A. Definisi
Acute Decompensated Heart Failure (ADHF) merupakan gagal jantung akut yang
didefinisikan sebagai serangan yang cepat (rapid onset) dari gejala gejala atau tanda
tanda akibat fungsi jantung yang abnormal. Disfungsi ini dapat berupa disfungsi sistolik
maupun diastolik, abnormalitas irama jantung, atau ketidakseimbangan preload dan
afterload. ADHF dapat merupakan serangan baru tanpa kelainan jantung sebelumnya, atau
dapat merupakan dekompensasi dari gagal jantung kronik (chronic heart failure) yang telah
dialami sebelumnya. ADHF muncul bila cardiac output tidak dapat memenuhi kebutuhan
metabolisme tubuh.
Selain itu gagal jantung dapat didefinisikan sebagai suatu sindroma klinis dimana
pasien memiliki beberapa gambaran antara lain gejala khas gagal jantung (sesak napas saat
aktifitas fisik atau saat istirahat, kelelahan, keletihan, pembengkakan pada tungkai) dan
tanda khas gagal jantung (takikardia, takipnea, pulmonary rales, efusi pleura, peningkatan
jugular venous pressure, edema perifer, hepatomegali) dan temuan objektif pada
abnormalitas struktur dan fungsi jantung saat istirahat (kardiomegali, bunyi jantung ketiga,
cardiac murmur, abnormalitas pada elektrokardiogram, penigkatan konsentrasi natriuretic
peptide)
B. Faktor Resiko
Menurut Hanafiah (2006), faktor resiko tinggi tekena penyakit ADHF yaitu
D. Etiologi / FaktorPredisposisi
a. Dekompensasi pada gagal jantung kronik yang sudah ada (kardiomiopati)
b. Sindroma koroner akut
1. Infark miokardial/unstable angina pektoris dengan iskemia yang bertambah luas
dan disfungsi sistemik
2. Komplikasi kronik IMA
3. Infark ventrikel kanan
c. Krisis Hipertensi
d. Aritmia akut (takikardia ventrikuler, fibrilasi ventrikular, fibrilasi atrial, takikardia
supraventrikuler, dll)
e. Regurgitasi valvular/endokarditis/ruptur korda tendinae, perburukan regurgitasi katup
yang sudah ada
f. Stenosis katup aorta berat
g. Tamponade jantung
h. Diseksi aorta
i. Kardiomiopati pasca melahirkan
j. Faktor presipitasi non kardiovaskuler
1. Volume overload
2. Infeksi terutama pneumonia atau septikemia
3. Severe brain insult
4. Pasca operasi besar
5. Penurunan fungsi ginjal
6. Asma
7. Penyalahgunaan obat, penggunaan alkohol
8. Feokromositoma
Menurut Ridgers (2010), penyebab ADHF antara lain :
1) Disfungsi miokard (kegagalan miokardial)
Ketidakmampuan miokard untuk berkontraksi dengan sempurna mengakibatkan isi
sekuncup (stroke volume) dan curah jantung (cardiac output) menurun.
2) Beban tekanan berlebihan-pembebanan sistolik (systolic overload)
Beban sistolik yang berlebihan diluar kemampuan ventrikel (systolic overload)
menyebabkan hambatan pada pengosongan ventrikel sehingga menurunkan curah
ventrikel atau isi sekuncup.
3) Beban volum berlebihan-pembebanan diastolic (diastolic overload)
Preload yang berlebihan dan melampaui kapasitas ventrikel (diastolic overload) akan
menyebabkan volum dan tekanan pada akhir diastolic dalam ventrikel meninggi. Prinsip
Frank Starling ; curah jantung mula-mula akan meningkat sesuai dengan besarnya
regangan otot jantung, tetapi bila beban terus bertambah sampai melampaui batas
tertentu, maka curah jantung justru akan menurun kembali.
4) Peningkatan kebutuhan metabolic-peningkatan kebutuhan yang berlebihan (demand
overload)
Beban kebutuhan metabolic meningkat melebihi kemampuan daya kerja jantung di mana
jantung sudah bekerja maksimal, maka akan terjadi keadaan gagal jantung walaupun
curah jantung sudah cukup tinggi tetapi tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan
sirkulasi tubuh.
5) Gangguan pengisian (hambatan input).
Hambatan pada pengisian ventrikel karena gangguan aliran masuk ke dalam ventrikel
atau pada aliran balik vena/venous return akan menyebabkan pengeluaran atau output
ventrikel berkurang dan curah jantung menurun.
6) Kelainan Otot Jantung
Gagal jantung paling sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung, menyebabkan
menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari penyebab kelainan fungsi
otot mencakup arterosklerosis koroner, hipertensi arterial dan penyakit otot degeneratif
atau inflamasi.
7) Aterosklerosis Koroner
Mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran darah ke otot jantung.
Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam laktat). Infark miokardium
(kematian sel jantung) biasanya mendahului terjadinya gagal jantung.
8) Hipertensi Sistemik / Pulmonal
Meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan hipertropi
serabut otot jantung.
9) Peradangan dan Penyakit Miokardium
Berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung merusak serabut
jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun.
Tabel 1 Penyebab Umum Gagal Jantung Oleh Karena Penyakit Otot Jantung
Penyakit Jantung Koroner Banyak Manifestasi
Hipertensi Sering dikaitkan dengan hipertrofi ventrikel
kanan dan fraks injeksi
Kardiomiopati Faktor genetic dan non genetic (termasuk yang
didapat seperti myocarditis)
Hypertrophic (HCM), dilated (DCM),
restrictive (RCM), arrhythmogenic right
ventricular (ARVC), yang tidak
terklasifikasikan
E. Klasifikasi
Gagal jantung diklasifikasikan menurut American College of Cardiology (ACC) dan
American Heart Association (AHA) terbagi atas atas 4 stadium berdasarkan kondisi
predisposisi pasien dan derajat keluhannya yaitu :
a. Stage A : Risiko tinggi gagal jantung, tetapi tanpa penyakit jantung struktural atau
tanda dan gejala gagal jantung. Pasien dalam stadium ini termasuk mereka yang
mengidap hipertensi, DM, sindroma metabolik, penyakit aterosklerosis atau obesitas.
b. Stage B : penyakit jantung struktural dengan disfungsi ventrikel kiri yang
asimptomatis. Pasien dalam stadium ini dapat mengalami LV remodeling, fraksi ejeksi
LV rendah, riwayat IMA sebelumnya, atau penyakit katup jantung asimptomatik.
c. Stage C : Gagal jantung simptomatis dengan tanda dan gejala gagal jantung saat ini
atau sebelumnya. Ditandai dengan penyakit jantung struktural, dyspnea, fatigue, dan
penurunan toleransi aktivitas.
d. Stage D : Gagal jantung simptomatis berat atau refrakter. Gejala dapat muncul saat
istirahat meski dengan terapi maksimal dan pasien memerlukan rawat inap.
Sedangkan menurut New York Heart Association (NYHA) dibagi menjadi 4 kelas berdasarkan
tanda dan gejala pasien, respon terapi dan status fungsional.
a) Functional Class I ( FC I ) : asimptomatik tanpa hambatan aktivitas fisik
b) Functional Class II ( FC II ) : hambatan aktivitas fisik ringan, pasien merasa
nyaman saat istirahat tetapi mengalami gejala dyspnea, fatigue, palpitasi atau
angina dengan aktivitas biasa.
c) Functional Class III ( FC III ) : hambatan aktivitas fisik nyata, pasien merasa
nyaman saat istirahat tetapi mengalami gejala dyspnea, fatigue, palpitasi atau
angina dengan aktivitas biasa ringan
d) Functional Class IV ( FC IV ) : ketidaknnyamanan saat melakukan aktivitas fisik
apapun, dan timbul gejala sesak pada aktivitas saat istirahat.
Adapun klasifikasi gagal jantung dapat dibagi menjadi gagal jantung kiri dan gagal
jantung kanan. Gagal jantung juga dapat dibagi menjadi gagal jantung akut, gagal jantung
kronis dekompensasi, serta gagal jantung kronis.
Gagal Jantung Kiri
Peningkatan tekanan atrium kiri meningkatkan tekanan vena pulmonalis dan
menyebabkan kongesti paru dan akhirnya edema alveolar, mengakibatkan sesak nafas, batuk,
dan terkadang hemoptisis.
Manifestasi klinis gagal jantung kiri yaitu : Penurunan kapasitas aktivitas, dispnu
awalnya timbul pada aktivitas namun bila gagal ventrikel kiri berlanjut dapat terjadi saat
istirahat, menyebabkan dispnue nocturnal paroksismal (paroxysmal nocturnal
dyspnoea/PND), batuk (hemoptisis), letargi dan kelelahan, penurunan nafsu makan dan berat
badan,kulit lembab, tekanan darah (tinggi, rendah, atau normal), denyut nadi (volume normal
atau rendah) atau irregular karena ektopik atau AF. Pulsus alternans dapat ditemukan
pergeseran apeks ke lateral (dilatasi LV), pada auskultasi didapat bunyi jantung ketiga (S3),
gallop dan murmur total dari regurgitasi mitral sekunder, krepitasi paru karena edema alveolar.
Secara klasik, kongesti dan edema pulmoner yang disebabkan oleh gangguan aliran
keluar darahdari paru-paru.Berkurangnya perfusi darah renal (karena berkurangnya curah
jantung) yang menyebabkan retensi garam (dan air yang menyertai) untuk meningkatkan
volume darah.Nekrosis tubuler akut karena iskemia.Gangguan ekskresi zat sisa sehingga
terjadi azotemia renal.Berkurangnya perfusi darah pada sistem saraf pusat, yang sering
menyebabkan ensefalopati hipoksia, dengan gejala yang berkisar dari iritabilitas hingga koma.
Gagal Jantung Kanan
Gagal jantung kanan paling sering disebabkan oleh gagal jantung kiri .Gagal jantung
kanan yang sejati dapat terjadi karena penyakit katup trikuspid atau pulmonalis atau karena
penyakit vaskular pulmoner atau penyakit intrinstik pulmoner yang menghalangi aliran keluar
darah dari ventrikel kanan.
Manifestasi gagal jantung kanan adalah :Pembengkakan pergelangan kaki, dispnu
(namun bukan ortopnu atau PND), penurunan kapasitas aktivitas, nyeri dada. Memiliki tanda-
tanda berupa denyut nadi (aritmia takikardi), peningkatan JVP, edema, hepatomegali dan
asites, gerakan bergelombang parasternal, S3 atau S4 RV, efusi pleura.
Kongesti portal, sistemik, dan edema dependen perifer, misalnya kaki, pergelangan
kaki, sakrum engan disertai efusi.Hepatomegali dengan kongesti sentrilobuler dan atrofi
hepatosit sentral. (kongesti pasif yang kronik). Splenomegali kongestif dengan dilatasi
sinusoid, perdarahan fokal, endapan hemosiderin dan fibrosis.
Gagal Jantung Sistolik
Gagal jantung sistolik (ejection fraction depressed) adalah suatu keadaan yang
menggambarkan penurunan kemampuan otot jantung untuk berkontraksi dan memompa darah
melawan perlawanan sistemik vaskular, yang biasanya meningkat. Penyakit arteri koroner
(CAD) adalah penyebab utama gagal jantung pada umumnya dan disfungsi sistolik khususnya,
terhitung untuk 60-75% dari semua kasus di negara-negara industri.Baik hipertensi (tekanan
darah tinggi) dan diabetes berinteraksi dengan kecenderungan genetik yang meningkat untuk
berkembang menjadi CAD, seperti halnya dislipidemia.
Etiologi lain termasuk noniskemik kardiomiopati idiopatik, penyakit katup jantung,
myocarditis, alkohol dan obat-obatan.Demam rheumatik tetap penyebab utama gagal jantung
di Afrika dan Asia, terutama pada penduduk muda.
Gagal Jantung Diastolik
Gagal jantung diastolik (preserved ejection fraction) adalah suatu keadaan
dimanakontraktilitas otot jantung masih utuh atau mengalami peningkatan, namun, fase
relaksasi siklus jantung terganggu.Ruangan jantung menjaditebal dan kaku.Resistensi vaskular
meningkat untuk meningkatkan volume pengisian ke jantung. Penyebab paling umum gagal
jantung diatolik adalah hipertensi, yang juga berkontribusi bagi perkembangan penyakit arteri
koroner dan disfungsi sistolik.
F. Patofisiologi
ADHF dapat muncul pada orang yang sebelumnya menderita gagal jantung kronik
asimptomatik yang mengalami dekompensasi akut atau dapat juga terjadi pada mereka yang
tidak pernah mengalami gagal jantung sebelumnya. Etiologi ADHF dapat bersumber dari
kardiovaskuler maupun non kardiovaskuler. Etiologi ini beserta dengan faktor presipitasi
lainnya akan menimbulkan kelainan atau kerusakan pada jantung yang diakibatkan oleh proses
iskemia miokard atau hipertropi remodeling otot jantung atau kerusakan katup jantung yang
dapat menyebabkan disfungsi ventrikel sehingga terjadi gangguan preload maupun afterload
sehingga menurunkan curah jantung. Bila curah jantung menurun, maka tubuh akan
mengeluarkan mekanisme neurohormonal untuk mengkompensasi penurunan curah jantung.
Mekanisme ini melibatkan sistem adrenergik, renin angiotensin dan aldosteron sehingga terjadi
peningkatan tekanan darah akibat vasokonstriksi arteriol dan retensi natrium dan air.
Pada individu dengan remodeling pada jantungnya, mekanisme kompensasi akan
menempatkannya pada keadaan gagal jantung asimptomatik dimana jantungnya telah
mengalami disfungsi terutama ventrikel tetapi masih bisa dikompensasi agar tetap dapat
mempertahankan metabolisme dalam tubuh. Tetapi bila telah mencapai ambang batas
kompensasi, maka mekanisme ini akan terdekompensasi sehingga muncul gejala klinis
tergantung dari ventrikel yang terkena sehingga muncul ADHF.
Proses remodeling maupun iskemia miokard akan menyebabkan kontraksi miokard
menurun dan tidak efektif untuk memompa darah. Hal ini akan menimbulkan penurunan stroke
volume dan akhirnya terjadi penurunan curah jantung.
Penurunan kontraktilitas miokard pada ventrikel kiri (apabila terjadi infark di daerah
ventrikel kiri) akan menyebabkan peningkatan beban ventrikel kiri. Hal ini disebabkan karena
penurnan kontraktilitas miokard disertai dengan peningkatan venous return (aliran balik vena).
Hal ini tentunya akan meningkatkan bendungan darah di paru paru. Bendungan ini akan
menimbulkan transudasi cairan ke jaringan dan alveolus paru sehingga terjadilah oedema paru.
Oedema ini tentunya akan menimbulkan gangguan pertukaran gas di paru paru.
Sedangkan apabila curah jantung menurun, maka secara fisiologis tubuh akan melakukan
kompensasi melalui perangsangan sistem adrenergik dan RAA untuk mempertahankan curah
jantung ke arah normal. Sedangkan apabila tubuh tidak mampu lagi melakukan kompensasi,
maka penurunan curah jantung akan memicu penurunan aliran darah ke jaringan berlanjut.
Apabila terjadi penurunan aliran darah ke ginjal, akan memicu retensi garam dan air oleh sistem
renin angiotensin aldosteron. Retensi ini akan menjadi lebih progresif karena tidak diimbangi
dengan peningkatan tekanan atrium kanan akibat proses dekompensasi, sehingga terjadi
kelebihan volume cairan yang berujung pada oedema perifer.
Kelainan pada otot jantung karena berbagai sebab dapat menurunkan kontraktilitas otot
jantung sehingga menurunkan isi sekuncup dan kekuatan kontraksi otot jantung sehingga
terjadi penurunan curah jantung. Demikian pula pada penyakit sistemik (misal : demam,
tirotoksikosis, anemia, asidosis) menyebabkan jantung berkompensasi memenuhi kebutuhan
oksigen jaringan. Bila terjadi terus menerus, pada akhirnya jantung akan gagal berkompensasi
sehingga mengakibatkan penurunan curah jantung. Penurunan curah jantung ini mempunyai
akibat yang luas yaitu:
a) Menurunkan tekanan darah arteri pada organ vital
- Pada jantung akan terjadi iskemia pada arteri koroner yang akhirnya
menimbulkan kerusakan ventrikel yang luas.
- Pada otak akan terjadi hipoksemia otak.
- Pada ginjal terjadi penurunan haluaran urine.
Semua hal tersebut akan menimbulkan syok kardiogenik yang merupakan
stadium akhir dari gagal jantung kongestif dengan manifestasi klinis berupa
tekanan darah rendah, nadi cepat dan lemah, konfusi dan agitasi, penurunan
haluaran urine serta kulit yang dingin dan lembab.
b) Menghambat sirkulasi dan transport oksigen ke jaringan sehingga menurunkan
pembuangan sisa metabolisme sehingga terjadi penimbunan asam laktat. Pasien
akan menjadi mudah lelah.
c) Tekanan arteri dan vena meningkat
Hal ini merupakan tanda dominan ADHF. Tekanan ini mengakibatkan
peningkatan tekanan vena pulmonalis sehingga cairan mengalir dari kapiler ke
alveoli dan terjadilah odema paru. Odema paru mengganggu pertukaran gas di
alveoli sehingga timbul dispnoe dan ortopnoe. Keadaan ini membuat tubuh
memerlukan energy yang tinggi untuk bernafas sehingga menyebabkan pasien
mudah lelah. Dengan keadaan yang mudah lelah ini penderita cenderung
immobilisasi lama sehingga berpotensi menimbulkan thrombus intrakardial dan
intravaskuler. Begitu penderita meningkatkan aktivitasnya sebuah thrombus akan
terlepas menjadi embolus dan dapat terbawa ke ginjal, otak, usus dan tersering
adalah ke paru-paru menimbulkan emboli paru. Emboli sistemik juga dapat
menyebabkan stroke dan infark ginjal.
Odema paru dimanifestasikan dengan batuk dan nafas pendek disertai sputum
berbusa dalam jumlah banyak yang kadang disertai bercak darah. Pada pasien odema
paru sering terjadi Paroxysmal Nocturnal Dispnoe (PND) yaitu ortopnoe yang hanya
terjadi pada malam hari, sehingga pasien menjadi insomnia.
d) Hipoksia jaringan
Turunnya curah jantung menyebabkan darah tidak dapat mencapai jaringan dan
organ (perfusi rendah) sehingga menimbulkan pusing, konfusi, kelelahan, tidak
toleran terhadap latihan dan panas, ekstremitas dingin dan haluaran urine berkurang
(oliguri). Tekanan perfusi ginjal menurun mengakibatkan pelepasan renin dari ginjal
yang pada gilirannya akan menyebabkan sekresi aldosteron, retensi natrium dan
cairan, serta peningkatan volume intravaskuler.
e) Kegagalan ventrikel kanan mengosongkan volume darah, yang mengakibatkan
beberapa efek yaitu:
- Pembesaran dan stasis vena abdomen, sehingga terjadi distensi abdomen yang
menyebabkan terjadinya gerakan balik peristaltik, terjadi mual dan anoreksia.
- Pembesaran vena di hepar, menyebabkan nyeri tekan dan hepatomegali sehingga
tekanan pembuluh portal meningkat, terjadi asites yang juga merangsang
gerakan balik peristaltik.
- Cairan darah perifer tidak terangkut, sehingga terjadi pitting odema di daerah
ekstrimitas bawah.
G. Pathway
Aterosklerosis koroner, hipertensi atrial, Peningkatan laju metabolisme (demam, tirotoksikosis)
penyakit otot degenerative, inflamasi
Jantung berkompensasi untuk memenuhi kebutuhan O2 jaringan
Kelainan otot jantung
Kerusakan
pertukaran gas
H. Manifestasi Klinis
1. Sesak nafas ( dyspnea)
Muncul saat istirahat atau saat beraktivitas (dyspnea on effort)
2. Orthopnea
Sesak muncul saat berbaring, sehingga memerlukan posisi tidur setengah duduk dengan
menggunakan bantal lebih dari satu.
3. Paroxysmal Nocturnal Dyspneu ( PND ) yaitu sesak tiba-tiba pada malam hari disertai
batuk- batuk.
4. Takikardi dan berdebar- debar yaitu peningkatan denyut jantung akibat peningkatan
tonus simpatik
5. Batuk- batuk
Terjadi akibat oedema pada bronchus dan penekanan bronchus oleh atrium kiri yang
dilatasi. Batuk sering berupa batuk yang basah dan berbusa, kadang disertai bercak darah.
6. Mudah lelah (fatigue)
Terjadi akibat curah jantung yang kurang yang menghambat jaringan dari sirkulasi
normal dan oksigen serta menurunnya pembuangan sisa katabolisme. Juga terjadi akibat
meningkatnya energi yang digunakan untuk bernafas dan insomnia yang terjadi akibat
distres pernafasan dan batuk.
7. Adanya suara jantung P2 , S3, S4 menunjukkan insufisiensi mitral akibat dilatasi bilik
kiri atau disfungsi otot papilaris.
8. Oedema (biasanya pitting edema) yang dimulai pada kaki dan tumit dan secara bertahap
bertambah ke atas disertai penambahan berat badan.
9. Pembesaran hepar
Terjadi akibat pembesaran vena di hepar.
10. Ascites.
Bila hepatomegali ini berkembang, maka tekanan pada pembuluh portal meningkat
sehingga cairan terdorong keluar rongga abdomen.
11. Nokturia (rasa ingin kencing di malam hari)
Terjadi karena perfusi ginjal dan curah jantung akan membaik saat istirahat.
12. Peningkatan tekanan vena jugularis (JVP)
Sedangkan menurut Dickstein, 2008 menyatakan gejala klinis yang dapat muncul ketika
ADHF antara lain :
Gejala utama ADHF antara lain sesak napas, konngesti, dan kelelahan yang sering tidak
spesifik untuk gagal jantung dan sirkulasi. Gejala gejala ini juga dapat disebabkan pleh
kondisi lain yang mirip dengan gejala gagal jantung, komplikasi yang diidentifikasikan pada
pasien dengan gejala ini. variasi bentuk penyakit pulmonal termasuk pneumonia, penyakit paru
reaktif dan emboli pulmonal, mungkin sangat sulit untuk dibedakan secara klinis dengan gagal
jantung.
Tabel 2. Manifestasi Klinis yang umum pada gagal jantung
Gambaran Klinis yang Dominan Gejala Tanda
Edema perifer/ kongesti Sesak napas, Edema Perifer, peningkatan
kelelahan, Anoreksia vena jugularis, edema
pulmonal, hepatomegaly,
asites, overload cairan
(kongesti), kaheksia
Edema pulmonal Sesak napas yang Crackles atau rales pada paru-
berat saat istirahat paru bagian atas, efusi,
Takikardia, takipnea
Syok kardiogenik (low output Konfusi, kelemahan, Perfusi perifer yang buruk,
syndrome) dingin pada perifer Systolic Blood Pressure (SBP)
< 90mmHg, anuria atau oliguria
Tekanan darah tinggi (gagal Sesak napas Biasanya terjadi peningkatan
jantung hipertensif) tekanan darah, hipertrofi
ventrikel kiri
Gagal jantung kanan Sesak napas, Bukti disfungsi ventrikel kanan,
kelelahan peningkatan JVP, edema
perifer, hepatomegaly, kongesti
usus.
Sumber : Dickstein K, Cohen SA, Filippatos G, McMurray JJV, Ponikowski P, Atar D et al.
ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and chronic heart failure 2008.
European Journal of Heart Failure
Menurut The Consensus Guideline in The Management of Acute Decompensated Heart
Failure tahun 2006, manifestasi klinis acute decompensated heart failure antara lain tertera
dalam tabel berikut.
Tabel 3. Gejala dan Tanda Acute Decompensated Heart Failure1
Volume Overload
1. Dispneu saat melakukan kegiatan 7. Hepatosplenomegali, hepatomegali, atau
2. Orthopnea splenomegali
3. Paroxysmal nocturnal dyspnea (PND) 8. Distensi vena jugular
4. Ronchi 9. Reflex hepatojugular
5. Cepat kenyang 10. Asites
6. Mual dan muntah 11. Edema perifer
Hipoperfusi
1. Kelelahan 4. Hipotensi
2. Perubahan status mental 5. Ekstremitas dingin
3. Penyempitan tekanan nadi 6. Perburukan fungsi ginjal
I. Diagnosis
Diagnosis gagal jantung ditegakkan berdasarkan pada kriteria utama dan atau tambahan.
a. KriteriaUtama
1. Ortopneu
2. Paroxysmal Nocturnal Dyspneu
3. Kardiomegali
4. Gallop
5. Peningkatan JVP
6. Reflekshepatojuguler
b. KriteriaTambahan
1. Edema pergelangan kaki
2. Batukmalamhari
3. Dyspneu on effort
4. Hepatomegali
5. Efusi pleura
6. Takhikardi
Diagnosis ditegakkan atas dasar adanya 2 kriteria utama, atau 1 kriteria utama disertai 2
kriteria tambahan.
J. Pemeriksaan Diagnostik
a. Laboratorium
1. Hematologi : Hb, Ht, Leukosit
2. Elektrolit : K, Na, Cl, Mg
3. Enzim Jantung (CK-MB, Troponin, LDH)
4. Gangguan fungsi ginjal dan hati : BUN, Creatinin, Urine Lengkap, SGOT, SGPT.
5. Gula darah
6. Kolesterol, trigliserida
7. Analisa Gas Darah
b. Elektrokardiografi, untukmelihatadanya :
- Penyakit jantung koroner : iskemik, infark, Pembesaran jantung ( LVH : Left
Ventricular Hypertrophy), Aritmia, Perikarditis
- EKG : Hipertrofi atrial atau ventrikuler, penyimpangan aksis, iskemia san kerusakan
pola mungkin terlihat. Disritmia mis : takhikardi, fibrilasi atrial. Kenaikan segmen
ST/T persisten 6 minggu atau lebih setelah imfark miokard menunjukkan adanya
aneurime ventricular.
c. Foto Rontgen Thorak, untuk melihat adanya :
- Edema alveolar, Edema interstitiels, Efusi pleura, Pelebaran vena pulmonalis,
Pembesaran jantung
- Untuk mengetahui adanya pembesaran jantung, penimbunan cairan di paru-paru atau
penyakit paru lainnya.
d. Echocardiogram
- Menggambarkan ruang ruang dan katup jantungdanmenggunakan gelombang suara
untuk mengetahui ukuran dan bentuk jantung, serta menilai keadaan ruang jantung dan
fungsi katup jantung. Sangat bermanfaat untuk menegakkan diagnosis gagal jantung.
e. Radionuklir
- Mengevaluasi fungsi ventrikel kiri
- Mengidentifikasi kelainan fungsi miokard
f. Tes darah BNP
Untuk mengukur kadar hormon BNP (B-type natriuretic peptide) yang pada gagal jantung
akan meningkat.
g. Sonogram
Dapat menunjukkan dimensi pembesaran bilik, perubahan dalam fungsi/struktur katub atau
area penurunan kontraktilitas ventricular.
h. Skan jantung
Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan pergerakan dinding.
i. Kateterisasi jantung
Tekanan normal merupakan indikasi dan membantu membedakan gagal jantung sisi kanan
verus sisi kiri, dan stenosi katup atau insufisiensi, juga mengkaji potensi arteri kororner.
Zat kontras disuntikkan kedalam ventrikel menunjukkan ukuran bnormal dan ejeksi
fraksi/perubahan kontrktilitas
j. PemantauanHemodinamika (KateterisasiArteriPulmonalMultilumen), bertujuanuntuk :
o Mengetahui tekanan dalam sirkulasi jantung dan paru
o Mengetahui saturasi O2 di ruang-ruang jantung
o Biopsi endomiokarditis pada kelainan otot jantung
o Meneliti elektrofisiologis pada aritmia ventrikel berat recurrent
o Mengetahui beratnya lesi katup jantung
o Mengidentifikasi penyempitan arteri koroner
o Angiografi ventrikel kiri (identifikasi hipokinetik, aneurisma ventrikel, fungsi ventrikel
kiri)
o Arteriografi koroner (identifikasi lokasi stenosis arteri koroner)
K. Komplikasi
Komplikasi ADHF dapat berupa
1. Kerusakan atau kegagalan ginjal
Gagal jantung dapat mengurangi aliran darah ke ginjal, yang akhirnya dapat
menyebabkan gagal ginjal jika tidak di tangani.Kerusakan ginjal dari gagal jantung dapat
membutuhkan dialysis untuk pengobatan.
2. Masalah katup jantung
Gagal jantung menyebabkan penumpukan cairan sehingga dapat terjadi kerusakan
pada katup jantung.
3. Kerusakan hati
Gagal jantung dapat menyebabkan penumpukan cairan yang menempatkan terlalu
banyak tekanan pada hati.Cairan ini dapat menyebabkab jaringan parut yang
mengakibatkanhati tidak dapat berfungsi dengan baik.
4. Serangan jantung dan stroke.
Karena aliran darah melalui jantung lebih lambat pada gagal jantung daripada di
jantung yang normal, maka semakin besar kemungkinan Anda akan mengembangkan
pembekuan darah, yang dapat meningkatkan risiko terkena serangan jantung atau stroke.
L. Penatalaksanaan
Tujuan dasar penatalaksanaan pasien dengan gagal jantung adalah :
a. Mendukung istirahat untuk mengurangi beban kerja jantung.
b. Meningkatkan kekuatan dan efisiensi kontraksi jantung dengan bahan- bahan farmakologis
c. Menghilangkan penimbunan cairan tubuh berlebihan dengan terapi diuretik , diet dan
istirahat.
d. Menghilangkan faktor pencetus ( anemia, aritmia, atau masalah medis lainnya ).
e. Menghilangkan penyakit yang mendasarinya baik secara medis maupun bedah.
Kriteria Inklusi : Paska miokard infark, Paska PTCA, Paska CABG, CHF Stabil, Pacu
Jantung, Penyakit Katup Jantung, Transplantasi Jantung, Penyakit Jantung Bawaan, Penyakit
gangguan vaskular.
1. Fase I : Inpatient
Anggota tim multidisiplin rehabilitasi jantung akan mengunjungi pasien jantung di ICU dan di
bangsal perawatan, tujuan kunjungan ini untuk memberikan exercise dan edukasi.
Step 1:
Step 2:
Step 3:
Jalan ditingkatkan (in Hall) perlahan 5-10 menit 2-3 kali sehari
ADL partial selfcare
Aktivitas level : 2 3 Mets
Step 4:
Step 5:
1. Fase II : Outpatient
Terdiri dari : Program latihan terstruktur, Pasien individual/group, Konselling dan edukasi.
Terdiri dari: Sesi edukasi formal mengenai faktor risiko; Program latihan; Durasi : 3-6 bulan; Goal
: 6-8 Mets.
1. Memberikan dukungan dan informasi kepada pasien dan keluarganya tentang penyakit
jantung.
2. Membantu mereka untuk mengenal faktor resiko dan mendiskusikan modifikasi faktor
resiko tersebut.
3. Dukungan dari anggota keluarga untuk membantu perubahan pola hidup.
4. Memberi semangat pasien untuk taat terhadap program aktivitas dirumah dan program
berjalan.
5. Program edukasi fase II dan memberi semangat terhadap pasien dan pasangannya untuk
patuh terhadap program latihan (di RS).
6. Memberi informasi dan edukasi seperti yang tercatat pada program terintergrasi.
7. Ruang lingkup masa depan akan mencakup penilaian ansietas dan depresi
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a. Pengkajian Primer
Airway
Kepatenan jalan nafas meliputi pemeriksaan obstruksi jalan nafas, adanya benda asing,
adanya suara nafas tambahan.
Breathing
Frekuensi nafas, apakah ada penggunaan otot bantu nafas, retraksi dada, adanya sesak
nafas, palpasi pengembangan paru, auskultasi suara nafas, kaji adanya suara nafas
tambahan.
Circulation
Pengkajian mengenai volume darah dan cardiac output serta adanya perdarahan.
pengkajian juga meliputi status hemodinamik, warna kulit, nadi.
b. Pengkajian Sekunder
1. Aktivitas/istirahat
a. Gejala : Keletihan/kelelahan terus menerus sepanjang hari, insomnia, nyeri
dada dengan aktivitas, dispnea pada saat istirahat.
b. Tanda : Gelisah, perubahan status mental mis : letargi, tanda vital berubah
pada aktivitas.
2. Sirkulasi
a. Gejala : Riwayat HT, IM baru/akut, episode GJK sebelumnya, penyakit
jantung, bedah jantung , endokarditis, anemia, syok septik, bengkak pada
kaki, telapak kaki, abdomen.
b. Tanda : TD ; mungkin rendah (gagal pemompaan), Tekanan Nadi ; mungkin
sempit, Irama Jantung ; Disritmia, Frekuensi jantung ; Takikardia , Nadi
apical ; PMI mungkin menyebar dan merubah, posisi secara inferior ke kiri,
Bunyi jantung ; S3 (gallop) adalah diagnostik, S4 dapat, terjadi, S1 dan S2
mungkin melemah, Murmur sistolik dan diastolic, Warna ; kebiruan, pucat
abu-abu, sianotik, Punggung kuku ; pucat atau sianotik dengan pengisian,
kapiler lambat, Hepar ; pembesaran/dapat teraba, Bunyi napas ; krekels,
ronkhi, Edema ; mungkin dependen, umum atau pitting , khususnya pada
ekstremitas.
3. Integritas ego
a. Gejala : Ansietas, kuatir dan takut. Stres yang berhubungan dengan
penyakit/keperihatinan finansial (pekerjaan/biaya perawatan medis)
b. Tanda : Berbagai manifestasi perilaku, mis : ansietas, marah, ketakutan dan
mudah tersinggung.
4. Eliminasi
a. Gejala : Penurunan berkemih, urine berwana gelap, berkemih malam hari
(nokturia), diare/konstipasi.
5. Nutrisi
a. Gejala : Kehilangan nafsu makan, mual/muntah, penambhan berat badan
signifikan, pembengkakan pada ekstremitas bawah, pakaian/sepatu terasa
sesak, diet tinggi garam/makanan yang telah diproses dan penggunaan
diuretic.
b. Tanda : Penambahan berat badan cepat dan distensi abdomen (asites) serta
edema (umum, dependen, tekanan dn pitting).
6. Higiene
a. Gejala : Keletihan/kelemahan, kelelahan selama aktivitas Perawatan diri.
b. Tanda : Penampilan menandakan kelalaian perawatan personal.
7. Neurosensori
a. Gejala : Kelemahan, pening, episode pingsan.
b. Tanda : Letargi, kusut pikir, diorientasi, perubahan perilaku dan mudah
tersinggung.
8. Nyeri/Kenyamanan
a. Gejala : Nyeri dada, angina akut atau kronis, nyeri abdomen kanan atas dan
sakit pada otot.
b. Tanda : Tidak tenang, gelisah, focus menyempit danperilaku melindungi
diri.
9. Pernapasan
a. Gejala : Dispnea saat aktivitas, tidur sambil duduk atau dengan beberapa
bantal, batuk dengn/tanpa pembentukan sputum, riwayat penyakit kronis,
penggunaan bantuan pernapasan.
b. Tanda :
1) Pernapasan; takipnea, napas dangkal, penggunaan otot asesori
pernpasan.
2) Batuk : Kering/nyaring/non produktif atau mungkin batuk terus menerus
dengan/tanpa pemebentukan sputum.
3) Sputum ; Mungkin bersemu darah, merah muda/berbuih (edema
pulmonal)
4) Bunyi napas ; Mungkin tidak terdengar.
5) Fungsi mental; Mungkin menurun, kegelisahan, letargi.
6) Warna kulit ; Pucat dan sianosis.
10. Interaksi sosial
a. Gejala : Penurunan keikutsertaan dalam aktivitas sosial yang biasa
dilakukan.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Penurunan curah jantung berhubungan dengan Perubahan kontraktilitas
miokardial/perubahan inotropik.
2) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan reflek batuk,
penumpukan secret.
3) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan edema paru
4) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan menurunnya laju filtrasi glomerulus,
meningkatnya produksi ADH dan retensi natrium/air, berhubungan dengan
meningkatnya beban awal, penurunan curah jantung sekunder terhadap gagal jantung
d/d peningkatan berat badan, odema, asites, hepatomegali, bunyi nafas krekels,
wheezing.
5) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
oksigen/kebutuhan, kelemahan d/d pasien mengatakan letih terus menerus sepanjang
hari, sesak nafas saat aktivitas, tanda vital berubah saat beraktifitas.
6) Perubahan perfusi jaringan perifer b/d penurunan aliran darah didaerah perifer
sekunder terhadap penurunan curah jantung d/d pengisisan kapiler lambat, warna
kuku pucat atau sianosis.
7) Nyeri b/d iskemia jaringan d/d sakit pada dada, sakit pada perut kanan atas, sakit pada
otot, tidak tenang, gelisah, tampak meringis, takikardia
8) Ansietas b/d gangguan oksigenasi jaringan, stress akibat kesulitan bernafas dan
pengetahuan bahwa jantung tidak berfungsi dengan baik d/d cemas, takut, khawatir,
stress yang berhubungan dengan penyakit, gelisah, marah, mudah tersinggung.
9) Perubahan pola tidur b/ d sering terbangun sekunder terhadap gangguan pernafasan (
sesak, batuk) d/d letargi, sulit tidur, sesak nafas dan batuk saat tidur.
3. INTERVENSI
4. IMPLEMENTASI
Implementasi dilaksanakan sesuai dengan intervensi yang telah dilaksanakan.
5. EVALUASI
Dx 1 : Tanda vital dalam batas yang dapat diterima (disritmia terkontrol atau hilang)
Dx 2 : Kepatenan jalan nafas pasien terjaga
Dx 3 : Dapat mempertahankan tingkat oksigen yang adekuat
Dx 4 : Keseimbangan volume cairan dapat dipertahankan
Dx 5 : Terjadi peningkatan toleransi pada klien
DAFTAR PUSTAKA
Arif Mansjoer. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 1. Jakarta : Media Aesculapius ; 2000
Hanafi B. Trisnohadi. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Ed. 3. Jakarta : Balai
Penerbit FKUI ; 2001
Harrisom. 2000. Prinsip-prinsip Ilmu Penyuakit Dalam Volume 3 Edisi 13.Jakarta: EG
Baradero. M, Dayrit. M. W, Siswadi. Y. 2008. Seri Asuhan Keperawatan Klien Gangguan
Kardiofaskuler. EGC. Jakarta
Doenges. M.E, Moorhouse. M. F, Geissler. A.C. 2012. Rencana Asuhan Keperawatan
Edisi 3. EGC. JakartaDickstein K, Cohen SA, Filippatos G, McMurray JJV, Ponikowski
P, Atar D et al. ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and chronic heart
failure 2008. European Journal of Heart Failure [serial on the internet].
Kasuari, Asuhan Keperawatan Sistem Pencernaan dan Kardiovaskuler Dengan
Pendekatan Patofisiology, Magelang, Poltekes Semarang PSIK Magelang, 2002
Kirk JD. Acute Decompensated Hheart Failure: Nnovel Approaches To Cclassification
Aand Treatment. [monograph on the internet]. Philadelphia : Departement of Emergency
Medicine University of Pennsylvania; 2004 [diakses 2017 Januari 15]. Available from
www.emcreg.org.
Lynda Juall Carpenito. Handbook Of Nursing Diagnosis. Edisi 8. Jakarta : EGC ; 2001
Sandra M. Nettina , Pedoman Praktik Keperawatan, Jakarta, EGC, 2002
Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. Brunner and Suddarths Textbook of Medical Surgical
Nursing. 8th Edition. Alih bahasa : Waluyo, A. Jakarta: EGC; 2000 (Buku asli diterbitkan
tahun 1996)
Suyono, S, et al. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI; 2001