a. Fase infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) primer akut. Lamanya 1-2 minggu dengan
gejala flu likes illness.
b. Infeksi asimtomatik. Lamanya 1-15 atau lebih tahun dengan gejala tidak ada.
c. Supresi imun simtomatik. Di atas 3 tahun dengan gejala demam, keringat malam hari, B
menurun, diare, neuropati, lemah, rash, limfadenopati, lesi mulut.
d. AIDS. Lamanya bervariasi antara 1-5 tahun dari kondisi AIDS pertama kali ditegakkan.
Didapatkan infeksi oportunis berat dan tumor pada berbagai sistem tubuh, dan manifestasi
neurologist.
AIDS dapat menyerang semua golongan umur, termasuk bayi, pria maupun wanita. Yang
termasuk kelompok resiko tinggi adalah :
a. Lelaki homoseksual atau biseks.
3 Manifestasi Klinis
Pasien AIDS secara khas punya riwayat gejala dan tanda penyakit. Pada infeksi
Human Immunodeficiency Virus (HIV) primer akut yang lamanya 1 2 minggu pasien
akan merasakan sakit seperti flu. Dan disaat fase supresi imun simptomatik (3 tahun)
pasien akan mengalami demam, keringat dimalam hari, penurunan berat badan, diare,
neuropati, keletihan ruam kulit, limpanodenopathy, pertambahan kognitif, dan lesi oral.
Dan disaat fase infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) menjadi AIDS
(bevariasi 1-5 tahun dari pertama penentuan kondisi AIDS) akan terdapat gejala
infeksi opurtunistik, yang paling umum adalah Pneumocystic Carinii (PCC),
Pneumonia interstisial yang disebabkan suatu protozoa, infeksi lain termasuk
menibgitis, kandidiasis, cytomegalovirus, mikrobakterial, atipikal.
Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) Acut gejala tidak khas dan mirip tanda
dan gejala penyakit biasa seperti demam berkeringat, lesu mengantuk, nyeri sendi,
sakit kepala, diare, sakit leher, radang kelenjar getah bening, dan bercak merah
ditubuh.
a. Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) tanpa gejala Diketahui oleh pemeriksa
kadar Human Immunodeficiency Virus (HIV) dalam darah akan diperoleh hasil
positif.
a. Kategori Klinis A
Mencakup satu atau lebih keadaan ini pada dewasa/remaja dengan infeksi Human
Immunodeficiency Virus (HIV) yang sudah dapat dipastikan tanpa keadaan dalam
kategori klinis B dan C yaitu :
Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV ) primer akut dengan sakit yang
menyertai atau riwayat infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang akut.
b. Kategori Klinis B
Contoh-contoh keadaan dalam kategori klinis B mencakup :
Angiomatosis Baksilaris
Gejala konstitusional seperti panas ( 38,5o C ) atau diare lebih dari 1 bulan.
Herpes Zoster yang meliputi 2 kejadian yang bebeda / terjadi pada lebih dari satu
dermaton saraf.
c. Kategori Klinis C
Kriptokokosis ekstrapulmoner
Sarkoma Kaposi
Pneumonia Rekuren
Toksoplamosis otak
4 Patofisiologi
Sel T dan makrofag serta sel dendritik / langerhans ( sel imun ) adalah sel-sel yang
terinfeksi Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) dan terkonsentrasi dikelenjar limfe, limpa dan
sumsum tulang. Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) menginfeksi sel lewat pengikatan
dengan protein perifer CD 4, dengan bagian virus yang bersesuaian yaitu antigen grup 120.
Pada saat sel T4 terinfeksi dan ikut dalam respon imun, maka Human Immunodeficiency Virus (
HIV ) menginfeksi sel lain dengan meningkatkan reproduksi dan banyaknya kematian sel T4
yang juga dipengaruhi respon imun sel killer penjamu, dalam usaha mengeliminasi virus dan sel
yang terinfeksi.
Virus HIV dengan suatu enzim, reverse transkriptase, yang akan melakukan pemograman
ulang materi genetik dari sel T4 yang terinfeksi untuk membuat double-stranded DNA. DNA ini
akan disatukan kedalam nukleus sel T4 sebagai sebuah provirus dan kemudian terjadi infeksi
yang permanen. Enzim inilah yang membuat sel T4 helper tidak dapat mengenali virus HIV
sebagai antigen. Sehingga keberadaan virus HIV didalam tubuh tidak dihancurkan oleh sel T4
helper. Kebalikannya, virus HIV yang menghancurkan sel T4 helper. Fungsi dari sel T4 helper
adalah mengenali antigen yang asing, mengaktifkan limfosit B yang memproduksi antibodi,
menstimulasi limfosit T sitotoksit, memproduksi limfokin, dan mempertahankan tubuh terhadap
infeksi parasit. Kalau fungsi sel T4 helper terganggu, mikroorganisme yang biasanya tidak
menimbulkan penyakit akan memiliki kesempatan untuk menginvasi dan menyebabkan penyakit
yang serius.
Dengan menurunya jumlah sel T4, maka sistem imun seluler makin lemah secara
progresif. Diikuti berkurangnya fungsi sel B dan makrofag dan menurunnya fungsi sel T
penolong. Seseorang yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV ) dapat tetap tidak
memperlihatkan gejala (asimptomatik) selama bertahun-tahun. Selama waktu ini, jumlah sel T4
dapat berkurang dari sekitar 1000 sel perml darah sebelum infeksi mencapai sekitar 200-300 per
ml darah, 2-3 tahun setelah infeksi.
Sewaktu sel T4 mencapai kadar ini, gejala-gejala infeksi ( herpes zoster dan
jamur oportunistik ) muncul, Jumlah T4 kemudian menurun akibat timbulnya penyakit
baru akan menyebabkan virus berproliferasi. Akhirnya terjadi infeksi yang parah.
Seorang didiagnosis mengidap AIDS apabila jumlah sel T4 jatuh dibawah 200 sel per
ml darah, atau apabila terjadi infeksi opurtunistik, kanker atau dimensia AIDS.
5 Pemeriksaan penunjang
Tes untuk mendiagnosa infeksi HIV , yaitu :
a. ELISA
b. Western blot
d. Kultur HIV
a. Hematokrit
b. LED
d. Serum mikroglobulin B2
e. Hemoglobin
.
6 Penatalaksanaan
Belum ada penyembuhan untuk AIDS, jadi perlu dilakukan pencegahan Human
Immunodeficiency Virus (HIV) untuk mencegah terpajannya Human
Immunodeficiency Virus (HIV), bisa dilakukan dengan :
b. Memeriksa adanya virus paling lambat 6 bulan setelah hubungan seks terakhir yang
tidak terlindungi.
c. Menggunakan pelindung jika berhubungan dengan orang yang tidak jelas status
Human Immunodeficiency Virus (HIV) nya.
Disetujui FDA (1987) untuk penggunaan obat antiviral AZT yang efektif terhadap
AIDS, obat ini menghambat replikasi antiviral Human Immunodeficiency Virus (HIV)
dengan menghambat enzim pembalik traskriptase. AZT tersedia untuk pasien AIDS
yang jumlah sel T4 nya <>3 . Sekarang, AZT tersedia untuk pasien dengan Human
Immunodeficiency Virus (HIV) positif asimptomatik dan sel T4 > 500 mm3
e. Ribavirin
f. Diedoxycytidine
Upaya rekonstruksi imun dan vaksin dengan agen tersebut seperti interferon, maka
perawat unit khusus perawatan kritis dapat menggunakan keahlian dibidang proses
keperawatan dan penelitian untuk menunjang pemahaman dan keberhasilan terapi
AIDS.
j. Menghindari infeksi lain, karena infeksi itu dapat mengaktifkan sel T dan
mempercepat reflikasi Human Immunodeficiency Virus (HIV).
1. Pengkajian
a. Riwayat Kesehatan
1. Riwayat Kesehatan Dahulu :
Pasien memiliki riwayat melakukan hubungan seksual dengan pasangan yang positif
mengidap HIV/AIDS, pasangan seksual multiple, aktivitas seksual yang tidak
terlindung, seks anal, homoseksual, penggunaan kondom yang tidak konsisten,
menggunakan pil pencegah kehamilan (meningkatkan kerentanan terhadap virus
pada wanita yang terpajan karena peningkatan kekeringan/friabilitas
vagina), pemakai obat-obatan IV dengan jarum suntik yang bergantian, riwayat
menjalani transfusi darah berulang, dan mengidap penyakit defesiensi imun.
2. Riwayat Kesehatan Sekarang:
Pasien mengatakan mudah lelah, berkurangnya toleransi terhadap aktivitas biasanya,
sulit tidur, merasa tidak berdaya, putus asa, tidak berguna, rasa bersalah, kehilangan
kontrol diri, depresi, nyeri panggul, rasa terbakar saat miksi, diare intermitten, terus-
menerus yang disertai/tanpa kram abdominal, tidak nafsu makan, mual/muntah, rasa
sakit/tidak nyaman pada bagian oral, nyeri retrosternal saat menelan, pusing, sakit
kepala, tidak mampu mengingat sesuatu, konsentrasi menurun, tidak merasakan
perubahan posisi/getaran, kekuatan otot menurun, ketajaman penglihatan menurun,
kesemutan pada ekstremitas, nyeri, sakit, dan rasa terbakar pada kaki, nyeri dada
pleuritis, nafas pendek, sering batuk berulang, sering demam berulang, berkeringat
malam, takut mengungkapkan pada orang lain dan takut ditolak lingkungan, merasa
kesepian/isolasi, menurunnya libido dan terlalu sakit untuk melakukan hubungan
seksual.
3. Riwayat Kesehatan Keluarga :
Riwayat HIV/AIDS pada keluarga, kehamilan keluarga dengan HIV/AIDS, keluarga
pengguna obat-obatan terlarang.
b. Pengkajian Fisik
a. Aktivitas dan istirahat :
Massa otot menurun, terjadi respon fisiologis terhadap aktivitas seperti perubahan
pada tekanan darah, frekuensi denyut jantung, dan pernafasan.
b. Sirkulasi :
Takikardi, perubahan tekanan darah postural, penurunan volume nadi perifer,
pucat/sianosis, kapillary refill time meningkat.
c. Integritas ego :
Perilaku menarik diri, mengingkari, depresi, ekspresi takut, perilaku marah, postur
tubuh mengelak, menangis, kontak mata kurang, gagal menepati janji atau banyak
janji.
d. Eliminasi :
Diare intermitten, terus menerus dengan/tanpa nyeri tekan abdomen, lesi/abses
rektal/perianal, feses encer dan/tanpa disertai mukus atau darah, diare pekat,
perubahan jumlah, warna, dan karakteristik urine.
e. Makanan/cairan :
Adanya bising usus hiperaktif; penurunan berat badan: parawakan kurus,
menurunnya lemak subkutan/massa otot; turgor kulit buruk; lesi pada rongga mulut,
adanya selaput putih dan perubahan warna; kurangnya kebersihan gigi, adanya gigi
yang tanggal; edema.
f. Higiene
Penampilan tidak rapi, kekurangan dalam aktivitas perawatan diri.
g. Neurosensori
Perubahan status mental dengan rentang antara kacau mental sampai dimensia, lupa,
konsentrasi buruk, kesadaran menurun, apatis, retardasi psikomotor/respon
melambat.
Ide paranoid, ansietas berkembang bebas, harapan yang tidak realistis.
Timbul refleks tidak normal, menurunnya kekuatan otot, gaya berjalan ataksia.
Tremor pada motorik kasar/halus, menurunnya motorik fokalis, hemiparase, kejang
Hemoragi retina dan eksudat (renitis CMV).
h. Nyeri/kenyamanan :
Pembengkakan sendi, nyeri tekan, penurunan rentang gerak, perubahan gaya
berjalan/pincang, gerak otot melindungi yang sakit.
i. Pernapasan :
Takipnea, distress pernafasan, perubahan bunyi nafas/bunyi nafas adventisius, batuk
(mulai sedang sampai parah) produktif/nonproduktif, sputum kuning (pada pneumonia
yang menghasilkan sputum).
j. Keamanan :
Perubahan integritas kulit : terpotong, ruam, mis. Ekzema, eksantem, psoriasis,
perubahan warna, ukuran/warna mola, mudah terjadi memar yang tidak dapat
dijelaskan sebabnya.
Rektum luka, luka-luka perianal atau abses.
Timbulnya nodul-nodul, pelebaran kelenjar limfe pada dua/lebih area tubuh (leher,
ketiak, paha)
Penurunan kekuatan umum, tekanan otot, perubahan pada gaya berjalan.
k. Seksualitas :
Herpes, kutil atau rabas pada kulit genitalia
l. Interaksi sosial
Perubahan pada interaksi keluarga/orang terdekat, aktivitas yang tak terorganisasi,
perobahan penyusunan tujuan.
2. Diagnosa
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya secret yang
mengental.
b. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
nafsu makan menurun
c. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan faktor :Penurunan responimun ,
kerusakan kulit.
3. Intervensi
C. Daftar Pustaka
Padila. S.Kep.NS.2012. Keperawatan Medikal Bedah. Numed. Yogyakarta
Smeltzer , Bare, 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah , Brunner dan suddart, Edisi
8, Jakarta, EGC
Herlman, T. Heather.2012. NANDA International Diagnosis Keperawatan : Definisi dan
Klasifikasi 2012-2014. Jakarta : EGC