.
Gambar 9.23. Tanaman Trifolium hybridum (http://www.funet.fi dan
http://runeberg.org) ........................Error! Bookmark not defined.
xvii
BAB 1
PENDAHULUAN
Racun ternak yang dalam bahasa peternakan lebih dikenal sebagai anti
nutrisi merupakan substansi yang dapat mempengaruhi beberapa aspek
metabolisme tubuh atau dengan kata lain akan dapat mempengaruhi aspek-aspek
biologi (terkait dengan terganggunya fungsi metabolisme tubuh) dan aspek
ekonomi (dengan turunnya produktivitas dan atau nilai jual ternak yang
bersangkutan) sehingga sangat merugikan bagi para peternak. Hal tersebut
merupakan suatu pendefinisian yang luas bagi anti nutrisi itu sendiri sungguhpun
segala sesuatunya termasuk oksigen, air dan semua yang terdapat di alam smesta
ini jika terdapat dalam jumlah yang besar dalam tubuh ternak akan dapat
berpengaruh terhadap fungsi dari organ-organ yang terdapat didalamnya. Selain
itu anti nutrisi dapat juga diartikan sebagai suatu perubahan termasuk didalamnya
perubahan dalam struktur kimia yang tidak semestinya (terdapat substansi-
substansi yang dapat mempengaruhi tubuh ternak sehingga akan mengganggu
kerja dari organ-organ tubuh). Dalam anti nutrisi ini terdapat unsur-unsur kimia
alami yang mempunyai sifat dan dampak yang berbeda-beda. Zat-zat anti nutrisi
ini terdapat dalam berbagai bentuk serta tersebar di beberapa spesies dari bahan-
bahan pakan asal tanaman yang sebenarnya layak untuk dikonsumsi oleh ternak .
Secara lebih praktis dapat dikatakan bahwa racun pada ternak atau anti
nutrisi merupakan zat yang dapat menghambat, pertumbuhan, perkembangan,
kesehatan, tingkah laku atau penyebaran populasi organisme lain (alelokemik)
apabila berinteraksi dengan ternak. Terdapatnya anti nutrisi pada tanaman
umumnya terjadi karena faktor dalam (faktor intrinsik) yaitu suatu keadaan
dimana tanaman tersebut secara genetik mempunyai atau mampu memproduksi
anti nutrisi tersebut dalam organ tubuhnya. Zat-zat anti nutrisi alkaloida, asam
amino toksik, saponin dan lain-lain adalah beberapa contohnya. Faktor lain
adalah faktor luar (faktor lingkungan), yaitu keadaan dimana secara genetik
tanaman tidak mengandung unsur anti nutrisi tersebut, tetapi karena pengaruh luar
yang berlebihan atau mendesak, zat yang tidak diinginkan mungkin masuk dalam
1
organ tubuhnya. Contohnya adalah terdapatnya Se berlebihan pada tanaman
yang mampu mengakumulasi Se dalam protein misalnya pada Astragalus sp.
Juga unsur radioaktif yang masuk dalam rantai metabolik unsur yang kemudian
terdeposit sebagai unsur-unsur berbahaya.
Tanaman mengandung sejumlah besar zat kimia yang aktif secara biologis.
Beberapa zat pada tanaman dapat digunakan untuk mengobati berbagai penyakit
yang menimpa ternak maupun manusia (contohnya adalah digitoksin, kolcisin dan
atropin). Untungnya, diantara ribuan tanaman yang dikonsumsi oleh ternak,
relatif sedikit yang menyebabkan keracunan dan menjadi penyakit ketika
dikonsumsi ternak. Kehadiran zat kimia tertentu dalam tanaman dipercaya untuk
memberi beberapa tingkat perlindungan dari predator tanaman seperti serangga
dan ruminan.
Anti nutrisi umumnya sebagian besar diperoleh dari hasil metabolisme
sekunder tanaman. Hasil metabolisme sekunder dibagi dua berdasarkan berat
molekulnya, yaitu berat molekul kurang dari 100 dengan contoh pigmen pirol,
antosin, alkohol, asam-asam alifatik, sterol, terpen, lilin fosfatida, inositol, asam-
asam hidroksi aromatik, glikosida, fenol, alkaloid, ester dan eter. Metabolisme
sekunder lainnya adalah yang berat molekulnya tinggi, yaitu selulosa, pektin,
gum, resin, karet, tanin dan lignin. Tananam yang mengandung metabolit
sekunder umumnya mengeluarkannya dengan cara pencucian air hujan (daun,
kulit), penguapan dari daun (contoh: kamfer) ekskresi eksudat pada akar (contoh:
alang-alang) dan dekomposisi bagian tanaman itu sendiri (jatuh ke tanah dan
membusuk). Daur metabolit sekunder dapat dilihat pada Gambar 1.1.
Terjadinya racun atau anti nutrisi secara umum berasal dari jalur metabolis
glukosa maupun asam amino. Glukosa umumnya melewati jalur glikolisis
dan/atau siklus Krebs kemudian menyimpang menuju sistem metabolisme
sekunder. Asam amino umumnya melewati jalur deaminasi dan/atau siklus Krebs
dan kemudian menyimpang melalui metabolisme sekunder. Secara lebih rinci
daur metabolisme glukosa dan asam amino yang menuju metabolisme sekunder
dapat dilihat pada Gambar 1.2.
2
Glukosa
Jalur glikolisis
Asam piruvat
Melanoat Fenol
Alkaloid
Terpen/Isopren
Sinamat Flavonoid
3
CO2
Fotosintesis
(CH2O)n
Phenol Steroid
Isoflavon
Flavonoid
4
Tabel 1.1. Penggolongan anti nutrisi berdasarkan famili tanaman
5
Tabel 1.2. Penggolongan anti nutrisi berdasarkan asal tanaman
1. Biji-bijian
a. Kacang kedelai Tripsin inhibitor
b. Sorgum Tannin
2. Umbi-umbian
a. Kentang Alkaloid solanum
b. Singkong Sianogenik glukosida
3. Suplemen protein
a. Kacang kedelai Tripsin inhibitor
b. Kapas Gosipol
4. Hijauan
a. Alfalfa Saponin
b. Leucaena spp. Mimosin
5. Rumput-rumputan
a. Rumput tropik Oksalat
b. Hijauan sorgum Sianogenik
6. Lain-lain
a. Hijauan brassica Brassica anemia factor
No. Fisiologis
6
Tabel 1.4. Penggolongan anti nutrisi berdasarkan efek metabolisme
7
Tabel 1.5. Penggolongan tanaman beracun berdasarkan kelompok
tanaman
No. Kelompok tanaman Tanaman beracun
8
Tabel 1.6. Penggolongan tanaman beracun berdasarkan efek pada
binatang
Tanaman yang mempunyai racun atau anti nutrisi dapat juga dibagi
berdasarkan tingkat ketoksikannya. Beberapa tanaman sangat toksik, sementara
lainnya hanya mempunyai tingkat ketoksikan yang sedang dan ringan. Tanaman
yang mempunyai racun ringan umumnya digunakan sebagai makanan pokok
manusia atau bahan pangan manusia. Penggolongan tersebut sebagaimana
terdapat pada Tabel 1.7.
9
Tabel 1.7. Penggolongan tanaman berdasarkan tingkat ketoksikan
10
Tabel 1.8. Penggolongan anti nutrisi secara lengkap
Binatang
Bagian
Nama ilmiah Nama tanaman yang Anti nutrisi utama
beracun
terkena
Abrus
Kacang Rosary Semua Biji Abrin
precatorius
Monkshood,
Sapi,
Aconitum spp. Aconite, atau Semua Akonitin
kambing
Wolfsbane
Tidak diketahui,
Horse Chestnut, Sapi, mungkin saportin,
Aesculus spp. Buah
Buckeye kambing narkotik alkaloid, atau
glikosida.
Unggas,
Agrostemma
Jagung Cockle sapi, Biji Githagin
githago
kambing
Bawang
komersial,
bawang liar,
Allium spp. Sapi, kuda Ubi, daun SMCO
bawang rawa,
dan bawang
putih
Agarik monyet,
Cap macan
Amanita spp. kumbang, Cap Semua Pucuk Toksalbumin
maut, dan jamur
malaikat maut
Asam ibotenat dan
A. muscaria Fly Agaric Semua Pucuk
muscimol
Asam ibotenat dan
A. pantherina Panther Semua Pucuk
muscimol
Destroying Asam ibotenat dan
A. verna Semua Pucuk
Angels muscimol
Amaranthus
Rumput babi Sapi, babi Daun Nitrat
spp.
Amsinckia Kuda, babi,
Fiddleneck Biji Intermedin, likopsamin
intermedia sapi
Kuda, sapi,
Apocynum spp. Dogbane domba, rhizome Aposinamarin
kambing
Kambing, Daun,
desglukosiriosida,
Asclepias spp. Rumput susu domba, buah,
siriosida
sapi batang
11
Kuda, Bunga,
Astragalus and selenium, senyawa
Rumput loko domba, daun,
Oxytropis spp. nitro, swainsonin
sapi batang
Rape, Cabbage, Sapi, babi,
Turnips, domba, glukosinolat, brassica,
Brassica spp, Akar, biji
Broccoli, kambing, anemia factor
Mustard unggas
Chelidonium
Celandine Sapi Akar isoquinolin alkaloid
majus
Sapi, kuda,
Chenopodium
Lamb's Quarters domba, Semua Nitrat
album
babi
Hemlock air
Cicuta spp. Semua Semua cicutoksin
atau Cowbane
Claviceps spp. Ergot Semua Jamur Indol alkaloid
Conium
Poison Hemlock Semua Semua Coniin
maculatum
Rumput jimson,
Downy
Sapi, kuda, Daun, biji, Atropin, skopalamin,
Datura spp. Thornapple,
kambing bunga dan hiossiamin
Devil's Trumpet,
Angel's Trumpet
Delphinium Delphiniums Sapi, alkaloid delfinin, ajasin,
Semua
spp. and Larkspurs kambing dan lainnya
Bleeding Heart,
jagung Squirrel,
Dicentra spp. Sapi Semua isoquinolon alkaloid
Dutchman's
Breeches
Sapi,
Digitalis Daun, biji, Cardiak atau steroid
Foxglove kambing,
purpurea bunga glikosida
kuda
Sapi, kuda
Eupatorium
Snakeroot putih kambing, Semua Tremeton
rugosum
domba
Poinsettia, Pucuk,
Sapi, kuda,
Euphorbia spp. Spurges, Snow daun, forbol ester
domba
on the Mountain batang
Festuca diazifenantren,
Tall Fescue Sapi, kuda Semua
arundinacea pirrolizidin, dan ergot
Halogeton Domba, Daun ,
Halogeton Oxalat dapat larut
glomeratus sapi batang
Rhizome,
Iris spp. Irises Sapi, babi irisin, iridin, atau irisin
dan akar
12
Laburnum Golden Chain Sapi, kuda, Polong,
Citisin
anagyroides atau Laburnum babi biji, semua
Lantana, Red
Sapi, Buah berry
Lantana Sage, Yellow
domba, hijau Triterpen
camara Sage, atau West
kambing mentah
Indian Lantana
Linum Sapi,
Flax Semua sianogenik glikosida
usitatissimum domba
Lotus Sapi,
Birdsfoot Trefoil CN tannin
corniculatus domba
lupinin, anagirin,
Sapi,
Lupinus spp. Lupin Biji spartein, dan
kambing
hidroksilupanin
Medicago Alfalfa atau Sapi, ayam,
Semua canavanin, saponin
sativa Lucerne domba
Metilotus alba
Sweetclover Kuda, sapi,
and Melilotus Batang Dicoumarol
putih dan kuning domba
officinalis
Kuda, sapi, neriosida, oleandrosida,
Nerium
Oleander kambing, Semua saponin, cardiak
oleander
domba glikosida
Macam-macam
Poppies
Papaver spp. Sapi Semua kodin, morfin, protopin
termasuk Opium
Poppy
Sapi,
Phytolacca domba, fitolakatoksin,
Rumput poke Semua
americana kalkun, fitolakigenin
babi, kuda
Pinus tunas
Ponderosa Pine Sapi Tidak diketahui
ponderosa muda
Podophyllum Mayapple dan alpha- dan beta-
Sapi, babi Semua
peltatum Mandrake peltatin, podofilloresin
Wild Cherries,
Kuda, sapi,
Black Cherry,
babi,
Prunus spp. Bitter Cherry, Biji, daun amigdalin, prunasin
domba,
Choke Cherry,
kambing
Pin Cherry
Kuda, sapi,
Pteridium prunasin, ptaquilosida,
Bracken Fern domba, semua
aquilinium thiaminase
babi
Buah, gallotannin, quercitrin,
Quercus spp. Pohon Oak Kuda, sapi
daun muda dan quercitin
13
Ranunculus Buttercups atau Sapi, kuda,
Semua protoanemonin
spp. Crowfoot kambing
Ricinus
Castor Bean Semua Biji ricin, albumin
communis
Kuda, sapi,
Robinia unggas, Daun, biji,
Black Locust robin, fasin
pseudoacacia domba, kulit kayu
kambing
Sapi,
Rumex spp. Dock Daun Oxalat dapat larut
domba
Daun,
akar,
Sambucus Sapi,
Elderberry ranting, sambunigrin
canadensis kambing
buah
mentah
Senecio, Kuda, sapi,
Senecio spp. Groundsels, dan kambing, Daun jacobin, senecifillin
Ragworts domba
Common
Nightshade,
Black Sapi, kuda, Daun,
Solanum spp. Nightshade, kambing, buah soladulsidin, solanin
Horse Nettle, domba mentah
Buffalo Bur,
Potato
Sorghum atau
Milo, rumput Kuda, sapi, Daun,
Sorghum spp. dhurrin, nitrat
Sudan, dan kambing batang
rumput Johnson
Taxus Daun, biji,
Cemara Semua Taksin
cuspidata ranting
Tetradymia Domba,
Horsebrush Daun
spp. sapi
Alsike clover,
Trifolium spp. Clover merah, Kuda, sapi Semua Nitrat
Clover putih
Triglochin Sapi,
Rumput Arrow Semua taksifillin, triglochinin
maritima domba
Xanthium Semaian,
Cocklebur Sapi, babi Carboksiatraktilosida
strumarium biji
Zigadenus spp. Death Camas Semua semua zigasin
14
Kebanyakan para ahli menggolongkan anti nutrisi berdasarkan komposisi
kimiawinya. Hal tersebut mudah dimengerti, karena anti nutrisi umumnya
merupakan senyawa kimia yang akan lebih mudah menggolongkannya
berdasarkan golongan-golongan yang terdapat dalam dunia kimia. Terdapat
berbagai macam pendapat tentang penggolongan berdasarkan komposisi
kimianya. Tetapi dari sekian pendapat tersebut secara umum masing-masing
sepakat dengan pembagian yang meliputi alkaloid, alkohol dan keton, karbohidrat,
racun chelat, glikosida, lemak, metal, protein dan asam amino, fenol, sesquiterpen
lakton, mikotoksin dan anti nutrisi lain.
Senyawa alkaloid terdiri dari indol alkaloid, indolizidin, piperidin,
polisiklik diterpen, piridin, pirolizidin, quinolizidin, steroid, tropan dan triptamin.
Alkohol dan keton meliputi diaceton alkohol, dietilen glikol, etanol, etilen glikol,
metanol, propilen glikol, cicutoksin, tremeton dan treratol. Angggota anti nutrisi
karbohidrat meliputi oligosakarida, beta-glukan, pektin, rafinosa, gula sederhana,
favisme, fruktosa, galaktosa, laktosa, sukrosa dan xilosa. Racun chelat terdiri dari
nitrat, nitrit, oksalat dan fitat. Anggota glikosida terdiri dari kalsinogenik
glikosida, karboksiatraktilosida, kardiak glikosida, koumarin, furocormarin,
glukosinolat, isoflavon, coumestan, nitroglikosida, ranunculin, saponin dan vicin.
Lemak terdiri dari asam lemak siklopropinoid, asam erucat, fluoroasetat dan
glikolipid. Anggota metal antara lain adalah tembaga, merkuri, selenium, arsen,
timah dan besi. Senyawa fenol mempunyai anti nutrisi asam sinamat, fagopirin,
gosipol, hiperisin, pterosin, resorisinol, urusiol dan tannin.
Protein dan asam amino mempunyai anti nutrisi yang dibagi menjadi
menjadi lima kelompok besar yaitu allergen (amilase inhibitor, enzim,
lipoksidase, tiaminase, tokoferoloksidase), lektin (abris, concanavalin, ricin dan
robin), protein sitoplasmik tanaman, polipeptida dan asam amino yang dibagi
menjadi dua yaitu nutrisi (leusin, metionin, triptofan) dan non nutrisi (arginin
analog, kanavanin, indospecin, L amino D prolin, dihidroksifenilalanin, latirogen
dan memosin). Sedangkan mikotoksin beranggota aflatoksin, citrinin, jamur
tremorgen, lupinosis, okratoksin, patulin, rubratoksin, sporidesmin,
stacibotirotoksin, trikotecenes, dan zearalenon.
15
Sejumlah faktor dapat berkontribusi pada keracunan ternak oleh tanaman.
Banyak contoh perbedaan sepesies dapat mempengaruhi sensitivitas efek
keracunan tanaman. Hal tersebut memungkinkan ternak untuk beradaptasi pada
keracunan tanaman potensial. Ternak akan lebih memilih pakan yang aman bagi
mereka apabila dapat memilih. Ternak akan menghindari tanaman beracun
bahkan apabila tanaman tersebut umum terdapat dalam lingkungan. Dalam situasi
tersebut, ternak akan sering mengkonsumsi pakan beracun hanya ketika pakan
yang seharusnya pantas dimakan tidak tersedia atau ketika ternak tidak dapat
menyeleksi pakan. Situasi tersebut mungkin terjadi ketika tanaman beracun atau
bagian tanaman seperti biji-bijian terdapat dalam bentuk hay, silase atau bentuk
pakan lainnya.
Konsentrasi racun dalam tanaman dapat bervariasi dari tahun ketahun,
melalui musim pertumbuhan tanaman, atau sebagai jawaban dari faktor
lingkungan seperti kekeringan. Sebagai contoh, akumulasi konsentrasi racun
potensial dari nitrat dalam pakan ternak sangat sering terjadi selama periode
kekeringan yang menghalangi pertumbuhan normal tanaman.
Diagnosis racun tanaman merupakan pekerjaan yang sulit. Banyak
tanaman memproduksi tanda-tanda klinis non spesifik yang harus dibedakan dari
kondisi penyakit lainnya. Sebagai tambahan, ternak yang mati karena
mengkonsumsi tanaman beracun sering tidak menunjukkan tanda-tanda post
mortem yang jelas. Hal yang tidak mendukung lagi adalah relatif sedikit tes
laboratorium yang tersedia untuk mendeteksi racun tanaman pada contoh ante
mortem dan post mortem. Dalam banyak kasus, jalan terbaik untuk mendukung
diagnosis racun tanaman adalah mengkonfirmasi keberadaan tanaman beracun
pada lingkungan peternakan.
Problem lain lagi adalah sangat sedikit terapi antidotal untuk mengobati
keracunan tanaman. Pendekatan terbaik untuk memperlakukan ternak yang
keracunan adalah secara rutin mengadakan prosedur dekontaminasi dan
penggunaan arang aktif dan obat pencuci perut untuk mempercepat pengeluaran
pakan beracun dari saluran pencernaan. Informasi tentang anti nutrisi sangat
banyak tersedia di lapangan.
16
BAB 2
KLASIFIKASI RACUN ATAU ANTI NUTRISI
BERDASARKAN STRUKTUR KIMIA
2.1. Alkaloid
Alkaloid adalah suatu golongan senyawa organik yang terbanyak
ditemukan di alam. Senyawa ini tersusun atas karbon, hidrogen, nitrogen dan
oksigen. Hampir seluruh alkaloid berasal dan tersebar luas dalam berbagai jenis
tumbuhan. Alkaloid adalah famili dari alkalin, senyawa yang mengandung
substansi dasar nitrogen basa, biasanya dalam bentuk cincin heterosiklik.
Beberapa komposisi kimia dari senyawa alkaloid dapat dilihat pada Gambar 2.1
N
H NH
N NH
Kuinolin Indol
17
Alkaloid dijumpai pada tanaman seperti kentang, tomat DAN jamur serta
pada hewan seperti kerang-kerangan. Beberapa diproduksi dalam tubuh manusia
seperti histamin. Tanaman yang kaya akan alkaloid adalah apocynaceae,
barberidaceae, liliaceae, menispermaceae, papaveraceae, papilionaceae,
ranunculaceae, rubiaceae, rutaceae dan solanaceae. Sedangkan golongan yang
mempunyai alkaloid sedang adalah caricaceae, crassulaceae, erythroxylaceae dan
rhamnaceae. Sedangkan yang tidak mengandung alkaloid adalah labiatae dan
salicaceae. Klasifikasi secara rinci dapat diterangkan dalam Tabel 2.1 sebagai
berikut.
Tabel 2.1. Klasifikasi senyawa alkaloid
18
menghasilkan diamina yang sebanding. Selanjutnya, diamina ini mengalami
deaminasi oksidatif menghasilkan aminoaldehida.
Hampir semua alkaloid indol berasal dari asam amino triptofan. Alkaloid
indol yang sederhana seperti serotonin dan psilosibin, terbentuk sebagai hasil
dekarboksilasi dari turunan triptofan yang sebanding. Namun, banyak alkaloid
indol yang lebih kompleks berasal dari penggabungan turunan asam mevalonat
dan triptofan. Dalam bentuk yang sederhana, satu molekul dimetilalil pirofosfat
diinkorporasikan ke dalam triptofan menghasilkan asam lisergat, melalui
chanoklavin dan agroklavin. Ketiga alkaloid ini ditemukan bersama-sama dalam
Claviseps purpurea. Hampir semua alkaloid yang ditemukan di alam mempunyai
keaktifan fisiologis tertentu, ada yang sangat beracun tetapi ada pula yang sangat
berguna dalam pengobatan. Meskipun kebanyakan alkaloid adalah racun seperti
striknin, coniin dan kolsicin, beberapa digunakan di bidang kesehatan sebagai
analgesik atau anastetik seperti morfin, kokain, atropin, kafein, quinin, teofilin dan
teobromin.
2.2. Glikosida
Glikosida adalah eter yang mengandung setengah karbohidrat dan
setengah non karbohidrat yang bergabung dengan ikatan eter. Komponen non
gula dikenal sebagai aglikon sedangkan komponen gula disebut dengan glikon.
Glikosida biasanya adalah substansi yang pahit. Seringkali aglikon dikeluarkan
oleh aksi enzimatis ketika jaringan tanaman mengalami luka. Klasifikasi
glikosida meliputi sianogenik glukosida, goitrogenik glukosida, coumarin
glukosida, steroid dan triterpenoid glukosida, nitropropanol glikosida, visin,
kalsinogenik glikosida, karboksiatraktilosida, dan isovlavon. Klasifikasi
glikosida berdasarkan kelompok aglikon dapat dibagi menjadi 11 kelompok,
yaitu: tannin, kardioaktif, aldehid, antraquinon, alkohol, saponin, lakton, sianofor,
isotiosianat, fenol dan flavonol.
Sebagai contoh pada tanaman Glycyrrhiza glabra terdapat saponin.
Glikon pada saponin terdiri dari glukosa, arabinosa, xilosa dan asam glukuronat.
Sedangkan aglikon dari saponin dinamakan sapogenin. Sapogenin pada saponin
19
netral adalah turunan steroid sedangkan pada saponin asam adalah turunan
triterpenoid. Saponin pada tanaman Glycyrrhiza glabra dikenal dengan nama
glisirizin. Aglikon pada glisirizin adalah asam glukuronat (2 molekul) dan
aglikonnya adalah asam glisiretinat. Komposisi kimia glisirizin dapat dilihat pada
Gambar 2.2.
COOH
COOH
O
O
20
2.3. Protein
Protein berasal dari kata "proteios" yang berarti "pertama" atau
kepentingan primer". Protein merupakan senyawa organik yang sebagian besar
unsurnya terdiri dari karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen, sulfur dan fosfor. Ciri
khusus protein adalah adanya kandungan nitrogen. Berdasarkan bentuknya,
protein dapat diklasifikasikan dalam tiga bagian, yaitu : protein berbentuk bulat,
serat dan gabungan keduanya.
Protein berbentuk bulat (globular) terdiri dari albumin, globulin, glutelin,
prolamin, histon, dan protamin. Albumin adalah protein yang larut dalam air dan
menggumpal apabila terkena panas. Umumnya albumin menjadi komponen pada
albumin telur, albumin serum, leucosin pada gandum dan legumelin pada kacang-
kacangan. Globulin tidak larut dalam air tetapi larut dalam asam kuat dan
menggumpal apabila terkena panas. Globulin terdapat sebagai komponen
globulin serum, fibrinogen, myosinogen, edestin pada biji hemp, legumin pada
kacang-kacangan, concanavalin pada jack bean dan excelsin pada kacang Brazil.
Glutelin tidak larut dalam air dan pelarut netral, tetapi lebih cepat larut dalam
larutan asam atau basa. Contoh yang umum terdapat pada glutelin pada jagung
yang lisinnya tinggi, dan oxyzenin pada padi. Prolamin atau gliadin adalah
protein sederhana yang larut dalam 70 sampai dengan 80 persen etanol tetapi tidak
larut dalam air, alkohol dan pelarut netral. Contohnya terdapat pada zein dalam
jagung dan gandum, gliadin pada gandum dan rye serta hordein pada barley.
Histon adalah protein dasar yang larut dalam air, tetapi tidak larut dalam larutan
amonia. Histon sebagian besar bergabung dengan asam nukleat pada sel makhluk
hidup. Contoh yang umum adalah globin pada hemoglobin dan scombrin pada
spermatozoa ikan mackerel. Protamin adalah molekul dengan bobot rendah pada
protein, larut dalam air, tidak menggumpal terkena panas berbentuk garam stabil.
Contohnya adalah salmin dari sperma ikan salmon, sturin dari ikan sturgeon,
clupein dari ikan herring, dan scombrin dari ikan mackerel. Protamin umumnya
bersatu dengan asam nukleat dalam sperma ikan.
Protein berbentuk serat (fibrous) terdiri dari kolagen, elastin dan keratin.
Kolagen adalah protein utama pada jaringan penghubung skeletal. Umumnya
21
kolagen tidak larut dalam air dan tahan pada enzim pencernaan hewan, tetapi
berubah cepat dalam bentuk larutan, dalam bentuk gelatin lebih mudah dicerna
apabila dipanaskan dalam air atau larutan asam atau basa. Kolagen mempunyai
karakteristik struktur asam amino unik diantaranya adalah hidroksiprolin yang
molekulnya besar, hidroksilisin, sistein, sistin dan triptofan. Elastin adalah
protein pada jaringan elastis seperti pada tendon dan arteri. Meskipun
penampakannya sama dengan kolagen, elastin tidak dapat diubah menjadi gelatin.
Keratin merupakan protein sukar larut dan tidak dapat dicerna. Umumnya
menjadi komponen rambut, kuku, bulu, tanduk dan paruh. Keratin mengadung 14
sampai dengan 15 persen sistin.
Protein gabungan (conjugated) terdiri dari nukleoprotein, mukoid,
glikoprotein, lipoprotein dan kromoprotein. Nuleoprotein adalah satu atau lebih
molekul protein yang berkombinasi dengan asam nukleat, yang dalam sel dikenal
sebagai deoksiribonukleatprotein, ribonukleatprotein ribosom dan lain-lain.
mukoid atau mukoprotein yang merupakan bagian karbohidrat dalam protein
adalah mukopolisakarida yang mengandung N-asetil-heksosamin seperti
glukosamin atau galaktosamin yang berkombinasi dengan asam uronik,
galakturonik atau asam glukoronik, banyak juga yang mengandung asam sialik.
Glikoprotein adalah protein yang mengandung karbohidarat kurang dari 4 persen,
sering kali dalam bentuk heksosa sederhana, seperti manosa sebesar 1,7 persen
dalam albumin telur. Lipoprotein adalah protein larut dalam air yang bergabung
dengan lesitin, cepalin, kolesterol, atau lemak dan fosfolipid lain. Kromoprotein
adalah kelompok yang mempunyai bentuk karakteristik yang merupakan
gabungan dari protein sederhana dengan kelompok prospetik pewarna.
Komoprotein meliputi hemoglobin, sitokrom, flavoprotein, visual purple pada
retina mata dan enzim katalase.
Berdasarkan kekomplekskan strukturnya, protein dibagi menjadi tiga yaitu
protein sederhana, gabungan dan asal. Protein sederhana yaitu protein yang
apabila mengalami hidrolisis akan menghasilkan hanya asam-asam amino atau
derivatnya, contohnya adalah : albumin, globulin, glutelin, albuminoid dan
protamin. Protein gabungan yaitu protein sederhana yang bergabung dengan
22
radikal protein, contohnya adalah : nukleoprotein (protein bergabung dengan asam
nukleat), glikoprotein (protein bergabung dengan zat yang mengandung gugusan
karbohidrat seperti mucin), fosfoprotein (protein bergabung dengan zat yang
mengandung fosfor seperti kasein), hemoglobin (protein bergabung dengan zat-zat
sejenis hematin seperti hemoglobin) dan lesitoprotein (protein bergabung dengan
lesitin, seperti jaringan fibrinogen). Protein asal adalah protein yang terdegradasi
yang meliputi protein primer (misal: protean) dan protein sekunder (misal:
proteosa, pepton dan peptida).
Fungsi protein meliputi banyak hal yaitu pertama struktur penting untuk
jaringan urat daging, tenunan pengikat, kolagen, rambut, bulu, kuku dan bagian
tanduk serta paruh. Kedua sebagai komponen protein darah, albumin dan globulin
yang dapat membantu mempertahankan sifat homeostatis dan mengatur tekanan
osmosis. Ketiga terlibat dalam proses pembekuan darah sebagai komponen
fibrinogen, tromboplastin. Keempat membawa oksigen ke sel dalam bentuk
sebagai hemoglobin. Kelima sebagai komponen lipoprotein yang berfungsi
mentransportasi vitamin yang larut dalam lemak dan metabolit lemak yang lain.
Keenam sebagai komponen enzim yang bertugas mempercepat reaksi kimia dalam
sistem metabolisme. Ketujuh sebagai nukleoprotein, glikoprotein dan vitellin.
Beberapa inhibitor penting dalam tanaman adalah protein. Anggotanya meliputi
protease (tripsin) dan amilase inhibitor, lektin (hemaglutinin), enzim, protein
sitoplasma tanaman.
23
COOH
H C R
NH2
24
Gambar 2.4. Komposisi asam-asam amino
25
dan hidroksilisin. Terdapat lebih dari 300 asam amino dalam tanaman, beberapa
diantaranya merupakan racun. Asam amino yang paling terkenal beracun adalah
mimosin yang strukturnya sama dengan tirosin. Asam amino beracun lainnya
natara lain triptofan, asam selenoamino, lathirogen, linatin, indospesin, kanavanin,
faktor anemia brassica, hipoglisin, dan amina biogenik.
2.5. Karbohidrat
Karbohidrat mempunyai komposisi kimia yang mengandung C, H dan O.
Semakin kompleks susunan komposisi kimia, maka akan semakin sulit dicerna.
Klasifikasi karbohidrat menurut urutan kompleksitas terdiri dari monosakarida,
disakarida, trisakarida dan polisakarida. Monosakarida atau gula sederhana yang
penting mencakup pentosa (C5H10O5) yaitu gula dengan 5 atom C dan heksosa
(C6H12O6) yaitu gula dengan 6 atom C. Pentosa terdapat di alam dalam jumlah
sedikit. Pentosa dapat dihasilkan melalui hidrolisis pentosan yang terdapat dalam
kayu, bonggol jagung, kulit dan jerami. Pentosa terdiri dari arabinosa, ribosa, dan
xilosa. Heksosa bersifat lebih umum dan lebih penting dalam pakan dibandingkan
dengan monosakarida lainnya. Heksosa terdiri dari fruktosa, galaktosa, manosa
dan glukosa. Fruktosa (levulosa) terdapat bebas dalam buah yang masak dan
dalam madu. Galaktosa berada dalam senyawa dengan glukosa membentuk
laktosa (gula susu). Glukosa (dekstrosa) terdapat dalam madu, dan bentuk inilah
yang terdapat dalam darah.
Disakarida dibentuk oleh kombinasi kimia dari dua molekul monosakarida
dengan pembebasan satu molekul air. Bentuk disakarida yang umum adalah
sukrosa, maltosa, laktosa dan selobiosa. Sukrosa merupakan gabungan dari
glukosa dan fruktosa dengan ikatan (1- 5) yang dikenal sebagai gula dalam
kehidupan sehari-hari. Sukrosa umumnya terdapat dalam gula tebu, gula bit serta
gula mapel. Maltosa merupakan gabungan glukosa dan glukosa dengan ikatan
(1 -4). Maltosa terbentuk dari proses hidrolisa pati. Laktosa (gula susu) terbentuk
dari gabungan galaktosa dan glukosa dengan ikatan (1 - 4). Selubiosa
merupakan gabungan dari glukosa dan glukosa dengan ikatan (1 - 4). Selubiosa
26
adalah sakarida yang terbentuk dari selulosa sebagai hasil kerja enzim selulose
yang berasal dari mikroorganisme.
Trisakarida terdiri dari rafinosa dan melezitosa. Rafinosa terdiri dari
masing-masing satu molekul glukosa, galaktosa dan fruktosa. Dalam jumlah
tertentu terdapat dalam gula bit dan biji kapas. Melezitosa terdiri dari dua
molekul glukosa dan satu molekul fruktosa. Polisakarida tersusun atas sejumlah
molekul gula sederhana. Kebanyakan polisakarida berbentuk heksosan yang
tersusun dari gula heksosa, tetapi ada juga pentosan yang tersusun oleh gula
pentosa, disamping juga ada yang dalam bentuk campuran yaitu kitin,
hemiselolusa, musilage dan pektin. Polisakarida heksosan merupakan komponen
utama dari zat-zat makanan yang terdapat dalam bahan asal tanaman. Heksosan
terdiri dari selulosa, dekstrin, glikogen, inulin dan pati. Pati terdiri dari amilosa
[ikatan (1 - 4)] dan amilopektin [ikatan (1 - 4) dan (1 - 6)]. Pati merupakan
persediaan utama makanan pada kebanyakan tumbuh-tumbuhan, apabila terurai
akan menjadi dekstrin [glukosa, ikatan (1 - 4) dan (1 - 6)], kemudian menjadi
maltosa dan akhirnya menjadi glukosa. Pati merupakan sumber energi yang
sangat baik bagi ternak. Selulosa [glukosa, ikatan (1 - 4)] menyusun sebagian
besar struktur tanaman, sifatnya lebih kompleks dan tahan terhadap hidrolisa
dibandingkan dengan pati.
Sebagian besar cadangan karbohidrat dalam tubuh hewan berada dalam
bentuk glikogen [glukosa, ikatan (1 - 4) dan (1 - 6)] yang terdapat dalam hati
dan otot. Glikogen larut dalam air dan hasil akhir hidrolisa adalah glukosa.
Glikogen dan pati merupakan bentuk simpan atau cadangan untuk gula. Inulin
[fruktosa, ikatan (2 - 1)] adalah polisakarida yang apabila dihidrolisa akan
dihasilkan fruktosa. Polisakarida ini merupakan cadangan (sebagai ganti pati),
khususnya dalam tanaman yang disebut artichke Yerusalem (seperti tanaman
bunga matahari). Inulin digunakan untuk pengujian clearance rate pada fungsi
ginjal karena zat tersebut melintas dengan bebas melalui glomerulus ginjal dan
tidak disekresi atau diserap oleh tubuh ginjal. Kitin merupakan polisakarida
campuran yang terdapat dalam eksoskeleton (kulit yang keras) pada berbagai
serangga.
27
Hanya sedikit sekali problem keracunan dari senyawa karbohidrat. Xilose
yang merupakan gula heksosa menyebabkan pengurangan pertumbuhan dan
katarak pada mata babi dan ayam. Pada oligosakarida, raffinosa tidak dapat
dicerna dalam usus halus dan meningkatkan pertumbuhan bakteri di hindgut. -
glukan pada gandum kebanyakan menyebabkan problem nutrisi pada unggas.
2.6. Lemak
Lemak adalah kelompok senyawa heterogen yang berkaitan, baik secara
aktual maupun potensial dengan asam lemak. Lipid mempunyai sifat umum yang
relatif tidak larut dalam air dan larut dalam pelarut non polar seperti eter,
kloroform dan benzena. Dalam tubuh, lemak berfungsi sebagai sumber energi
yang efisien secara langsung dan secara potensial bila disimpan dalam jaringan
adiposa. Lemak berfungsi sebagai penyekat panas dalam jaringan subkutan dan
sekeliling organ-organ tertentu, dan lipin non polar bekerja sebagai penyekat
listrik yang memungkinkan perambatan cepat gelombang depolarisasi sepanjang
syaraf bermialin.
Klasifikasi lemak terdiri dari lemak sederhana, lemak campuran dan lemak
turunan. Lemak sederhana adalah ester asam lemak dengan berbagai alkohol.
Lemak sederhana terdiri dari lemak dan lilin. Lemak merupakan ester asam
lemak dengan gliserol. Lemak dalam tingkat cairan dikenal sebagai minyak.
Lilin (waxes) adalah ester asam lemak dengan alkohol monohidrat yang
mempunyai berat molekul lebih besar.
Lipid campuran adalah ester asam lemak yang mengandung gugus
tambahan selain alkohol dan asam lemak. Lipid campuran terdiri dari fosfolipid,
glikolipid dan lipid campuran lain. Fosfolipid merupakan lipid yang mengandung
residu asam fosfat sebagai tambahan asam lemak dan alkohol. Fosfolipid juga
memiliki basa yang mengandung nitrogen dan pengganti (substituen) lain. Pada
banyak fosfolipid, misalnya gliserofosfolipid, alkoholnya adalah gliserol, tetapi
pada yang lain, misalnya sfingofosfolipid, alkoholnya adalah sfingosin.
Glikolipid adalah campuran asam lemak dengan karbohidrat yang mengandung
28
nitrogen tetapi tidak mengandung asam fosfat. Lipid campuran yang lain adalah
sulfolipid dan aminolipid. Lipoprotein juga dapat ditempatkan dalam katagori ini.
Lemak turunan adalah zat yang diturunkan dari golongan-golongan diatas
dengan hidrolisis. Ini termasuk asam lemak (jenuh dan tidak jenuh), gliserol,
steroid, alkohol disamping gliserol dan sterol, aldehida lemak dan benda keton.
Gliserida (asil-gliserol), kolesterol dan ester kolesterol dinamakan lipid netral
karena tidak bermuatan. Asam lemak adalah asam karboksilat yang diperoleh dari
hidrolisis ester terutama gliserol dan kolesterol. Asam lemak yang terdapat di
alam mengandung atom karbon genap (karena disintesis dari dua unit karbon) dan
merupakan derivat berantai lurus. Rantai dapat jenuh (tidak mengandung ikatan
rangkap) dan tidak jenuh (mengandung satu atau lebih ikatan rangkap).
Asam-asam lemak tidak jenuh mengandung lebih sedikit dari dua kali
jumlah atom hidrogen sebagai atom karbon, serta satu atau lebih pasangan atom-
atom karbon yang berdekatan dihubungkan oleh ikatan rangkap. Asam lemak
tidak jenuh dapat dibagi menurut derajad ketidakjenuhannya, yaitu asam lemak
tak jenuh tunggal (monounsaturated, monoetenoid, monoenoat), asam lemak tak
jenuh banyak (polyunsaturated, polietenoid, polienoat) yang terjadi apabila
beberapa pasang dari atom karbon yang berdekatan mengandung ikatan rangkap
dan eikosanoid. Eikosanoid adalah senyawa yang berasal dari asam lemak
eikosapolienoat, yang mencakup prostanoid dan leukotrien (LT). Prostanoid
termasuk prostaglandin (PG), prostasiklin (PGI) dan tromboxan (TX). Istilah
prostaglandin lebih sering digunakan. Eikosanoid adalah senyawa yang berasal
dari asam lemak eikosapolienoat, yang mencakup prostanoid dan leukotrin (LT).
Contoh asam lemak tidak jenuh dapat dilihat pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2. Asam-asam lemak tidak jenuh
Asam-asam lemak Formula Titik cair (oC)
Palmitoleat (heksadesenoat) C16H30O2 Cair
Oleat (oktadesenoat) C18H34O2 Cair
Linoleat (oktadekadienoat) C18H32O2 Cair
Linolenat (oktadekatrienoat) C18H30O2 Cair
Arakidonat (eikosatetrienoat) C20H32O2 Cair
Klupanodonat (dokosapentaenoat) C22H34O2 Cair
29
Asam lemak jenuh mempunyai atom hidrogen dua kali lebih banyak dari
atom karbonnya, dan tiap molekulnya mengandung dua atom oksigen. Asam
lemak jenuh mengandung semua atom hidrogen yang mungkin, dan atam karbon
yang berdekatan dihubungkan oleh ikatan valensi tunggal. Asam lemak jenuh
dapat dipandang berdasarkan asam asetat sebagai anggota pertama dari
rangkaiannya. Anggota-anggota lebih tinggi lainnya dari rangkaian ini terdapat
khususnya dalam lilin. Beberapa asam lemak berantai cabang juga telah diisolasi
dari sumber tumbuh-tumbuhan dan binatang. Asam-asam lemak jenuh memiliki
titik cair yang lebih tinggi dibandingkan dengan asam yang tidak jenuh, untuk
atom C yang sama banyaknya. Rantai asam lemak jenuh yang lebih panjang, titik
cairnya lebih tinggi dibandingkan dengan yang rantainya lebih pendek. Contoh
asam-asam lemak jenuh dapat dilihat pada Tabel 2.3.
Tabel 2.3. Asam-asam lemak jenuh
30
2.7. Glikoprotein
Glikoprotein adalah senyawa organik yang mengandung protein dan
karbohidrat yang bergabung bersama dalam ikatan kimia kovalen. Definisi lain
menyebutkan senyawa molekul protein dengan substansi yang mengandung
kelompok karbohidrat. Kelompok karbohidrat mungkin dalam bentuk
monosakarida, disakarida, oligosakarida, polisakarida atau turunannya (seperti
substitusi sulfo- atau fosfo). Proteoglikan adalah sub kelas dari glikoprotein yang
unit karbohidratnya adalah polisakarida yang mengandung gula amino sehingga
disebut juga sebagai glikosaminoglikan. Keluarga besar glikoprotein terdapat
pada Tabel 2.4. dibawah ini.
Tabel 2.4. Keluarga besar glikoprotein
-Galactosylhydroxylysine
Kolagen
(Gal-)Hyl
32
tertentu yang dapat hidup pada temperatur air mendekati beku sebagai jawaban
dari depresi titik beku pada serum darah ikan tersebut yang dinamakan dengan
globular glikoprotein. Molekul tersebut secara luar biasa efektif dapat menekan
titik beku. Beberapa contoh glikoprotein lainnya adalah lektin dan avidin.
Avidin adalah glikoprotein pada albumin telur yang menyebabkan antagonistis
dengan vitamin B (biotin). Telur mentah dapat digunakan untuk mempengaruhi
defisiensi biotin dalam eksperimen binatang.
Glikoprotein tersebar luas pada semua bentuk kehidupan dengan
kemungkinan perkecualian pada eubakteria. Glikoprotein terdapat dalam sel,
dalam bentuk dapat larut dan dalam lapisan membran, maupun dalam matriks
ekstraselular dan dalam cairan ekstra selular. Glikoprotein sangat biasa terjadi
ikatan antara karbohidrat dengan protein melalui ikatan glikosil. Glikosilasi
menggambarkan salah satu modifikasi utama pada co-translational dan post-
translational protein.
2.8. Glikolipid
Glikolipid adalah turunan glikosil pada lemak seperti asilgliserol,
keramida, dan prenol. Definisi lainnya adalah senyawa yang mengandung satu
atau lebih residu monosakarida yang diikat oleh ikatan glikosidik pada pemecahan
hidrofobik seperti asilgliserol, sphingoid, keramida (N-asilsphingoid) atau prenil
fosfat. Beberapa keluarga glikolipid antara lain adalah glikogliserolipid,
glikosphingolipid, glikofosfatidilinositol, psikosin dan nama-nama lain.
Glikogliserolipid adalah glikolipid yang mengandung satu atau lebih residu
gliserol. Ester, eter dan glukosa turunan dari gliserol ditandai oleh sebuah awalan,
merupakan penggantian yang didahului oleh sebuah locant. Atom karbon gliserol
dinomori secara stereospesifik, dengan atom karbon nomor 1 pada bagian atas
formula. Perbedaan penomoran pada sistem ini sudah digunakan dibandingkan
dengan sistem lain. Gliserol selalu digabungkan oleh awalan sn (untuk
penomoran stereospesifik) sebagaimana terlihat pada Gambar 2.5. dibawah ini.
33
Contoh:
34
Gambar 2.6. Komposisi kimia glukofasfatidil inositol
35
Enzim yang dipergunakan dalam biosintesis fenol dikenal sebagai enzim
PAL (Phenilalanin-Amonium-Lyase) dan TAL (Tirosin-Amonium-Lyase) yang
mengkatalis fenilalanin dan tirosin dengan mengurangi gugus amin agar menjadi
asam sinamat, yang dikenal sebagai prekursor (bahan asal) dari komponen-
komponen flavonoid. PAL penting sebagai enzim perombak atau pada jalur asam
sikimat sehingga mendapat produk-produk sekunder seperti lignin, fenol, dan
koumarin baik sebagai flavonoid maupun anthosianin. Ternyata aktivitas enzim-
enzim tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor internal dan eksternal yang
bervariasi sesuai dengan tahapan pertumbuhan tanaman.
Ada tiga jalur biosintesis fenol dengan rute yang berbeda dalam tubuh
tanaman tingkat tinggi, yaitu :
1. Jalur asam sikimat, pola ini merupakan pola yang terpenting daripada
biosintesis fenol (jalur yang paling banyak digunakan).
2. Jalur asam asetat-malonat, pola ini dipergunakan untuk sintesis cincin A
aromatik dari turunan flavonoid. Pola ini penting bagi mikro organisme.
3. Jalur asam asetat-mevalonat, pola ini relatif kurang penting dalam tubuh
tanaman tingkat tinggi.
Berbagai enzim berperan dalam biosintesis fenol pada jalur asam sikimat.
Keberadaan jalur asam sikimat ini tidaak hanya penting untuk menghasilkan
fenol, tetapi terutama adalah menghasilkan asam-asam amino aromatik,
fenilalanin, tirosin maupun triptofan. Jalur asam sikimat dengan
phosphoenolpiruvat yang diperoleh dari proses glikolisis, dan D erythrose-4-
phosphat yang berasal dari siklus pentosa phosphat. Keduanya bergabung
membentuk suatu intermediet dengan 7 atau 8 atom C berbentuk siklis yaitu asam
5-dehodroquinat. Kemudian asam tersebut berkesetimbangan dengan asam
quinat. Jalur ini kemudian diteruskan melalui asam-5-dehidrosikimat, dan asam
sikimat, untuk membentuk asam 5-phosphosikimat. Disamping itu dengan
adanya unit phosphoenolpiruvat yang merupakan unit yang berdekatan dengan
asam 5-phosphosikimat, sehingga keduanya akan bereaksi dengan menghasilkan
suatu produk yang dirombak dalam beberapa tahap untuk menghasilkan asam
chorismat. Gambar 2.7. menunjukkan biosintesis fenol.
36
Phosphoenolpiruvat (PEP)
+ 3-deoxyarabinoheptulosonic acid
erythrose-4phosphat 7-phosphat
Pi
NADH2+ NAD+
ATP H OH H NADPH2+ O H2
HO H OH
COOH
H HO COOH
ADP HO H H2 NADP+ OH H2
PEP Shikimic acid 5-dehydroquinic acid
COOH
PI COOH C= O
NADH2 C=O
CH2
OH COOH OH CH2
O COOH NAD+
Prephenic acid CO2
H2C= C COOH Phenilpiruvic acid
Chrorismic acid
O
Glutamin Glutamic acid transaminase
piruvate CH2 C
CH2
COOH
Hidroxyphenilpiruvic acid HOOC CH
NH2 COOH Phenilalanine
Anthranilic acid NH2
transaminase
Phosphori-
bosyl PPi Serine OH
pyro- CO2 CH2
phosphate
HOOC CH
OH OH 3-phosphogly- NH2 Tyrosine
seraldehide NH2
NH CH CH2 CH NH CH2 C COOH
Indole-3-glyserolphosphate O P Trypthopane H
37
Asam korismat merupakan persimpangan jalur yang penting pada jalur
asam sikimat ini. Rute sintesis kemudian dibagi menjadi dua cabang, satu
cabang melalui asam anthranilat untuk membentuk triptofan, dan cabang kedua
menghasilkan asam prepinat. Jalur asam prepinat dibagi lagi menjadi dua
cabang, yaitu : melalui fenilpiruvat akan menghasilkan phenilalanin dan melalui
P-hidryxphenilpiruvat menghasilkan tirosin. Kedua asam amino aromatik ini
mempunyai hubungan yang erat, dimana fenilalanin dapat dioksidasi untuk
menghasilkan tirosin. Tetapi reaksi yang terakhir tersebut tidak begitu penting
bagi tanaman tingkat tinggi. Pada proses deaminasi selanjutnya dari fenilalanin
akan menghasilkan asam siamat, sedang tirosin menghasilkan asam P-coumarat,
yang merupakan turunan asam sinamat. Salah satu contoh fenol sederhana adalah
asam sinamat, dengan biosintesisnya adalah sebagaimana dalam Gambar 2.8.
H H
HOOC C CH2 HOOC C CH2 OH
NH2 NH2
Fenilalanin Tirosin
1 2
HOOC CH = CH HOOC CH = CH OH
OHC3 OH
Asam ferulat Asam kafeat
2.10. Mikotoksin
Mikotoksin berasal dari kata myco yang berarti jamur dan toxin yang
berarti racun. Mikotoksin berarti racun yang berasal dari metabolisme sekunder
dari molekul yang berbobot rendah yang diproduksi oleh jamur yang terjadi secara
alami. Mikotoksin bukan penyakit menular tetapi dapat terjadi pada daerah luas
ternak gembalaan.
Mikotoksin adalah hasil metabolisme jamur yang merupakan anti nutrisi
bagi hewan. Mikotoksin menyebabkan peristiwa penyakit pada peternakan
sedikitnya pada 25 kasus penyakit. Beberapa mikotoksin antara lain adalah
aflatoksin, fomopsin, tremorgen, T-2 toxin, citrinin, ochratoxin, sporidesmin dan
39
zearalenon. Mikotoksin menyebabkan penurunan kondisi seperti kematian akut
pada unggas (turkey X diseases) kanker liver pada ikan trout, lupinosis, fescue foot
pada sapi, keracunan sweet clover, facial eczema pada domba, ryegrass sraggers
dan ergotisme.
Keberadaan mikotoksin dalam jamur perlu diamati dalam laboratorium
untuk menentukan jenis toksin jamur. Disebabkan oleh perbedaan struktur kimia
dan sifat fisikokimia mikotoksin, pendekatan untuk menganalisis juga bervariasi.
Analisis yang dilakukan lebih rumit oleh tipikal distribusi yang tidak rata pada
mikotoksin dalam sampel dan oleh gangguan matrik sampel. Kontaminasi
mikotoksin pada pakan umumnya heterogen. Oleh sebab itu diperlukan langkah-
langkah analisis yang lebih spesifik sebagai berikut.
1. Sampel harus direpresentasikan dalam seluruh bidang
2. Sampel yang diperoleh dari lokasi yang berlainan
3. Menggunakan sampling biji-bijian atau pakan ternak yang sudah diselidiki
4. Sampel yang diperoleh dari pergerakan aliran biji-bijian
5. Sampel diambil dari berbagai tempat pembongkaran muatan
6. Minimal 10 pon
7. Dalam kondisi tercampur rata
8. Menggunakan sub sampling
9. Diambil 2 5 pon untuk analisis
10. Pembekuan atau dibungkus ketat jika diperlukan (khususnya untuk sampel
yang mempunyai kandungan air tinggi.
Mikotoksin dapat dicegah dengan berbagai cara yang memungkinkan
untuk lepas dari jeratan keracunan, yaitu:
1. Mengontrol faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan jamur
seperti kandungan air biji-bijian (<14%), kelembaban relatif (70%),
temperatur (-2,2 centigrade) dan ketersediaan oksigen (<0,5%).
2. Mengontrol kondisi fisik biji-bijian dengan cara meminimalkan kerusakan
biji-bijian selama panen dan menyaring biji-bijian untuk mengurangi biji-
bijian rusak.
3. Membersihkan sistem tempat penyimpanan pakan secara reguler.
40
4. Menggunakan inhibitor jamur dan bahan tambahan anti lekat.
5. Amoniasi untuk mengurangi konsentrasi aflatoksin.
6. Mengadakan pemisahan, biji yang terinfeksi fusarium lebih ringan
dibandingkan dengan bijian normal.
7. Mencuci, mengeringkan dan melakukan proses pemanasan.
8. Menambahkan 0,5% hydrated sodium calcium aluminosilicate dalam
formulasi pakan.
9. Pada ternak dilakukan dengan cara mengurangi stress dan meningkatkan
nutrisi
Tidak semua jamur beracun. Sebagian dari efek mikotoksin pada
ruminansia mungkin disebabkan oleh efek tidak langsung pengurangan nutrisi
dari biji-bijian atau pakan ternak yang terinfeksi.
41
BAB 3
SENYAWA RACUN ALKALOID
OH
N N N
HO
CH2CH2CH3
CH2CH2CH3
N
N
CH3
Pseudoconhydrin
N-metilconiin
Gambar 3.1. Lima senyawa kimia yang terjadi dari conium alkaloid
42
barat laut, utara bagian sentral dan daerah timur laut. Tanaman hemlock ini
merupakan jenis tanaman yang kuat, tumbuh setinggi 6 - 10 kaki sepanjang sisi
jalan, parit-parit halaman kandang maupun ditepi sawah. Kemunculannyapun
hampir sama dengan hemlock air maupun tanaman wortel liar (Daucus carota).
Tanaman ini mempunyai daging tubuh cukup tebal dan akar tunggang putih,
sedangkan hemlock air memiliki cabang akar tangkai yang menebal lebih
menyerupai akar umbi dahlia. Bagian bawah dari hemlock air menjadi tempat
penyimpanan racun. Tanaman, bagan dan biji hemlock beracun dapat dilihat pada
Gambar 3.2. dan 3.3.
43
Gambar 3.3. Biji tanaman hemlock (www.ag.ohio-state.edu)
44
menjadi dingin yang kesemuanya ini diakibatkan karena racun tersebut
menyerang sistem syaraf sentral. Hemlock beracun ini dapat menyebabkan
kecanduan pada ternak. Apabila alkaloid diberikan secara oral dan dalam tempo
30 - 40 menit pada kuda betina dan sekitar 1.5 - 2 jam setelah pemberian pada sapi
dan domba betina, maka ternak mulai terlihat nervous, diikuti dengan gemetaran
dan atasia. Gejala tersebut berakhir setelah 4 - 5 jam pada kuda betina dan 6 - 7
jam pada sapi dan domba betina. Diantara ketiganya, sapi merupakan ternak yang
paling sensitif terhadap alkaloid diikuti kuda dan domba yang paling tahan
terhadap alkaloid. Sapi-sapi mengalami gejala keracunan berat pada dosis 3,3
miligram coniin per kilogram berat badan, kuda pada dosis 15,5 mg/kg dan domba
baru akan menampakkan gejala keracunan yang sama pada dosis coniin 44 mg/kg.
Perbedaan yang tajam sampai 10 kali lipat terhadap pengaruh racun tersebut
antara sapi dengan domba berhubungan dengan metabolisme hati, karena
perbedaan serupa terjadi ketika racun coniin diberikan baik secara oral maupun
injeksi. Apabila dosis coniin harian terus diperbesar ternyata dapat membunuh
sapi dengan dosis injeksi 16 mg/kg berat badan, dosis letal atau mematikan pada
domba adalah 240 mg/kg. Pada masa-masa sebelumnya, keracunan akibat
hemlock beracun yang terdapat pada benih biji-bijian penyebab keracunan pada
babi muda atau unggas dianggap biasa. Konsentrasi alkaloid yang tertinggi
terdapat pada biji-bijian. Penggunaan herbisida pada tanaman sawah pada
hakekatnya adalah untuk mengurangi terjadinya kontaminasi conium pada biji.
Dosis oral single atau terpisah terdiri dari 1 g/kg bobot badan biji Conium
maculatum atau 8 g/kg tanaman segar merupakan dosis mematikan bagi babi
muda. Bahan yang dikonsumsikan atau diberikan sangat disukai ternak dan
bahkan ada bukti yang mengarah pada adanya kecanduan atau ketergantungan
pada tanaman tersebut. Dosis subletal harian diberikan pada babi muda untuk
mengetahui pengaruh teratogenik, yaitu diberikan sebesar 140 gram bijian atau
1000 gram tanaman segar per ekor babi per hari. Sekitar 15 menit setelah
pemberian, racun mulai menyerang kelopak mata dan terus bergerak ke seluruh
bagian mata sehingga dalam tempo singkat sudah dapat menyebabkan kebutaan,
45
15 - 30 menit setelah terjadi kebutaan ternak menjadi semakin lemah dan jinak
selama 1 - 2 jam berikutnya. Gejala lain yang terliihat adalah gemetar dan lemas.
Benih biji dan daun tanaman bersifat teratogenik. Ketika pakan diberikan
dalam 30 - 45 hari periode kebuntingan, conium dapat merusakkan celah dinding
mulut bagian belakang dan setelah 43 - 53 hari periode pemberian akan muncul
arthrogryposis, bersamaan dengan terjadinya pembengkakan persendian yang
sangat parah, scoliosis dan hydrocephalus. Ketika conium sudah diberikan selama
51 - 61 hari periode kebuntingan, akan terjadi kecacatan bentuk tulang yang
tipenya hampir sama dengan yang terjadi pada kelompok pemberian 43 - 53 hari.
Conium maculatum juga dapat menyebabkan perubahan bentuk fetus babi muda.
Di Amerika barat, kelainan bentuk fetus pada ternak sering terjadi.
Penyakit pembengkakan tulang pada pedet terutama disebabkan akibat
penggunaan pakan dari sejenis tumbuhan (Lupiness) khususnya pada tahap
kebuntingan tertentu. Hemlock beracun tersebar luas di padang rumput dan
disarankan untuk diwaspadai kemungkinan penggunaannya.
Pemberian coniin pada ternak sapi selama hari ke 55 - 75 masa
kebuntingan menyebabkan penyakit kebungkukan pada pedet. Dosis pemberian
bahan tanaman hijau sebesar 240 - 840 gram mengakibatkan perubahan bentuk
dan kebungkukan pada pedet. Sapi-sapi yang dipaksa menghirup hemlock
beracun segar selama 20 jam per hari berhasil melahirkan secara normal, tetapi
tetap memperlihatkan gejala keracunan yang sama, menunjukkan bahwa alkaloid
yang mudah menguap akan menjadi racun melalui proses pernafasan.
Sejumlah uji coba aktivitas teratogenik coniin analog dengan pengujian
pada ikatan rangkap pada C dan nitrogen ternyata tidak mempengaruhi
aktivitasnya. Baik panjangnya sisi dan derajat ketidakjenuhan cincin ternyata
berpengaruh pada aktivitasnya. Cincin penuh analog tak jenuh coniin ternyata
tidak bersifat teratogenik. Senyawa yang terdiri dari sebuah rantai mengandung
sedikitnya tiga karbon tidak memiliki aktivitas. Piperidin alkaloid dengan sisi
rantai dan nitrogen setidak-tidaknya memiliki empat rantai dan dengan sebuah
cincin jenuh diperkirakan akan memiliki aktivitas teratogenik .
46
Apabila coniin diberikan pada sapi bunting, kuda betina dan domba betina,
hanya sapi saja yang mengalami kelainan atau kecacatan bentuk anak
keturunannya. Fetus anak kuda mungkin lebih tahan karena induknya
memperlihatkan gejala keracunan yang parah tetapi memiliki anak yang normal.
Kesimpulan yang dapat diambil adalah bahwa fetus domba memang benar-benar
tahan terhadap pengaruh teratogenik karena coniin yang diberikan selama periode
kebuntingan yang cukup lama 12 - 65 hari ternyata tidak menyebabkan kelainan
fetus.
Pencegahan terhadap keracunan hemlock beracun sebaiknya dilakukan
dengan cara memonitor kandang, terutama kandang babi karena babi akan siap
mengkonsumsi tanaman tersebut bila ada. Hemlock beracun tidak palatabel pada
sapi, kuda dan domba dan jarang ternak tersebut akan mengkonsumsi jika ada
pakan ternak lainnya. Oleh karena conium alkaloid mempunyai efek teratogenik
pada sapi, perhatian sebaiknya dicurahkan pada sapi yang sedang bunting tiga
bulan, diusahakan jangan sampai merumput pada pastura yang terdapat hemlock
beracun. Biji-bijian mengandung konsentrasi toksikan yang tinggi, lagipula biji-
bijian dapat secara potensial terkontaminasi tanaman hemlock beracun sehingga
berbahaya apabila diberikan pada ternak. Meskipun herbisida dan kultivasi rutin
dapat mengurangi jumlah tanaman hemlock beracun, tetapi biji-bijian yang
terkontaminasi masih potensial berbahaya.
47
NH2
CH2 CH COOH
N N
Indol alkaloid beracun pada ternak yang paling penting adalah alkaloid
ergot yang diproduksi oleh jamur parasit pada biji jenis rumput-rumputan dan biji
padi-padian. Istilah ergot umumnya digunakan untuk jenis jamur Claviceps. Tiga
jenis claviceps yang utama adalah C. purpurea, C. paspali dan C. cinerea.
Struktur kimia dari ergot alkaloid dapat dilihat pada Gambar 3.5.
Ketiga jenis jamur Claviceps tersebut terdapat pada tanaman gandum dan
beberapa rumput liar. C. paspali tumbuh pada rumput species paspalum (seperti
Dallis dan Bahia) dan C. cinerea merupakan parasit pada beberapa rumput
lainnya (seperti tobasa grass). Ergot secara khusus menunjuk pada sclerotium
yang dibentuk oleh C. purporea pada saat tumbuh pada gandum (Secale cereale).
Ergot digunakan untuk tujuan medis seperti pengontrol pendarahan pada saat
kelahiran. Jamur claviceps purporea, bagan dan bijinya dapat dilihat pada
Gambar 3.6 dan 3.7.
Claviceps spp. merupakan parasit pada induk telur bunga rumputan yang
sedang berkembang. Jamur mengirimkan filamen melalui jaringan telur dan
mencegah terjadinya perkembangan biji. Pada ujung filamen, spora terbentuk
yang mengeluarkan cairan lengket atau honeydew. Serangga menyebarkan spora
untuk menginfeksi biji rerumputan. Bersamaan dengan terbentuknya spora,
filamen mengeras menjadi struktur merah muda atau ungu yang menggantikan biji
padi atau biji rumputan. Struktur yang keras ini disebut sclerotium atau ergot dan
merupakan tahap yang beracun dari siklus hidup claviceps. Sclerotia dipanen
bijinya atau dibiarkan hingga musim dingin dan memproduksi spora pada musim
semi berikutnya. Spora ini mulai menginfeksi hasil panen pada musim kedua.
48
H3C O OH
H N N
O C O N O
CH2
N CH3
N Ergotamin
HOOC
OH
N CH3
H N
O C
N CH
Asam lisergic
N Ergonovin
49
Gambar 3.6. Jamur Claviceps purpurea (http://leda.lycaeum.org dan
www.swsbm.com)
50
Rumput atau biji padi terinfeksi oleh ergot tergantung pada banyak faktor,
salah satunya adalah keanekaragaman musim. Musim semi yang lembab
mendorong perkecambahan sclerotia, dan dengan menunda penyerbukan,
memperluas waktu kemungkinan terinfeksi pada tumbuhan. Gandum dan triticali
lebih rentan dari pada biji padi-padian lain karena merupakan penyerbukan silang,
membutuhkan waktu yang lebih lama untuk penyerbukan dari pada gandum jenis
Triticum aestivum, Avena sativa, dan Hordeum sativum. Pencangkulan yang
dangkal dan pembibitan, meninggalkan sclerotia dekat dengan permukaan tanah
dimana mereka siap untuk berkecambah. Perkebunan yang tidak sempurna dan
rotasi panen yang kurang, meningkatkan infeksi ergot pada hasil panen.
Ergot alkaloid mengandung asam lisergat sebagai komponen dasar
(Lysergic acid diethylamide/LSD) yaitu obat halusinasi yang merupakan
perubahan pada ergot. Kelompok racun pada ergot alkaloid adalah ergotamin,
ergonovin, dan ergotoxin. Ergotamin dan ergotoxin merupakan turunan
polipeptida dari asam lysergic. Ergotoxin merupakan campuran dari tiga alkaloid.
Ergot alkaloid berpengaruh langsung pada sistem stimulus pada otot halus,
menyebabkan vasokontriksi dan meningkatkan tekanan darah. Selama trisemester
ketiga kehamilan, ergot berakibat seperti oxitocin, otot rahim pada tingkat ini
lebih sensitif terhadap ergot dari pada otot halus lainnya.
Mengkonsumsi biji padi-padian yang mengandung ergot menyebabkan
wabah pada manusia di Eropa pada abad pertengahan. Keracunan ergot pada
mahkluk hidup yang mengkonsumsi biji padi-padian yang terinfeksi dan padang
rumput yang terkontaminasi oleh biji-bijian yang mengandung ergot sering
terjadi. Infeksi ergot cenderung lebih banyak terjadi di tepian padang rumput
karena rumput-rumput liar dekat tanah garapan mengandung spora dan
mengkontaminasi biji padi-padian.
Penyebaran ergot pada manusia adalah masalah besar di Prancis sejak
abad 9 - 14. Ciri-ciri terjangkitnya ergot diperlihatkan dengan adanya gatal-gatal,
mati rasa, kram otot, kejang dan sakit yang teramat sangat. Telapak kaki, kaki,
dan kadang-kadang tangan akan dipengaruhi oleh sugesti perasaan dingin
diselingi dengan rasa terbakar (St. Anthonys fire). Mati rasa dan rasa lemas akan
51
mengikuti, dengan kehilangan rasa pada jari tangan dan telapak kaki bahkan
seluruh anggota badan. Wabah tersebut berkurang karena perubahan pada
aktifitas perkebunan. Gandum putih menggantikan gandum hitam sebagai hasil
panen yang terbesar dan lebih kecil kemungkinan terinfeksi ergot. Pembajakan
yang dalam menghasilkan sclerotea terkubur dan mereka tidak dapat
berkecambah dan membentuk spora.
Akibat umum dari ergot pada makhluk hidup dapat di kategorikan dalam
empat kelompok yaitu pertama adalah efek behavioral yang meliputi kejang,
terganggunya koordinasi tubuh, kepincangan, kesulitan bernafas, terlalu banyak
air liur dan diare. Kedua adalah kehilangan anggota tubuh. Ketiga adalah efek
reproduksi yang terdiri dari aborsi, tingginya angka kematian kelahiran,
penurunan produksi susu dan keempat adalah pengurangan konsumsi pakan dan
bobot badan. Akibat-akibat tersebut tidak terlihat seluruhnya pada setiap jenis
mahluk hidup, tergantung pada jenis spesiesnya dan tergantung pada sumber
ergot, jumlah yang dikonsumsi, lama penyebaran dan usia serta tingkat produksi
dari hewan.
Dua bentuk besar dari terkena ergotisme adalah kejang dan terbentuknya
gangren. Gangren berefek pada semua jenis ternak. Anggota badan (hidung,
telinga, ekor, tangan dan kaki) terinfeksi karena vasokontriksi arteri. Tanda-tanda
awal ditunjukkan oleh rasa sakit, seperti kepincangan dan menjejak-jejakkan kaki.
Daerah terinfeksi terasa dingin. Tanda yang jelas terlihat mengelilingi tangan dan
kaki, memisahkan bagian yang normal dengan daerah yang terinfeksi,
meninggalkan permukaan yang bersih dan cepat sembuh. Saluran pencernaan
dapat terinfeksi dengan peradangan, pendarahan dalam, muntah-muntah dan diare.
Sapi dapat terkena wabah ergotisme berupa kejang dan gangren.
Kekejangan terutama oleh infeksi C. pasapali pada rumput-rumputan paspalus
spp (seperti rumput Dallis) dan bukan oleh ergot C. purpurea. Masalah ergot
penting pada peternakan di AS, dikarenakan sapi mengkonsumsi rumput Dallis
yang mengandung ergot. Ciri-ciri klinisnya adalah mudah terkejut, terganggunya
koordinasi tubuh dan sawan. Perpindahan sapi dari padang rumput yang terinfeksi
membutuhkan waktu 3 10 hari. Ergot yang menyebabkan gangren pada sapi
52
disebabkan oleh ergot dari C. Paspali dan C. purpurea. Gangren dapat terjadi
pada ujung telinga dan ekor, tapi umumnya yang terinfeksi adalah telapak kaki.
Ciri-cirinya termasuk kaki belakang yang halus dengan perkembangan gangren
dan pengelupasan kuku. Ada efek kecil pada reproduksi, dengan aborsi dan
agalactia (yang terlihat pada babi) tidak terdeteksi.
Domba yang mengkomsumsi ergot C. purpurea kelihatan sulit bernafas,
pernafasan yang terlalu cepat, diare dan pendarahan dalam saluran pencernaan.
Domba cenderung untuk tidak makan bunga rerumputan dan karenanya lebih
sedikit terinfeksi daripada sapi karena kebiasaan makan yang berbeda. Kuda yang
memakan rumput yang terinfeksi C. paspali bisa terjangkiti gejala kejang karena
ergotisme.
Tanda-tanda klasik dari kejang dan gangren karena ergotisme biasanya
tidak terlihat pada babi. Aborsi bisa terjadi dan bagi yang baru lahir kemungkinan
besar mati karena kurangnya produksi susu dari babi betina. Babi kurang sensitif
terhadap ergot daripada ternak lain. Babi yang mulai berkembang dan diberi
makan biji padi yang mengandung ergot dapat berkurang konsumsi dan berkurang
hasilnya, dengan beberapa luka.
Pemindahan hewan dari padang rumput yang terinfeksi ergot atau
penghindaran makanan dari kontaminasi merupakan satu-satunya perawatan yang
paling efektif. Gangguan ergot pada ladang padi-padian dapat diperkecil dengan
menggunakan biji yang bersih, rotasi hasil panen, dan pencangkulan yang dalam.
Pertumbuhan padi-padian yang tahan pada ergot (wheat, barley, atau oat)
lebih dianjurkan daripada rye atau triticale pada area dimana ergot menjadi
masalah. Sclerotia dapat dipindahkan dari biji padi dengan teknik pembersihan
biji yang sesuai dengan standar. Tentu saja penyaringan dari biji padi-padian yang
mengandung ergot tidak boleh digunakan untuk makanan. Biji padi-padian yang
terinfeksi dapat dicampur dengan biji padi-padian yang bersih untuk mengurangi
konsentrasi ergot pada tingkat yang tidak beracun. Tingkat toleransi ergot pada
biji padi-padian di AS adalah 0,3% ergot alkaloid mentah. Tingkat 0,15 ergot
pada pakan dapat merugikan pada kualitas peternakan.
53
Tanaman tall fescue memproduksi dua diazafenantren alkaloid yaitu
perlolidin dan perlolin. Dibawah kondisi laboratorium, perlolin yang menyerang
domba menyebabkan fotosensitivitas, meningkatkan nadi dan pernafasan,
kehilangan kontrol otot, sawan dan koma. Bagaimanapun perlolin dan perlolidon
tidak nampak bertanggung jawab pada keracunan fescue yang diobservasi
dibawah kondisi lapangan.
Acremonimum coenophialum menghasilkan kelas lolin dan ergopeptin
alkaloid. Lolin merupakan pirolizidin alkaloid jenuh dengan sifat vasokonstriktif
ringan. Lolin kemungkinan menyumbang pada hipertermia (meningkatkan
temperatur tubuh) dan fescue foot (gangren pada ternak, sering pada bagian
belakang kuku atau ujung ekor).
Ergopeptin adalah indol alkaloid yang menolong pertahanan kimia
tanaman tall fescue dari serangga dan juga mempunyai pengaruh positif pada
hormon tanaman dan atau regulator pertumbuhan. Kerugiannya, ergopeptin
mengganggu sekresi prolaktin, regulasi suhu tubuh, dan masukan pakan pada
padang penggembalaan yang terserang fescue, pengerutan pembuluh darah dan
mengurangi aliran darah secara ekstrim.
Anggota utama ergopeptin adalah ergovalin, sedangkan anggota lainnya
adalah ergosin, ergonin, amina asam lisergat. Tanda-tanda keracunan fescue pada
kuda hampir selalu eksklusif berhubungan dengan kelemahan reproduksi. Kuda
betina yang mengkonsumsi sejumlah besar tanaman tall fescue yang terinfeksi
endofit dapat menderita problem reproduksi seperti waktu kebuntingan yang
panjang, aborsi, pemisahan prematur dari korion, distokia, plasenta tebal, plasenta
tertahan dan agalactia (laktasi tertekan atau tidak ada susu).
54
indolizidin alkaloid yang terpenting adalah swainsonin, sedangkan lainnya adalah
slaframin dan castanospermin dengan komposisi kimia yang dapat dilihat pada
Gambar 3.8.
NH2 OH
H
OH
swainsonin
O
NH2 O C CH3
N
slaframin
55
Gambar 3.9. Tanaman Astragalus adsurgens (www.fao.org dan
www.nps.gov)
56
Metabolisme pada alkaloid merupakan faktor yang sangat penting pada
keracunan indolizidin alkaloid. Racun itu tidak mempunyai aktivitas biologis
sendiri, tetapi diaktifkan oleh enzim-enzim pada hati. Lisosom mengandung
sejumlah besar oligosakarida yang sebagian besar disusun oleh mannosa.
Susunan dalam lisosom memiliki kesamaan dalam mannosidosis pada manusia
dan hewan ternak, yang mana sebuah lisosom menyimpan penyakit yang
menyebabkan defisiensi genetik lisosomal -mannosidase. Swainsona
mengandung indolizidin alkaloid yang menghalangi -mannosidase.
-mannosidase bertindak pada saat kemunculan sisa-sisa mannosa di
terminal nonreducing akhir rantai ikatan gula. Glikosida yang lain merubah
kembali gula-gula mereka masing-masing dari oligosakarida. Jika -mannosidase
dihalangi, maka glikosida yang lain mengubah kembali gula mereka masing-
masing hingga sisa-sisa dari mannosa dicapai, dan kemudian hidrolisis
karbohidrat akan berhenti. Jumlah lisosom dalam sel-sel yang terpengaruh akan
meningkat untuk menyesuaikan peningkatan jumlah oligokarida yang biasanya
diubah kedalam fungsi seluler. Efek dari indolizidin alkaoid pada -mannosidase
dapat berbalik, dan pengakumulasian dalam penyimpanan karbohidrat berkurang
ketika alkaloid tidak dikonsumsi lebih lama lagi. Vakuola-vakuola akan semakin
banyak yang menghilang dalam waktu 10 - 12 hari, sehingga secara nyata hewan
tersebut akan menunjukkan tanda-tanda klinis secara cepat. Tanda-tanda klinis
selanjutnya tidak dapat berbalik lagi. Pengurangan akson dapat disebabkan
desakan perikarion dengan vakuola-vakuola penyimpan. Meskipun vakuola
terdapat dalam banyak jaringan, ini merupakan sistem syaraf sentral yang paling
sensitif pada pengakumulasian mannosa, dengan kerusakan fungsional dan
perubahan degeneratif. Alkaloid ini nampaknya tidak meracuni lebih dulu pada
saluran ekskresi, sebagai urine dalam tubuh ternak. Karena tanaman ini
menyerang pada sistem vaskuler, ini mengakibatkan adanya kemungkinan
diperkuat oleh adanya konsumsi yang tinggi. Apabila ternak mengkonsumsi
tanaman ini, maka bagian tubuh yang diserang adalah pada syaraf, dan ternak
akan mengalami kerusakan sistem syaraf. Selain itu, akan mengalami kelesuan
secara tiba-tiba, kehilangan rasa/insting hidup berkelompok (lebih suka
57
menyendiri), dan mempunyai keinginan untuk mengkonsumsi tanaman tersebut,
sehingga menyebabkan ternak mencari tanaman itu lagi.
Keracunan tanaman ini pada ternak dapat mengakibatkan timbulnya
infeksi, seperti pneumonia, footrot, dan pink eye, dan pengobatan yang disarankan
adalah dengan menggunakan sistem kekebalan. Hasil penelitian yang dilakukan,
hewan yang mengkonsumsi tanaman ini akan mengalami penurunan leukosit dan
limfosit dengan indikasi efek selektif pada respon kekebalan sel-sel perantara.
Mengkonsumsi tanaman ini juga dapat membawa efek terhadap tingkat
mortalitas. Selain itu tanda-tanda keracunan pada ternak sapi adalah pada saat
hewan berjalan kakinya terlihat kaku, kepala menggeleng-geleng dan matanya
sayu. Sedangkan tanda pada domba adalah kepala gemetar, mata sayu, gangguan
penglihatan dan tidak terkoordinasi.
Beberapa Solanum spp. menyebabkan degenerasi cerebellar pada sapi
yang sama kejadiannya seperti pada tanaman Swainsona dan Astragalus spp.
Sejumlah alkaloid yang terlibat dalam tanaman Solanum spp. menyebabkan
kekacauan yang dikarakteristikkan oleh timbulnya serangan tiba-tiba secara
berulang dengan berkurangnya keseimbangan, opisthotonus, pergerakan mata
yang cepat dan jatuh ke samping atau ke belakang. Tanda-tanda patologis yang
utama adalah vakuolasi, degenerasi, dan kehilangan sel-sel Purkinje. Faktor-faktor
keracunan dalam tanaman solanum tidak dapat diindentifikasikan, namun
mungkin adalah inhibitor dalam hidrolase.
Bertahun-tahun petani di Amerika bagian barat tengah berhati-hati
terhadap pasture clover dan hay yang sering mengakibatkan salivasi (pengeluaran
air liur) berlebihan atau slobber pada peternakan. Faktor dalam clover yang
menyebabkan air liur berlebihan ini adalah metabolit pada jamur patogen clover
merah yaitu Rhizoctonia leguminicola yang mengandung slaframin, bagian dari
kelompok indolizidin alkaloid.
Jamur tersebut juga mengeluarkan racun swainsonin. Jamur ini
berkembang sangat cepat pada musim hujan dan pada periode dengan kelembaban
tinggi. Jamur itu mencemari bibit pada clover, yang disebarkan melalui benih
tersebut, dan pada musim dingin yang lama bisa menyerang pada tunggul jerami
58
clover. Penyimpanan clover dapat menurunkan slaframin yaitu dari tingkat dalam
50 - 100 ppm slaframin dalam hay clover merah segar dapat berkurang hingga 7
ppm setelah 10 bulan dalam penyimpanan.
Efek biologis pada sindrom slaframin yang terjadi adalah disebabkan oleh
slaframin. Tanda-tanda klinis keracunan pada hewan ternak adalah bertambahnya
air liur yang luar biasa, lakrimasi (mata kosong), kembung, terjadi kencing yang
berkali-kali, dan feses yang cair (diare). Salivasi yang jumlahnya luar biasa dapat
muncul segera setelah mengkonsumsi tanaman yang mengandung salframin dan
mungkin akan berlanjut untuk beberapa hari setelah pengkonsumsian pada racun
itu berhenti.
Efek keracunan yang lain selain salivasi adalah terjadinya peningkatan
aliran produk pankreas, aliran cairan empedu, dan asam lambung, penurunan
rataan hati, output kardiak, rataan respirasi, suhu tubuh, dan rataan metabolisme
dan pendarahan rahim serta aborsi fetus. Disana tidak dapat dibedakan kerusakan
atau akibat-akibat yang lain yang disebabkan dari keracunan slaframin.
Penyembuhan akan berlangsung dengan sendirinya dan akan sempurna dalam
jangka waktu 2 - 3 hari. Atropin dan antihistamin tertentu cukup efektif dalam
meredakan beberapa tanda-tanda klinis pada keracunan.
Castonosfermin merupakan indolizidin alkaloid yang serupa dalam
strukturnya dengan swainsonin. Racun ini terdapat pada daun-daunan, biji-bijian
kulit pohon pada Castonofermum australe. Hewan ternak mengalami keracunan
hingga periode/musim kering ketika makanan hijauan sudah tidak mencukupi dan
binatang ternak mengkonsumsi sejumlah besar biji-bijian. Diare yang berat adalah
tanda-tanda yang paling banyak dalam keracunan, disertai badan lemah. Radang
biasa dalam saluran pencernaan juga sering terjadi.
59
ini yang berbasis retronecin pada pirrolizidin alkaloid yang hepatoksik
mempunyai komposisi kimia seperti dapat dilihat pada Gambar 3.10.
OH CH2OH OH CH2OH
N N
Retronecin Heliotridin
H3C CH3
CH
O OCH3
OH CH2 O C C CH CH3
7 1
2
6 4
N N
5 3
Heliotrin
Inti pirolizidin
H O HO CH3
C C CH2 CH C CH3 CH3 CH CH2 C C O
CH3
COO CH2OCO COO CH2OCO
N N
Jakobin Monokrotalin
OH OH
CH2 CH3
H H
C C CH2 C C C C CH2 C C CH3
CH3 CH3
COO CH2OCO COO CH2OCO
N N
Senecifilin Senecionin
Gambar 3.10. Senyawa kimia asam pirolizidin alkaloid
60
Sampai saat ini telah lebih dari 160 pirrolizidin alkaloid yang dapat
diisolasi melalui berbagai macam metode yang secara keseluruhan dari upaya ini
menunjukkan bahwa semua hasil isolasi dari pirrolizidin alkaloid merupakan ester
dan secara substantif memiliki daya racun pada ternak. Meski demikian, dari
sekian banyak jenis pirrolizidin alkaloid memiliki dampak racun yang berbeda-
beda tingkatannya menurut struktur yang dimilikinya. Pirolizidin alkaloid
mengandung inti pirrolizidin. Senecionin dan heliotrin merupakan representasi
dari racun pirrolizidin alkaloid yang sangat penting bagi nutrisi peternakan.
Senecionin merupakan pirrolizidin alkaloid yang hepatosik, memiliki ikatan
rangkap 1,2 dan terjadi esterifikasi grup CH2OH dalam sisi rantai tersebut.
Senesionin mewakili ester yang tertutup, sedangkan heliotrin merupakan contoh
dari ester yang terbuka.
Kebanyakan dari senyawa alkaloid merupakan turunan asam amino, dan
tidak mempunyai kegiatan tertentu dalam metabolisme tanaman kecuali untuk
menolak serangga dan herbivora predator yang menyebabkan rasa pahit.
Pirrolizidin dibiosintesis dari asam amino seperti ornitin. Dalam sistesis
pirrlizidin alkaloid pada tanaman, asam-asam amino di dekarboksilasi menjadi
amina-amina yang kemudian diubah menjadi aldehid melalui oksidasi amina,
kondensasi aldehid dan golongan amina menghasilkan rantai heterosiklik.
Pirolizidin mengandung nitrogen dalam bentuk lingkaran heterosiklik yaitu
sebuah struktur tetap yang disebut inti pirolizidin. Hal tersebut menunjukkan
bahwa pirolizidin tidak beracun, namun beberapa metabolit dari pirolizidin ini
terutama turunan pirolik sangat beracun. Heliotrin dan lasciokarpin terkurangi
sebagian pada 1-metilen dan turunan 7-hidroksi-1-metil non toksik dalam rumen.
Bagaimanapun hal tersebut dapat diaktifkan oleh oksidase dalam hati binatang
pada turunan pirolik dan juga mempunyai efek patologi dalam jantung, ginjal dan
saluran pernafasan. Pengaturan alkaloid dan efeknya dalam ekosistem ruminal
belum sepenuhnya dimengerti, tetapi fakta yang diketahui dengan baik bahwa
degradasi tersebut berhubungan secara langsung pada konsentrasi pirolik dalam
rumen. Bakteri pendegradasi heliotrin sudah diisolasi dan diidentifiaksi dalam
61
rumen. Meskipun bakteri tersebut nampak mendapat sangat sedikit penggunaan
energi dari pemecahan heliotrin, karakteristik ini mungkin meningkatkan
kemampuan bakteri tersebut untuk bersaing secara sukses dalam rumen binatang
dalam membongkar tipe alkaloid tersebut.
Umumnya pirrolizidin dijumpai pada bermacam-macam tanaman senecio
spp.,crotalaria, E. plantagineum, amsinckia, cynoglossum, echium, heliotropium
europium. E. plantagineum, dan heliotropium europium merupakan tanaman
penting di Australia. Sebagian pirrolizidin alkaloid terdapat pada famili
Boraginaceae dan Asteraceae. Senyawa yang dihasilkan oleh tanaman-tanaman
ini sangat berbahaya bagi ternak dan memiliki dampak karsinogenik yang
signifikan bila sampai terkonsumsi. Heliotropium sebagai salah satu tanaman
yang mengandung pirolizidin alkaloid dapat dilihat pada Gambar 3.11.
62
Pirrolizidin alkaloid memiliki kemampuan untuk berinteraksi dengan sel-
sel DNA dan protein. Dalam jumlah kecil dapat memasuki darah dan
ditransportasi menuju paru-paru dan akhirnya akan mengakibatkan luka pada
pulmonari. Penting juga dinyatakan bahwa dampak hepatoksik dan
ekstrahepatoksik merupakan interaksi antara pirrolizidin alkaloid dengan
metabolisme pakan seperti zat besi, tembaga, vitamin A dan vitamin E. Sejak
senyawa pirrolizidin terkonsumsi, maka ia berinteraksi dengan cara absorpsi dan
pendistribusian vitamin A dan E yang dapat larut dalam lemak. Vitamin E
berfungsi sebagai antioksidan, sedangkan pirrolizidin berfungsi sebagi oksidan
sehingga pada akhirnya tubuh ternak akan dapat mengalami defisiensi zat yang
merupakan anti oksidan. Selain itu, senyawa pirrolizidin juga dapat berinteraksi
dengan tembaga. Fungsi tembaga adalah meningkatkan peroksida lipid, yang
apabila berinteraksi dengan pirrolizidin akan dapat merusak peningkatan
penyerapan vitamin E dan A.
Pirrolizidin alkaloid menyebabkan kerusakan hati. Pirrolizidin alkaloid
mengakibatkan terjadinya bioaktivasi pada hati melalui reaksi-reaksi metabolisme
yang dinamakan pirrol atau turunan dehidropirrolizin melalui oksidasi enzim pada
hati. Pirrol memiliki kesanggupan menjadi agen alkalis dan dapat bereaksi
dengan komponen jaringan. Selain itu juga mempunyai kemampuan untuk
berinteraksi dengan asam deoksiribo nukleat (DNA). Tanda hepatoksik yang
ditimbulkan akibat adanya senyawa pirrolizidin alkaloid adalah nampak seperti
nekrosis sentribular, megalositosis pada sel, pembesaran nukleus, fibrosis,
proliferasi dan gangguan fungsi hati.
Pirrolizidin alkaloid merupakan zat yang mudah diserap alat pencernaan
dan menyebabkan efek yang berbahaya bagi kehidupan ternak itu sendiri.
Diantara dampak tersebut adalah perubahan kehitam-hitaman yang merupakan
akibat kerusakan yang permanen pada gen dan kromosom. Selain itu, pirrolizidin
alkaloid juga memiliki kemampuan untuk merusak sel (dengan kerusakan yang
permanen), menimbulkan pembengkakan tulang, menyebabkan rendahnya nafsu
makan, konsumsi pakan rendah, gangguan pada fungsi hati, kerusakan pada
pembuluh darah yang pada akhirnya berdampak pada kinerja paru-paru yang tidak
63
optimal bahkan mengakibatkan kematian pada ternak. Dampak yang terjadi dapat
akut ataupun kronis tergantung seberapa besar senyawa pirrolizidin yang
terkonsumsi. Namun demikian kematian ternak tidak lebih dari sekitar tujuh hari
jika senyawa pirrolizidin yang terkonsumsi relatif banyak.
CH3
N N
H
Serotonin 5-methoxydimethyltryptamine
CH3 CH3
HO
CH2CH2 N CH2CH2 N
CH3 CH3
N N
H H
5-hydroxydimethyltryptamine Dimethyltryptamine
64
merupakan hijauan yang sangat penting di Kanada dan bagian utara Amerika
Serikat. Rumput ini tumbuh baik dalam kondisi tanah yang buruk serta pengairan
tak teratur dan tetap terkontrol perluasan penyebarannnya. Rumput grinting
mengandung triptamin yang sama dengan Phalaris tuberosa sebagaimana alkaloid
sejenis.
Rumput grinting memiliki palatabilitas yang agak rendah tetapi memiliki
kandungan gizi yang cukup tinggi sebagai penunjang makanan unggas karena
memiliki biji-bijian yang cukup bagus dan disukai burung. Kadar karbohidrat
pada bahan kering rumput grinting berkisar dalam 65 - 78%. Akan tetapi
karbohidrat ini tidak bisa seluruhnya dikonversi menjadi energi karena dalam
unggas keberadaan mikroba sebagai pefermentasi bahan kering tidak sebanyak
ruminansia. Kadar protein dalam bahan kering rumput grinting 12%, sehingga
mampu menunjang kebutuhan produksi unggas. Adanya triptamin yang walaupun
sudah berkurang oleh perlakuan pemanasan tetapi mampu mempengaruhi
produktivitas unggas pada kadar diatas 0,40% triptamin/kg/hari. Rumput grinting
dan bagannya dapat dilihat pada Gambar 3.13.
65
Rumput grinting setidaknya mengandung 8 jenis alkaloid, empat alkaloid
masuk dalam katagori turunan triptamin, gramin (indol alkaloida), herdonin, dan
dua turunan -carbolin (alkaloid karbolin). Rumput grinting agak kurang
palatabel dan menyebabkan penampilan hewan yang kurang optimal
dibandingkan dari komposisi gizi yang seharusnya dianjurkan. Konsentrasi
triptamin berbanding terbalik dengan palatabilitas rumput yang sangat
mempengaruhi keinginan hewan mengkonsumsi rumput ini.
Fungsi alkaloid triptamin yang terpenting adalah dalam oksidasi
monoamin yang sangat penting dalam metabolisme sel-sel otak. Racun ini
menghasilkan serotinin dan katekolamin dalam jaringan otak. Triptamin sangat
mempengaruhi fungsi hati yang menetralisir racun-racun ataupun benda-benda
asing yang masuk dalam tubuh dan terabsorbsi oleh vili-vili usus. Pada
ruminansia, triptamin sedikit dapat ternetralisir lebih dahulu oleh bakteri-bakteri
dalam rumen, sehingga ketahanan ruminansia dibanding hewan monogastrik lebih
besar oleh pengaruh triptamin.
Karena berkurangnya kemampuan hati dalam menetralisir triptamin, maka
lama kelamaan racun Phalaris ini akan terus masuk dalam pembuluh darah dan
terbawa ke seluruh tubuh hingga memasuki sel-sel otak. Perubahan yang terjadi
pada batang otak akibat metabolisme triptamin adalah terjadi perubahan warna
abu-abu menjadi biru. Ginjal dan limpa mungkin saja terpigmentasi dari warna
semula. Secara mikroskopis, sel berubah warna karena terjadinya warna kuning
kecoklatan dalam sitoplasma dari sel syaraf. Warna ini seolah-olah sampai ke
neuron-neuron. Mungkin disebabkan oleh pigmen melanin dari alkoloid triptamin.
Catatan klinik dari konsumsi cobalt secara kadar tertentu dapat melindungi tubuh
dari keracunan phalaris kronik.
Gugus fungsional asam amino aromatik akan menyerang susunan saraf
pusat karena pada kadar terbesar, hati sudah tidak mampu menetralisir keadaan
racun dalam aliran darah. Walaupun sebenarnya triptamin ini dapat berfungsi
sebagai penenang pada kadar kecil saja. Triptamin yang paling potensial
mempengaruhi kondisi tubuh tertentu diantaranya 5-hydrixydimethyltryptamine
dan dimethyltryptamine.
66
Kondisi klinis keracunan triptamin terbagi dalam tiga tingkatan, yaitu
pertama keracunan kronik dengan gejala sempoyongan. Gejala sempoyongan
dalam keracunan triptamin dalam kasus ternak belum pernah dilaporkan di
Amerika Utara tetapi telah terlihat pada domba di New Zaeland. Kedua adalah
keracunan akut yang didasarkan oleh hyperexcitability, ketidakseimbangan fungsi
organ dalam tubuh, ketidakmampuan menjaga tetap tegaknya kepala atau selalu
menunduk, salivasi, kekejangan otot, serta gugup yang sangat terlihat. Ketiga
adalah keracunan per akut dengan sindrom mati mendadak yang ditandai oleh
keadaan pingsan dan tak lama kemudian akan jatuh mati.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat rata-rata pertambahan bobot
badan per hari semakin berkurang dan kejadian diare meningkat saat domba dan
kambing mengkonsumsi alkaloid tinggi (0,19 0,68% bahan kering) dari jenis
rumput grinting ini. Efek dari memakan rumput grinting yang tinggi bahan
alkaloidnya ini akan tidak dapat diantisipasi ataupun dilakukan pengobatannya.
Pada jenis rumput dengan genotype MN-76 terdapat kandungan triptamin-
carbolamin alkaloid yang rendah. Perbandingan dari rerumputan MN-76 dengan
kedua jenis genotip rumput telah ditunjukkan dalam Tabel 3.1.
Tabel 3.1. Kandungan alkaloida dalam rumput grinting dengan
berbagai genotip
Umur Jenis Genotip Total Jenis PBB (g) Kejadian
(Th) Alkaloid % Alkaloid Diare %
1 Rise 0,32 Gramin, 64 24
Triptamin,
Carbolin
Vantage 0,33 Gramin 67 1
MN-76 0,12 Gramin 125 1
2 Rise 0,28 Gramin, 71 13
Triptamin,
Carbolin
Vantage 0,20 Gramin 94 3
MN-76 0,09 Gramin 104 2
67
serta mampu segera berjalan kembali. Gejala yang berkelanjutan menyebabkan
hewan mungkin akan cepat tak berdaya dan mati. Pada unggas, triptamin berefek
diantaranya adalah penurunan yang sangat nyata pada produktivitas telur oleh
kesalahan sistem koordinasi pusat syaraf. Disamping itu juga penurunan masukan
makanan yang sangat menonjol. Unggas merasa tidak berselera mengkonsumsi
dan akhirnya bobot badan yang diharapkan terpenuhi pada ayam pedaging tidak
tercapai bahkan akan mati oleh gejala keracunan triptamin. Efek lainnya adalah
pertumbuhan bulu terhambat, sehingga ternak mati kedinginan.
N
Piridin alkaloid
N
CH3
N
Nikotin
Gambar 3.14. Komposisi kimia piridin alkaloid dan nikotin
68
lebih disebabkan ternak besar seperti sapi, kuda dan babi mengkonsumsi tanaman
tembakau ini secara sembarangan. Apabila tanaman ini dikonsumsi akan
menghasilkan pengaruh teratogenik pada lembu, babi, dan domba, sedangkan
pada ternak unggas belum terlihat gejala yang diakibatkannya. Tanaman
Nicotiana spp dan bagannya dapat dilihat pada Gambar 3.15.
Nikotin merupakan suatu zat yang apabila dikonsumsi oleh ternak akan
menyerang susunan syaraf pusat. Syaraf pusat memegang peranan penting dalam
mengatur proses metabolisme tubuh. Jika syaraf pusat terganggu atau rusak,
maka seluruh keseimbangan tubuh juga terganggu. Syaraf pusat akan mengalami
kerusakan karena dipacu agar beraktivitas dengan lebih cepat. Biasanya gejala-
gejala keracunan nikotin pada ternak ditandai dengan ternak sempoyongan, kejang
pada otot tubuh, pernafasan menjadi cepat, lemah dan diikuti dengan koma,
kelumpuhan dan akhirnya ternak mati. Kematian ternak juga dapat disebabkan
69
kelumpuhan pernafasan. Gejala lain yang muncul akibat mengkonsumsi piridin
alkaloid adalah gangguan pernafasan yang akut, adanya gangguan syaraf pusat,
turunnya nafsu makan, pertumbuhan tubuh terganggu dan akhirnya mati. Pada
sapi yang sedang melahirkan, piridin alkaloid mempengaruhi arthrogryposis dari
lengan dalam atau lekukan tulang belakang. Kerusakan janin pada domba
meliputi tikungan carpal, lordosis dan membelah langit-langit mulut.
Studi lebih lanjut menemukan bahwa nikotin tidak bersifat teratogenik dan
senyawa aktif yang menyebabkan sifat teratogenik tersebut kemungkinan adalah
anabasin dari senyawa piperidin-piridin alkaloid. Sekitar 99% total alkaloid pada
Nicotiana glauca adalah anabasin dan alkaloid ini ditemukan juga di tembakau.
Komposisi anabasin dapat dilihat pada Gambar 3.16.
N
N
Gambar 3.16. Komposisi kimia anabasin
70
CHCH2OH
COO
CH3
71
Buah dari apel berduri ini berada dalam posisi tegak yang mengelilingi
tiap tepi kulit batangnya yang berbentuk kapsul. Buah dan bunga apel berduri ini
banyak mengandung tropan alkaloid dari jenis atropin yang berefek pada sistem
syaraf. Buah dan biji Tanaman Datura stramonium dapat dilihat pada Gambar
3.19.
Gejala keracunan tropan alkaloid yang terjadi pada manusia dan ternak
adalah mengalami kehausan yang hebat, penglihatan menjadi terganggu, mata
gelap atau rabun, dan tingkah laku menjadi liar. Arthrogryposis terjadi pada babi
baru lahir yang induknya mengkonsumsi Jimsonweed selama masa kebuntingan,
tetapi Jimsonweed tidak bersifat teratogenik.
Masukan biji-bijian sebesar 2,2 mg/kg bobot badan babi yang mengandung
0,2 0,6% tropsn alkaloid masih dapat ditoleransi dengan sedikit atau tanpa efek.
Biji-bjian Datura sangat tidak palatabel bagi ternak dan tidak mungkin untuk
memproduksi beberapa tanda keracunan karena penolakan untuk mengkonsumsi.
Sangat sulit atau mustahil untuk membunuh babi dengan pengkonsumsian biji-
bijian Datura karena penolakan babi untuk mengkonsumsi.
72
Dosis yang menyebabkan keracunan pada sapi adalah 2,49 mg atropin dan
0,5 mg scopolamin per kilogram bobot badan atau sekitar 107 g biji-bijian per
kilogram bobot badan. Jagung yang terkontaminasi 0,5% biji-bijian Datura
menyebabkan beberapa tanda pada kuda yang meliputi anoreksia, kehilangan
bobot badan, jantung dan respirasi menjadi cepat, pembesaran pupil, kehausan,
diare dan urinasi berlebihan. Pemberian biji-bijian Jimsonweed maksimum
sekitar 1% pada ayam broiler dapat digunakan tanpa efek yang merugikan. Level
yang tinggi sekitar 3 - 6% menyebabkan depresi perumbuhan yang kacau balau.
73
Gambar 3.21. Tanaman Lupinus albus (www.dipbot.unict.it dan
www.botanical.com)
74
Di daerah barat AS, lupin bertanggung jawab terhadap kematian besar-
besaran dari ternak domba. Spesies yang banyak mengandung racun adalah L.
leucophyllus, L. leucopsis, L. argenteus dan L. sericeus. Konsentrasi terbesar dari
alkaloid ini terletak pada biji. Tanaman yang akan berbunga umumnya
mengandung racun yang rendah dan menyediakan hijauan yang baik. Domba
merupakan ternak yang paling banyak terkena racun ini, dan keracunan lupin
menyebabkan kematian domba yang lebih besar dibandingkan tanaman beracun
lainnya di Montana, Idaho dan Utah di Amerika Serikat.
Dosis letal keracunan lupin adalah 0,25 0,5% dari bobot badan ternak
untuk bijian dan sekitar 1,5% dari bobot badan untuk polong dan bijian. Gejala
akan nampak dalam beberapa jam. Pernafasan ternak akan menjadi berat dan
sulit, dan ternak menjadi pingsan dan mati. Kadang-kadang terjadi gemetar dan
sawan. Kematian terjadi karena kelumpuhan pernafasan.
Di daerah AS bagian barat terjadi insiden cacat skeletal yang tinggi pada
anak sapi. Penyakit ini dinamakan crooked calf disease. Tanda-tanda penyakit
ini adalah berputarnya anggota badan (arthrogryposis), berputarnya leher, lekukan
spinal, langit-langit mulut membelah, atau kombinasi semuanya. Penyakit ini
terjadi karena sapi selama kebuntingan mengkonsumsi lupin dari spesies L.
sericeus, L. caudatus dan L. laxiflorus. Kondisi teratogenik berkembang jika sapi
mengkonsumsi lupin pada hari ke 40 - 70 kebuntingan. Quinolizidin alkaloid
yang bertanggung jawab untuk penyakit crooked calf ini adalah anagirin.
Konsentrasi anagirin yang tinggi terdapat pada tanaman yang sedang
tumbuh dan juga pada biji yang masak. Sapi yang sedang bunting merupakan
ternak yang paling beresiko ketika sedang merumput lupin yang sedang tumbuh
dan polong biji sedang dibentuk. Crooked calf disease dapat dihindari dengan
merubah jadwal pembibitan dan rotasi grazing supaya sapi tidak mengkonsumsi
lupine dengan anagirin tinggi ketika sapi sedang bunting pada hari ke 40 - 70.
Domba tidak teracuni anagirin, bahkan ketika lupin dikonsumsi dengan level
tinggi oleh domba betina yang sedang bunting.
Keracunan lupin dapat dikontrol dengan manajemen ternak yang baik, dan
menghindari kondisi konsumsi lupin yang cukup besar pada periode yang singkat.
75
Termasuk didalamnya adalah menghindari pergerakan domba lapar melewati
daerah tanaman lupin dan menghindari alas berbaring domba yang didominasi
oleh lupin. Kuda dan sapi jarang teracuni tanaman ini, kemungkinan karena
polong lupin kurang palatabel dan mereka tidak digembalakan dan kurang
menyukai tanaman ini dibandingkan domba.
H 3C
N
H3CO
H3CO AcO
HO O
CH2
76
adalah D. andersonii dan D. menziesii. Sedangkan contoh spesies dari larkspur
tinggi adalah D. barbeyi, D. occidentale, D. glaucum dan D. trollifolium.
Tanaman larkspur dan bagannya dapat dilihat pada Gambar 3.24.
77
Sapi bergerak dari dataran rendah di musim semi ke dataran tinggi pada
musim panas. Ternak tersebut merumput bermacam-macam spesies larkspur pada
waktu bermigrasi. Anak sapi sering keracunan pada waktu di daerah pegunungan.
Mereka cenderung mengkonsumsi sisa-sisa belukar ketika hampir sebagian besar
sapi merumput di padang rumput. Anak sapi berkemungkinan untuk
mengkonsumsi larkspur di semak belukar tersebut dan ini menyebabkan tubuh
mereka menjadi kecil dan mudah mati. Gejala keracunan larkspur sangat jarang
terjadi di peternakan karena efek alkaloid yang beraksi cepat. Kembung secara
cepat terjadi pada ternak dengan kepala yang terkulai, yang disebabkan oleh
akumulasi gas rumen.
Gangguan utama keracunan polisiklik diterpen alkaloid pada ternak
meliputi pertama adalah gangguan pada sistem pencernaan. Ternak sering
mengalami keracunan karena tidak mengenal spesies tanaman yang dikonsumsi
sehingga ternak mengalami gangguan pada sistem pencernaan terutama pada
lambung. Pada lambung, zat alkaloid tersebut tidak dapat terhidrolisis menjadi
protein dan tidak dapat menampung pakan tersebut sehingga terjadi
pembengkakan dan akan menyebabkan kerusakan pada hati.
Gangguan kedua adalah pada pertumbuhan. Ternak akan mengalami
pertumbuhan yang terhambat dan tidak berproduksi. Hal ini disebabkan
terjadinya kemalasan dan kelelahan untuk melakukan aktivitas mencari makan
dan minum akibat keracunan alkaloid tersebut. Akibat selanjutnya adalah terjadi
penurunan bobot badan, penurunan penggunaan efisiensi penggunaan pakan,
penurunan selera makan, penurunan fertilitas, penurunan tekanan darah, muntah-
muntah dan akhirnya kematian yang mendadak.
Gangguan ketiga adalah pada sistem syaraf. Terjadi perubahan reaksi
tubuh terhadap rangsangan yang berasal dari sistem syaraf. Pada dasarnya sistem
syaraf bertanggung jawab terhadap gerakan tubuh dibawah perintah yang terdiri
atas otak dan sumsum tulang belakang dan untuk mengkoordinasi gerak yang
tidak dibawah perintah seperti gerakan usus, pembuluh darah dan kelenjar.
Akibat keacunan, hipotalamus tidak berfungsi, sehingga ternak akan menunduk
lemas, tanpa menghiraukan untuk mencari makan dan minum.
78
Ketahanan domba pada larkspur lebih tinggi dibanding sapi. Domba
umumnya merumput larkspur hanya pada akhir musim. Seleksi tanaman jarang
dilakukan oleh sapi, dan ini tidak akan mengurangi populasi larkspur tanpa
beberapa kerusakan pada tanaman lainnya. Pada daerah yang dirumputi terus
menerus oleh domba, banyak tanaman larkspur tetap hidup dan berbuah setiap
tahun.
Polisiklik diterpen alkaloid terdapat pada daun yang baru tumbuh. Secara
umum tanaman banyak mengandung racun alkaloid ini di musim semi dan
menghilang sewaktu pergantian musim atau cuaca, khususnya setelah berbunga.
Oleh sebab itu disarankan untuk tidak melepaskan ternak pada saat pergantian
musim atau cuaca. Cara pencegahan lain adalah menyiram larkspur dengan
herbisida, diikuti dengan usaha vegetasi dengan tipe tanaman lainnya.
79
tetapi struktur pada rantai samping karbohidrat berbeda. Tomatin adalah
glikoalkoloid yang dijumpai pada tomat dengan aglikon adalah tomatidin.
Komposisi kimia senyawa-senyawa tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.25.
CH3
H3C
N
H3C H CH3
H H
CH2OH H
HO O O H
CH2OH
O O
HO OH Solanidin
O
HO O
HO CH3
HO OH
Solanin
CH3
H3C
N
H3C H
H H
CH2OH H
O O H
OH
HO O O
CH3
O
HO O
HO HO CH3
HO OH
Caconin
80
Konsentrasi glikoalkaloid sangat tinggi pada tunas kentang, kulit kentang
hijau, tumbuhan tomat dan tomat hijau. Alkaloid tersebut tidak dapat dihancurkan
dengan pemasakan ataupun pemanasan pada temperatur tinggi. Oleh sebab itu
diadakan aturan yang mensyaratkan variatas kentang baru tidak dapat diintrodusir
kecuali mengandung kurang dari 20 mg gkiloalkaloid/100 g. Tanaman veratrum
dan bagannya dapat dilihat pada Gambar 3.26.
81
1. Glikoalkaloid diabsorpsi sangat rendah oleh saluran pencernaan ternak
mamalia
2. Sejumlah besar tipe solanum glikoalkaloid dihidrolisis dalam usus mamalia
yang menyebabkan aglikon beracun berkurang.
3. Metabolit tersebut secara cepat diekskresi dalam urin dan feses mamalia.
Pada tanaman kentang, tipe solanum glikoalkaloid menyebabkan rasa pahit
diatas 14 mg/100 g dan sensasi terbakar pada mulut dan tenggorokan diatas 20
mg/100 g. Selanjutnya juga dapat menyebabkan iritasi saluran pencernaan yang
meliputi peradangan mukosa usus, borok, hemoragi, lambung sakit dan diare.
Efek lainnya adalah menjadi inhibitor colinesterase dan berefek pada sistem
syaraf yang meliputi apatis, mengantuk, salivasi, pernafasan sulit, gemetar,
ataksia, kelemahan otot, konvulsi, urinasi tanpa kendali, paralisis, kehilangan
kesadaran, koma, kematian karena paralisis respiratori.
Lima alkaloid dijumpai dalam konsentrasi besar pada Veratrum
californicum yaitu veratramin, siklopamin, sikloposin, jervin dan muldamin.
Senyawa yang aktif menghasilkan teratogenisitas adalah siklopamin, sikloposin
dan jervin. Veratrum alkaloid lainnya tidak bersifat teratogenik. Veratrum
alkaloid mempunyai efek farmakologikal dengan ditandai sifat hipotensif.
Tekanan darah yang rendah disebabkan oleh dilatasi arteriol dengan kontriksi
dalam vena vaskular dan kerja jantung yang melemah. Kompisisi kimia
keluarga veratrum alkaloid dapat dilihat pada Gambar 3.13.
Death camas (Zigadenus spp.) mengandung tipe veratrum alkaloid.
Penampilan death camas menyerupai bawang hutan dengan ubi kecil dan daun
seperti rumput. Death camas merupakan salah satu tanaman beracun yang besar
pengarunya terhadap gembalaan domba. Tanaman tersebut mulai tumbuh
mendekati musim semi dan dikonsumsi domba karena kekurangan pakan ternak
lainnya. Semua bagian tanaman tersebut beracun. Dosis letal bervariasi mulai
dari 0,6 6% per bobot badan. Domba yang mengkonsumsi Veratrum
mempunyai tanda-tanda keracuna yang meliputi salivasi, lesu, jantung tertekan,
lemas dan dyspnea. Death camas mengandung beberapa steroid alkaloid
termasuk zigasin dengan komposisi kimia pada Gambar 3.27.
82
N
O N
O
HO glukosa-O
Siklopamin Sikloposin
O N N
O
HO
HO HO
Jervin Veratramin
CH3
N
O
CH3
H3C C O N
OH
H3C
OH
HO
OH
H3C C
HO
Muldamin O OH O
zigazin
83
BAB 4
SENYAWA RACUN GLUKOSIDA
R1 O-glukosa
R2 CN
84
H3 C CN
R O-glukosa
Keterangan :
Apabila R = CH3, maka senyawa kimianya adalah linamarin
Apabila R = C2H3, maka senyawa kimianya adalah luteustralin
H3 C CN
C CH
H2 C O-glukosa
CN
O-gula
Keterangan :
Apabila ikatan gula adalah glukosa S-isomer maka senyawa kimianya : prunasin,
R-isomer maka senyawa kimianya : sambunigrin dan campuran R,S maka
senyawa kimianya : prulaurasin
Apabila ikatan gula adalah gentibiosa maka senyawa kimianya adalah amygdalin
Aapabila ikatan gula adalah vicianosa maka senyawa kimianya adalah vicianin
85
CN
HO CH
O-glukosa
Keterangan :
Apabila S-isomer maka senyawa kimianya adalah dhurrin
Apabila R-isomer maka senyawa kimianya adalah taksifilin
C C
H3 C H H 3C O C6H11O5
L-valin Linamarin
NH2
I
H3 C C COOH CH3 CN
C C
L-isoleusin Lotaustralin
NH2 H
I I
OH CH C COOH OH C CN
L-tirosin dhurrin
NH2
I
CH2C COOH C CN
I
O
I
C6H12O6
L-fenilalanin Prunasin
87
Gagasan mengenai pola umum biosintesis glikosida sianogenik
berkembang cepat setelah diketemukan bahwa asam-asam amino adalah prekursor
14
dari glikosida sianogenik dan studi isotop radioaktif C15N menunjukkan bahwa
ikatan karbon nitrogen pada asam amino menjadikan penggabungan yang
lengkap. Jalur biosintesis glikosida sianogenik dimulai dari asam amino yang
diubah ke dalam bentuk aldoxime, kemudian terbentuk menjadi sianohidrin yang
sebelumnya melalui (dapat dua cara) pembentukan nitril atau hidroksi aldomin.
Sianohidrin dikatalis oleh -glikosil-transferase menjadi glikosida sianogenik.
Pada tanaman yang tumbuh tanpa kerusakan, glikosida sianogenik dimetabolisme
menjadi asam amino, tetapi apabila tanaman tersebut luka atau dipotong maka
glikosida sianogenik akan terdegradasi dan akan membebaskan asam sianida.
Tahap pertama proses degradasi (katabolisme) adalah pelepasan gula dan
terbentuk sianohidrin oleh enzim -Dglukosidase. Sianohidrin dapat memisahkan
diri menjadi aldehida atau keton dan asam sianida dengan enzim oxynitrilase atau
hydroksi nitrilase. Tahapan sintesisnya dapat disajikan pada Gambar 4.7.
R1 H R1 H R1 OH
C C C
R2 CH COOH R2 CH R2 CN
I II
NH2 NOH
Asam amino Aldoxim Nitril
R1 O-glukosa R1 OH
C C
R2 CN R2 CN
Gkulosida sianogenik -hidroksi nitril
88
Emulsin, suatu sistem enzim yang didapat pada biji almond (Prunus
amygladus, Rosaceae) akan mengkatalisis baik hidrolisis gula maupun
pembentukan asam sianida. Pada amigladin, gentibiosa mula-mula terhidrolisis
menjadi glukosa (membentuk prunasin), kemudian molekul glukosa kedua lepas.
Emulsin spesifik untuk glikosida sianogenik aromatik, sedangkan linammarinase
(9 glukosidase) yang terdapat pada biji flax, white clover dan ubi kayu akan
mengkatalisa hidrolisis baik glikosida alifatik maupun aromatik tapi tidak
mengkatalisis diglukosida. Secara lebih rinci, dua contoh anti nutrisi dari
senyawa glukosida sianogenik (linamarin dan lotaustralin) serta derivatnya (asam
sianida) dikemukakan dibawah ini.
4.1.a. Linamarin
Linamarin merupakan senyawa turunan dari glikosida sianogenik. Sistem
metabolisme dalam tanaman menyebabkan salah satu hasil dari degradasi asam
amino L-valin adalah linamarin. Komposisi kimiawinya dapat disajikan pada
Gambar 4.8.
H3 C O-glukosa
H3 C CN
89
Gambar 4.9. Tanaman Phaseolus lunatus (www.floridata.com dan
www.fao.org)
90
Bagian distal ubi (mengarah ke ujung) mengandung lebih banyak linamarin
dibandingkan dengan bagian proksimal (mengarah ke batang ubi). Linamarin
larut dalam air dan hanya dapat hancur oleh panas di atas suhu 150oC. Daun ubi
kayu mengandung linamarin sebesar 93 persen dari glikosida.
Bila senyawa ini dihidrolisa oleh asam atau enzim maka akan menghasilkan
aceton + glukosa + asam sianida. Hidrolisis linamarin dapat ditelaah dari bagan
reaksi pada Gambar 4.11. Mekanisme metabolisme selanjutnya dapat dilihat pada
sub-sub bab mengenai asam sianida.
CH3 CH3
H2 O
C6H12O5 C CN C6H12O5 + C = O + HCN
CH3 CH3
linamarin glukosa aceton
4.1.b. Lotaustralin
Lotaustralin merupakan senyawa turunan dari glikosida sianogenik.
Sistem metabolisme dalam tanaman menyebabkan salah satu hasil dari degradasi
asam amino L-isoleusin adalah lotaustralin. Komposisi kimiawinya dapat
disajikan pada Gambar 4.12. berikut ini.
H 3C O-glukosa C
H5C2 CN
91
berbanding 93 sampai dengan 97 persen linamarin. Lotaustralin antara lain
terdapat dalam tanaman Linum usitatissinum (linseed), Phaseolus lunatus (Java
bean), Trifolium repens (White clover), Lotus spp. (lotus), Dimorphotheca spp.
(cape marigolds) dan Manihot spp. (ubi kayu). Nama lotaustralin diberikan
karena serupa dengan yang diketemukan dalam tanaman Lotus spp. Tanaman
Lotus japonicus sebagai salah satu tanaman yang mengandung lutoustralin dan
bagannya dapat dilihat pada Gambar 4.13.
Lotaustralin larut dalam air dan hanya dapat hancur oleh panas di atas
suhu 150oC. Daun ubi kayu mengandung lotaustralin sebesar 7 persen dari
glikosida. Bila senyawa ini dihidrolisa oleh asam atau enzim maka akan
menghasilkan methyl ethyl keton + glukosa + asam sianida. Mekanisme
metabolisme selanjutnya dapat dilihat pada sub-sub bab mengenai asam sianida.
92
sebagai salah satu tanaman yang mengandung asam sianida, bagan dan ubinya
dapat dilihat pada Gambar 4.14. dan 4.15.
93
Asam sianida merupakan anti nutrisi yang diperoleh dari hasil hidrolisis
senyawa glukosida sianogenik seperti linamarin, luteustralin dan durin. Salah satu
contoh hasil hidrolisis adalah pada linamarin dengan hasil hidrolisisnya berupa
D-glukosa + HCN + aceton dengan bantuan enzim linamerase. Sebetulnya
pelepasan asam sianida pada tanaman merupakan proteksi tanaman terhadap
gangguan/kerusakan. Asam sianida hanya dilepaskan apabila tanaman terluka.
Tahap pertama dari proses degradasi adalah lepasnya molekul gula (glukosa) yang
dikatalis oleh enzim glukosidase. Sianohidrin yang dihasilkan bisa berdissosiasi
secara nonenzimatis untuk melepaskan asm sianida dan sebuah aldehid atau keton,
namun pada tanaman reaksi ini biasanya dikatalis oleh enzim.
Berdasarkan beberapa penelitian terdahulu telah diketahui proses
metabolisme sianida. Glikosida yang masuk ke dalam usus terhidrolisa dengan
cepat sehingga ion CN-nya lepas. Kemudian dalam peredaran darah, pergi ke
jaringan-jaringan (kalau ke paru-paru sebagian dapat dieliminasi), tetapi kalau
sampai ke sel-sel syaraf maka zat tersebut akan menghambat pernafasan sel-sel
tersebut, sehingga mengganggu fungsi sel yang bersangkutan.
Mekanisme sehingga asam sianida dapat menghambat pernafasan sel
adalah adanya penghambatan terhadap reaksi bolak-balik pada enzim-enzim yang
mengandung besi dalam status ferri (Fe3+) di dalam sel. Enzim yang sangat peka
terhadap inhibisi sianida ini adalah sitokrom oksidase. Semua proses oksidasi
dalam tubuh sangat tergantung kepada aktivitas enzim ini. Jika di dalam sel
terjadi kompleks ikatan enzim sianida, maka proses oksidasi akan terblok,
sehingga sel menderita kekurangan oksigen. Jika asam sianida bereaksi dengan
hemoglobin (Hb) akan membentuk cyano-Hb yang menyebabkan darah tidak
dapat membawa oksigen. Tambahan sianida dalam darah yang mengelilingi
komponen jenuh di eritrosit diidentifikasikan sebagai methemoglobin. Kedua
sebab inilah yang menyebabkan histotoxic-anoxia dengan gejala klinis antara lain
pernafasan cepat dan dalam.
Jika sianida sudah masuk ke dalam tubuh, efek negatifnya sukar diatasi.
Kejadian kronis akibat adanya sianida terjadi karena ternyata tidak semua SCN
94
(tiosianat) terbuang bersama-sama dengan urin, walaupun SCN dapat melewati
glomerulus dengan baik, tetapi sesampainya di tubuli sebagian akan diserap ulang,
seperti halnya klorida. Selain itu, kendatipun sistem peroksidase kelenjar tiroid
dapat mengubah tiosianat menjadai sulfat dan sianida, tetapi hal ini berarti sel-sel
tetap berenang dalam konsentrasi sianida di atas nilai ambang. Jelaslah bahwa
sianida dapat merugikan utilisasi protein terutama asam-asam amino yang
mengandung sulfur seperti metionin, sistein, sistin, vitamin B12, mineral besi,
tembaga, yodium, dan produksi tiroksin.
Pakan yang mengandung asam sianida lebih kecil dari 50 ppm tidak
membahayakan, 50 sampai 100 ppm membahayakan, dan lebih besar dari 100
ppm sangat membahayakan bagi ternak. Dosis letal untuk ayam pedaging adalah
1 mg HCN/kg bobot badan. Kadar sianida 0,01 sampai 0,11 persen pada ternak
sudah menyebabkan toksisitas. Menurut beberapa penelitian kandungan asam
sianida dalam bungkil biji karet adalah 26,70 ppm sampai dengan 86,70 ppm.
Inhibisi sitokrom oksidase akan menekan transport elektron dalam siklus
Krebs yang menghasilkan energi, sehingga gejala keracunan pertama adalah
hewan tampak lesu, tak bergairah seolah-olah tidak mempunyai banyak tenaga
untuk bergerak, nafsu makannya juga sangat menurun. Karena tubuh kekurangan
oksigen, tubuh tampak kebiru-biruan (cyanosis) dan dengan sorot mata yang tidak
bersinar. Terjadi pula disfungsi pada sistem syaraf pusat, sehingga menimbulkan
gejala mengantuk yang sulit dihindarkan. Keracunan yang berlanjut akan
menyebabkan kehilangan keseimbangan, hewan tidak dapat berdiri tegak,
sempoyongan, nafas tersengal-sengal, muntah, kejang-kejang, lumpuh, dan dalam
beberapa detik akhirnya hewan mengalami kematian.
Pada dosis rendah, asam sianida tidak menimbulkan kematian, akan tetapi
hewan yang secara terus menerus teracuni asam sianida, misalnya karena
mengkonsumsi pakan yang mengandung asam sianida dalam kadar yang tidak
mematikan, pertumbuhan hewan menjadi sangat terhambat, diare, abnormalitas
pada persendian kaki unggas.
Langkah yang dapat dilakukan untuk menghilangkan atau mengurangi
efek negatif sianida, yaitu pertama adalah menghilangkan sebanyak mungkin
95
sianida sebelum suatu bahan makanan yang mengandung sianida dijadikan pakan,
dan kedua mengikat sianida yang tersisa agar dapat dikeluarkan bersama-sama
dengan feses.
Asam sianida dapat dinetralisasikan dengan beberapa macam perlakuan.
Beberapa studi tentang mekanisme penurunan anti nutrisi sianida dan
peningkatan reduksinya dapat dilakukan dengan suplementasi sulfur anorganik
maupun organik. Suplementasi sulfur akan menghasilkan tiosianat, reaksi ini
akan dibantu oleh rodanase. Tiosianat akan dikeluarkan melalui urin.
Pemberian garam ferosulfat dapat mengikat asam sianida dalam pakan sehingga
hilang sifat racunnya. Pemberian garam ferosulfat 12,7 kali kandungan asam
sianida pakan menunjukkan efek yang paling baik. Pakan dapat disuplementasi
dengan asam amino yang mengandung sulfur seperti metionin, sistin dan sistein
supaya menghasilkan penampilan yang baik bagi unggas.
Perlakuan lain yang dapat diberikan untuk mengurangi asam sianida
dalam pakan adalah dengan penyimpanan yang lama, pengeringan, perendaman,
perebusan, penggilingan, fermentasi. dan pemasakan. Cara pengeringan dapat
dilakukan dengan menggunakan sinar matahari dan dapat pula oven. Pengeringan
dengan oven pada suhu 45 sampai 55oC selama 4 jam dapat menurunkan 75
persen kadar asam sianida. Cara pemanasan dengan menggunakan sumber panas
matahari merupakan cara yang paling murah dan mudah dilakukan peternak
pedesaan. Perendaman dalam air selama lima hari dapat menurunkan asam
sianida dari 97 persen menjadi 45 persen.
Apabila unggas keracunan asam sianida, langkah yang dapat dilakukan
adalah menginjeksi dengan Na-nitrit. Telah dijelaskan bahwa keracunan sianida
terjadi akibat timbulnya ikatan yang kuat antara enzim sitokrom oksidase dengan
ion sianida. Mengobati keracunan dilakukan untuk mencegah terjadinya ikatan
tersebut. Telah diketahui bahwa ion sianida berikatan dengan Fe3+, tetapi tidak
dengan Fe2+. Dalam tubuh Na-nitrit akan merubah ion Fe2+ pada hemoglobin
menjadi ion Fe3+ (methemoglobin). Methemoglobin ini dapat berikatan dengan
CN membentuk sian-methemoglobin. Ikatan CN-methemoglobin ini tidak
menimbulkan keracunan. Terjadi kompetisi antara methemoglobin dan sitokrom
96
oksidase untuk mengikat CN, dengan demikian pengikatan CN oleh sitokrom
oksidase menjadi minimal. CN dalam ikatan CN-methemoglobin ini selanjutnya
dikeluarkan dengan memberi injeksi Na-thiosulfat. CN bersenyawa dengan Na-
tiosulfat membentuk tiosianat yang tidak beracun dan mudah dikeluarkan lewat
urin.
4.2. Solanin
Solanin merupakan senyawa golongan glikosida yang diketahui sebagai
anti enzim, yaitu penghambat enzim ekholinesterase. Solanin banyak ditemukan
pada tanaman yang tergolong dalam suku Solanacea yang kebanyakan berupa
terna berbatang basah, jarang berupa semak atau pohon, atau umumnya pada
kentang-kentangan, dengan speciesnya adalah : Solanum dulcamara L,Solanum
ningrum L dan Solanum teburosum L. Komposisi kimia dari senyawa solanin
terdapat pada Gambar 4.16.
CH3
CH3
N CH3
CH3 H H
H
H H
RO
97
Gambar 4.17. Tanaman Solanum dulcamara (www.toyen.uio.no
http://runeberg.org)
98
digunakan untuk pembuatan obat-obat guna mengurangi gangguangangguan
rematik.
Solanum ningrum L merupakan terna berumur pendek (satu tahun) dapat
mencapai tinggi tiga perempat meter. Batang bersudut-sudut tajam bercabang-
cabang. Daun bangun solet dengan tepi bergigi atau rata, warna hijau tua. Baik
batang maupun daun mempunyai rambut-rambut yang bengkok. Solanum
tuberium. L. mempunyai umbi batang pada tolonya, daun berseling menyirip
ganjil terputus-putus, anak daun bulat telur memanjang, berganti besar dan kecil,
pada ujung terdapat anak daun yang paling besar. Bunga dengan mahkota kecil,
bangun bintang, berwarna putih, benang sari berlekatan merupakan suatu kerucut.
Warna bunga bermacam-macam, putih, biru, ungu, terdapat pada tukal-tukal
dengan percabangan dikotomik dengan ibu tangkai yang panjang. Buah bulat
dengan kelopak yang tetap, diameter lebih kurang 2 - 3 cm. Buah berwarna hitam
mengkilat, kira-kira sebesar kacang kapri Pada jenis kentang yang berada
diperkebunan, karena tidak adanya serbuk sari maka jarang sekali berbuah.
Tumbuhan ini menghasilkan bahan obat yang terkenal sebagai herba solani nigri,
yang mengandung solanin, suatu saponin dan suatu derivat popein yang bekerja
sebagai mindriatikum. Bahan itu di negara tertentu digunakan untuk mengurangi
gangguan akibat dirangsangnya otak (razerni, epilepsi, kramp, dan lain- lain).
Sebagaimana senyawa golongan glikosida yang merupakan hasil dari
proses esterifikasi atau kondensasi hidrogen dari gugus hidroksil, yang terikat
pada atom karbon pertama dari glukosa dengan alkohol atau fenol. Glikosida ini
berbahaya jika terhidrolisa lebih dahulu, yang dapat terjadi lebih cepat oleh
adanya enzim yang biasanya terdapat pada tanaman. Jika enzim diinaktifkan maka
tanaman dapat dimakan tanpa bahaya. Bila kadar glukosa tinggi, tanaman harus
direbus dahulu sebelum diberikan pada ternak, karena umumnya panas dapat
menginaktifkan enzim.
Keberadaan solanin pada masing-masing species kentang berbeda.
Beberapa dampak dari penggunaan atau pengkonsumsian solanin terhadap
makhluk hidup tergantung kadarnya. Semakin banyak maka dampaknya akan
semakin fatal dan luas, beberapa dampak tersebut antara lain dengan kadar 38 -
99
45 mg solanin per 100 g bahan akan mengakibatkan gangguan syaraf dan fatal
bagi manusia. Dari penelitian diperoleh kenyataan bahwa pada kentang yang baru
dipanen terdapat solanin sebanyak 180 mg/kg (180 ppm), menurut pengamatan
keracunan pada manusia akan terjadi pada kadar sekitar 840 mg/kg (840 ppm).
Penelitian lain menyebutkan solanin tidak mudah rusak dengan pemanasan biasa.
Dua dampak yang mendasar dari solanin yang umumnya terdapat dalam
kentang ini adalah iritasi terhadap bagian usus halus yang menyebabkan
penyerapan terganggu, disamping terjadinya ketegangan sistem syaraf.
Kandungan solanin dalam tubuh yang terlalu banyak setidaknya menyebabkan
penurunan penyerapan oleh alat pencernaan dalam tubuh, solanin yang
terhidrolisa akan menyebabkan terbentuknya solanidin yang merupakan racun.
Dari berbagai uraian diatas dapat diketahui bahwa untuk meminimalkan
kandungan solanin dalam bahan pangan sehingga dapat dikonsumsi dengan aman
oleh makhluk hidup adalah dengan jalan pemanasan terlebih dulu agar enzim
dalam kentang tidak aktif sehingga tidak sampai terjadi hidrolisa pada senyawa
yang tergolong glikosida ini. Disamping itu pemilihan kentang yang tidak terlalu
muda juga menghindari dampak keracunan.
100
OH OH
HO HO O
Estradiol Coumestrol
OCH3
O O
O
O
Isoflavone nucleus Formononetin
OH OCH3
O OH O
HO O HO O
Daidzein Biochanin A
OH
OH O
HO O
Genistein
101
Lucerne (Medicayo saliva) mempunyai kadar senyawa estrogenik yang tinggi,
sehingga beberapa leguminosa tersebut dapat menyebabkan infertilitas dan
gangguan reproduksi yang lain. Masalah estrogenik dari subteranean clover
disebabkan oleh isoflavon, sedangkan gejalanya disebut clover disease. Kadar
asam estrogenik pada alfalfa dan clover tergantung pada serangan penyakit
terhadap daun dan cekaman pada tanaman. Belum diketahui apakah produksi zat
estrogenik tersebut sebagai makanisme proteksi atau efek khusus apa dari zat
tersebut terhadap penyakit. Tanaman red clover dan bagannya dapat dilihat pada
Gambar 4.19.
Pada tahun 1940-an, sub clover menjadi spesies pastura yang sangat
penting di Australia Barat yang menyebabkan fertilitas domba mengalami
penurunan tajam sampai 30%. Ketidakfertilan ini disebabkan oleh adanya sistik
glandular hiperplasia pada servix dan uterus. Penyakit ini dinamakan clover
disease. Hasil isolasi pada tahun 1950-an pada tanaman clover
102
mengidentifikasikan adanya dua isoflavon yaitu genistein dan formononetin yang
mempunyai aktivitas estrogenik. Formononetin mempunyai aktivitas estrogenik
yang sangat rendah. Pada tanaman lain estrogen yang dihasilkan dikenal sebagai
fitoestrogen. Fitoestrogen dapat beraksi sebagai anti estrogen. Fitoestrogen yang
terdapat pada jaringan tanaman adalah glikosida yang larut dalam air. Pada level
yang tinggi dalam darah, fitoestrogen dapat menghalangi pelepasan hormon
gonadotropin dari pituitari dan akan bersaing dengan estrogen endogen untuk
tempat reseptor pada jaringan target seperti uterus dan serviks.
Dalam rumen domba, biocanin A dan ginestein didegradasikan menjadi p-
etilfenol dan asam fenol yang menghancurkan efek estrogen zat tersebut.
Sedangkan formononetin didemetilasikan menjadi daidzein dan kemudian
dimetabolisasikan menjadi equol yang bersifat estrogenik. Oleh sebab itu,
formononetin dibioaktifkan oleh mikroba rumen menjadi lebih berpotensi sebagai
estrogen. Metabolisme yang sama juga terjadi di rumen sapi dimana absorbsi
equol diekskresikan lebih cepat, sehingga sapi lebih mudah terkena efek
estrogenik dari isoflavon clover dibandingkan domba. Jadi domba lebih rentan
pada efek estrogenik isoflavon. Isoflavon merubah responsivitas jaringan tubuh
ternak pada estrogen endogen. Tingkat serum yang tinggi pada fitoestrogen juga
menghalangi pembebasan hormon gonadotropin dari kelenjar ptiutari dan
memenuhi tempat reseptor dalam serviks dan uterus yang berarti untuk estrogen
endogen. Bentuk senyawa 5-OHisoflavon yaitu genistein dan biochanin A juga
mempunyai potensi estrogenik jika diberikan secara parental. Efek estrogenik
lebih rendah daripada estrodiol, tapi efek biologis menjadi nyata bila dikonsumsi
dalam jumlah besar.
Pengaruh kerja isoflavon adalah melemahkan penetrasi sperma pada
oviduct sehingga tidak dapat membuahi sel telur. Cairan serviks sudah dirusak
konsistensinya yang menyebabkan penyimpanan sperma di serviks terganggu.
Akibat clover disease meliputi distokia maternal, prolapsus uteri, kematian
induk dan mortalitas pasca lahir. Gejala patologis dapat dihindari dengan usaha
menurunkan pengaruh clover disease antara lain dengan penggunaan kultivar
yang berkadar estrogenik rendah. Disamping itu isoflavon dapat menyebabkan
103
kematian karena dalam waktu singkat terjadi hiperglisemia, diikuti oleh hilangnya
glukosa yang cepat dalam darah dan glikogen dari jaringan.
Serviks pada domba betina yang diberi formononetin dari kultiver clover
mengalami perubahan morfologi. Penutup/pembungkus serviks bergabung
bersama sehingga jaringan serviks menyerupai jaringan uteri. Selama musim
melahirkan, serviks dan vagina gagal merespon stimulasi estrogen endogen dan
mengakibatkan infertilitas karena kemampuan sperma untuk penetrasi ke oviduct
berkurang. Hal ini disebabkan mukus serviks tidak melalui perubahan normal
atau priming untuk membantu memperpanjang masa hidup sperma dalam serviks.
Setelah 24 jam, jumlah sperma hidup yang berada dalam servik hanya sekitar 5%
yang dijumpai dalam serviks yang sehat sehingga mempengaruhi rataan konsepsi.
Kondisi ini menjadi permanen jika domba betina tetap mendapatkan pakan ternak
tersebut untuk periode waktu yang lama.
H2N N NH2
Kacang fava (Vicia faba), juga dikenal sebagai kacang faba, kacang kuda
dan kacang lebar, adalah sumber protein bagi makanan manusia. Kacang ini juga
tumbuh secara luas di Eropa, terutama di Itali, Spanyol, Yunani dan beberapa
negara di kawasan Mediterania. Juga telah diselidiki sebagai suplemen protein
untuk ternak di Kanada yang meliputi unggas, babi dan dibuat silase untuk sapi.
Tanaman, bagan dan biji kacang faba dapat dilihat pada Gambar 4.21 dan 4.22.
104
Gambar 4.21. Tanaman Vicia faba (www.mpiz-koeln.mpg.de dan
http://caliban.mpiz-koeln.mpg.de)
105
Pengkonsumsian atau menghisap tepung sari tanaman kacang fava
kadang-kadang menimbulkan efek yeng merugikan, yang disebut sebagai favisme.
Pada manusia memperlihatkan ketiadaan secara keturunan enzim glukosa-6-fosfat
degidrogenase (G6PD) dalam sel darah merah. Lebih dari 100 juta manusia di
seluruh dunia secara genetik defisien G6PD. Manusia yang defisien G6PD dalam
sel darah merahnya nampak lebih resisten terhadap efek gangguan malaria.
Distribusi geografi dari defisiensi G6PD pararel dengan penyakit malaria, agaknya
karena defisiensi enzim meningkatkan pertahanan dari sel darah pada bangsa kulit
putih. Beberapa kelompok rasial seperti Yunani timur, Mediterania, Eropa, Arab,
Asia dan kulit hitam (Negro) mempunyai tingkat insiden tinggi (5 - 50% dari
populasi) dari aktifitas yang rendah G6PD. Orang Eropa Utara, Eropa Timur,
Indian Amerika dan Eskimo sesungguhnya tidak mempunyai insiden defisiensi
enzim. Individu yang mudah terpengaruh oleh favisme, aktifitas G6PD hanya 0 -
6% dari yang normal. Faktor-faktor yang menyebabkan favisme tidak dapat
diidentifikasi secara lengkap, tetapi nampaknya adalah aglikon glikosida dalam
kacang fava. Dua glikosida terbesar adalah vicin dan covicin, dengan aglikon
masing-masing adalah divicin dan isouramil. Proses metabolisme senyawa
divicin dan isouramil dapat dilihat pada Gambar 4.23.
OH OH
O--D-glukosa O--D-glukosa
N N
H2 N N NH2 HO N NH2
Vicin Convicin
-glukosidase -glukosidase
OH OH
OH OH
N N
H2 N N NH2 HO N NH2
Divicin Isouramil
Gambar 4.23. Komposisi senyawa divicin dan isouramil
106
Aglikon divicin dan isouramil mungkin bereaksi dengan salah satu
membran sel darah merah atau memproduksi hidrogen peroksida, menyebabkan
membran sel darah merah hancur dan mengalami hemolisis. Pada individu yang
normal, hal ini dapat dicegah dengan reduksi dari oksidan oleh reaksi dengan cara
mengurangi glutation (GSH). Suplai GSH dipertahankan oleh reaksi pada jalur
pentosa fosfat pada fungsi G6PD. Reaksi tersebut terdapat pada Gambar 4.24.
107
menguap, muntah-muntah, sakit perut dan meningkatnya suhu tubuh. Gejala-
gejala ini mungkin berkurang secara spontan atau dalam beberapa kasus,
kekurangan darah hemolitik akut dan terjadi hemoglobinuria dan ikterus. Anak-
anak paling banyak terkena dengan angka kematian rata-rata 6 - 8%. Terapi
tranfusi darah adalah cara baik untuk mengurangi kematian. Ahli matematika
Phytagoras berkata bahwa lebih baik mati ditangan prajurit Yunani daripada
melintas di ladang kacang fava. Phytagoras melarang pengikutnya untuk
memakan kacang fava atau berjalan di daerah yang ditanami kacang fava.
Kacang fava yang tidak diproses menyebabkan pertumbuhan ayam dan
efisiensi makanan yang lebih rendah, peningkatan ukuran hati dan pertambahan
ukuran pankreas. Pada ayam petelur, konsumsi kacang fava akan menghasilkan
penurunan efisiensi pakan, berat telur dan produksi telur rata-rata termasuk
pengaruh didalamnya adalah faktor termostabel dan termolabil. Faktor
termolabil termasuk tannin, protease inhibitor dan lektin. Tannin adalah faktor
anti nutrisi termolabil terbesar dan menyebabkan lebih dari 50 % pertumbuhan
ayam tertekan. Faktor termostabil adalah vicin dan convicin dan merupakan faktor
anti nutrisi terbesar. Konsumsi vicin ke dalam pakan ayam akan menyebabkan
penurunan angka perkembangan ova, telur dan berat kuning telur, dan penurunan
fertilitas dan hatcabilitas telur. Mengkonsumsi vicin juga meningkatkan plasma
lipid dan tingkat peroksida, meningkatkan hemolisis eritrosit dan pada unggas
akan menyebabkan hati yang lebih berat dengan lipid peroksida yang tinggi dan
mengurangi tingkat glutation pada layer.
4.5. Glukosinolat
Glukosinolat adalah tioester dan bagian glikosida pada -D-tioglukosa
dengan sebuah aglikon organik yang menghasilkan sebuah isotiosianat, nitril,
tiosianat atau struktur yang sama dalam hidrolisis. R pada aglikon tersebut
adalah kelompok alkil. Senyawa tersebut dihidrolisa menjadi -D-glukosa, HSO4-
dan derivat aglikon. Glukosinolat dalam bentuk anion umumnya dijumpai dalam
bentuk garam potasium. Senyawa ini mengyumbang rasa pahit dan pedas.
Komposisi kimia glukosinolat dapat dilihat pada Gambar 4.25.
108
S glukosa
R C
N O SO2 O-K+
109
S C6H11O5
CH2 CH CH CH2 C
N OSO3-
OH
Pogoitrin
CH2 N
CH2 CH CH C
OH S
+ glukosa
+ HSO4-
CH2 NH
CH C
CH2 O S
5-viniloksazolidin-2-tion (goitrin)
110
Gambar 4.27. Tanaman Brassica campestris (www.viarural.com.ar dan
www.lysator.liu.se)
112
Gondok pada manusia berhubungan erat dengan konsumsi dari sejumlah
besar tanaman kubis atau kelompok tanaman cruciferae lainnya. Diduga bahwa
hampir 96% gondok pada semua manusia disebabkan kekurangan yodium,
walaupun pada kenyataannya jarang sekali pada kehidupan manusia gondok itu
muncul. Akan tetapi pada sebuah wilayah yang sukar mendapatkan yodium,
gondok tersebut dapat ditekan dengan memperbanyak konsumsi sayuran brassica,
biarpun tidak ada rekomendasi yang pasti mengenai hal tersebut.
Ternak unggas dan babi yang mengkonsumsi biji rep dengan campuran
kulit luarnya yang kasar akan mengalami pembesaran tiroid dan kelambatan
pertumbuhan badan. Efek utama pada biji rep ini adalah terjadinya kelumpuhan,
produksi telur yang rendah, hilangnya aroma pada telur dan kerusakan liver.
Pendarahan liver pada unggas kemungkinan besar disebabkan oleh nitril.
Ternak non ruminan yang sensitif hanya dapat mentolerir biji rep pada
tingkatan 5 10%. Diatas itu banyak gangguan berbahaya yang dapat membawa
kematian pada ternak. Sedangkan pada ternak ruminansia dapat mentolerir biji
rep lebih dari 10%. Ini karena sistem pencernaan ternak ruminan lebih sempurna
dengan adanya bantuan mikroorganisme pada rumennya. Enzim rumen akan
menghancurkan aglikon glukosinolat pada derivat toksik, enzim rumen lainnya
dapat memetabolisme toksikan tersebut menjadi senyawa yang kurang toksik.
Meskipun demikian, apabila mengkonsumsi lebih dari 10% dapat menyebabkan
gejala anti tiroid. Glukosinolat dan turunannya dapat ditularkan melalui air susu
dan plasenta pada ternak muda dari induk ternaknya.
Pencegahan dilakukan dengan menambahkan yodium ekstra pada pakan
yang dapat membantu memerangi pengaruh anti tiroid pada tiosianat tetapi tidak
pada oksazolidin-2-tiones. Pemulia tanaman dari Kanada sudah mengembangkan
kultivar rumput rep rendah glukosinolat. Kultivar tersebut diarahkan pada canola
dibadingkan pada rumput rep. Bungkil-bungkilan dari tanaman tersebut
digunakan dalam jumlah yang cukup tinggi untuk menyediakan suplementasi
protein pada pakan ternak yang membutuhkan protein level tinggi.
Glukosinolat bertanggungjawab terhadap rasa unik pada banyak bumbu
yang membuat rasa makanan lebih menarik. Beberapa penelitian
113
mengindikasikan bahwa glukosinolat dan turunannya berpotensi untuk bertempur
menghadapi kanker. Sayuran Brassica dapat melindungi melawan kanker rektum
dan kolon. Sayuran tersebut membantu dalam detoksifikasi senyawa karsinogen
seperti aflatoksin dan polibromobifenil. Tanaman tersebut mempertinggi aktivitas
beberapa enzim hati yang digunakan dalam proses detoksifikasi. Benzil
isotiosianat dan tiosianat sudah menunukkan dalam laboratorium dapat
menghambat perkembangan tumor pada binatang yang terkena senyawa
karsinogen. Indole-3-carbinol adalah produk glukosinolat yang menjanjikan
dalam penelitian anti kanker.
OH
OH
Glikosil O
114
Gambar 4.29. Tanaman Cestrum diumum (www.plantoftheweek.org
dan www.meemelink.com)
115
menghasilkan sekitar 3 x 103 IU vitamin D3 atau sepersepuluh dari S.
malocoxylon. Level 1,5 3% dari S. malocoxylon akan menyebabkan kalsinosis.
Demikian juga jika Cestrum diumum meningkat 15 30% pada pakan ternak, hal
ini akan cukup menyebabkan kalsinosis. Gejala ternak yang terkena level toksik
akibat merumput Cestrum diumum adalah kehilangan bobot badan secara
progresif, pincang dan kaku, melengkung ke belakang, hiperkalsemia,
hiperfosfatemia, serta kalsifikasi pada tendon, ligamen, paru-paru, diafragma,
ginjal dan sistem kardiovaskuler.
4.7. Karboksiatraktilosida
Tanaman Cocklebur mempunyai racun yang dikenal sebagai kelompok
hidroquinon yaitu karboksiatraktolosida. Karboksiatraktilosida menyebabkan
tidak berpasangannya oksidatif fosforilasi, yang kemungkinan berkontribusi pada
efek hipoglikemik. Komposisi kimia karboksiatraktilosida dapat dilihat pada
Gambar 4.30 berikut ini.
CH2
CH2OH
CH3
O
HO3SO O OH
H
HO3SO
O HOOC COOH
CH2
CH
H3C CH3
116
hiperglisemik yang dinamakan karboksiatraktilosida yang dapat mematikan
ternak. Tanaman cocklebur cenderung tumbuh di area yang kelebihan air setiap
tahun, tetapi kering pada musim panas. Tanaman tersebut mempunyai kapsul
buah yang mengandung dua biji. Hanya satu biji yang berkecambah pada tahun
pertama. Perkecambahan tertunda pada biji kedua sampai tahun berikutnya.
Tanaman cocklebur yang sedang berbiji mengandung karboksiatraktilosida tinggi
sampai munculnya daun sejati pertama setelah kehilangan toksisitas.
Karboksiatraktilosida adalah senyawa pada tanaman yang menghalangi
pertumbuhan. Fungsi karboksiatraktilosida dalam perkecambahan biji cocklebur
adalah menjaga biji lain dalam kapsul buah tidak aktif pada tahun yang sama.
Tanaman cocklebur, bagan dan bijinya dapat dilihat pada Gambar 4.31 dan 4.32.
117
Gambar 4.32. Biji tanaman Xanthium strumarium (www.ag.ohio-
state.edu)
118
4.8. Kardia glikosida
Kardia glikosida yang lebih dikenal sebagai digitonin mengandung
kelompok sterol pada struktur kimianya. Secara fisiologis, senyawa tersebut
berpotensi sebagai stimulator denyut jantung dan digunakan dalam dunia medis.
Kardia glikosida dibagi menjadi dua tipe utama, yaitu bufadienolida dan
kardenoloda. Bufadienolida adalah steroid C24. Kardia glikosida utama yang
terdapat pada tanaman Helleborus adalah bufadienol atau hellebrin. Aglikon
hellebrin yaitu hellebrigenin lebih potensial dibanding glikosida itu sendiri.
Kardenolida lebih umum terdapat dan merupakan steroid C23. Kardenolida
mempunyai hormon alam sebagai substansi. Pengaruh kardenolida pada jantung
dan ginjal. Rasa kardenolida adalah menyengat, pahit dan tidak enak. Senyawa
ini menyebabkan kontraksi otot jantung (kardiotonik) dan mengganggu aksi
fermentasi enzimatik. Komposisi senyawa digitonin, bufadienolida dan
kardenolida dapat dilihat pada Gambar 4.33.
Mekanisme aksi senyawa kardenolida adalah menghambat hasil Na+ , K+-
ATPase dalam peningkatan sodium intraseluler dan kalsium intraseluler
sesudahnya yang mengakibatkan peningkatan kontraksi otot pada jaringan kardia.
Kardenolida menurut komposisi kimia aglikon diklasifikasikan menjadi
lanataglukosida A, B, C, D dan E. Hanya Digitalis lanata yaitu tanaman foxglove
berbulu yang mengandung kelima bentuk tersebut. Seluruh bagian tanaman
foxglove beracun. Gejala keracunan meliputi pusing, muntah, irama jantung tidak
menentu dan halusinasi.
Digitonin kemungkinan adalah turunan yang paling dikenal pada Digitalis
kardenolida. Digitonin adalah derivat obat-obatan dari Digitalis purpurea.
Digitonin digunakan dalam pengobatan modern untuk meningkatkan kekuatan
kontraksi sistolik dan memperpanjang durasi fase diastolik pada kegagalan
kongsti jantung. Obat-obatan digitalis menekan vena lebih rendah dalam penyakit
jantung hipersensitif, meningkatkan tekanan darah pada jantung yang lemah
sebagai diuretik dan mengurangi edema.
119
O
HO
OH
O O O
C D C D
A B OH B OH
A
RO RO
Bufaduenolida Kardenolida
120
Gambar 4.34. Tanaman Helleborus niger (www.swallowtailgarden-
seeds.com dan http://caliban.mpiz-koeln.mpg.de)
121
CH CHCOOH
glukosidase
O (glukosa)n O
O
Melilotosida Koumarin
122
Gambar 4.36. Tanaman Melilotus spp (www.c-potenz.de dan
http://caliban.mpiz-koeln.mpg.de)
123
CH CH COOH
plant maceration
O (glukosa)n glukosidase
O O
Melilotosida
OH OH
CH2
O O CH3
O O
Dicoumarol C O
O HO CH
2
CH3
CH3 C
(CH2 CH2 CH CH2)n H H
O
O
Vitamin K Warfarin
124
setelah 24 jam dan mencapai maksimal setelah 36 48 jam. Ternak mungkin
mengalami hiperkoagulasi selama beberapa jam setelah mengkonsumsi warfarin
sebelum dihalangi oleh produksi faktor. Durasi aksi keracunan mungkin selama
lima hari.
Furokoumarin adalah senyawa dengan lingkaran furan yang digabungkan
dengan inti koumarin. Derivat terbanyak adalah psoralen. Furokoumarin adalah
agen fotosensitivitas yang digunakan selama beberapa ribu tahun di India dan
Mesir untuk pengobatan depigmentasi kulit (leukoderma). Disamping merupakan
komponen alami pada banyak tanaman, furikoumarin terdapat dalam beberapa
kasus fitoaleksin yang diproduksi ketika beberapa tanaman diserang oleh jamur
patogen. Seledri dan wortel adalah tanaman yang mengelaborasi furokoumarin
sebagai fitoaleksin. Komposisi kimia psoralen sebagai derivat furokoumarin
terdapat pada Gambar 4.38.
O O O
125
Gambar 4.39. Tanaman Ammi majus (http://hummingbirdfarm.net dan
www.spookspring.com)
126
OCH3
O O O O O
O
Xantotoksin OCH3
Bergapten
4.10. Saponin
Saponin adalah glikosida yang setelah dihidrolisis akan menghasilkan gula
(glikon) dan sapogenin (aglikon). Sapogenin merupakan derivat non gula dari
sistem polisiklik. Selain itu saponin juga merupakan kelompok glikosida
triterpenoid dan sterol yang telah terdeteksi lebih dari 90 famili tumbuhan dan
banyak ditemukan dalam tumbuhan tingkat tingkat tinggi. Senyawa aktif
permukaan dari saponin bersifat seperti sabun dan dideteksi berdasarkan
kemampuan membentuk busa pada pengocokan dan memiliki rasa pahit yang
mempunyai efek menurunkan tegangan permukaan sehingga merusak membran
sel dan menginaktifkan enzim sel serta merusak protein sel. Komposisi kimia
saponin dapat dilihat pada Gambar 4.41.
21
22
28
2
3
23 24
127
Saponin telah dapat diaplikasikan secara industrial maupun secara
komersial, seperti digunakan untuk soft drink, shampo, pemadam kebakaran,
sabun dan hormon steroid sintetis karena aglikonnya bersifat non polar. Meskipun
rantai samping karbohidrat bersifat dapat larut dalam air, saponin mempunyai
bahan detergen yang kuat. Berdasarkan struktur kimia alami dari sapogenin,
saponin dibedakan menjadi dua kelompok yaitu steroid (C27) dan triterpenoid
(C30) dengan bagian gula pada C3 dan ikatan eter pada rantai samping gula
sebagaimana Gambar 4.42.
OH
3 OH
Glikosil O
OH
128
menyebabkan rendahnya aktifitas saponin, rasa pahit dan memiliki sifat yang
berbusa. Saponin membentuk molekul kompleks dengan berbagai senyawa 3-
hidroksisteroid.
Saponin secara luas terdapat pada kingdom tanaman dan telah
diidentifikasi pada 500 spesies termasuk pada lebih dari 80 famili yang berbeda
terutama pada sumber nabati pada famili Compositae, Leguminosae dan
Rosaseae. Nama saponin diperoleh dari tanaman soapwort (Saponaria), akar
yang digunakan dalam sejarah sebagai sabun (latin: sapo menjadi soap). Sebagai
contoh, tanaman yang mengandung saponin adalah alfalfa (Medicago sativa),
kacang gude (Cicer arietinum), kedelai (Glycine max) dan jenis leguminosa yang
lain serta kembang sepatu (Hibiscus rosa-sinensis, L.). Tanaman yang
mengandung saponin seperti kembang sepatu biasanya ditandai dengan
terbentuknya busa bila dilarutkan ke air. Tanaman kembang sepatu dan bagannya
dapat dilihat pada Gambar 4.43.
129
Pada umumnya leguminosa pohon lebih banyak mengandung saponin
daripada leguminosa menjalar. Saponin ada pada seluruh bagian tanaman,
misalnya pada daun, batang, akar dan bunga tanaman dan jumlahnya bervariasi
dengan waktu pemotongan. Pada pemotongan pertama rata-rata jumlah saponin
lebih rendah daripada pemotongan berikutnya. Saponin pada daun dua kali lebih
banyak daripada dalam batang. Selain terdapat pada tanaman, senyawa saponin
juga telah diidentifikasi pada berbagai jenis ikan yaitu bintang laut dan ketimun
laut atau tripang. Kandungan saponin pada berbagai tanaman dapat dilihat pada
Tabel 4.2.
Tabel 4.2. Kandungan saponin pada berbagai macam tanaman
130
Saponin dapat memberikan pengaruh terhadap proses biologis tubuh dan
metabolisme zat nutrisi dengan cara menghambat produktivitas kerja enzim
seperti enzim kimotripsin, sehingga menghambat produktivitas dan pertumbuhan
ternak. Namun demikian saponin memiliki efek biologis yang positif yaitu
mampu menurunkan level kolesterol darah sehingga mengurangi resiko
ateroklerosis pada manusia dan memiliki daya defaunasi. Saponin memiliki
kemampuan untuk menghemolisis sel darah merah karena berinteraksi dengan
kolesterol pada membran eritrosit. Oleh karena itu aktivitas hemolitik dari
saponin banyak digunakan untuk menentukan keberadaannya pada bahan pakan.
Efek biologis utama dari saponin adalah bahwa saponin mampu
berinteraksi dengan membran dan isi sel sehingga dapat menghemolisis sel darah
merah karena interaksi saponin dengan membran (protein, fosfolipida dan
kolesterol) dari eritrosit. Hemoglobin dapat terlepas ke dalam plasma darah
akibat pemecahan eritrosit yang disebut hemolisis. Sel darah merah mengkerut
dalam larutan dengan tekanan osmotik yang lebih tinggi dari tekanan osmotik
plasma. Pada larutan yang tekanan osmotiknya lebih rendah, sel darah merah
akan membengkak dan menjadi cembung kemudian kehilangan hemoglobin
(hemolisis). Hemoglobin eritrosit yang hemolisis akan larut dalam plasma,
memberi warna merah pada plasma.
Hemolisis eritrosit ini terjadi karena sifat aktif saponin pada permukaan sel
dan saponin mampu berikatan dengan fosfolipida dan kolesterol yang menyusun
membran eritrosit sehingga mengganggu permeabilitas dinding sel. Reseptor
yang berupa 3-hedrosisteroid termasuk kolesterol membran merupakan tempat
aktivitas hemolitik saponin. Saponin mampu berikatan dengan berbagai senyawa
3-hedrosisteroid dan membentuk molekul kompleks yang sulit untuk dipisahkan.
Terbentuknya molekul kompleks saponin-kolesterol menyebabkan terganggunya
organisasi dalam sel karena pelepasan ikatan normal antara kolesterol dan
fosfolipida dalam membran. Interaksi antara saponin dan kolesterol membran
bersifat tetap dengan kenyataan bahwa molekul kolesterol memiliki rotasi dan
reorientasi dengan derajad bebas yang besar.
131
Saponin dapat membentuk senyawa kompleks dengan kolesterol yang
kokoh ikatannya. Hal ini dapat dibuktikan dengan terjadinya penurunan
kolesterol dalam jaringan dan dalam darah, maupun penurunan absorpsi kolesterol
dan peningkatan ekskresi kolesterol dalam feses pada ternak yang diberi pakan
alfalfa yang mengandung saponin. Saponin juga dapat terikat dengan garam-
garam empedu yang diperlukan untuk proses absorpsi kolesterol atau karena
permukaan golongannya menjadi aktif, dapat juga menyebabkan garam-garam
empedu menjadi terhimpit yang akhirnya menjadi polisakarida dalam otot.
Pengaruh saponin terhadap rendahnya kolesterol darah akan menghalangi
penyerapan kolesterol kembali setelah dikeluarkan dari empedu sehingga
meningkatkan asam empedu dan sterol netral pada feses. Saponin dalam tubuh
unggas dapat menyebabkan kerusakan jaringan hati, laju absorpsi berkurang dan
penurunan konsumsi pakan. Pakan yang mengandung lebih dari 0,20% saponin
akan berakibat buruk terhadap pertumbuhan, konsumsi pakan dan efisiensi pakan.
Saponin biasanya menyebabkan iritasi membran mukosa (selaput lendir) sehingga
faring menjadi kering disertai panas terbakar, mata kurang bereaksi terhadap
cahaya, kulit menjadi panas kering dan kemerah-merahan, otot dibawah kulit
menjadi rusak dan terjadi kelumpuhan, akibat kelumpuhan yang hebat maka otot
dapat pecah dan akhirnya terjadi kematian.
Hasil penelitian Cheeke (1971) menunjukkan bahwa ayam lebih sensitif
terhadap saponin dari pada babi. Hal tersebut ditunjukkan dengan adanya
hambatan pertumbuhan pada ayam yang mendapatkan ransum 20% alfalfa,
sedangkan pengaruh tersebut tidak terjadi pada babi. Saponin menurunkan
penggunaan protein, pertambahan bobot badan dan menyebabkan tingkat
kematian yang tinggi pada rodensia.
Pada pemberian 3% saponin dapat menyebabkan keracunan pada ternak.
Nakaue et al (1980) menyatakan bahwa tidak menemukan perbedaan dalam
kolesterol telur pada ayan betina yang bahan makanannya ditambahkan dengan
jumlah tinggi akan kandungan alfalfa maupun dengan kandungan rendah tepung
saponin alfalfa. Saponin pada alfalfa dianggap dapat mengakibatkan kembung
pada ruminan, karena saponin merupakan agen-agen aktif pada permukaannya
132
dalam memproduksi sabun yang bersifat membusa. Gejala lain yang timbul
akibat keracunan saponin adalah radang usus, anoreksia, diare, depresi, koma dan
kematian.
Akibat lain keracunan saponin adalah kejadian aborsi pada ternak yang
mengkonsumsi rumput ilalang yang mengandung saponin. Konsentrat protein
alfalfa dengan kandungan saponin alfalfa rendah memberikan penampilan
pertumbuhan yang berbeda pada tikus daripada konsentrat alfalfa yang berasal
dari kandungan saponin alfalfa tinggi. Level rendah penggunaan tepung alfalfa
menurunkan jumlah rata-rata pertumbuhan unggas, yang menjadi efek utama dari
kandungan saponin adalah pada palatabilitas dan feed intake dibandingkan pada
efek metabolismenya. Penggunaan strain rendah alfalfa saponin meningkatkan
level alfalfa dapat menjadi bahan makanan untuk ruminansia tanpa menurunkan
penampilan pertumbuhannya.
Saponin pada pastura pada umumnya dan rumput-rumputan liar telah
dimasukkan sebagai tumbuhan yang bersifat toksik. Bahan-bahan makanan ini
mengandung 3% saponin dan dinyatakan membahayakan bagi ternak. Usaha
untuk mencegah saponin dapat dilakukan dengan penambahan kolesterol dalam
ransum.
133
Gambar 4.44. Tanaman Cycas communis (http://sarasota.extension.
ufl.edu dan www.finerareprints.com)
134
glukosa
CH2OH
glukosidase +
O O CH2 N N CH3 HO CH2 N N CH3
OH
HO
OH O O
Cicasin Metilazoksimetanol (MAM)
Gejala mengkonsumsi biji dan daun cicad dan Macrozamia spp adalah
sirosis, vena sentral dan hati tersumbat, serta gastroenteritis. Agen penyebab
adalah MAM yang dibebaskan dari glikosida oleh aktivitas -glikosidase dalam
saluran pencernaan. Sapi yang mengkonsumsi tanaman ini juga menunjukkan
gangguan kondisi syaraf seperti kaki belakang menjadi lumpuh karena degenerasi
axon pada sistem syaraf pusat.
Pencegahan tradisional yang dapat dilakukan untuk mengurangi racun
cicasin yang bersifat karsinogenik adalah fermentasi, pemanasan, ekstraksi air dan
pemanasan matahari yang dapat menghancurkan aktivitas karsinogenik.
Penelitian yang memberi masukan butilated hydroxyanisole (BHA) pada tikus
kecil dapat melindungi keracunan akut MAM. Perlindungan ini dihubungkan
dengan peningkatan level sitokrom P450 dan b5 pada hati dan pengurangan dalam
perubahan nekrotik pada hati. MAM merupakan karsinogen yang secara spesifik
menyerang kolon pada tikus.
135
Gambar 4.47. Tanaman Simmondsia ssp. (www.swsbm.com dan
www.bogos.uni-osnabrueck.de)
136
CN
CH
glukosa O OH
OCH3
OCH3
4.13. Ranunculin
Tanaman Buttercup (Ranunculus spp.) adalah rumput pastura umum di
bagian utara AS, Eropa, Afrika Selatan dan Australia. Rumput tersebut umumnya
tumbuh pada tanah basah dan pastura yang terserang berat oleh rumput buttercup
sering dicirikan dengan tanah asam, pemupukan dan praktek manajemen pastura
jelek. Spesies yang umum di AS bagian utara adalah Ranunculus acris (rumput
lapang buttercup yang tinggi) dan Rununculus repens (rumput buttercup yang
menjalar). Buttercup merupakan tanaman yang tidak palatable dan tidak akan
dikonsumsi kecuali pakan lainnya kurang. Tanaman Buttercup dan bagannya
dapat dilihat pada Gambar 4.49.
137
Gambar 4.49. Tanaman Ranunculus ficaria (www.delawarewild-
flowers.org dan http://runeberg.org)
138
C6H11O5 O CH2
O H2C O O
O
pematangan-
dibebaskan oleh
Ranunculin enzim tanaman Protoanemonin
(toksik)
polimerisasi
H2C CH2
O O O
O
Anemonin
(nontoksik)
139
BAB 5
SENYAWA RACUN PROTEIN DAN ASAM AMINO
H H R1
C C N C
R2 O H
Dalam kacang kedelai, anti tripsin mempunyai dua macam tipe yaitu
Kunitz inhibitor dan Bowman-Birk inhibitor (BBI). Kunitz inhibitor mempunyai
ukuran molekul 20.000 sampai dengan 25.000 dengan aktifitas yang spesifik pada
tripsin, terdiri dari 181 residu asam amino dengan 2 ikatan disulfida dan 63 asam
amino yang aktif. Kunitz inhibitor menunjukkan sebagai penghambat reaksi
tripsin dengan cara yang sama yaitu reaksi dengan pencernaan protein lain, tetapi
sejumlah ikatan non kovalen dibentuk pada tempat aktif dalam sebuah ikatan
kompleks yang tidak dapat dirubah. Tanaman kedelai, bagan dan bijinya dapat
dilihat pada Gambar 5.2. dan 5.3.
140
Gambar 5.2. Tanaman kedelai (www.iita.org dan www.msue.msu.edu)
141
Bowman-Birk inhibitor (BBI) mempunyai ukuran molekul 6.000 sampai
dengan 10.000 dengan proporsi ikatan disulfida tinggi dan dengan aktifitas
menghambat tripsin dan kimotripsin dengan cara mengikat pada tempat yang
bebas, dan larut dalam 60 persen etanol tetapi tidak larut dalam aseton. BBI
mempunyai dua tempat aktif yaitu satu menjepit tripsin dan yang satu menjepit
kimotripsin kompleks. BBI mempunyai rantai tunggal polipeptida dengan 71
asam amino dan 7 ikatan disulfida.
Mekanisme kerja anti tripsin dalam tubuh ternak dimulai dengan interaksi
antara tripsin (T) dengan substrat inhibitor (I) yang mengandung lisin dan arginin
dan membentuk ikatan peptida berbentuk tetrahedral (TI)t. Bila reaksi terjadi
dalam keadaan asam, maka anti tripsin akan cenderung menjadi substrat normal
(TI)t. Kemudian melalui pemecahan ikatan peptida dari enzim asal (TI)a, akan
terbentuk senyawa antara tetrahedral yang kedua (TI)t dan selanjutnya dihasilkan
lagi senyawa antara inhibitor (I) kedua. Mekanisme interaksi antara tripsin
dengan inhibitor dapat dilihat pada Gambar 5.4.
NH2 NH2
NH NH NH OH OH
H2 O
-OH-C=O-O-C-OH-O-C O-O-C-OH-OH-C=O
142
tripsin tidak saja tidak dapat menggunakan protein yang terdapat dalam pakan
tersebut, melainkan juga kehilangan protein tubuh lewat enzim yang dieluarkan
secara berlebihan. Akibatnya ternak yang mengkonsumsi pakan yang
mengandung anti tripsin akan mengalami beberapa gejala seperti kesulitan
mengkonsumsi pakan, hipertropi pankreatik dengan adanya peningkatan jumlah
sel-sel jaringan pankreas, gangguan pencernaan protein, gangguan absorpsi lemak,
pengurangan sulfur asam amino dan terhambatnya pertumbuhan.
Pakan unggas yang mengandung anti tripsin cenderung akan membentuk
pembesaran pankreas. Pembesaran pankreas akan memperbesar sekresi tripsin.
Tripsin yang berlimpah dari pembesaran pankreas menyebabkan kekurangan
sulfur asam amino. Efek yang paling akhir terjadi adalah terhambatnya
pertumbuhan. Pada hewan seperti tikus dan ayam terjadi tekanan pertumbuhan
karena tingginya sulfur asam amino dari dalam yang hilang karena hasil tripsin
yang berlebihan. Pada binatang seperti babi, anak sapi dan ayam muda (kondisi
hipertropik pankreas umumnya lambat) maka akan terjadi penghambatan
pemcernaan protein karena jumlah anti tripsin yang berlebihan melebihi produksi
tripsin. Pada anak ayam yang diberi bahan pakan mengandung anti tripsin
mengalami problem dalam hal ukuran pankreas, pertumbuhan dan efisiensi
penggunaan pakan sebagaimana pada Tabel 5.1.
Tabel 5.1. Efek pemberian pakan yang mengandung anti tripsin
dalam tingkat yang berbeda pada anak ayam umur 0 - 21
hari
143
Pada ayam dewasa lebih tahan terhadap penggunaan kedelai mentah dari
pada ayam muda. Penggunaan sampai dengan 15 persen belum menunjukkan
penurunan produksi telur, tetapi berat telur menurun dan pankreas membesar.
Pada babi, penggunaan kedelai yang sudah dipanaskan meningkatkan berat badan
dan memperbaiki efisiensi penggunaan pakan dari pada penggunaan kedelai
mentah dan tidak ditemukan adanya pengaruh kedelai mentah pada pankreas.
Pada ruminansia, meskipun dapat menggunakan kedelai mentah tanpa
menimbulkan efek negatif, penggunaan kedelai yang sudah diproses memberikan
hasil susu dan pertumbuhan yang lebih baik.
Hampir semua anti tripsin dalam tanaman dapat dirusak oleh panas. Lebih
dari 95 persen aktifitasnya dirusak dengan perlakuan panas dalam waktu 15 menit
pada suhu 100oC. Penggilingan pakan yang menggunakan ekstruder sangat
efektif dalam menghancurkan anti tripsin. Faktor penting dalam mengontrol
perusakan anti tripsin adalah suhu, lama pemanasan, ukuran partikel dan
kandungan air. Pemanasan yang berlebihan akan merusak zat makanan yang lain
seperti asam amino dan vitamin.
5.2. Papain
Papain adalah suatu enzim pemecah protein (enzim proteolotik) yang
terdapat dalam getah pepaya yang memiliki aktifitas proteolitik minimal 20
unit/gram preparat dan tergolong kedalam senyawa organik komplek yang
tersusun dari gugusan asam amino. Papain adalah protease sulfihidril karena
memiliki gugusan sulfihidril (SH) pada bagian aktifnya. Papain kali pertama
ditemukan pada tahun 1975 oleh Graffiti Huges.
Struktur kimia enzim papain belum dapat ditentukan secara tepat, hanya
dikatakan bahwa enzim papain merupakan suatu senyawa organik komplek yang
terdiri dari gugus asam amino. Susunan asam amino papain seperti enzim pada
umumnya adalah protein yang mempunyai komposisi asam amino tertentu.
Muatan asam-asam amino inilah yang membentuk molekul papain tersebut,
menentukan muatan enzim papain. Papain sebenarnya terdiri dari suatu rantai
polipeptida tunggal yang tersusun atas ratusan asam-asam amino.
144
Papain termasuk enzim hidrolisa karena menggiatkan berlangsungnya
proses hidrolisa protein, dengan demikian papain juga merupakan enzim protease
dan karena mengandung gugus sulfihidril (SH) pada bagian aktifnya maka
dikatakan protease sulfidril, sedangkan aktifitas enzim dihambat oleh adanya
logam berat dan oksidator. Berdasarkan tempat pemutusan ikatan peptidanya
maka papain tergolong enzim endopeptidase yaitu enzim yang dapat memutuskan
ikatan peptida pada bagian dalam rantai, hasil hidrolisanya berupa penggalan
rantai peptida asam-asam amino.
Secara umum tahapan hidrolisa yang ada dalam pencernaan makanan
selalu dimulai dengan memecah protein menjadi peptida, selanjutnya peptida
hidrolisa menjadi asamasam amino. Pemecahan terjadi secara bertahap sesuai
dengan jenis enzim yang mengkatalisnya. Pemecahan protein menjadi asam
amino dengan bantuan enzim papain secara skematis terdapat pada Gambar 5.5.
O O
HN CH NH C C NH C C NH C C
O R
145
Gambar 5.6. Tanaman pepaya (http://home.hiroshima-u.ac.jp dan
www.plant-pictures.de)
146
khusus terhadap cacing dewasa yang terdapat pada saluran pencernaan hewan
adalah diduga enzim papain akan berperan dalam merusak enzim-enzim yang
dibutuhkan cacing yang ada didalam saluran pencernaan sehingga suplai nutrisi
bagi cacing terproteksi. Hal tersebut menyebabkan kebutuhan pencernaan
untuk keperluan tubuh cacing akan terhambat. Selain itu pula papain
dimungkinkan akan merusak protein dan glikopprotein yang berperan dalam
transport hasil metabolime tubuh cacing sehingga akan berefek pada kematian
cacing dewasa. Pada akhirnya hal tersebut mempengaruhi produktivitas induk
semang cacing yaitu nutrisi yang dikandung oleh pakan yang dikonsumsi
dapat digunakan untuk pemenuhan kebutuhan hidup pokok maupun kebutuhan
berproduksi sehingga secara nyata efek yang diperoleh terjadi peningkatan
konsumsi dan konversi pakan.
Berdasarkan hasil penelitian oleh Murcof (1998), menyatakan bahwa pada
kadar konsentrasi 20% getah pepaya efektif dalam pengendalian infeksi
Ascaridia galli pada ayam petelur. Adapun pengobatan dengan getah pepaya
20% pada ayam yang terinfeksi Ascaridia galli menyebabkan kenaikan produksi
telur ayam setingkat dengan berat telur dari ayam yang bebas dari infeksi cacing
tersebut. Disarankan penggunaan papain sebagai obat cacing pada konsentrasi
20% dengan dosis 0,5 g/kg BB ayam dalam 2,5 ml air memberikan hasil yang
baik untuk membasmi cacing pada ternak unggas.
5.3. Lectin/Hemaglutinin
Lektin adalah glikoprotein yang mempunyai bobot molekul 60.000
100.000 yang dikenal untuk kemampuannya menggumpalkan eritrosit. Tanaman
yang mengandung lectin dijumpai dalam banyak kelompok botani meliputi
monokotiledon dan dikotiledon, jamur dan lumut, tetapi yang paling banyak
terdapat pada Leguminoseae dan Euphorbiaceae. Lectin berada dalam berbagai
jaringan pada tanaman yang sama dan mempunyai lokasi seluler dan sifat
molekuler yang berbeda.
147
Lectin menggumpalkan sel-sel darah merah yang terdapat pada ternak.
Lectin dapat disebut aglutinin atau biasa juga disebut phitohemagglutinin. Dilihat
dari namanya maka lectin memang berfungsi menggumpalkan sel-sel darah
merah. Lectin dapat juga mematikan ternak karena bersifat racun. Tetapi ada juga
lectin yang tidak bersifat racun dikarenakan terdapat pepsin. Lectin adalah protein
yang mempunyai ketinggian afinitas untuk molekul gula tertentu. Lectin pertama-
tama diisolasi dari kacang castor, dengan kandungan lectin yang biasa di sebut
ricin. Jadi, lectin adalah protein yang sangat mempengaruhi gula dan gabungan
gliko dengan pengaruh yang tinggi. Lectin berinteraksi dengan karbohidrat
tertentu yang sangat spesifik. Interaksi ini spesifik enzim-substrat, atau interaksi
antigen-antibodi. Lectin berikatan dengan gula bebas atau residu gula
polisakarida, glikoprotein atau glikolipid yang dapat dibebaskan atau diikat dalam
membran sel.
Lectin terdapat pada tanaman leguminosa terutama pada kacang kedelai,
kacang kidney, dan alfalfa. Pada kacang kedelai, lectin tidak terlalu bersifat racun.
Tetapi lain halnya pada kacang kidney, lectin yang ada didalamnya bersifat sangat
beracun. Hal ini disebabkan kegiatan dari lectin tersebut. Pengklasifikasikan
lectin dapat dilihat pada Tabel 5.2.
Kacang kidney mengandung faktor yang menghalangi penggunaan vitamin
E. Pemanasan kacang kidney dapat mengatasi akibat tersebut. Aktivitas
pemanasan tersebut mungkin menyebabkan -tokoferol oksidase muncul pada
kacang kidney, alfalfa dan kacang kedelai. Alfalfa mengandung faktor yang
mudah larut dalam lemak yang mengurangi ketersediaan vitamin E pada ternak.
Lectin juga terdapat pada Canavalia ensiformis (Jack bean) yaitu tanaman
yang tumbuh di daerah tropical yang umum untuk makanan ternak. Penambahan
biji kacang jack paling besar daripada 4% dari berat badan adalah racun pada sapi.
Tanda-tanda keracunan adalah diare, lemah, enteritis, dan nefritis. Lectin yang
terkandung dalam kacang jack disebut concanavalin A.
148
Tabel 5.2. Klasifikasi lectin berdasarkan aktivitas racunnya
Lectin yang terkandung di dalam kacang precatory dan rosary pea (Abrus
precatorius) disebut abrin, salah satu racun yang diketahui sangat mematikan.
Umumnya terdapat pada tumbuhan tropis dan sebagai rumput-rumputan liar pada
tanaman pagar, pada rumpun tanaman jeruk dan area pembuangan di bagian
tengah dan selatan Florida. Bijinya kadang kadang dapat dibuat untuk rosario,
kalung atau dekorasi lain, tetapi biji tersebut juga dapat digunakan untuk
membunuh orang. Tanaman Abrus precatorius, bagan dan bijinya dapat dilihat
pada Gambar 5.7. dan 5.8.
149
Gambar 5.7. Tanaman Abrus precatorius (http://scitec.uwichill.edu.bb
dan www.plant-pictures.de)
150
Abrin potensial untuk mengiritasi permukaan membran, yang ditandai oleh
mabuk termasuk beberapa iritasi gastrointestinal dan ini merupakan semacam
pembedahan hidup-hidup yang kejam. Abrin merupakan dua rantai polipeptida
yang bekerja sama dengan ikatan disulfida.
Kacang castor atau Ricinus communis dapat dikomersialkan dalam bentuk
minyak kacang castor dan dapat digunakan untuk industri minyak gosok dan juga
untuk bidang medis. Biji, batang dan daun-daunan dari kacang castor atau Ricinus
communis merupakan racun tetapi minyaknya bukan merupakan racun. Lectin
pada kacang castor disebut ricin dan merupakan salah satu zat yang sangat
beracun. Ricin juga memiliki dua rantai polipeptida dan bekerja sama dengan
ikatan disulfida. Sama halnya dengan abrin, ricin dapat dihancurkan dengan panas
yang sedang. Tanda-tanda keracunan ricin adalah iritasi saluran pencernaan.
Black locust atau Pseudoacacia adalah suatu tumbuhan leguminosa kecil
yang pertumbuhannya sangat cepat. Black locust mengandung racun lectin yang
dikenal sebagai robin yang memiliki dua rantai polipeptida, tetapi tidak bergabung
dengan ikatan disulfida. Gejala keracunan robin adalah anorexia, kelesuan, badan
lemah, paralisis posterior pada sapi dan kuda, mual pada manusia, kedinginan
yang ekstrim, diare, pupil melebar, dan kematian. Luka patologis terutama adalah
iritasi dan edema pada saluran pencernaan.
Black locust sangat potensial sebagai pakan sapi, kuda dan lain-lain karena
mengandung protein tinggi, tumbuh dengan cepat dan mudah dipanen dengan
tangan. Bungkil Black locust mengandung 20 - 24% protein. Pada percobaan
dengan menggunakan ayam broiler, 3% bungkil daun locust atau 3% bungkil
alfalfa pada pakan yang dicampuri jagung dan bungkil kedelai menunjukkan
penampilan yang lebih baik dibandingkan dengan bungkil alfalfa.
Lectin ini banyak terdapat di pakan ternak. Jadi dalam pemberian pakan
harus dilihat dahulu apakah pakan itu berbahaya bagi ternak atau menguntungkan
bagi ternak. Oleh karena itu pakan yang akan diberikan pada ternak haruslah
diolah terlebih dahulu agar tidak terjadi kesalahan. Metabolisme pada ternak
sangatlah kompleks. Racun dari lectin akan tumbuh dan diserap oleh zat gizi
pakan, dengan adanya penyerapan ini maka akan terjadi infeksi bakteri. Lectin
151
ini mengganggu sel-sel darah, kemudian didalam sel darah merah tersebut terjadi
penggumpalan pada sel darah merah. Lectin juga merugikan sistem dalam infeksi
bakteri, lectin mengacaukan garis batas sel villi duodenum dan jejenum dan
abnormalitas dengan tingginya katabolisme di jaringan protein. Disamping itu
juga terjadi perkembangbiakan dramatis dari Escherichia coli di usus halus.
Lectin dapat dihancurkan dengan pemanasan basah, sementara sangat tahan
terhadap pemanasan kering.
5.4. Mimosin
Mimosin merupakan zat racun atau zat antinutrisi yang berasal daun
lamtoro atau leguminosa. Mimosin merupakan racun yang berasal dari turunan
asam amino. Mimosin merupakan senyawa asam amino heterosiklik, yaitu asam
amino yang mempunyai rantai karbon melingkar dengan gugus berbeda. Mimosin
mempunyai gugus keton dan hidroksil pada inti pirimidinnya, yang diketahui
bersifat toksik. Mimosin sering disebut leusenina, dengan rumus molekul
C8H10O4N2.
Secara struktural mimosin hampir sama dengan tirosin, tapi berbeda pada
fungsinya. yaitu merupakan zat anti nutrisi yang berada pada salah satu bahan
pakan, dimana zat tersebut apabila dikonsumsi oleh ternak dapat menyebabkan
penurunan penampilan ternak tersebut. Bahkan pada salah satu zat anti nutrisi lain
dapat menyebabkan kematian. Sedangkan tirosin merupakan hormon yang
berfungsi sebagai pencegah gondok. Mimosin mempunyai rumus bangun kimia
sebagaimana Gambar 5.9.
HO
NH2
O N CH2 CH COOH
152
Tepung daun lamtoro atau Leucaena leucocephala sebagai penghasil
mimosin banyak digunakan dalam ransum unggas. Tumbuhan ini tumbuh di
Hawai, Thailand dan beberapa negara tropis lainnya. Tanaman ini jenis
leguminosa tropik dengan kandungan protein yang besar sebagai sumber protein
bagi ternak. Daun tanaman ini mengandung protein kasar sekitar 25 35 %.
Tanaman ini mempunyai beberapa kelebihan diantaranya pertumbuhannya cepat,
daya adaptasi tinggi, pertumbuhan tinggi dan juga disukai oleh ternak. Tanaman
lamtoro dan bagannya dapat dilihat pada Gambar 5.10 dan 5.11.
153
Gambar 5.11. Biji tanaman lamtoro (http://web.supernet.com.bo)
154
HO
HO N
3,4-dihydroxypyridine
HO NH2
O N CH2 CH COOH
155
tubuh ternak, sehingga hal tersebut dapat menyebabkan gangguangangguan lain
yang dapat menurunkan penampilan ternak. Sedang faktor penyebab anemia
adalah dikarenakan metabolisme dimetil disulfida. Efek lain yang terjadi pada
unggas adalah dapat menyebabkan pertumbuhan terhambat, merontokkan bulu,
katarak pada mata serta gangguan reproduksi.
Dosis pemberian tepung daun lamtoro 5 - 10% dalam bahan pakan pada
unggas maupun kelinci dapat menyebabkan penurunan penampilan ternak.
Apabila ternak dalam keadaan tertekan atau stress maka akan mengakibatkan
penyerapan mimosin dalam tubuh akan lebih cepat dibanding dengan penyerapan
asam amino. Sehingga ternak akan lebih banyak menderita keracunan.
Pencegahan dapat dilakukan dengann membatasi pemberian bahan pakan
yang mengandung senyawa tersebut dalam ransum yaitu kurang dari 5%.
Mimosin diketahui stabil dan sedikit larut dalam air. Kelarutannya adalah 1 : 500
(1 g dalam 500 cc air) sehingga apabila senyawa tersebut dilarutkan lebih dari 500
cc air maka senyawa tersebut akan berkurang sifat toksiknya. Mimosin merupakan
senyawa yang tidak mudah rusak pada pemanasan biasa, kadar kerusakannya
mulai terjadi jika dilakukan pemanasan tinggi, sekitar 227 - 228oC, hal ini dapat
digunakan sebagai pencegahan keracunan dengan pemanasan terlebih dulu bahan
pakan yang mengandung senyawa tersebut sebelum diberikan kepada unggas.
5.5. Latirogen
Latirogen adalah racun yang ditemukan dalam chick pea dan vetch yaitu
sejenis kacang polong. Latirogen merupakan derivat asam amino yang bekerja
melawan metabolisme asam glutamat, sebagai neurotransmiter di otak. Ketika
latirogen terkonsumsi dalam jumlah banyak oleh ternak, maka akan terjadi
kelumpuhan. Penyakit yang disebabkan oleh racun latirogen dinamakan latirisme.
Latirisme adalah penyakit kelumpuhan pada manusia yang disebabkan
oleh biji Lathyrus spp. khususnya L. sativus (chick-pea). Penyakit itu merupakan
problem kesehatan yang krusial di India. Biji chick pea ini umumnya digunakan
sebagai tepung roti dan sayur. Beberapa negara bagian di India sekarang sudah
156
melarang penjualan biji ini, meskipun tanaman ini masih tumbuh secara luas.
Tanaman Lathyrus spp sangat kuat atau tahan tumbuh di daerah kering dan
dibawah musim yang panas. Tanaman ini banyak tumbuh di India dan Amerika
utara (yang baru diketahui). Tanaman Lathyrus sativus dan bagannya dapat
dilihat pada Gambar 5.13. dan 5.14.
157
Gambar 5.14. Biji tanaman Lathyrus sativus (www.general.uwa.edu.au)
158
odoratus dan spesies yang berhubungan adalah -amino propionitil (BAPN) dan
sebuah derifat dari asam amino (NC CH2 CH2 NH2)
BAPN ini terdapat di tanaman dalam bentuk -(-L-glutamil) amino
propionitril, tetapi kelompok glutamil belum tentu beraktifitas latirogenik. BAPN
mengganggu dengan berhubungan silang pada kolagen dan molekul elastin.
Konsekwensinya jaringan pengikat kehilangan struktur normal. Ikatan silang
pada jaringan serat pengikat meliputi oksidasi kelompok amino epsilon pada
residu lisin menjadi hidroksilisin di kolagen atau protein elastin. Aksi enzim lisil
oksidase pada residu lisin yang spesifik termasuk dalam ikatan silang. Enzim lisil
oksidase juga menerima ion kuprat untuk aktivitas tersebut. Lisil oksidase
dihalangi untuk balik oleh BAPN. Defisiensi tembaga sangat mirip gejalanya
karena menghalangi aktivitas lisil oksidase. Keracunan BAPN tidak dapat
dinetralkan oleh suplementasi tembaga.
Neurolatirisme adalah kelumpuhan kaki karena kerusakan syaraf pada
spinal cord yang disebabkan oleh neurotoksin pada tanaman L. sativus. Penyakit
ini dihubungkan dengan konsumsi L. sativus dan faktor lingkungan seperti
lingkungan lembab dan beban kerja berlebihan. Hal tersebut umumnya nampak
kapanpun makanan yang mengandung biji L. sativus dikonsumsi selama 3 - 6
bulan. Neurolatirogen utama adalah asam -N-oksalil-L---diaminoptropionat
(ODAP) dengan komposisi kimia terlihat pada Gambar 5.6. sebagai berikut.
O NH2
159
yang terserang lebih lanjut membutuhkan bantuan tongkat untuk berjalan, hal ini
dapat berkembang ketahap selanjutnya dan akhirnya sang korban hanya dapat
berjalan atau bergerak dengan merangkak. Pengaruh latirisme lebih banyak
menyerang atau terjadi pada laki-laki muda kurang lebih antara usia 20 sampai 30
tahun, hal dapat dihubungkan dengan faktor-faktor lingkungan yang terlibat
dengan penyakit tersebut.
Salah satu kesulitan utama dalam mempelajari neurolatirisme adalah
bahwa tidak semua hewan atau ternak eksperimen bereaksi pada neurotoksin.
DOC atau anak ayam yang diuji mengalami reaksi dengan gangguan kepalanya
dan menderita sawan (convulsi), anak ayam yang lebih tua tidak terpengaruh.
Monyet tupai juga memberi respon terhadap neurotoksin dengan ciri otot gemetar
dan konvulsi.
Model aksi khusus ODAP belum dapat diketahui, tetapi gejala tersebut
muncul dan berpengaruh secara langsung pada sel-sel syaraf. Hasil studi dengan
hewan eksperimen gejalanya sudah muncul pada toksisitas yang rendah, dan
menegaskan kemungkinan pentingnya faktor-faktor lain (penyakit yang lebih dulu
atau sudah diderita, malnutrisi dan tekanan fisik berlebihan) dalam perkembangan
neurolatirisme pada manusia.
Biji-bijian L. sativus dapat diperlakukan untuk membatasi toksisitas.
Perendaman dan perebusan didalam air panas dapat menghilangkan neurotoksin.
Biji-bijian yang dipergunakan biasanya berupa bahan mentah seperti bentuk bola
pasta, agar toksinnya dapat tertahan. Sehingga dengan sedikit penyiapan pakan
biji-bijian, keracunan dapat dihindari. Pemecahan yang paling ideal adalah dengan
cara mengembangkan penanaman tanaman L. sativus bebas racun, karena setiap
tanaman hijauan memiliki ciri agronomi tersendiri yang akan menjadikannya
sebuah tanaman pakan yang baik jika tidak beracun.
Tanaman vetch menyebabkan neurolatirisme ketika dikonsumsi oleh
unggas. Vetch pada suatu waktu berkembang di Oregon sebelah barat sebagai biji
panenan. Gejala ayam yang mengkonsumsi vetch adalah konvulsi, kebutaan dan
berkokok atau berkotek sayu, yang serupa dengan defisiensi piridoksin.
Suplementasi piridoksin dapat menunda serangan gejala keracunan vetch. Vicia
160
sativa (common vetch) mengandung latirogen -siano-L-alanin dengan komposisi
kimia sebagaimana terlihat pada Gambar 5.16.
NH2
NC CH2 CH COOH
161
O NH2
NH
N
COOH
H2 O
Linatin
NH2 COOH
N CHNH2
COOH +
CH2
1-amino-D-prolin CH2
COOH
Asam glutamat
Biji rami tumbuh di daerah utara AS dan daerah selatan Kanada. Biji rami
merupakan sumber minyak biji rami yang merupakan minyak kering yang penting
untuk lukisan, pernis dan linoleum. Biji rami dapat diproses dengan pemeras
mekanik, atau dengan pelarut ekstrak dan residunya dapat digunakan sebagai
komponen pakan ternak. Tanaman Linum usitatissimum, bagan dan bijinya dapat
dilihat pada Gambar 5.18. dan 5.19.
162
Gambar 5.18. Tanaman linum usitatissimum (www.hoku-iryo-u.ac.jp
dan www.mpiz-koeln.mpg.de)
163
Bungkil biji rami merupakan bahan pakan yang penting untuk ternak sapi,
tetapi pada unggas harus dibatasi penggunaannya. Biji rami mengandung sekitar
34% minyak yang akan berkurang sampai 5% dengan adanya proses pemerasan.
Minyak biji rami merupakan sumber yang kaya akan asam linoleat yang dapat
diserap ke dalam daging dan telur unggas yang mengkonsumsi pakan tersebut.
Jumlah asam lemak omega 3 meningkat pada produk yang dihasilkan, tetapi ada
beberapa faktor yang menyebabkan bau amis.
Kandungan serat pada bungkil relatif tinggi, tetapi mengandung getah.
Protein pada bungkil biji rami kekurangan kandungan lisin dan metionin.
Sebenarnya bungkil biji rami bukan merupakan bahan pakan unggas yang
memuaskan. Tetapi dapat dimaksimalkan untuk mengganti protein yang setara
dengan yang dikandung bungkil kedelai sebesar 2 - 3% dari pakan. Pada tingkat
yang lebih tinggi akan menyebabkan pengurangan bobot badan dan efisiensi
pakan. Pertumbuhan ayam yang diberi bungkil biji rami akan semakin cepat
apabila pakan tersebut ditambah air dan dikeringkan sebelum dicampur dalam
pakan. Penambahan bungkil biji rami dengan ekstrak ragi dapat menyebabkan
peningkatan pertumbuhan dan pencampuran dengan vitamin juga dapat
bermanfaat. Vitamin yang bertanggung jawab terhadap kecepatan pertumbuhan
adalah piridoksin.
Pertumbuhan maksimal ayam diperoleh dengan menambahkan 7 mg
piridoksin/kg pakan. Pada penelitian lain menunjukkan bahwa penambahan
bungkil biji rami pada pakan untuk starter dengan 26 mg piridoksin/kg dan pakan
untuk grower dengan 6 mg/kg sama dengan pertumbuhan ayam kontrol.
Pemberian 17 - 18% bungkil biji rami pada pakan dapat mengganti separuh dari
bungkil kedelai dalam pakan starter dan grower.
Indigofera spicata atau creeping indigo adalah leguminosa tropis yang
bernilai potensial sebagai makanan ternak. Kelemahan tanaman tersebut adalah
mengandung racun asam amino yang disebut indospecin yang mempunyai
struktur antagonis dengan arginin. Tanaman Indigofera spicata dan bagannya
dapat dilihat pada Gambar 5.20.
164
Gambar 5.20. Tanaman Indigofera spicata (www.tactri.gov.tw dan
www.snv.jussieu.fr)
165
NH NH2
Indospecin
NH NH2
Arginin
166
5.7. Inhibitor Polipeptida
Peptida terdiri dari dua residu asam amino atau lebih yang dihubungkan
oleh ikatan peptida. Peptida yang banyak mengandung ikatan lebih dari 10 residu
asam amino dinamakan polipeptida. Banyak komponen hormon dan protein
sederhana merupakan polipeptida. Ikatan peptida (suatu ikatan amida) tidak
bersifat basa maupun asam dan tidak bermuatan pada pH fisiologis. Oleh karena
itu, pembuatan peptida dari unsur-unsur asam aminonya pada pH 7.4 disertai oleh
kehilangan satu muatan positif dan satu muatan negatif per ikatan peptida yang
terbentuk. Akan tetapi, peptida adalah molekul yang bermuatan pada pH
fisiologis karena mempunyai muatan pada gugus C- dan N-terminal dan pada
gugus fungsional yang terdapat pada residu asam amino polar yang melekat pada
atom-atom -karbon.
Semua racun yang terdapat pada jamur Amanita spp adalah peptida.
Distribusi peptida bervariasi dalam bagian yang berbeda pada jamur, dengan
bagian atas yang merupakan bagian yang mematikan. Racun polipeptida pada
jamur dibagi menjadi lima macam yaitu amatoksin, falotoksin, virotoksin,
falolisin dan asam ibotenat (muscimol). Amatoksin, falotoksin dan virotoksin
terdapat pada A. bisporigera, A. ocreata, A. phalloides, A. phalloides var. alba, A.
suballiacea, A tenuifolia, A. virosa dan beberapa jamur lainnya. Falolisin
merupakan kelompok yang baru ditemukan dan hanya terdapat pada A. phaloides.
Asam ibotenat dijumpai pada A. cothurnata, A. muscaria var. formosa, A.
muscaria var. muscaria dan A. pantherina. Jamur Amanita dan bagannya dapat
dilihat pada Gambar 5.23.
Amatoksin merupakan oktapeptida bisiklik yang lebih berpotensi
dibanding racun lainnya. Amatoksin mulai merusak ketika sampai di hati.
Amatoksin kemudian dikeluarkan oleh cairan empedu menuju darah dimana
dibawa kembali ke hati, hal tersebut menyebabkan lingkaran kerusakan dan
ekskresi. Dalam liver, amatoksin menghalangi RNA polimerase II. Hati
dihancurkan secara pelan-pelan dan tidak dapat memperbaiki dirinya sendiri yang
menyebabkan RNA polimerase tidak aktif. Amatoksin mempunyai sembilan
anggota, yaitu -amanitin, -amanitin, -amanitin, -amanitin, amanin, amanin
167
amida (hanya dijumpai pada A. virosa), amanulin, asam amanulunat dan
proamanulin.
Falotoksin adalah semua derivat dari tujuh amino acid cyclic peptide
backbone yang sama. Falotoksin terdiri dari dua kelompok yaitu netral dan asam.
Falotoksin netral mengandung D-treonin sedangkan falotoksin asam mengandung
asam beta hidroksi suksinat. Falotoksin menghancurkan sel liver dengan
mengganggu keseimbangan G-actin dengan F-actin yang menyebabkan perubahan
menyeluruh pada F-actin. Hal ini menyebabkan jumlah eksvaginasi pada
membran sel hati yang membuat sel mudah terkena cacat oleh gradien tekanan
rendah. Hal ini diikuti dengan kehilangan ion potasium dan enzim sitoplasma
yang menyebabkan kekurangan ATP dan glikogen dan selanjutnya kehancuran
final pada hati. Falotoksin mempunyai bagian racun yang terdiri dari faloin,
faloidin, falisin, profaloin, falacin, falacidin dan falisacin.
168
Virotoksin merupakan heptapeptida monosiklik, bukan peptida bisiklik
meskipun mempunyai efek keracunan yang sama dan nampak merupakan derivat
dari falotoksin. Virotoksin terdiri dari viroidin, desoksoviroidin, ala 1-viroidin,
ala 1-deksoviroidin, viroisin dan desoksoviroisin. Falolisin merupakan protein
yang aktif dalam hemolitik tetapi labil apabila terkena panas dan asam. Asam
ibotenat atau asam muscimol ibotenat adalah asam amino eksitatori (EAA) dan
muscimol merupakan derivatnya. Racun ini beraksi dengan menirukan transmiter
alam asam glutamat dan asam aspartat pada neuron dalam sistem syaraf pusat
dengan reseptor spesial untuk asam amino. Racun ini juga menyebabkan
kematian selektif pada neuron sensitif pada EAA.
Polipeptida seperti asam amino dan molekul yang bermuatan lainnya,
dapat diisolasi oleh teknik yang memisahkan berdasarkan muatan misalnya
elektroforesis, dan kromatografi pertukaran ion. Nilai Pk untuk gugus karboksil
C-terminal suatu polipeptida lebih tinggi dari Pk gugus karboksil asam amino
yang sama sehingga COOH peptida adalah asam yang lebih lemah. Sebaliknya
gugus amino N-terminal adalah asam yang lebih kuat dan mempunyai Pk yang
lebih rendah. Pergeseran Pk ini terutama disebabkan oleh perubahan gugus
amino yang bermuatan menjadi ikatan peptida yang netral.
Akibat fisiologis dari perubahan struktur primer penggantian satu asam
amino dengan asam amino lain dalam urutan linier dari kira-kira 100 asam amino
atau lebih dapat mengurangi atau menghilangkan aktivitas biologi dengan akibat-
akibat yang serius, misalnya penyakit sickle cell. Memang benar banyak kelainan
metabolisme herediter dapat disebabkan oleh sedikit perubahan semacam ini.
Penggunaan cara kimia dan fisika baru untuk menentukan struktur protein jelas
telah menambah pengetahuan dasar biokimia untuk banyak penyakit herediter.
Peptida seperti halnya amida, dapat disintesis oleh reaksi antara gugus
karboksil yang diaktifkan seperti asam klorida, asam anhidrida, atau tioester
dalam satu asam amino dan gugus amino dari asam amino lainnya, seperti
misalnya antara asam klorida sistein dan lisin. Akan tetapi bila reaksi ini
berlangsung, gugus karboksil yang diaktifkan juga bereaksi dengan gugus
amino dari lisin, menghasilkan dua isomer dipeptida sis-lis. Selain itu gugus
169
karboksil juga dapat bereaksi dengan gugus amino dari sisteinil klorida lainnya
menghasilkan sis-sis-Cl dan proses ini dapat berlangsung terus menghasilkan sis-
sis-sis-Cl dan seterusnya. Untuk menghindari hasil sampingan yang tidak
dikehendaki ini, semua gugus amino yang harus dikeluarkan dari reaksi dihambat
setelah ikatan peptida terbentuk. Gugus yang menghambat dihilangkan sehingga
tinggal peptida yang diinginkan.
Sel binatang, tumbuh-tumbuhan dan bakteri mengandung berbagai jenis
polipeptida dengan berat molekul rendah (3 - 100 residu asam amino) yang
mempunyai aktivitas fisiologis yang sangat besar. Beberapa diantaranya termasuk
sebagian besar hormon polipeptida mamalia, hanya mengandung ikatan peptida
yang terbentuk antara gugus amino dan karboksil dari dua asam L--amino
yang terdapat dalam protein. Akan tetapi penambahan asam amino atau derivat-
derivat asam amino protein mungkin juga terdapat pada polipeptida (walaupun
tidak pada protein).
Polipeptida pendek bradikinin dan kalidin adalah zat hipotensis otot polos
yang dikeluarkan dari protein plasma spesifik yang terkena bisa ular atau enzim
proteolitik tripsin. Glutation diperlukan untuk fungsi beberapa enzim dan insulin.
Diduga bahwa glutation dan enzim glutation reduktase berfungsi baik pada
degradasi insulin maupun pada pembentukan ikatan-ikatan disulfida yang tepat
pada insulin.
Antibiotik berstruktur polipeptida yang dikeluarkan oleh jamur sering
mengandung asam amino D maupun L, dan asam amino yang tidak terdapat
dalam protein. Contohnya adalah tirposidin dan gramisidin S, polipeptida siklik
yang mengandung D-fenilalanin dan asam amino non protein ornitin. Tirotropik
regulatori hormon (TRH) pada hewan melukiskan variasi lainnya. Glutamat N-
terminal prolil karbonil terdapat sebagai amida. TRH dalam jumlah sedikit
(mikrogram) yang disuntikkan pada manusia segera merangsang tiroid stimulating
hormon.
Sebagai contoh lainnya adalah, suatu polipeptida mamalia dalam struktur
primernya dapat mengandung lebih dari satu polipeptida yang secara fisiologis
potensial. Contohnya adalah lipotropin, suatu hormon lipofisis yang merangsang
170
pelepasan asam-asam lemak dari jaringan adiposa. Dalam struktur primer
lipotropin terdapat rangkaian asam-asam amino yang biasanya terdapat pada
hormon polipeptida lain yang mempunyai aktivitas fisiologis yang berbeda. Ini
termasuk melanosit stimulating hormon dan empat peptida dengan aktivitas
seperti candu (metionin, enkefalin dan endorfin). Oleh karena itu ada
kemungkinan bahwa polipeptida merupakan suatu prazat biologi untuk peptida-
peptida yang lebih kecil.
Karboksipeptidase adalah kelompok enzim pankreas yang berfungsi pada
digesti protein. Khusunya pada eksopeptidase yang menghidrolisis ikatan peptida
terminal pada akhir karboksil rantai polipeptida. Kentang mengandung protein
yag stabil pada kondisi panas yang merupakan karboksipeptidase inhibitor. Level
karboksipeptidase inhibitor pada kentang sekitar 0.03% berat basah tidak
signifikan sebagai anti nutrisi pada ayam.
171
padang penggembalaan terdorong kembung dalam kondisi demikian. Sekresi air
liur mengkin mempunyai efek kembung. Mikroorganisme rumen sudah diyakini
terlibat dalam permasalahan kembung ini.
Kembung terutama terjadi di padang leguminosa. Selain itu, hal itu
merupakan problem juga di padang gandum. Beberapa leguminosa dikenal baik
karena berpotensi menghasilkan kembung. Spesies tanaman yang sangat penting
sebagai penghasil kembung adalah alfalfa (Medicago sativa), red clover
(Trifolium pratense), dan white clover (Trifolium repens). Subterranean clover
(T. subterraneum) seringkali disangkutkan dengan kembung, tetapi umumnya
tidak menimbulkan masalah. Tanaman medicago sativa dan bagannya dapat
dilihat pada Gambar 5.24.
Faktor zat tanaman utama yang terlibat pada produksi kembung adalah
protein sitoplasmik yang terjadi di tanaman makanan ternak penghasil kembung.
Hal tersebut ditunjukkan sebagai fraksi I, fraksi II dan protein 18 S. Terdapat
172
hubungan yang baik antara insiden kembung dengan tingkat kandungan protein
total yang mudah larut. Faktor lain dihubungkan dengan kandungan protein total
yang mudah larut sebagai penyebab kembung meliputi rataan pemecahan sel yang
terjadi di rumen, tingkat karbohidrat mudah larut dalam makanan ternak dan ada
atau tidak adanya endapan protein. Pengeluaran secara cepat kandungan sel,
persediaan rataan fermentasi yang tinggi (dan hal itu berarti rataan produksi gas
rumen yang tinggi) turut mendukung perkembangan kembung.
Protein mudah larut membentuk membran gelembung-gelembung gas dan
memproduksi busa yang stabil. Fragmen kloroplas mungkin bertindak sebagai
tempat pembentukan inti formasi gelembung. Kandungan karbohidrat mudah
larut pada makanan ternak penting dalam menentukan rataan fermentasi dan
mungkin juga memiliki pengaruh pada protozoa rumen. Adanya karbohidrat
mudah larut dalam makanan ternak mungkin menyebabkan banyaknya protozoa
meningkat pesat dan kemudian mendadak mati. Protozoa tersebut mungkin
menyimpan zat pati berlebihan dan kemudian meledak, atau mungkin mati karena
perubahan lingkungan rumen seperti perubaan pH. Kandungan sel protozoa
mungkin menyumbang formasi busa yang stabil. Alasan utama untuk penurunan
kembung dengan beberapa leguminosa seperti bird's-foot trefoil dan sainfoin
muncul karena adanya endapan protein seperti tannin. Denaturasi protein mudah
larut oleh tannin menyebabkan mencegah pembentukan busa.
Padang leguminosa yang lebat, terutama pucuk tanaman yang belum
dewasa lebih mungkin menyebabkan kembung daripada makanan ternak yang
lebih tua atau jerami karena dedaunan yang belum dewasa memiliki protein dan
karbohidrat mudah larut cukup tinggi dan memiliki rataan pemecahan sel yang
lebih cepat dalam rumen. Pemanasan menyebabkan denaturasi protein, sehingga
mengurangi tingkat protein mudah larut.
Faktor klimat dapat mempengaruhi kembung. Hari-hari panas dan malam-
malam dingin menyebabkan kandungan zat pati dalam jaringan leguminosa
menjadi tinggi, yang mungkin memicu timbulnya kembung. Penurunan kembung
pada leguminosa tropikal yang penting mungkin disebabkan oleh adanya tannin,
173
dan dalam kasus lainnya sifat serat daun yang keras mungkin memperlambat
rataan pemecahan sel.
Hewan-hewan yang berkemungkinan kembung mempunyai populasi
mikroba yang banyak dengan potensi fermentasi yang tinggi sehingga ketika
makanan ternak melimpah dengan karbohidrat yang mudah difermentasi
dikonsumsi, pelepasan isi sel dengan cepat mengakibatkan fermentasi yang cepat
sehingga produksi gas dalam rumen menjadi tinggi dan kandungan rumen yang
kental, menambah perangkap gas dalam bentuk busa yang stabil. Bakteri rumen
bertempat pada bahan partikulat seperti fragmen kloroplas. Kondisi rumen yang
menyebabkan serangan kembung adalah pertama kolonisasi partikel protoplas dan
partikulat lain oleh bakteri rumen. Kedua adalah akumulasi partikel tersebut
dalam cairan kantung dorsal rumen. Ketiga adalah kecenderungan untuk berbuih
oleh adanya penjeraban dari gelembung gas diantara partikel-partikel yang
tersuspensi. Keempat adalah tersedianya inokulum yang aktif untuk disintegrasi
yang cepat dan pelepasan isi sel mesofil dari pakan ternak yang diberikan.
Kelima adalah flotasi pencernaan karena adanya produksi gas dari mikroba.
Keenam adalah ketidakmampuan hewan untuk membersihkan gas-gas fermentasi
karena adanya penjeraban oleh pencernaan yang berbuih.
Penggunaan bahan anti pembentukan busa di AS seperti poloxalene (Bloat
Guard block yaitu penjaga kembung berbentuk blok) di padang leguminosa telah
secara luas mengurangi problem kembung. Blok-blok tersebut memiliki
kandungan molase yang tinggi dan bertindak sebagai satu-satunya sumber garam,
sehingga ternak sapi menjilatinya sesering mungkin sehari penuh, yang
memastikan adanya bahan anti pembentukan buih yang terus-menerus dalam
rumen. Satu blok untuk lima ekor sapi harus digunakan, dan blok-blok tersebut
harus disebar merata di seluruh padang penggembalaan. Pada daerah dengan
padang penggembalaan yang luas dengan bedengan yang menyebar pada padang
leguminosa penghasil kembung, blok-blok tersebut mungkin kurang efektif atau
tidak mungkin untuk menggunakannya karena sifat dari tanah dan persebaran
tanaman.
174
Metode lain untuk mengurangi kembung adalah penggunaan campuran
rumput-rumputan dan tanaman leguminosa. Potensi kembung sangat tinggi pada
tanaman subur, makanan ternak yang belum matang mempunyai rataan
pemecahan sel yang cepat dalam rumen, sehingga mungkin disarankan untuk
merumput leguminosa hanya ketika mendekati kematangan. Penggembalaan
model lajur (strip) untuk memaksa mengkonsumsi seluruh jenis tanaman
merupakan praktek manajemen yang lebih baik daripada penggembalaan selektif
dengan mengkonsumsi pucuk-pucuk daun. Padang penggembalaan model lajur di
New Zealand disemprot minyak sayuran atau lemak setiap hari. Lemak bertindak
sebagai agen anti buih. Solusi terakhir adalah pengembangan pemuliaan tanaman
leguminosa yang mempunyai potensi kembung minimal. Hal tersebut dapat
dilakukan melalui seleksi untuk pengurangan proporsi atau rataan pelepasan dari
protein mudah larut, atau pemasukan tannin ke dalam struktur genetik tanaman.
Sejak ditemukannya beberapa spesies tanaman tanpa kandungan tannin
yang menyebabkan kembung, seperti Medicago (alfalfa dan medic), teknik-teknik
baru seperti mutagenesis atau prosedur "penyambungan gen" sedang dikaji
sebagai metode introduksi endapan protein. Pada beberapa kasus, hal itu mungkin
untuk menanam tanaman leguminosa penghasil kembung dengan makanan ternak
lainnya yang mengandung tannin seperti sainfoin. Di sebagian daerah Australia,
kembung pada padang penggembalaan sapi didominasi oleh white clover yang
dikontrol oleh penanaman rumput yang bersamaan yang kaya dengan tannin.
Kanada mempunyai program pengembangbiakan untuk mengembangkan
jenis tanaman alfalfa yang aman dari kembung. Program tersebut didasarkan pada
observasi bahwa agen utama pembentuk busa adalah protein, dan tempat selular
terbesar dari protein berada di sel mesofil daun. Sel mesofil tanaman leguminosa
yang aman dari kembung lebih tahan terhadap pemecahan sel akibat pengunyahan
atau pemecahan mikroba dalam rumen daripada tanaman leguminosa yang
menghasilkan kembung. Sebagai contoh, pelepasan protein dari daun alfalfa
melalui pemecahan sel lebih cepat daripada daun bird's foot trefoil, Cicer milk
vetch dan sainfoin yang merupakan leguminosa bukan penyebab kembung. Hasil
dari program pengembangbiakan tanaman di Kanada untuk mengembangkan jenis
175
tanaman alfalfa yang aman dari kembung didasarkan pada rataan pemecahan sel
menunjukkan bahwa pengurangan pada rataan pemecahan sel telah dicapai, dan
alfalfa yang aman dari kembung memiliki potensi kembung yang rendah.
5.9. Tiaminase
Tiaminase adalah enzim yang ditemukan dalam sedikit tanaman, kulit
daging dan rongga perut ikan tertentu serta kerang-kerangan. Ketika masuk ke
saluran pencernaan, enzim tersebut memisahkan tiamin (vitamin B1), sebuah
senyawa penting dalam metabolisme energi dan membuat tiamin tidak aktif.
Bentuk aktif tiamin adalah tiamin pirofosfat (TPP) yang bekerja sebagai koenzim
dalam reaksi penting seperti:
1. Mengubah piruvat pada asetil Ko-A yang dikatalis oleh piruvat dehidrogenase
2. Mengubah -ketogluterat menjadi suksinil Ko-A dalam siklus Krebs yang
dikatalis oleh -ketogluterat dehidrogenase
3. Mengubah rantai cabang -asam keto menjadi asil-Ko-A yang dikatalis oleh
rantai cabang -asam keto dehidrogenase
4. Mentransfer potongan 2C dari gula -keto menjadi aldosa akseptor dalam
jalan pintas pentosa-fosfat yang dikatalis oleh transketolase
Tanpa kecukupan tiamin, ternak tidak optimal dalam penggunaan piruvat,
yang menyebabkan peningkatan tingkat piruvat plasma dan kekurangan ATP
seluler. Defisiensi tiamin pada ternak juga menyebabkan aktivitas transketolase
dibawah normal. Uji yang baik bagi status tiamin adalah menguji jumlah aktivitas
eritrosit transketolase pada ternak. Oleh karena tiamin sangat esensial pada
utilisasi energi, tanda-tanda umum defisiensi tiamin meliputi kehilangan bobot
badan, penurunan penggunaan pakan, dan kelemahan. Beberapa tiamin juga
digunakan untuk membentuk tiamin trifosfat yang mempunyai fungsi dalam
kelangsungan hidup sel otak.
Sumber alami tiamin meliputi ragi, daging (khususnya hati babi), dan biji-
bijian sereal. Sayangnya, prosesing biji-bijian mengurangi kandungan tiamin
dalam jumlah besar. Tiamin diabsorpsi dinding saluran pencernaan oleh difusi
pasif dan aktif, pembawa media transport tergantung pada konsentrasi
176
keberadaannya. Transport aktif sangat tinggi di jejenum dan ileum. Umumnya
kebutuhan tiamin ruminan diperoleh dari produksi mikroflora rumen. Setelah
diabsorpsi, tiamin ditransport dalam serum menuju albumin. Terdapat dua tipe
tiaminase, yaitu:
1. Tipe I dengan bentuk sangat umum, tipe ini dijumpai pada ikan, kerang-
kerangan, paku-pakuan dan beberapa bakteri. Aksi tipe ini adalah
penggantian kelompok pirimidin metilen dengan basa nitrogen atau senyawa
SH untuk mengeliminasi lingkaran tiazol.
2. Tipe II dijumpai pada bakteri tertentu, tipe ini beraksi melalui pemecahan
hidrolitik ikatan metilen-tiazol-N untuk membuka pemecahan pirimidin dan
tiamin.
Kedua tipe tiaminase menerima kosubstrat umumnya amina atau
sulfahidril yang mengandung senyawa seperti prolin dan sistin. Sekali molekul
tiamin dipecahkan oelh tiaminase, tubuh tidak mampu menyimpan tiamin. Jadi
masukan signifikan sejumlah tiaminase dapat menimbulkan defisiensi tiamin
meskipun mungkin terdapat tiamin yang cukup dalam pakan. Tiaminase
didenaturasi oleh panas, lagipula perlakuan pemasakan dan pemanasan membuat
tiaminase inaktif. Aksi tiaminase pada tiamin dapat dilihat pada Gambar 5.25.
Defisiensi tiamin menyebabkan non ruminan tidak dapat menggunakan
energi pakan secara penuh yang akan menimbulkan beberapa gejala anoreksia,
kehilangan bobot badan dan lemas. Terdapat juga tanda ketidakberfungsian
neurological yang meliputi ataksia dan sawan. Beberapa spesies khususnya
burung akan menampakkan opisthotonus yaitu kepala tertarik yang kadang-
kadang disebut sebagai star grazing. Defisiensi tiamin juga akan menyebabkan
kardia tidak berfungsi pada beberapa spesies. Gejala yang terlihat meliputi
pembesaran kardia dan penurunan degup jantung yang selanjutnya akan
menyebabkan beberapa kasus edema.
177
CH3
N CH2 N+
tiaminase
+
kosubstrat
CH3
N CH2 N R N
178
1. Pada musim semi ketika tanaman bracken merupakan salah satu tanaman yang
pertama muncul dan potensial sebagai komponen besar di pastura
2. Tanaman bracken mengkontaminasi hay
3. Pada ladang yang mengalami pembajakan sehingga rizoma muncul ke
permukaan
4. Tanaman bracken digunakan sebagai bedding (alas berbaring)
Tanaman lain yang mengandung tiaminase adalah horsetail (Equisetum
arvense) yang tersebar luas pada daerah basah di Amerika Serikat dan Kanada dan
mengandung aktivitas tiamin yang signifikan. Keracunan tiaminase yang sangat
umum adalah kontaminasi hay oleh tanaman horsetail. Kuda yang
mengkonsumsi hay yang terkontaminasi 12% atau lebih tanaman horsetail akan
menunjukkan tanda-tanda defisiensi tiamin dalam 2 5 minggu.
Tanaman nardoo (Marsilea drummondii) adalah tanaman paku-pakuan
Australia yang dapat mengandung tiaminase dengan aktivitas 1000 kali dibanding
tanaman bracken. Tanaman nardoo akan sering tumbuh pada area yang baru saja
mengalami banjir dan bertanggung jawab pada sejumlah besar kasus defisiensi
tiamin dan kematian domba di Australia dan Selandia Baru. Tanaman paku-
pakuan Australia lainnya yang mengandung tiaminase adalah tanaman rock
(Cheilanthes siaberi) yang dijumpai terutama pada daerah pantai. Tanaman
Marsilea drummondii dan bagannya dapat dilihat pada Gambar 5.26.
Tanaman kochia (Kochia scoparia) tumbuh terutama di daerah barat daya
Amerika Serikat. Ruminan yang merumput tanaman kochia akan terkena
poliencephalomalacia. Meskipun belum jelas apakah hal ini efek dari keberadaan
tiaminase atau hepatotoksin yang mengganggu penggunaan tiamin. Ternak yang
terserang akan menunjukkan nekrosis hati, yang menunjukkan bahwa
hepatotoksin merupakan faktor utama pada keracunan tanaman kochia sehingga
jika tiaminase ada, maka bukan merupakan faktor utama.
Tiaminase juga terdapat pada rongga perut ikan tertentu dan kerang-
kerangan khususnya carp. Beberapa bakteri seperti Clostridium sporogenes dan
sedikit spesies Bascillus dapat menghasilkan tiaminase. Jika spesies tersebut
mendominasi lingkungan rumen, maka defisiensi tiamin dapat terjadi. Ruminan
179
muda dengan umur 2 7 bulan yang ,engkonsumsi pakan dengan biji-bijian tinggi
beresiko tinggi terkena defisiensi tiamin. Ternak yang terkena serangan
defisiensi tiamin dapat diberikan masukan tiamin melalui injeksi intra muscular.
Menghindari sumber tiaminase dari pakan ternak merupakan cara lain yang dapat
dilakukan
5.10. Ricin
Biji-bijian dari tanaman kacang castor (Ricinus communis) beracun bagi
manusia dan binatang. Salah satu racun utama protein pada kacang kastor adalah
ricin yang dinamakan oleh Stillmark pada tahun 1888 ketika beliau merasakan
ekstrak kacang-kacangan pada sel darah merah dan melihat sel tersebut
menggumpal. Sekarang diketahui bahwa aglutinasi disebabkan oleh racun lain
yang juga ada di tanaman kacang castor yang disebut Ricinus communis
agglutinin (RCA). Ricin merupakan sitotoksin potensial tetapi hemaglutinin
lemah, sebaliknya RCA sitotoksin lemah tetapi hemaglutinin yang kuat. Tanaman
Ricinus communis dan bagannya dapat dilihat pada Gambar 5.27. dan 5.28.
180
Gambar 5.27. Tanaman Ricinus communis (www.odla.nu dan
www.vet.purdue.edu)
181
Keracunan karena masukan kacang castor disebabkan oleh ricin bukan
RCA, karena RCA tidak menyerang dinding intestinal dan tidak merusak sel
darah merah kecuali diberikan lewat intravena. Jika RCA diinjeksikan pada darah
akan menyebabkan penggumpalan sel darah merah dan pecah oleh hemolisis.
Banyak sitotoksin protein dari berbagai tanaman yang sudah
diidentifikasikan dan kesemuanya berhubungan dengan ricin baik dalam struktur
dan fungsinya. Racun tersebut menghalangi sintesis protein dengan spesifik dan
menonaktifkan ribosom eukariotik secara ireversibel (tidak dapat diubah).
Ribosome-inactivating protein (RIPs) tersebut merupakan N-glikosilat yang khas
yaitu 30 kDa monomer (RIPs tipe 1). Bagaimanapun agar supaya mengikat pada
permukaan sel galaktosida dan memasuki sitosol pada daerah ribosom, RIPs tipe 1
menerima monomer kedua, sebuah pengikat galaktosa yaitu 30 kDa lectin.
Monomer tersebut digabungkan oleh jembatan disulfida untuk membentuk
heterodimer toksik (RIPs tipe 2).
Beberapa tanaman seperti wheat dan barley hanya mempunyai RIPs tipe 1
dan tidak beracun, sedangkan lainnya seperti biji-bijian tanaman kacang castor
mengandung RIPs tipe 2 yang diantaranya merupakan sitotoksin yang sangat
potensial di alam. Biji Ricinus mengandung ricin dan RCA sebanyak 5%. Ricin
adalah heterodimerik RIPs tipe 2. Enzim ribosome-inactivating (32 kDa) juga
dikenal sebagai ikatan A (A chain) yang diikat oleh ikatan disulfida pada
galaktosa atau N-acetylgalactosamine pengikat lectin (34 kDa) yang juga disebut
ikatan B (B-chain)
Ricin dan RCA disintesis dalam sel endosperm pada biji yang masak dan
disimpan dalam organel yang disebut protein body (badan protein) sebuah
bagian vacuolar. Ketika biji yang masak berkecambah maka racun dihancurkan
oleh hidrolisis dalam waktu yang singkat (beberapa hari). Ricin memulai sintesis
sebagai prepropolipeptida yang mengandung ikatan A dan B. Urutan tanda pada
NH3-terminus mengenai sasaran rantai yang baru pada retikulum endoplasma dan
kemudian membelah. Sebagai perpanjangan polipeptida proricin adalah N-
glikosilat dalam lumen retikulum endoplasma. Protein disulfida isomerase
mengkatalis formasi ikatan disulfida sebagai molekul proricin yang menutupi
182
dirinya sendiri. Proricin selanjutnya mengalami modifikasi oligosakarida dalam
kompleks Golgi dan kemudian dipindahkan dalam vesikel badan protein.
Ricin tidak aktif sebagai katalisator sampai dipecah secara proteolitik oleh
endopeptidase dalam badan protein. Pemisahan polipeptida ini menuju ikatan A
dan B yang masih dihubungkan oleh ikatan tunggal disulfida. Sejak ricin tidak
aktif, tanaman menghindari keracunan ribosom pada dirinya sendiri, dalam
beberapa kasus kecelakaan, beberapa proricin berlalu menuju sitosol selama
sintesis dan transport.
Bagian ricin A pada heterodimer adalah enzim yang mengikat dan
mendepurinasi adenin spesifik pada rRNA 28S. Lingkaran adenin ribosom
menjadi dilapisi dua lingkaran tirosin dalam pemecahan katalitik enzim dan
dihidrolisis oleh aksi enzim N-glikosidase. Target adenin adalah deretan RNA
spesifik yang mengandung putaran tetranukleotida yang tidak biasa yaitu GAGA.
Ricin lebih aktif terhadap binatang dibanding ribosom tanaman dan ribosom
bakteri utuh umumnya tidak mudah terkena.
Kacang castor digunakan sebagai sumber zat makanan pada beberapa
pakan ternak setelah minyak diekstrak atau diinaktifkan dengan panas selama 20
menit pada suhu 140oC. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa meskipun telah
dilakukan pemanasan, keracunan tetap terjadi. Percobaan pada domba
menunjukkan bahwa pemanasan bungkil kacang castor dengan autoklaf dapat
digunakan dalam pakan sampai level 10% tanpa menimbulkan efek penyakit.
183
Amilase inhibitor dipasarkan di AS dengan nama starch blockers
untuk mengurangi digesti zat tepung dan membantu mengurangi kegemukan.
Pencegahan pencernaan zat tepung dalam usus halus adalah seperti fermentasi di
usus besar yang menyebabkan tidak buang angin (kentut), diare, dan gangguan
digestif lainnya. Demikian juga aktivitas tripsin inhibitor dan lektin sudah
diperhatikan pada starch blockers yang merepresentasikan kemungkinan resiko
kesehatan. Starch blockers adalah serat kasar dari Phaseolus vulgaris. Dalam
banyak kasus, starch blockers mengandung cukup aktivitas amilase untuk
menanggulangi aktivitas amilase inhibitor yang terdapat pada ternak. Tanaman
Phaseolus vulgaris dan bagannya dapat dilihat pada gambar 5.29.
184
5.12. Hipoglisin
Bligia sapida adalah tanaman kecil, berasal dari Afrika yang dikultivasi di
selatan Florida dan daerah tropis untuk diambil buahnya yang dapat dimakan
ketika matang. Buah tersebut dinamakan ackee di Jamaika dan isin di
Nigeria. Ackee dikenal sebagai buah nasional Jamaika dan dipopulerkan dalam
lagu calypso. Buah yang belum matang mempunyai racun asam amino level
tinggi yaitu -metilenesiklopropil atau hipoglisin A. Senyawa tersebut dijumpai
juga sebagai gabungan -glutamil dipeptida yaitu hipoglisin B. Tanaman Bligia
sapida dan bagannya dapat dilihat pada Gambar 5.30.
185
utama adalah hipoglisemia, dengan tingkat glukosa darah rendah sekitar 20
mg/100 ml darah, dibandingkan dengan nilai normal sekitar 100 mg/100 ml.
Metabolisme hipoglisin dapat dilihat dalam Gambar 5.31.
NH2
CH2 hipoglisin A
NH3
CH2 -metilenesiklopropilpiruvat
CoA CO2
CH2 -metilenesiklopropilasetil-KoA
186
Sindrom muntah menghambat metabolisme leusin yang menyebabkan
antagonisme struktural oleh hipoglisin yang mempunyai kesamaan komposisi
kimia. Isovalarat dan asam -metilbutirat terbentuk sejak ikatan rantai pendek
asam amino menekan system syaraf pusat. Sindrom muntah dapat disebabkan
oleh senyawa tersebut.
187
Beberapa individu cukup sensitif terhadap keberadaan amina dalam
makanan, kemungkinan ini menyebabkan amina lebih rendah dibanding rataan
level jaringan MAO. Seseorang yang sudah mendapatkan obat MAO inhibitor
khususnya sensitif pada beberapa tipe keju yang tinggi kandungan tiramin.
Penyakit migrain dan dalam beberapa kasus pendarahan interkranial disebabkan
oleh penggunaan senyawa tersebut. Konsumsi sejumlah besar pisang
sebagaimana terdapat pada negara Afrika tertentu menyebabkan insiden tinggi
terhadap penyakit karsinoid jantung. Pisang merupakan salah satu tanaman
dengan kandungan serotonin (salah satu anggota amina biogenik) tinggi. Amina
didetokdifikasi dengan melalui deaminasi yang dikatalis oleh MAOP dalam hati
sebagaimana Gambar 5.33.
H O
R CH2 N + H20 + O2 R C H + NH3 + H2O2
H
Contoh:
HO CH2CH2NH2
N + H2O + O2
H MAO
Serotonin aldehid intermediat
HO CH2COOH
N
H
5-hidroksiindol-3-asam asetat
188
Kekurangan detoksifikasi menyebabkan kekurangan MAO atau
keberadaan MAO inhibitor, yang menyebabkan peningkatan level sirkulasi amina.
Berbagai macam amina (seperti serotonin, norepineprin, dopamine dan
asetilkolin) berfungsi sebagai neurotransmitter dalam otak. Peningkatan level
amino darah mengganggu keseimbangan neurotransmitter yang kemudian
menyebabkan hipertensi.
189