H Referat Hiperplasi Endo Anisa

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 18

REFERAT

HYPERPLASIA ENDOMETRIUM

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Pendidikan Dokter Umum Fakultas


Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta

Disusun oleh:
Annisa Firdaus, S.Ked

Pembimbing :
dr. Heryuristianto, Sp.OG

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2017
PARAPARESE PADA KEHAMILAN

CASE REPORT
Diajukan Oleh :

Annisa Firdaus, S.Ked ( J510165035)

Telah disetujui dan disahkan oleh Bagian Program Pendidikan Profesi Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta

Pada hari ,tanggal

Pembimbing :
dr. Heryuristianto, Sp.OG (.........................................)

Dipresentasikan dihadapan :
dr. Heryuristianto, Sp.OG (.........................................)

Disahkan Ka. Prodi Profesi FK UMS :


dr. D. Dewi Nirlawati (.........................................)

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2017
PENDAHULUAN

Hiperplasia endometrium merupakan prekursor terjadinya kanker


endometrium yang terkait dengan stimulasi estrogen yang tidak terlawan
(unopposed estrogen) pada endometrium uterus. Stimulasi estrogen yang
tidak terlawan dari siklus anovulatory dan penggunaan dari bahan eksogen
pada wanita postmenopause menunjukkan peningkatan kasus hiperplasia
endometrium dan karsinoma endometrium. Kelainan ini biasanya muncul
dengan perdarahan uterus abnormal. Resiko terjadinya progresifitas sangat
terkait dengan ada atau tidak adanya sel atipik.
The American Cancer Society (ACS) memperkirakan ada 40.100
kasus baru dari kanker rahim yang didiagnosis pada tahun 2003, dimana 95
% berasal dari endometrium. Sistem klasifikasi dari hiperplasia
endometrium sudah dibuat berdasarkan kompleksitas dari kalenjar
endometrium dan sel-sel atipik pada pemeriksaan sitologi. Hiperplasia
atipikal sangat terkait dengan progresifitas menjadi karsinoma endometrium.
Progresifitas dari hiperplasia endometrium, menjadi kondisi patologis yang
lebih agresif sangat terkait dengan diagnosis awal pada endometrium.
Hiperplasia sederhana (simple hyperplasia) lebih sering mengalami
regresi jika sumber estrogen eksogen dihilangkan. Bagaimanapun,
hiperplasia atipikal seringkali berkembang menjadi adenokarsinoma kecuali
diintervensi dengan terapi medis. Terapi dengan penggantian hormon sedang
dalam penelitian untuk menentukan dosis dan tipe dari progestin untuk
melawan efek stimulasi berlebihan estrogen pada endometrium. Hiperplasia
endometrium biasanya didiagnosis dengan biopsy endometrium atau
kuretase endometrium setelah seorang wanita menemui dokter kandungan
dengan perdarahan uterus abnormal.
Modalitas terapi tergantung dengan usia pasien, keinginan untuk
memiliki anak, dan keberadaan dari sel atipik pada bahan endometrium.
Progestin telah sukses digunakan pada wanita dengan hiperplasia
endometrium yang memilih untuk tidak dilakukan pembedahan.
HIPERPLASIA ENDOMETRIUM

1. Anatomi dan Fisiologi Endometrium

Uterus adalah organ muscular yang berbentuk buah pir yang


terletak di dalam pelvis dengan kandung kemih di anterior dan rectum di
posterior.Uterus biasanya terbagi menjadi korpus dan serviks. Korpus
dilapisi oleh endometrium dengan ketebalan bervariasi sesuai usia dan
tahap siklus menstruasi. Endometrium tersusun oleh kelenjar-kelenjar
endometrium dan sel-sel stroma mesenkim, yang keduanya sangat sensitive
terhadap kerja hormone seks wanita. Hormon yang ada di tubuh wanita
yaitu estrogen dan progesteron mengatur perubahan endometrium, dimana
estrogen merangsang pertumbuhan dan progesterone mempertahankannya.
Pada ostium uteri internum, endometrium bersambungan dengan
kanalis endoserviks, menjadi epitel skuamosa berlapis.

Endometrium adalah lapisan terdalam pada rahim dan tempatnya


menempelnya ovum yang telah dibuahi. Di dalam lapisan Endometrium
terdapat pembuluh darah yang berguna untuk menyalurkan zat makanan ke
lapisan ini. Saat ovum yang telah dibuahi (yang biasa disebut fertilisasi)
menempel di lapisan endometrium (implantasi), maka ovum akan
terhubung dengan badan induk dengan plasenta yang berhubung dengan tali
pusat pada bayi.

Lapisan ini tumbuh dan menebal setiap bulannya dalam rangka


mempersiapkan diri terhadap terjadinya kehamilan,agar hasil konsepsi bisa
tertanam. Pada suatu fase dimana ovum tidak dibuahi oleh sperma,
maka korpus luteum akan berhenti memproduksi hormon progesteron dan
berubah menjadi korpus albikan yang menghasilkan sedikit hormon diikuti
meluruhnya lapisan endometrium yang telah menebal, karena
hormon estrogen dan progesteron telah berhenti diproduksi. Pada fase ini,
biasa disebut menstruasi atau peluruhan dinding rahim.

2. Siklus Endometrium Normal


Pada masa reproduksi dan dalam keadaan tidak hamil, epitel
mukosa pada endometrium mengalami siklus perubahan yang berkaitan
dengan aktivitas ovarium. Perubahan ini dapat dibagi menjadi 4 fase
endometrium, yakni :
a. Fase Menstruasi (Deskuamasi)
Fase ini berlangsung 3-4 hari.Pada fase ini terjadi pelepasanendometrium
dari dinding uterus yakni sel-sel epitel dan stroma yangmengalami
disintergrasi dan otolisis dengan stratum basale yang masihutuh disertai
darah dari vena dan arteri yang mengalami aglutinasi danhemolisis serta
sekret dari uterus, serviks dan kalenjar-kalenjar vulva.
b. Fase Pasca Haid (Regenerasi)
Fase ini berlangsung 4 hari (hari 1-4 siklus haid).Terjadi regenerasiepitel
mengganti sel epitel endometrium yang luruh. Regenerasi inimembuat
lapisan endometrium setebal 0,5 mm.

c. Fase Intermenstrum (Proliferasi)


Pada fase ini endometrium menebal hingga 3,5 mm. berlangsungselama
10 hari (hari ke 5-14 siklus haid).
a) Fase proliferasi dini (early proliferation phase)
Fase ini berlangsung selama 3 hari (hari ke 5-7).Pada fase
initerdapat regenerasi kelenjar dari mulut kelenjar dengan
epitelpermukaan yang tipis.Bentuk kelenjar khas fase proliferasi
yaknilurus, pendek dan sempit dan mengalami mitosis.
b) Fase proliferasi madya (midproliferation phase)
Fase ini berlangsung selama 3 hari (hari ke 8-10).Fase
iniberupakan bentuk transisi dan dapat dikenal dari epitel
permukaanyang berbentuk torak dan tinggi.Kelenjar berlekuk-
lekuk danbervariasi.Sejumlah stroma mengalami edema.
Tampak banyakmitosis dengan inti berbentuk telanjang (nake
nucleus)
c) Fase proliferasi akhir (late proliferation phase)
Fase ini berlangsung selama 4 hari.Fase ini dapat dikenali
daripermukaan kelenjar yang tidak rata dengan banyak
mitosis.Intiepitel kelenjar membentuk pseudostratifikasi.Stroma
semakintumbuh aktif dan padat.
d. Fase Pra Haid (Sekresi)
Fase ini berlangsung sejak hari setelah ovulasi yakni hari ke 14 sampaihari
ke 28. Pada fase ini ketebalan endometrium masih sama, namun yang
berbeda adalah bentuk kelenjar yang berubah menjadi berlekuk-
lekuk,panjang dan mengeluarkan getah yang semakin nyata.
Dalamendometrium telah tersimpan glikogen dan kapur yang
kelakdiperlukan sebagai makanan untuk telur yang dibuahi.Memang,
tujuanperubahan ini adalah untuk mempersiapkan endometrium
untukmenerima telur yang dibuahi. Fase ini terbagi menjadi dua, yakni :
a) Fase sekresi dini
Dalam fase ini endometrium lebih tipis dari sebelumnya
karenakehilangan cairan. Pada saat ini, endometrium dapat
dibedakanmenjadi beberapa lapisan yakni :
Stratum basale, yakni lapisan endometrium bagian
dalamyang berbatasan dengan miometrium.Lapisan ini tidak
aktif, kecuali mitosis pada kelenjar.
Stratum spongiosum, yaitu lapisan tengah
berbentukanyaman seperti spons.Ini disebabkan oleh
banyaknya kelenjar yang melebar, berkelok-kelok dan
hanya sedikitstroma di antaranya.
Stratum kompaktum, yaitu lapisan atas yang padat.Saluran-
saluran kelenjar sempit, lumennya berisi sekret
danstromanya edema.
b) Fase sekresi lanjut
Endometrium pada fase ini tebalnya 5-6 mm. dalam
fase ini terdapat peningkatan dari fase sekresi dini, dengan
endometrium sangat banyak mengandung pembuluh darah yang
berkelok-kelok dan kaya akan glikogen. Fase ini sangat ideal
untuk nutrisi dan perkembangan ovum. Sitoplasma sel-sel
stroma bertambah. Sel stroma ini akan berubah menjadi sel
desidua jika terjadi pembuahan.
1. Hiperplasia Endometrium

A. Defenisi

Hiperplasia endometrium adalah pertumbuhan yang berlebih dari


kelenjar, dan stroma disertai pembentukan vaskularisasi dan
infiltrasi limfosit pada endometrium. Bersifat noninvasif, yang memberikan
gambaran morfologi berupa bentuk kelenjar yang irreguler dengan ukuran
yang bervariasi. Pertumbuhan ini dapat mengenai sebagian maupun seluruh

bagian endometrium.

Hiperplasia endometrium biasa terjadi akibat rangsangan / stimulasi


hormon estrogen yang tidak diimbangi oleh progesteron. Pada masa remaja
dan beberapa tahun sebelum menopause sering terjadi siklus yang tidak
berovulasi sehingga pada masa ini estrogen tidak diimbangi oleh
progesteron dan terjadilah hiperplasia. Kejadian ini juga sering terjadi pada
ovarium polikistik yang ditandai dengan kurangnya kesuburan (sulit hamil).

B. Klasifikasi

Risiko keganasan berkorelasi dengan keparahan hyperplasia,


sehingga diklasifikasikan sebagai berikut :

1) Hiperplasia sederhana (hiperplasia ringan), Dicirikan dengan peningkatan


jumlah kelenjar proliferative tanpa atipia sitologik. Kelenjar tersebut,
meskipun berdesakkan dipisahkan oleh stroma selular padat dan memiliki
berbagai ukuran. Pada beberapa kasus, pembesaran kelenjar secara kistik
mendominasi (hiperplasia kistik). Risiko karsinoma endometrium sangat
rendah.

2) Hiperplasia kompleks tanpa atipia (hiperplasia sedang/hiperplasia


adenomatosa). Menunjukkan peningkatan jumlah kelenjar dengan posisi
berdesakan. Epitel pelapis berlapis dan memperlihatkan banyak gambaran
mitotic. Sel-sel pelapis mempertahankan polaritas normal dan tidak
menunjukkan pleomorfisme atau atipia sitologik. Stroma selular padat
masih terdapat di antara kelenjar.

3) Hiperplasia kompleks dengan atipia (hiperplasia berat/hyperplasia


adenomatosa atipikal). Dicirikan dengan berdesakannya kelenjar dengan
kelenajr yang saling membelakangi dan adanya atipia sitologik yang
ditandai dengan pleomorfisme, hiperkromatisme dan pola kromatin inti
abnormal. Hiperplasia kompleks dengan atipia menyatu dengan
adenokarsinoma in situ pada endometrium dan menimbulkan risiko
karsinoma endometrium yang tinggi.

C. Pathogenesis

Hiperplasia endometrium ini diakibatkan oleh hiperestrinisme atau


adanya stimulasi unoppesd estrogen (estrogen tanpa pendamping
progesteron / estrogen tanpa hambatan). Kadar estrogen yang tinggi
ini menghambat produksi Gonadotrpin (feedback mechanism). Akibatnya
rangsangan terhadap pertumbuhan folikel berkurang, kemudian terjadi
regresi dan diikuti perdarahan.

Pada wanita perimenopause sering terjadi siklus yang anovulatoar


sehingga terjadi penurunan produksi progesteron oleh korpus luteum
sehingga estrogen tidak diimbangi oleh progesteron. Akibat dari keadaan
ini adalah terjadinya stimulasi hormon estrogen terhadap kelenjar maupun
stroma endometrium tanpa ada hambatan dari progesteron yang
menyebabkan proliferasi berlebih dan terjadinya hiperplasia pada
endometrium. Juga terjadi pada wanita usia menopause dimana sering kali
mendapatkan terapi hormon penganti yaitu progesteron dan estrogen,
maupun estrogen saja.

Estrogen tanpa pendamping progesterone (unopposed estrogen)


akan menyebabkan penebalan endometrium. Peningkatan estrogen juga
dipicu oleh adanya kista ovarium serta pada wanita dengan berat badan
berlebih.

D. Gejala Klinis

Siklus menstruasi tidak teratur, ataupun menstruasi terus-menerus


dan banyak (metrorrhagia).

Selain itu, muncul gangguan sakit kepala, mudah lelah dan


sebagainya. Dampak berkelanjutan dari penyakit ini, adalah penderita bisa
mengalami kesulitan hamil dan terserang anemia berat. Hubungan suami-
istri pun terganggu karena biasanya terjadi perdarahan yang cukup parah.

E. Faktor Risiko

Hiperplasia Endometrium seringkali terjadi pada sejumlah wanita


yang memiliki resiko tinggi :

1. Usia Produktif
2. Didahului dengan terlambat haid atau amenorea
3. Obesitas ( konversi perifer androgen menjadi estrogen dalam jaringan
lemak )
4. Penderita Diabetes melitus
5. Pengguna estrogen dalam jangka panjang tanpa disertai pemberian
progestin pada kasus menopause
6. PCOS (Polycystic Ovarian Syndrome)
7. Penderita tumor ovarium dari jenis granulosa theca cell tumor

.
F. Diagnosis

Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan untuk menegakkan


diagnosa hyperplasia endometrium dengan cara USG, Dilatasi dan
Kuretase, lakukan pemeriksaan Hysteroscopy dan dilakukan juga
pengambilan sampel untuk pemeriksaan PA. Secara mikroskopis sering
disebut Swiss cheese patterns.

1. Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)

Pada wanita pasca menopause ketebalan endometrium pada


pemeriksaan ultrasonografi transvaginal kira kira < 4 mm. Untuk dapat
melihat keadaan dinding cavum uteri secara lebih baik maka dapat
dilakukan pemeriksaan hysterosonografi dengan memasukkan cairan
kedalam uterus.

2. Biopsy

Diagnosis hiperplasia endometrium dapat ditegakkan melalui


pemeriksaan biopsi yang dapat dikerjakan secara poliklinis dengan
menggunakan mikrokuret. Metode ini juga dapat menegakkan diagnosa
keganasan uterus.
3. Dilatasi dan Kuretase

Dilakukan dilatasi dan kuretase untuk terapi dan diagnosa


perdarahan uterus.

4.Histeroskopi

Histeroskopi adalah tindakan dengan memasukkan peralatan


teleskop kecil kedalam uterusuntuk melihat keadaan dalam uterus dengan
peralatan ini selain melakukan inspeksi juga dapat dilakukan tindakan
pengambilan sediaan biopsi untuk pemeriksaan histopatologi.

G. Diagnosis Banding

Hiperplasia mempunyai gejala perdarahan abnormal oleh sebab itu


dapat dipikirkan kemungkinan:
1) karsinoma endometrium,
2) abortus inkomplit
3) leiomioma
4) polip
H. Terapi

Terapi atau pengobatan bagi penderita hiperplasia, antara lain :


1) Tindakan kuratase selain untuk menegakkan diagnosa sekaligus
sebagai terapi untuk menghentikan perdarahan.

2) Selanjutnya adalah terapi progesteron untuk menyeimbangkan


kadar hormon di dalam tubuh. Namun perlu diketahui kemungkinan efek
samping yang bisa terjadi, di antaranya mual, muntah, pusing, dan
sebagainya.Rata-rata dengan pengobatan hormonal sekitar 3-4 bulan,
gangguan penebalan dinding rahim sudah bisa diatasi.Terapi progestin
sangat efektif dalam mengobati hiperplasia endometrial tanpa atipik, akan
tetapi kurang efektif untuk hiperplasia dengan atipi.

Terapi cyclical progestin (medroxyprogesterone asetat 10-20


mg/hari untuk 14 hari setiap bulan) atau terapi continuous progestin
(megestrol asetat 20-40 mg/hari) merupakan terapi yang efektif untuk pasien
dengan hiperplasia endometrial tanpa atipik. Terapi continuous progestin
dengan megestrol asetat (40 mg/hari) kemungkinan merupakan terapi yang
paling dapat diandalkan untuk pasien dengan hiperplasia atipikal atau
kompleks. Terapi dilanjutkan selama 2-3 bulan dan dilakukan biopsi
endometrial 3-4 minggu setelah terapi selesai untuk mengevaluasi respon
pengobatan.

3) Jika pengobatan hormonal yang dijalani tak juga menghasilkan


perbaikan, biasanya akan diganti dengan obat-obatan lain.

Tanda kesembuhan penyakit hiperplasia endometrium yaitu siklus


haid kembali normal. Jika sudah dinyatakan sembuh, ibu sudah bisa
mempersiapkan diri untuk kembali menjalani kehamilan. Namun alangkah
baiknya jika terlebih dahulu memeriksakan diri pada dokter. Terutama
pemeriksaan bagaimana fungsi endometrium, apakah salurannya baik,
apakah memiliki sel telur dan sebagainya.
4) Histerektomi Metode ini merupakan solusi permanen untuk terapi
perdarahan uterus abnormal. Khusus bagi penderita hiperplasia kategori
atipik, jika memang terdeteksi ada kanker, maka jalan satu-satunya adalah
menjalani operasi pengangkatan Rahim dan ini terkait dengan angka
kepuasan pasien dengan terapi ini. untuk wanita yang cukup memiliki anak
dan sudah mencoba terapi konservatif dengan hasil yang tidak memuaskan,
histerektomi merupakan pilihan yang terbaik. Penyakit hiperplasia
endometrium cukup merupakan momok bagi kaum perempuan dan kasus
seperti ini cukup dibilang kasus yang sering terjadi, maka dari itu akan lebih
baik jika bisa dilakukan pencegahan yang efektif.
I. Prognosis

Umumnya lesi pada hiperplasia atipikal akan mengalami regresi


dengan terapi progestin, akan tetapi memiliki tingkat kekambuhan yang
lebih tinggi ketika terapi dihentikan dibandingkan dengan lesi pada
hiperplasia tanpa atipi.

Penelitian terbaru menemukan bahwa pada saat histerektomi


62,5% pasien dengan hiperplasia endometrium atipikal yang tidak diterapi
ternyata juga mengalami karsinoma endometrial pada saat yang bersamaan.
Sedangkan pasien dengan hiperplasia endometrial tanpa atipi yang di
histerektomi hanya 5% diantaranya yang juga memiliki karsinoma
endometrial.

J. Pencegahan

Langkah-langkah yang bisa disarankan untuk pencegahan, seperti:

1. Melakukan pemeriksaan USG dan / atau pemeriksaan rahim secara rutin,


untuk deteksi dini ada kista yang bisa menyebabkan terjadinya penebalan
dinding rahim.
2. Melakukan konsultasi ke dokter jika mengalami gangguan seputar
menstruasi apakah itu haid yang tak teratur, jumlah mestruasi yang banyak
ataupun tak kunjung haid dalam jangka waktu lama.
3. Penggunaan etsrogen pada masa pasca menopause harus disertai dengan
pemberian progestin untuk mencegah karsinoma endometrium.
4. Bila menstruasi tidak terjadi setiap bulan maka harus diberikan terapi
progesteron untuk mencegah pertumbuhan endometrium berlebihan.
Terapi terbaik adalah memberikan kontrasepsi oral kombinasi.
5. Rubah gaya hidup untuk menurunkan berat badan.
KESIMPULAN

Hiperplasia Endometrium adalah suatu kondisi di mana lapisan


dalam rahim (endometrium) tumbuh secara berlebihan. Kondisi ini
merupakan proses yang jinak (benign), tetapi pada beberapa kasus
(hiperplasia tipe atipik) dapat menjadi kanker rahim.

Endometrium merupakan lapisan paling dalam dari rahim. Lapisan


ini tumbuh dan menebal setiap bulannya dalam rangka mempersiapkan diri
terhadap terjadinya kehamilan, agar hasil konsepsi bisa tertanam. Jika tidak
terjadi kehamilan, maka lapisan ini akan keluar saat menstruasi.

Hormon yang ada di tubuh wanita: estrogen dan progesteron


mengatur perubahan endometrium, dimana estrogen merangsang
pertumbuhannya dan progesteron mempertahankannya. Sekitar pertengahan
siklus haid, terjadi ovulasi (lepasnya sel telur dari indung telur). Jika sel telur
ini tidak dibuahi (oleh sperma), maka kadar hormon (progesteron) akan
menurun, sehingga timbul haid/menstruasi.

Pada saat mendekati menopause, kadar hormon-hormon ini


berkurang. Setelah menopause wanita tidak lagi haid, karena produksi
hormon ini sangat sedikit sekali. Untuk mengurangi keluhan/gejala
menopause sebagian wanita memakai hormon pengganti dari luar tubuh
(terapi sulih hormon), bisa dalam bentuk kombinasi estrogen + progesteron
ataupun estrogen saja.

Estrogen tanpa pendamping progesteron (unopposed estrogen) akan


menyebabkan penebalan endometrium. Pada beberapa kasus sel-sel yang
menebal ini menjadi tidak normal yang dinamakan Hiperplasis atipik yang
merupakan cikal bakal kanker rahim.

Risiko terjadinya hiperplasia endometrium bisa tinggi pada: usia


sekitar menopause, menstruasi yang tidak beraturan atau tidak ada haid sama
sekali, over-weight, diabetes, SOPK (PCOS), mengonsumsi estrogen tanpa
progesteron dalam mengatasi gejala menopause. Gejalanya yang
biasa/sering adalah perdarahan pervagina yang tidak normal (bisa haid yang
banyak dan memanjang).

Berikut ini beberapa pemeriksaan yang biasa dilakukan pada hiperplasia


endometrium:
USG : Terutama yang transvaginal.

Biopsi : Pengambilan sampel endometrium, selanjutnya

diperiksadengan mikroskop (PA)

Dilatasi dan Kuretase (D&C): Leher rahim dilebarkan dengan dilatator


kemudian hiperplasianya dikuret. Hasil kuret
lalau di PA-kan.

Hysteroscopy : Memasukkan kamera (endoskopi) kedalam rahim


lewat vagina. Dilakukan juga pengambilan
sampel untuk di PA-kan.

Pada kebanyakan kasus hiperplasisa dapat diobati dengan obat2an


yaitu dengan memakai progesteron. Progesteron menipiskan/menghilangkan
penebalan serta mencegahnya tidak menebal lagi. Namun pemakain
progesteron ini menimbulkan bercak (spotting).

Setelah mengkonsumsi progesteron dalam waktu tertentu, dilakukan


evaluasi kembali endometriumnya dengan cara di biopsi atau metode
sampling lainnya. Jika tidak ada perbaikan, dapat dilakukan kembali
pemberian obat lagi. Histerektomi atau pengangkatan rahim dilakukan jika
anak sudah cukup atau hiperplasia nya jenis atipik. Namun jika masih ingin
punya anak maka masih ada pilihan dilakukan terapi hormonal.
DAFTAR PUSTAKA

1. Gruber CJ, Tschugguel W, Schneeberger. Production and actionsof estrogen.


Eng J. Med., Januari 2002, 340-346
2. Chandrasoma, Parakrama dan Taylor, Clive. R. Patologi Anatomi. Edisi 2.
Jakarta : EGC. 2006.
3. Cotran dan Robbins. Dasar Patologis Penyakit. Edisi 7. Jakarta : EGC. 2008
4. Ara, S., & Roohi, M. (2011). Abnormal Uterine Bleeding;
HistopathologicalDiagnosis by Conventional Dilatation and Curretage. The
Professional Medical Journal , 587-591.
5. Elly, J. W., Kennedy, C. M., Clark, E. C., & Bowdler, N. C. (2006).
AbnormalUterine Bleeding: A Management Algortihm. JABFM , 590-602.
6. Montgomery, B. E., Daum, G. S., & Dunton, C. J. (2004).
EndometrialHyperplasia: A Review. Obstetrical and Gynecological Survey ,
368-378.
7. Munro, M. G., Critchley, H. O., Broder, M. S., & Fraser, I. S. (2011).
FIGOClassification System (PALM-COEIN) for Causes of Abnormal Uterine
Bleedingin Non Gravid Women of Reproductive Age. International Journal of
Gynecologyand Obstetrics , 3-12.
8. Wildemeersch, D., & Dhont, M. (2003). Treatment of Non Atypical and
AtypicalEndometrial Hyperplasia With a Levonorgestrel-Releasing Intra
Uterine System .American Journal of Obstretics and Gynecologics , 1-4.

Anda mungkin juga menyukai