H Referat Ket Winda
H Referat Ket Winda
Oleh:
Winda Nur Annisa , S.Ked
J510165058
Pembimbing:
dr. Heryu Ristianto, Sp.OG
Pembimbing :
dr. Heryu R, Sp.OG (...........................)
Dipresentasikan dihadapan :
dr. Heryu R, Sp.OG (...........................)
Puji syukur saya ucapkan atas kehadirat Allah SWT, Karena rahmat dan
hidayah-Nya saya dapat menyelesaikan referat yang berjudul Kehamilan Ektopik
Terganggu. Tujuan penulisan referat ini adalah guna memenuhi persyaratan dalam
menyelesaikan tugas kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Kebidanan dan Penyakit
Kandungan Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta di RSUD
Karanganyar. Ucapan terimakasih penulis ucapkan kepada pembimbing kami dr.
Heryu Ristianto, Sp.OG atas bimbingan dalam penulisan referat ini.
Penulis menyadari referat ini masih memiliki kekurangan, untuk itu kritik
dan saran penulis harapkan dalam rangka penyempurnaan penulisan referat. Semoga
bermanfaat bagi penulis dan pembaca.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kehamilan ektopik merupakan masalah yang besar bagi wanita yang sedang
dalam usia reproduktif. Hal ini merupakan hasil dari kesalahan dalam fisiologi
reproduksi manusia yang membiarkan hasil konseptus untuk berimplantasi dan matang
diluar kavitas endometrium, yang secara langsung akan berakhir pada kematian fetus.
Tanpa diagnosis dan penatalaksanaan yang tepat, kehamilan ektopik ini dapat menjadi
keadaan yang membahayakan jiwa.
Pada permulaan abad ke-20, kemajuan pesat dalam ilmu anestesi, antibiotik, dan
transfusi darah berperan dalam menurunkan angka kematian ibu. Pada awal pertengahan
abad ke-20, tercatat 200-400 kematian per 10.000 kasus. Sejak tahun 1970, Centers for
Disease Control and Prevention (CDC) mulai mencatat dan membuat statistik mengenai
kehamilan ektopik, dilaporkan terdapat 17.800 kasus. Pada tahun 1992, angka kehamilan
ektopik meningkat menjadi 108.000 kasus. Namun, angka kematian menurun dari 35,5
per 10.000 kasus pada tahun 1970 menjadi 2,6 per 10.000 kasus pada tahun 1992.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian
2.1 DEFINISI
Kehamilan ektopik adalah kehamilan dimana sel telur yang dibuahi oleh
spermatozoa berimplantasi dan tumbuh diluar kavum uterus. Sedangkan yang
disebut sebagai kehamilan ektopik terganggu adalah suatu kehamilan ektopik yang
mengalami abortus ruptur pada dinding tuba.
Tuba Fallopii
Uterus (diluar endometrium kavum uterus)
Ovarium
Intraligamenter
Abdominal
Kombinasi kehamilan didalam dan diluar uterus
2.3 ETIOLOGI
Alat ini istilahnya adalah Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) dan sering juga
disebut IUD, singkatan dari Intra Uterine Device. AKDR biasa dianggap tubuh
sebagai benda asing menimbulkan reaksi radang setempat. AKDR yang dililiti kawat
tembaga dalam konsentrasi kecil yang dikeluarkan dalam rongga uterus selain
menimbulkan reaksi radang seperti pada IUD biasa, juga menghambat khasiat
anhidrase karbon dan fosfatase alkali. IUD yang menge luarkan hormon juga
menebalkan lendir serviks sehingga menghalangi pasase sperma .
Beberapa produk IUD saat ini terbuat dari bahan yang tidak kondusif bagi zygote
sehingga bisa membunuhnya dan proses kehamilan tidak terjadi. Dengan demikian,
maka sebagian metode IUD itu telah menyalahi ajaran syariah Islam karena
melakukan pembunuhan atas zygote yang terbentuk dengan menciptakan ruang yang
tidak kondusif kepadanya. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional
(BKKBN) memberikan penghargaan terhadap fatwa Majelis Ulama Indonesia
(MUI) yang memperbolehkan vasektomi, asalkan dengan tujuan yang tidak
menyalahi syariat. Fatwa MUI memperbolehkan vasektomi dengan syarat untuk
tujuan yang tidak menyalahi syariat, tidak menimbulkan kemandulan permanen, dan
ada jaminan dapat dilakukan rekanalisasi. Selain itu, dapat mengembalikan fungsi
reproduksi seperti semula serta tidak menimbulkan bahaya atau mudarat bagi yang
bersangkutan .
2.4 PATOFISIOLOGI
Kebanyakan dari kehamilan ektopik berlokasi di tuba fallopii. Tempat yang paling
umum terjadi adalah pada pars ampullaris, sekitar 80 %. Kemudian berturut-turut
adalah isthmus (12%), fimbriae (5%), dan bagian kornu dan daerah intersisial tuba
(2%), dan seperti yang disebut pada bagian diatas, kehamilan ektopik non tuba sangat
jarang. Kehamilan pada daerah intersisial sering berhubungan dengan kesakitan yang
berat, karena baru mengeluarkan gejala yang muncul lebih lama dari tipe yang lain,
dan sulit di diagnosis, dan biasanya menghasilkan perdarahan yang sangat banyak
bila terjadi rupture.
Proses implantasi ovum yang dibuahi, yang terjadi di tuba pada dasarnya sama
dengan halnya di kavum uteri. Telur di tuba bernidasi secara kolumner atau
interkolumner. Pada yang pertama telur berimplantasi pada ujung atau sisi jonjot
endosalping. Perkembangan telur selanjutnya dibatasi oleh kurangnya vaskularisasi
dan biasanya telur mati secara dini dan diresorbsi. Pada nidasi secara interkolumner
telur bernidasi antara 2 jonjot endosalping.
Setelah tempat nidasi tertutup, maka telur dipisahkan dari lumen tuba oleh lapisan
jaringan yang menyerupai desidua dan dinamakan pseudokapsularis. Karena
pembentukan desidua di tuba tidak sempurna malahan kadang-kadang tidak tampak,
dengan mudah villi korialis menembus endosalping dan masuk dalam lapisan otot-
otot tuba dengan merusak jaringan dan pembuluh darah. Perkembangan janin
selanjutnya bergantung pada beberapa faktor, seperti tempat implantasi, tebalnya
dinding tuba, dan banyaknya perdarahan yang terjadi oleh invasi trofoblas. Dibawah
pengaruh hormon estrogen dan progesteron dari korpus luteum gravidatis dan
trofoblas, uterus menjadi besar dan lembek, dan endometrium dapat pula berubah
menjadi desidua. Dapat ditemukan pula perubahan-perubahan pada endometrium
yang disebut fenomena Arias-Stella. Sel epitel membesar dengan intinya hipertrofik,
hiperkromatik, lobuler, dan berbentuk tidak teratur. Sitoplasma sel dapat berlubang-
lubang atau berbusa, dan kadang-kadang ditemukan mitosis. Perubahan ini hanya
terjadi pada sebagian kehamilan ektopik.
Terdapat beberapa kemungkinan yang dapat terjadi pada kehamilan ektopik
dalam tuba. Karena tuba bukan merupakan tempat yang baik untuk pertumbuhan
hasil konsepsi, tidak mungkin janin dapat tumbuh secara utuh seperti di uterus.
Sebagian besar kehamilan tuba terganggu pada umur kehamilan antara 6 minggu
sampai 10 minggu. Kemungkinan itu antara lain
1. Hasil konsepsi mati dini dan diresorbsi
Pada implantasi secara kolumner, ovum yang dibuahi cepat mati karena
vaskularisasi kurang, dan dengan mudah terjadi resorbsi total. Dalam keadaan ini
penderita tidak mengeluh apa-apa, hanya haidnya saja yang terlambat untuk
beberapa hari.
2. Abortus tuba
Perdarahan yang terjadi karena pembukaan pembuluh-pembuluh darah oleh villi
koriales pada dinding tuba di tempat implantasi dapat melepaskan mudigah dari
koriales pada dinding tersebut bersama-sama dengan robeknya pseudokapsularis.
Pelepasan ini dapat terjadi sebagian atau seluruhnya, tergantung dari derajat
perdarahan yang timbul. Bila pelepasan menyeluruh, mudigah dengan selaputnya
dikeluarkan dalam lumen tuba dan kemudian didorong oleh darah kearah ostium tuba
abdominale. Frekuensi abortus dalam tuba tergantung pada implantasi telur yang
dibuahi. Abortus tuba lebih umum terjadi pada kehamilan tuba pars ampullaris,
sedangkan penembusan dinding tuba oleh villi koriales kea rah peritoneum biasanya
terjadi pada kehamilan pars isthmika. Perbedaan ini disebabkan karena lumen pars
amoullaris lebih luas, sehingga dapat mengikuti lebih mudah pertumbuhan hasil
konsepsi dibandingkan dengan bagian isthmus dengan lumen sempit.
Pada pelepasan hasil konsepsi yang tidak sempurna pada abortus, perdarahan akan
terus berlangsung, dari sedikit-sedikit oleh darah, sampai berubah menjadi mola
kruenta. Perdarahan akan keluar melalui fimbriae dan masuk rongga abdomen dan
terkumpul secara khas di kavum Douglas dan akan membentuk hematokel
retrouterina. Bila fimbriae tertutup, tuba fallopii dapat membesar karena darah dan
membentuk hematosalping.
3. Ruptur tuba
Penyusupan, dan perluasan hasil konsepsi dapat mengakibatkan rupture pada
saluran lahir pada beberapa tempat. Sebelum metode pengukuran kadar korionik
gonadotropin tersedia, banyak kasus kehamilan tuba berakhir pada trimester pertama
oleh rupture intraperitoneal. Pada kejadian ini lebih sering terjadi bila ovum
berimplantasi pada isthmus dan biasanya muncul pada kehamilan muda, sedangkan
bila berimplantasi di pars intersisialis, maka muncul pada kehamilan yang lebih
lanjut. Ruptur dapat terjadi secara spontan, atau karena trauma ringan seperti koitus
atau pemeriksaan vagina.
Ruptur sekunder dapat terjadi bila terjadi abortus dalam tuba dan ostium tuba
tertutup. Dalam hal ini dinding tuba yang sudah menipis karena invasi dari trofoblas,
akan pecah karena tekanan darah dalam tuba. Kadang-kadang ruptur terjadi diarah
ligamentum latum dan terbentuk hematoma intraligamenter. Jika janin hidup terus,
terdapat kehamilan intraligamenter. Pada ruptur ke rongga perut, seluruh janin dapat
keluar dari tuba, tetapi bila robekan kecil, perdarahan terjadi tanpa hasil konsepsi
dikeluarkan dari tuba. Bila pasien tidak mati dan meninggal karena perdarahan, nasib
janin bergantung pada kerusakan yang diderita dan tuanya kehamilan. Bila janin mati
dan masih kecil, dapat diresorbsi kembali, namun bila besar, kelak dapat diubah
menjadi litopedion. Bila janin yang dikeluarkan tidak mati dengan masih diselubungi
oleh kantong amnion dan dengan plasenta yang utuh, kemungkinan tumbuh terus
dalam rongga abdomen sehingga terjadi kehamilan abdominal sekunder.
Pada wanita dengan faktor resiko untuk kehamilan ektopik, dengan penggunaan
tes hormonal awal dan sonografi vagina, sekarang dimungkinkan untuk menegakkan
diagnosis dari kehamilan ektopik sebelum keluar gejala. Namun, bila umur gestasi
sudah meningkat dan perdarahan intraperitoneal muncul karena keluarnya dari dari
fimbriae atau ruptur, maka dapat timbul gejala. Bila memang terjadi kehamilan
ektopik namun belum muncul gejala, maka kita sebut kehamilan ektopik belum
terganggu.
Gambaran klinik klasik untuk kehamilan ektopik adalah trias nyeri abdomen,
amenore, dan perdarahan pervaginam. Gambaran tersebut menjadi sangat penting
dalam memikirkan diagnosis pada pasien yang datang dengan kehamilan di trimester
pertama. Namun sayangnya, hanya 50% pasien dengan kehamilan ektopik ini yang
menampilkan gejala-gejala tersebut secara khas. Pasien yang lain mungkin muncul
gejala-gejala yang umumnya terjadi pada masa kehamilan awal termasuk mual,
lelah, nyeri abdomen ringan, nyeri bahu, dan riwayat disparenu baru-baru ini.
Sedangkan gejala dan tanda kehamilan ektopik terganggu, seperti tersebut diatas,
dapat berbeda-beda, dari yang khas sampai tidak khas sehingga sukar untuk
mendiagnosisnya.
Pada pemeriksaan fisik harus difokuskan pada tanda vital dan pemeriksaan
abdomen dan pelvik. Hipotensi dan takikardi yang dapat terjadi akibat perdarahan
banyak akibat ruptur tuba tidak dapat memperkirakan adanya kehamilan ektopik
walau tanda itu menunjukkan perlunya resusitasi segera, bahkan faktanya kedua hal
tersebut lebih khas pada komplikasi kehamilan intrauterin. Lebih jauh lagi, tanda
vital yang normal tidak dapat menyingkirkan adanya kehamilan ektopik. Pada
pemeriksaan dalam, dapat teraba kavum douglas yang menonjol dan terdapat nyeri
gerakan serviks. Adanya tanda-tanda peritoneal, nyeri gerakan serviks, dan nyeri
lateral atau bilateral abdomen atau nyeri pelvik meningkatkan kecurigaan akan
kehamilan ektopik dan merupakan temuan yang bermakna. Disisi yang lain,
ketidakadaan tanda dan gejala ini tidak menyingkirkan kehamilan ektopik.
Terabanya massa adneksa juga tidak dapat memperkirakan kehamilan ektopik secara
tepat. Dalam penelitian ini massa adneksa hanya muncul kurang dari 10% pada
pasien yang di diagnosis dengan kehamilan ektopik. Satu yang harus diingat juga
adalah pemeriksaan pelvik benar-benar normal pada kira-kira 10% pasien dengan
kehamilan ektopik. Kesimpulannya, beberapa riwayat dan penemuan pemeriksaan
fisik menngkatkan kecurigaan terhadap kehamilan ektopik. Untuk itu, bagaimanapun
juga, tidak ada kombinasi penemuan yang boleh dianggap oleh seorang dokter di
ruang gawat darurat yang menyimpulkan adanya kehamilan ektopik berdasarkan
penemuan klinik saja.
Macam - macam kehamilan ektopik berdasarkan tempat implantasinya antara lain:
1. Kehamilan Abdominal
Kehamilan/gestasi yang terjadi dalam kavum peritoneum (sinonim : kehamilan intra
peritoneal.
2. Kehamilan Ampula
Kehamilan ektopik pada pars ampularis tuba fallopii. Umumnya berakhir
sebagai abortus tuba.
3. Kehamilan Servikal
Gestasi yang berkembang bila ovum yang telah dibuahi berimplantasi dalam
kanalis servi kalis uteri.
4. Kehamilan Heterotopik Kombinasi
Kehamilan bersamaan intrauterine dan ekstrauterin.
5. Kehamilan Kornu
Gestasi yang berkembang dalam kornu uteri.
6. Kehamilan Interstisial
Kehamilan pada pars interstisialis tuba fallopii.
7. Kehamilan Intraligamenter
Pertumbuhan janin dan plasenta diantara lipatan ligamentum latum, setelah
rupturnya keha milan tuba melalui dasar dari tuba fallopii.
8. Kehamilan Ismik
Gestasi pada pars ismikus tuba fallopi
9. Kehamilan Ovarial
Bentuk yang jarang dari kehamilan ektopik dimana blastolisis berimplantasi pada
permuka an ovarium.
10. Kehamilan Tuba
Kehamilan ektopik pada setiap bagian dari tuba fallopii.
2.6 DIAGNOSIS
Kesukaran membuat diagnosis yang pasti pada kehamilan ektopik yang belum
terganggu sangat besar, sehingga pasien harus mengalami rupture atau abortus
dahulu sehingga menimbulkan gejala. Dalam menegakkan diagnosis, dengan
anamnesis yang teliti dapat dipikirkan kemungkinan adanya kehamilan ektopik,
namun untuk menegakkan diagnosis pasti harus dibantu dengan pemeriksaan fisik
yang cermat dan dibantu dengan alat bantu diagnostik. Sekarang ini, peran alat bantu
diagnostik sangatlah penting, dan sudah merupakan sesuatu yang harus
dilakukan,apabila memang tersedia, untuk menentukan diagnosis.
Pada anamnesis biasanya didapatkan keluhan terlambat haid untuk beberapa
waktu dan kadang-kadang terdapat gejala subjektif kehamilan muda. Terdapat nyeri
perut bagian bawah, nyeri bahu, dan kadang-kadang tenesmus. Perdarahan
pervaginam dapat terjadi, dan biasanya terjadi setelah muncul keluhan nyeri perut
bagian bawah, berapa jumlah perdarahannya, warna dari darahnya, apakah mengalir
seperti air atau hanya seperti tetesan saja, dan apakah keluar gumpalan-gumpalan.
Ditanyakan juga riwayat kehamilan sebelumnya, bila sudah pernah hamil, riwayat
menstruasinya.
Pada pemeriksaan umum, penderita dapat tampak pucat dan kesakitan. Pada
perdarahan dalam rongga perut aktif dapat ditemukan tanda-tanda syok dan pasien
merasakan nyeri perut yang mendadak. Pada jenis yang tidak mendadak, mungkin
hanya terlihat perut bagian bawah yang sedikit menggembung dan nyeri tekan.
Yaitu kehamilan ektopik diman janin dapat tumbuh terus karena mendapat cukup
zat-zat makanan dan oksigen dari plasenta yang meluaskan implantasinya ke
jaringan sekitarnya, misalnya ligamentum latum, uterus, dasar panggul ,dan
sebagainya.
Gambar 1.4. Jalur yang digunakan untuk mendiagnosis suspek kehamilan ektopik
Diluar dari kemajuan teknologi sekarang ini, kehamilan ektopik sering salah
terdiagnosis pada saat kunjungan pertama pasien tentang keluhannya. Diagnosis
awal diperlukan untuk perawatan yang maksimal terhadap ketahanan tuba dan
mencegah potensi terjadinya perdarahan intraperitoneal. Atrash dkk. Menemukan
bahwa perdarahan menjadi penyebab terbesar (88%) kematian pada kasus kehamilan
ektopik. Pada saat ini, yang merupakan batu acuan untuk mendiagnosis kehamilan
ektopik adalah Transvaginal Ultrasonography dan pemeriksaan kadar hCG serial.
Transvaginal Ultrasonography sekarang ini telah menggantikan posisi Laparaskopi
karena lebih menguntungkan.
Beberapa prosedur yang dapat digunakan untuk membantu mendiagnosis
kehamilan ektopik adalah berikut ini
Ultrasonograph
Dengan menggunakan ultrasonografi abdominal, Kadar dkk. melaporkan pada
tahun 1981 bahwa jika level hCG lebih besar dari 6500 mIU/ml dan tidak ada kantong
gestasi pada uterus, hampir pasti kehamilan ektopik. Tapi, teknik ini tidak berguna
secara klinik, karena banyak wanita (90%) dengan kehamilan ektopik mempunyai level
hCG yang jauh dibawah nilai diatas.
s
Perkembangan alat dengan transduser transvaginal dengan frekuensi 5.0 sampai
7.0 MHz, lebih mampu melihat lebih tepat organ pelvis pada awal kehamilan
dibandingkan transabdominal. Dengan alat ini biasanya mungkin bisa untuk
mengidentifikasi kantong gestasi intrauterine saat kadar hCG mencapai 1500 mIU/ml
dan selalu bila kadar hCG sudah mencapai 2000 mIU/ml pada sekitar 5 atau 6 minggu
setelah haid terakhir. Karena kombinasi kehamilan intrauterine dan ekstrauterin hampir
merupakan kejadian yang jarang, maka penemuan kantong gestasi intrauterine hampir
selalu dapat menyingkirkan adanya kehamilan ektopik. Bila kantong gestasi tidak
ditemukan dan kadar hCG lebih.
Gambar
1.6. Langkah yang digunakan untuk mendiagnosa suspek kehamilan ektopik
menggunakan USG transvaginal.
Dari 1500 mIU/ml, lebih mungkin terjadi kehamilan patologis, apakah itu
kehamilan ektopik, atau suatu gestasi intrauterine tidak viable, dan harus dipikirkan
kemungkinannya. Biasanya massa adneksa dan/atau struktur yang menyerupai
kantong gestasi dapat dikenali pada saluran telur saat kehamilan ektopik muncul
yang menghasilkan kadar hCG diatas 2500 mIU/ml.
Gambar
1.7.
Gambaran
USG
kehamilan
ektopik
Dalam penelitian ini didapatkan ada 4 dari 166 kehamilan ektopik yang tidak
dapat dilihat oleh laparaskopis karena hal diatas, sehingga ada kemungkinan 2-5 %
terjadi false-positif atau false-negatif.
2.7 PENATALAKSANAAN
Ada banyak opsi yang dapat dipilih dalam menangani kehamilan ektopik, yaitu
terapi bedah dan terapi obat. Ada juga pilihan tanpa terapi, namun hanya bisa
dilakukan pada pasien yang tidak menunjukkan gejala dan tidak ada bukti adanya
rupture atau ketidakstabilan hemodinamik. Namun pada pilihan ini pasien harus
bersedian diawasi secara lebih ketat dan sering dan harus menunjukkan
perkembangan yang baik. Pasien juga harus menerima segala resiko apabila terjadi
rupture harus dioperasi.
A. TERAPI BEDAH
Sebagian besar wanita dengan kehamilan ektopik akan membutuhkan tindakan
bedah. Tindakan bedah ini dapat radikal (salpingektomi) atau konservatif ( biasanya
salpingotomi ) dan tindakan itu dilakukan dengan jalan laparaskopi atau laparatomi.
Laparatomi merupakan teknik yang lebih dipilih bila pasien secara hemodinamik
tidak stabil, operator yang tidak terlatih dengan laparaskopi, fasilitas dan persediaan
untuk melakukan laparaskopi kurang, atau ada hambatan teknik untuk melakukan
laparaskopi. Pada banyak kasus, pasien-pasien ini membutuhkan salpingektomi
karena kerusakan tuba yang banyak, hanya beberapa kasus saja salpingotomi dapat
dilakukan. Pada pasien kehamilan ektopik yang hemodinamiknya stabil dan
dikerjakan salpingotomi dapat dilakukan dengan teknik laparaskopi. Salpingotomi
laparaskopik diindikasikan pada pasien hamil ektopik yang belum rupture dan
besarnya tidak lebih dari 5 cm pada diameter transversa yang terlihat komplit melalui
laparaskop.
Gambar 1.8. Terapi bedah menggunakan tehnik laparatomi pada kehamilan ektopik
Linier salpingektomi pada laparaskopi atau laparatomi dikerjakan pada pasien hamil
ektopik yang belum rupture dengan menginsisi permukaan antimesenterik dari tuba
dengan kauter kecil, gunting, atau laser. Kemudian diinjeksikan pitressin dilute untuk
memperbaiki hemostasis. Gestasi ektopik dikeluarkan secara perlahan melalui insisi
dan tempat yang berdarah di kauter. Pengkauteran yang banyak didalaam lumen tuba
dapat mengakibatkan terjadinya sumbatan, dan untuk itu dihindari. Penyembuhan
secara sekunder atau dengan menggunakan benang menghasilkan hasil yang
sama.Tindakan ini baik untuk pasien dengan tempat implantasi di ampulla tuba.
Kehamilan ektopik ini mempunyai kemungkinan invasi trofoblastik kedalam
muskularis tuba yang lebih kecil dibandingkan dengan implantasi pada isthmu
Tuba kanan yang membesar karena terdapat kehamilan ektopik ada disebelah
kanan di E. Tuba kiri yang tersumbat terlihat pada L- wanita ini pernah dilakukan
ligasi tuba. Secara umum, perawatan pada laparaskopi lebih cepat dan lebih sedikit
waktu yang hilang dalam penanganannya dibandingkan laparatomi. Parsial atau total
salpingektomi laparaskopik mungkin dilakukan pada pasien dengan riwayat penyakit
tuba yang masih ada dan diketahui mempunyai faktor resiko untuk kehamilan
ektopik. Komplikasi bedah yang paling sering adalah kehamilan ektopik berulang
(5-20 %) dan pengangkatan jaringan trofoblastik yang tidak komplit. Disarankan
pemberian dosis tunggal methotrexate post operasi sebagai profilaksis para pasien
resiko tinggi.
B. TERAPI OBAT
Diagnosis dini yang telah dapat ditegakkan membuat pilihan pengobatan dengan
obat-obatan memungkinkan. Keuntungannya adalah dapat menghindari tindakan
bedah beserta segala resiko yang mengikutinya, mempertahankan patensi dan fungsi
tuba, dan biaya yang lebih murah. Zat-zat kimia yang telah diteliti termasuk glukosa
hiperosmolar, urea, zat sitotoksik ( misal: methotrexate dan actinomycin ),
prostaglandin, dan mifeproston (RU486). Disini akan dibahas lebih jauh mengenai
pemakaian methotrexate sebagai pilihan untuk terapi obat.
METHOTREXATE
Penggunaan methotrexate untuk kehamilan pada intersisial. Kemudian yang
menggunakannya sebagai terapi garis pertama pada kehamilan ektopik. Sejak itu
banyak dilaporkan pemakaian methotrexate pada berbagai jenis kehamilan ektopik
yang berhasil. Lalu, dengan semakin banyaknya keberhasilan memakai obat, maka
mulai diperbandingkan pemakaian methotrexate dengan terapi utama salpingostomi.
Perdarahan intra-abdominal aktif merupakan kontraindikasi bagi pemakaian
methotrexate. Ukuran dari massa ektopik juga penting dan methotrexate tidak
digunakan pada massa kehamilan itu lebih dari 4 cm. Keberhasilannya baik bila usia
gestasi kurang dari 6 minggu, massa tuba kurang dari 3,5 cm diameter, janin sudah
mati, dan -hCG kurang dari 15.00 mIU. Kontraindikasi lainnya termasuk menyusui,
imunodefisiensi, alkoholisme, penyakit hati atau ginjal, penyakit paru aktif, dan
ulkus peptik.
Methotrexate merupakan suatu obat anti neoplastik yang bekerja sebagai
antagonis asam folat dan poten apoptosis induser pada jaringan trofoblas. Pasien
yang akan diberikan methotrexate harus dalam keadaan hemodinamika yang stabil
dengan hasil laboratorium darah yang normal dan tidak ada gangguan fungsi ginjal
dan hati. Methotrexate diberikan dalam dosis tunggal (50 mg/m2 IM) atau dengan
menggunakan dosis variasi 1 mg/kgBB IM pada hari ke 1,3,5,7 ditambah Leukoverin
0,1 mg/kgBB IM pada hari ke 2,4,6,8. Setelah pemakaian methotrexate yang
berhasil, -hCG biasanya menghilang dari plasma dalam rata-rata antara 14 dan 21
hari. Kegagalan terapi bila tidak ada penurunan -hCG, kemungkinan ada massa
ektopik persisten atau ada perdarahan intraperitoneal.
2.8 PROGNOSIS
Kematian ibu karena kehamilan ektopik terganggu cenderung menurun dengan
diagnosis dini dan persediaan darah yang cukup. Namun bila pertolongan terlambat,
maka angka kematian akan meningkat. Sedangkan janin pada kehamilan ektopik
biasanya akan mati dan tidak dapat dipertahankan karena tidak berada pada tempat
dimana ia seharusnya tumbuh.
Pada umumnya kelainan yang menyebabkan kehamilan ektopik bersifat bilateral.
Sebagian wanita dapat menjadi steril setelah mengalami kehamilan ektopik atau
dapat mengalami kehamilan ektopik lagi pada tuba yang lain. Angka kehamilan
ektopik yang berulang dilaporkan antara 0-14,6 %. Dengan kemajuan terapi yang
ada sekarang, kemungkinan ibu untuk dapat hamil kembali membesar, namun ini
harus didukung kemampuan untuk menegakkan diagnosis dini sehingga dapat
diintervensi secepatnya.
3.1 KESIMPULAN