Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gangguan jiwa adalah penyakit non fisik yang dapat menghambat


produktifitas individu dalam kehidupannya. Gangguan jiwa memang bukan
sebagai penyebab kematian secara langsung, tetapi akibat yang ditimbulkan
dapat menyebabkan penurunan kemampuan dan fungsi baik secara individu
maupun kelompok. Gangguan jiwa memerlukan waktu untuk proses
penyembuhan. Banyak jenis obat psikofarmaka yang digunakan untuk
penyembuhan. Efek utamanya pada aktivitas mental dan perilaku, yang
biasanya digunakan untuk pengobatan gangguan kejiwaan.
Hasil penelitian Wardani (2009) menguraikan efek samping obat
terhadap fisik, seksualitas, aktivitas, dan tingkat konsentrasi menjadi alasan
pasien tidak patuh, bahkan sampai menghentikan minum obat. Tidak kuat
berdiri lama, mual, kaku, bicara pelo, dan badan tidak enak adalah
ungkapan-ungkapan yang menggambarkan efek samping obat terhadap
fisik.
Secara umum ketidakpatuhan terhadap program terapeutik adalah
masalah substansial yang harus diatasi untuk membantu individu
berpartisipasi dalam perawatan diri dan mencapai tingkat kesehatan
potensial yang maksimal (Brunner&Suddart, 2002). Ketidakpatuhan minum
obat dapat meningkatkan resiko berkembangnya masalah kesehatan atau
memperpanjang dan memperburuk kesakitan penderita. Ada 20% klien yang
dirawat di rumah sakit diperkirakan merupakan akibat dari ketidakpatuhan
klien terhadap pengobatan.
Dampak atau akibat yang dirasakan pada klien karena perilaku
ketidakpatuhan menyebabkan kekambuhan empat kali lebih tinggi, klien
yang terlanjur kambuh karena tidak minum obat, membutuhkan waktu lebih
dari satu tahun untuk kembali secara intensif (Bustilo, 2008).
Penatalaksanaan regimen terapeutik agar menjadi efektif selain
terapi psikofarmaka yang diberikan dokter maka seorang perawat juga
mempunyai andil besar. Asuhan keperawatan yang diberikan pada klien
dengan penatalaksanaan regimen terapeutik tidak efektif salah satunya
perawat sebagai pendidik tentang obat yang baik pada klien dan keluarga.

1.2 Rumusan Masalah

1) Apa pengertian dari regimen terapeutik tidak efektif?


2) Bagaimana karakteristik regimen terapeutik tidak efektif?
3) Apa saja faktor yang mempengaruhi regimen terapeutik tidak efektif?
4) Bagaiman prinsip pengobatan pasien gangguan jiwa?
5) Bagaimana peran perawat dalam regimen terapeutik tidak efektif?
6) Apa saja diagnosa keperawatan pada regimen terapeutik tidak efektif?
7) Bagaimana tindakan keperawatan pada klien dengan regimen
terapeutik tidak efektif?

1.3 Tujuan Khusus

1) Untuk mengetahui pengertian dari regimen terapeutik tidak efektif


2) Untuk mengetahui karakteristik regimen terapeutik tidak efektif
3) Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi regimen terapeutik
tidak efektif
4) Untuk mengetahui prinsip pengobatan pasien gangguan jiwa
5) Untuk mengetahui peran perawat dalam regimen terapeutik tidak
efektif
6) Untuk mengetahui diagnosa keperawatan pada regimen terapeutik
tidak efektif
7) Untuk mengetahui tindakan keperawatan pada klien dengan regimen
terapeutik tidak efektif
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Regimen Terapeutik Tidak Efektif


Menurut Herdman (2012) penatalaksanaan regimen terapeutik tidak
efektif adalah sebuah pola pengatur dan mengintegrasikan program
pengobatan penyakit dan gejala sisa penyakit yang tidak memuaskan untuk
memenuhi tujuan kesehatan tertentu dalam rutinitas sehari-hari. Jadi
penatalaksanaan regimen terapeutik tidak efektif merupakan
ketidakmampuan klien mematuhi, menjalankan, dan mengambil tindakan
pada program pengobatan untuk mencapai peningkatan status kesehatan ke
dalam rutinitas sehari-hari.

2.2 Karakteristik Regimen Terapeutik Tidak Efektif


Karakteristik ketidakpatuhan pada pengobatan yang ditunjukkan
klien saat dirawat seperti harus dipaksa minum obat, minum obat harus
dihaluskan, menyembunyikan obat dimulut, obat dibuang, dan secara verbal
klien menolak minum obat.
1. Subyektif:
a. Mengatakan tidak ada perubahan
b. Mengatakan bosan minum obat
c. Mengatakan takut keracunan
d. Tidak yakin obat bisa menyembuhkan
e. Mempercayai Pengobatan alternatif
2. Obyektif:
a. Membuang obat
b. Perilaku tidak berubah
c. Waktu menunggu efek obat lama
d. Ada obat yang seharusnya diminum
e. Kemajuan klien kurang
2.3 Faktor Yang Mempengaruhi Regimen Terapeutik Tidak Efektif
Alasan klien tidak mematuhi program pengobatan adalah ada
kesalahan persepsi dari klien terhadap obat yang diminum, seperti dapat
menimbulkan ketergantungan dan kelemahan saraf. Faktor yang
mempengaruhi ketidakpatuhan klien dalam minum obat, yaitu keyakinan
individu, sikap negative dari keluarga besar dan sikap tenaga kesehatan.
Keyakinan terhadap kesehatan berkonstribusi terhadap ketidakpatuhan.
Klien yang tidak patuh biasanya mengalami depresi, ansietas dengan
kesehatannya, memiliki ego lemah dan terpusat perhatian pada diri sendiri.
Sikap negative keluarga besar terhadap pengobatan seperti sikap
mendukung ketidakpatuhan dan ungkapan yang dapat menurunkan motivasi
minum obat. Selain itu penyebab yang bersumber dari perilaku tenaga
kesehatan adalah informasi yang tidak jelas dan ungkapan yang
mematahkan semangat dari tenaga kesehatan secara tidak langsung
menyebabkan ketidakpatuhan terhadap pengobatan.
Menurut Tambayong (2002) faktor ketidakpatuhan terhadap
pengobatan adalah kurang pahamnya pasien tentang tujuan pengobatan,
tidak mengertinya pasien tentang pentingnya mengikuti aturan pengobatan
yang ditetapkan sehubungan dengan prognosisnya, sukarnya memperoleh
obat di luar rumah sakit, mahalnya harga obat, dan kurangnya perhatian dan
kepedulian keluarga yang mungkin bertanggung jawab atas pembelian atau
pemberian obat kepada pasien. Terapi obat yang efektif dan aman hanya
dapat dicapai bila pasien mengetahui seluk beluk pengobatan serta
kegunaannya. Menurut Siregar (2006) ketidakpatuhan pemakaian obat akan
mengakibatkan penggunaan suatu obat yang berkurang. Dengan demikian,
pasien akan kehilangan manfaat terapi yang diantisipasi dan kemungkinan
mengakibatkan kondisi yang diobati secara bertahap menjadi buruk. Adapun
berbagai faktor yang berkaitan dengan ketidakpatuhan, antara lain :
1. Penyakit
Sifat kesakitan pasien dalam beberapa keadaan, dapat berkontribusi
pada ketidakpatuhan. Pada pasien dengan gangguan psikiatrik,
kemampuan untuk bekerja sama, demikian juga sikap terhadap
pengobatan mungkin dirusak oleh adanya kesakitan, dan individu-
individu ini lebih mungkin tidak patuh daripada pasien lain. Pasien
cenderung menjadi putus asa dengan program terapi yang lama dan tidak
menghasilkan kesembuhan kondisi.
Apabila seorang pasien mengalami gejala yang signifikan dan
terapi dihentikan sebelum waktunya, ia akan lebih memperhatikan
menggunakan obatnya dengan benar. Beberapa studi menunjukkan
adanya suatu korelasi antara keparahan penyakit dan kepatuhan, hal itu
tidak dapat dianggap bahwa pasien ini akan patuh dengan regimen terapi
mereka. Hubungan antara tingkat ketidakmampuan yang disebabkan
suatu penyakit dan kepatuhan dapat lebih baik, serta diharapkan bahwa
meningkatnya ketidakmampuan akan memotivasi kepatuhan pada
kebanyakan pasien. Permasalahan yang lain adalah model kepercayaan
pasien tentang kesehatannya, dimana menggambarkan pikiran pasien
tentang penyebab dan keparahan penyakit mereka.
Permasalahan yang lain adalah model kepercayaan pasien tentang
kesehatannya, dimana menggambarkan pikiran pasien tentang penyebab
dan keparahan penyakit mereka. Jadi jelas bahwa jika mereka
mempercayai penyakitnya tidak begitu serius dan tidak penting untuk
diterapi maka ketidakpatuhan dapat terjadi. Begitu juga persepsi sosial
juga berpengaruh. Jika persepsi sosial buruk maka pasien akan berusaha
menghindari setiap hal tentang penyakitnya termasuk pengobatan. Sikap
pasien terhadap pengobatan juga perlu diperhitungkan dalam
hubungannya terhadap kepatuhan pasien terhadap pengobatan. Sangatlah
penting untuk mengamati, berdiskusi dan jika memungkinkan mencoba
untuk merubah sikap pasien terhadap pengobatan.
2. Regimen Terapi
a. Terapi Multi Obat
Pada umumnya, makin banyak jenis dan jumlah obat yang
digunakan pasien, semakin tinggi resiko ketidakpatuhan. Bahkan, apabila
instruksi dosis tertentu untuk obat telah diberikan, masalah masih dapat
terjadi. Kesamaan penampilan (misalnya, ukuran, warna, dan bentuk)
obat-obat tertentu dapat berkontribusi pada kebingungan yang dapat
terjadi dalam penggunaan multi obat.
b. Frekuensi Pemberian
Pemberian obat pada jangka waktu yang sering membuat
ketidakpatuhan lebih mungkin karena jadwal rutin normal atau jadwal
kerja pasien akan terganggu untuk pengambilan satu dosis obat dan
dalam banyak kasus pasien akan lupa, tidak ingin susah atau malu
berbuat demikian. Sikap pasien terhadap kesakitan dan regimen
pengobatan mereka juga perlu diantisipasi dan diperhatikan. Dalam
kebanyakan situasi adalah wajar mengharapkan bahwa pasien akan setuju
dan lebih cenderung patuh dengan suatu regimen dosis yang sederhana
dan menyenangkan.
c. Durasi dan Terapi
Berbagai studi menunjukkan bahwa tingkat ketidakpatuhan
menjadi lebih besar, apabila periode pengobatan lama. Seperti telah
disebutkan, suatu risiko yang lebih besar dari ketidakpatuhan perlu
diantisipasi dalam pasien yang mempunyai penyakit kronik, terutama jika
penghentian terapi mungkin tidak berhubungan dengan terjadinya
kembali segera atau memburuknya kesakitan. Ketaatan pada pengobatan
jangka panjang lebih sulit dicapai. Walaupun tidak ada intervensi tunggal
yang berguna untuk meningkatkan ketaatan, kombinasi instruksi yang
jelas, pemantauan sendiri oleh pasien, dukungan sosial, petunjuk bila
menggunakan obat, dan diskusi kelompok.
d. Efek Merugikan
Perkembangan dari efek suatu obat tidak menyenangkan,
memungkinkan menghindar dari kepatuhan, walaupun berbagai studi
menyarankan bahwa hal ini tidak merupakan faktor penting sebagaimana
diharapkan. Dalam beberapa situasi adalah mungkin mengubah dosis
atau menggunakan obat alternatif untuk meminimalkan efek merugikan.
Namun, dalam kasus lain alternatif dapat ditiadakan dan manfaat yang
diharapkan dari terapi harus dipertimbangkan terhadap risiko. Penurunan
mutu kehidupan yang diakibatkan efek, seperti mual dan muntah yang
hebat, mungkin begitu penting bagi beberapa individu sehingga mereka
tidak patuh dengan suatu regimen. Kemampuan beberapa obat tertentu
menyebabkan disfungsi seksual, juga telah disebut sebagai suatu alasan
untuk ketidakpatuhan oleh beberapa pasien dengan zat antipsikotik dan
antihipertensi. Bahkan, suatu peringatan tentang kemungkinan reaksi
merugikan dapat terjadi pada beberapa individu yang tidak patuh dengan
instruksi.
e. Pasien Asimtomatik (Tidak Ada Gejala) atau Gejala Sudah Reda
Sulit meyakinkan seorang pasien tentang nilai terapi obat, apabila
pasien tidak mengalami gejala sebelum memulai terapi. Pada suatu
kondisi dimana manfaat terapi obat tidak secara langsung nyata,
termasuk keadaan bahwa suatu obat digunakan berbasis profilaksis.
Dalam kondisi lain, pasien dapat merasa baik setelah menggunakan obat
dan merasa bahwa ia tidak perlu lebih lama menggunakan obatnya
setelah reda. Situasi sering terjadi ketika seorang pasien tidak
menghabiskan obatnya ketika menghabiskan obatnya selama terapi
antibiotik, setelah ia merasa bahwa infeksi telah terkendali. Praktik ini
meningkatkan kemungkinan terjadinya kembali infeksi dan pasien wajib
diberi nasihat untuk menggunakan seluruh obat selama terapi antibiotik.
f. Harga Obat
Walaupun ketidakpatuhan sering terjadi dengan penggunaan obat
yang relatif tidak mahal, dapat diantisipasi bahwa pasien akan lebih
enggan mematuhi instruksi penggunaan obat yang lebih mahal. Biaya
yang terlibat telah disebut oleh beberapa pasien sebagai alasan untuk
tidak menebus resepnya sama sekali, sedang dalam kasus lain obat
digunakan kurang sering dari yang dimaksudkan atau penghentian
penggunaan sebelum waktunya disebabkan harga.
g. Pemberian/Konsumsi Obat
Walau seorang pasien mungkin bermaksud secara penuh untuk
patuh pada instruksi, ia mungkin kurang hati-hati menerima kuantitas
obat yang salah disebabkan pengukuran obat yang tidak benar atau
penggunaan alat ukur yang tidak tepat. Misalnya, sendok teh mungkin
volumenya berkisar antara 2mL sampai 9mL. Ketidakakurasian
penggunaan sendok teh untuk mengkonsumsi obat cair dipersulit oleh
kemungkinan tumpah apabila pasien diminta mengukur dengan sendok
teh. Walaupun masalah ini telah lama diketahui, masih belum
diperhatikan secara efektif dan pentingnya menyediakan mangkok ukur
bagi pasien, sempril oral atau alat penetes yang telah dikalibrasi untuk
penggunaan cairan oral adalah jelas. Akurasi dalam pengukuran obat,
harus ditekankan dan apoteker mempunyai suatu tanggung jawab penting
untuk memberikan informasi serta jika perlu, menyediakan alat yang
tepat untuk memastikan pemberian jumlah obat yang dimaksudkan.
h. Rasa Obat
Rasa obat-obatan adalah yang paling umum dihadapi dengan
penggunaan cairan oral. Oleh karena itu, dalam formulasi obat cair oral,
penambah penawar rasa, dan zat warna adalah praktik yang umum
dilakukan oleh industri farmasi untuk daya tarik serta pendekatan
formulasi demikian dapat mempermudah pemberian obat kepada pasien.
3. Interaksi Pasien dengan Profesional Kesehatan
Keadaan sekeliling kunjungan seorang pasien ke dokter dan/atau
apoteker, serta mutu dan keberhasilan (keefektifan) interaksi profesional
kesehatan dengan pasien adalah penentu utama untuk pengertian serta
sikap pasien terhadap kesakitannya dan regimen terapi. Salah satu
kebutuhan terbesar pasien adalah dukungan psikologis yang diberikan
dengan rasa sayang. Selain itu, telah diamati bahwa pasien cenderung
untuk lebih mematuhi instruksi seorang dokter yang mereka kenal betul
dan dihormati, serta dari siapa saja mereka menerima informasi dan
kepastian tentang kesakitan dan obat-obat mereka. Berbagai faktor
berikut adalah di antara faktor yang dapat mempengaruhi kepatuhan
secara merugikan, jika perhatian yang tidak memadai diberikan pada
lingkup dan mutu interaksi dengan pasien.
a. Menunggu Dokter atau Apoteker
Apabila seorang pasien mengalami suatu waktu menunggu yang
signifikan untuk bertemu dengan dokter atau untuk mengerjakan
(mengisi) resepnya, kejengkelan dapat berkontribusi pada kepatuhan
yang yang lebih buruk terhadap instruksi yang diberikan. Dari suatu
penelitian ditunjukkan bahwa hanya 31% dari pasien yang biasanya
menunggu lebih dari 60 menit untuk bertemu dengan dokternya yang
benar-benar patuh, sedangkan yang menunggu dalam 30 menit, 67% dari
pasien tersebut benar-benar patuh.
b. Sikap dan Keterampilan Komunikasi Profesional Kesehatan
Berbagai studi menunjukkan ketidakpuasan pasien terhadap sikap
pelaku pelayan kesehatan. Uraian yang umum tentang pelaku pelayan
kesehatan di rumah sakit mencakup dingin, tidak tertarik, tidak sopan,
agresif, kasar, dan otoriter. Walaupun uraian demikian tersebut tidak
demikian bagi banyak praktisi yang mengabdi dan terampil, sikap yang
tidak pantas terhadap pasien telah cukup terbukti menunjukkan suatu
masalah yang signifikan. Pelaku pelayan kesehatan cenderung
menggunakan terminologi sehingga pasien tidak dapat mengerti dengan
mudah, mereka sering kurang pengetahuan tentang teori dan praktik
perilaku, dan mereka mempunyai kesadaran yang terbatas pada tingkat,
masalah, dan penyebabpasien tidak taat pada pengobatan. Ketaatan pada
pengobatan, berhubungan dengan kejelasan penjelasan dokter penulis
resep, pasien sering merasa bahwa instruksi dinyatakan kurang jelas atau
sama sekali tidak jelas. Ketepatan waktu dan kejelasan suatu pesan
sangat kuat mempengaruhi bagaimana itu diterima, dimengerti, dan
diingat. Pasien mengingat dengan sangat baik instruksi pertama yang
diberikan; instruksi yang perlu penekanan adalah lebih baik diingatkan
kembali; makin sedikit instruksi diberikan, semakin besar bagian yang
diingat. Jadi suatu pesan tidak saja harus jelas dinyatakan, tetapi juga
harus diorganisasikan dan disampaikan sedemikian rupa sehingga
memungkinkan pasien yang mengikuti dan memproses informasi secara
sempurna.
c. Gagal Mengerti Pentingnya Terapi
Alasan utama untuk tidak patuh adalah bahwa pentingnya terapi
obat dan akibat yang mungkin, jika obat tidak digunakan sesuai dengan
instruksi yang tidak mengesankan pasien. Pasien biasanya mengetahui
relatif sedikit tentang kesakitan mereka, apalagi manfaat dan masalah
terapi yang diakibatkan terapi obat. Oleh karena itu, mereka
menyimpulkan pikiran sendiri berkenaan dengan kondisi dan
pengharapan yang berkaitan dengan efek terapi obat. Jika terapi tidak
memenuhi pengharapan, mereka lebih cenderung menjadi tidak patuh.
Perhatian yang lebih besar diperlukan untuk memberi edukasi pada
pasien tentang kondisinya, dan manfaat serta keterbatasan dari terapi
obat, akan berkontribusi pada pengertian yang lebih baik dari pihak
pasien tentang pentingnya menggunakan obat dengan cara yang
dimaksudkan.
d. Pengertian yang Buruk Pada Instruksi
Berbagai investigasi telah menguraikan masalah dari jenis ini. Dari
suatu studi pada sekitar 6000 resep, 4% dari resep itu terdapat instruksi
pasien ditulis Sesuai Petunjuk. Akibat yang mungkin dari salah
pengertian dapat serius. Misalnya, seorang pasien menggunakan tiga kali
dua kapsul fenitoin (100mg) sehari, daripada seharusnya tiga kali satu
kapsul sehari seperti instruksi dokter. Alasan untuk penggunaan instruksi
oleh beberapa dokter Gunakan sesuai petunjuk telah diteliti. Walaupun
penggunaan penandaan ini diadakan dalam situasi yang terseleksi
dipertahankan, kemungkinan untuk membingungkan dan mengakibatkan
kesulitan, dibuktikan dalam penelitian serta menyimpulkan bahwa perlu
membuat instruksi penggunaan obat sespesifik mungkin. Bahkan, apabila
petunjuk kepada pasien sudah lebih spesifik dari sesuai petunjuk
kebingungan masih dapat terjadi.
e. Pasien takut bertanya
Pasien sering ragu bertanya kepada tim pelaku pelayan kesehatan
untuk menjelaskan kondisi kesehatan mereka atau pengobatan yang
diajukan. Keraguraguan ini dapat dihubungkan pada ketakutan dianggap
bodoh, perbedaan status sosial, dan bahasa atau tidak didorong oleh
pelaku pelayan kesehatan tersebut. Interaksi pasien dengan pelaku
pelayan kesehatan yang lebih berhasil dapat didorong dengan
meningkatkan kepekaan pada pihak pelaku pelayan kesehatan.
f. Ketidakcukupan waktu konsultasi
Profesional pelayan kesehatan kebanyakan bersifat kurang
berinteraksi dengan pasien karena tekanan pekerjaan. Dalam beberapa
bagian rumah sakit, waktu atau praktik sibuk, waktu konsultasi sangat
terbatas dan ini jelas menjadi sautu masalah. Jika seorang pasien diberi
hanya satu atau dua menit untuk waktu konsultasi, dapat terjadi hal yang
lebih buruk. Biaya yang dikeluarkan pasien tinggi, berkenaan dengan
waktu, transport dan pengeluaran untuk obat. Hal ini dapat meningkatkan
ketidakpatuhan pasien terhadap instruksi karena mereka merasa bahwa
profesional pelayan kesehatan tidak ada perhatian pada penyembuhan
penyakit mereka. Untuk itu pentingnya rumah sakit agar
mempertimbangkan untuk memperpanjang waktu konsultasi bagi pasien.
Profesional pelayan kesehatan harus didorong untuk mengerti bahwa
komunikasi yang efektif dengan pasien bukanlah suatu ideal yang tidak
realistik, tetapi merupakan suatu aspek inti dari keberhasilan praktik
klinik.
g. Kesediaan Informasi Tercetak
Ketaatan pada pengobatan mungkin meningkat, dengan tersedianya
informasi tercetak dalam bahasa yang sederhana. Di beberapa negara
maju, semua IFRS (Instalasi Farmasi Rumah Sakit) harus mempunyai
lembaran informasi untuk pasien, tersedia untuk setiap obat. Instruksi
sederhana untuk obat yang paling banyak digunakan dan obat yang
paling banyak disalahgunakan dapat dicetak pada kertas murah.

2.4 Prinsip Pengobatan Pasien Gangguan Jiwa


Menurut Keliat (2010) prinsip pengobatan pasien gangguan jiwa
harus terus menerus dan berkesinambungan walaupun gejala tidak muncul
lagi. Hal ini karena pengobatan pasien gangguan jiwa bersifat simptomatis
(mengatasi gejala). Kiat memberikan obat kepada pasien gangguan jiwa :
1. Pastikan obat yang diminum tepat. Jangan sampai salah obat. Baca
kemasan obat dan nama pasien.
2. Perhatikan dosis yang dianjurkan. Jangan memberikan obat kurang dari
ukuran atau lebih dari yang dianjurkan.
3. Perhatikan waktu pemberian obat. Apabila obat harus diberikan 3x
berarti selang pemberian obat adalah setiap 8 jam.
4. Perhatikan cara pemberian obat. Apakah obat diberikan sesudah dan
sebelum makan.
5. Konsultasikan dengan dokter tentang pengurangan atau pemberhentian
pemberian obat.
6. Perhatikan efek obat, efek samping pengobatan yang mungkin terjadi dan
tidak berbahaya antara lain : mengantuk, tangan gemetar, gerakan
menjadi kaku, mata melihat ke atas, mondar-mandir, ada gerakan-
gerakan bagian tubuh tertentu yang tidak terkontrol, air liur berlebihan,
wajah tidak ekspresif.

2.5 Peran Perawat Dalam Regimen Terapeutik Tidak Efektif


Penanganan ketidakpatuhan terhadap regimen terapeutik :
pengobatan sangat berhubungan dengan peran perawat pada terapi
psikofarmaka. Peran perawat dalam tindakan psikofarmaka menyangkut :
1. Peran pengkajian klien
Perawat perlu mengkaji riwayat penyakit dan obat sebelum klien
dirawat. Terkait dengan pemakaian obat, ada tiga hal yang perlu dikaji
yaitu : obat psikiatri yang pernah dipakai, penyakit non psikiatrik dan
obat yang dipakai enam bulan terakhir, pemakaian alkohol, tembakau,
kopi, dan obat terlarang.
2. Sebagai koordinator terapi
Perawat mendesain terapi modalitas lain sebagi pendamping terapi
psikofarmaka untuk mengoptimalkan fungsi pasien. Terapi yang
diberikan antara lain: terapi kognitif, terapi kognitif-perilaku, dan terapi
keluarga.
3. Sebagai pemberi obat
Peran perawat adalah memastikan ketepatan obat yang meliputi
tepat pasien, tepat jenis obat yang diberikan, tepat dosis pada tiap
pemberian, tepat waktu, tepat cara pemberian dan mendokumentasikan
pemberian obat. Melalui peran ini dapat dikatakan bahwa perawat
mempunyai peran kunci dalam memaksimalkan efek terapeutik obat dan
meminimalkan efek samping obat melalui kolaborasi dalam pasien dalam
pelaksanaan pemberian obat.
4. Pemantauan efek obat
Perawat merupakan tenaga professional yang paling tepat dalam
memantau efek obat terhadap target gejala yang diharapkan.
(Stuart&Laraia, 2005), karena perawat berada 24 jam di samping pasien
dan tenaga kesehatan yang paling banyak di rumah sakit. Selain efek
obat, perawat dapat memantau efek samping, reaksi yang merugikan, dan
efek yang tidak jelas pada pasien.
5. Sebagai peran pendidik
Perawat mempunyai posisi strategis untuk mendidik pasien dan
keluarganya. Aspek yang perlu diajarkan pada keluarga adalah prinsip
benar pemberian obat. Setelah klien dan keluarga mengetahui tentang
obat, selanjutnya dilatih untuk memakai sendiri. Self management
merupakan salah satu aspek tindakan keperawatan pada pasien dan
keluarga. (Gibson, 1999; Drake, dkk, 2000, dalam Keliat, 2003)
Perawat perlu menekankan pada klien dan keluarga tentang
manfaat kepatuhan pemakaian obat selama dirawat dan setelah pulang,
serta perawatan lanjutan. Ketika pasien sudah pulang ke rumah, maka
peran perawat digantikan oleh keluarga pasien, sehingga konsep
pemberdayaan keluarga harus diterapkan oleh perawat. Konsep
pemberdayaan keluarga mencakup kolaborasi antara perawat dengan
keluarga. Kolaborasi perawat dan keluarga merupakan aspek penting
karena keluarga mempunyai hak dan tanggung jawab dalam memutuskan
kesehatan keluarganya. Keluarga perlu dilibatkan pada setiap tindakan
keperawatan, dan pada implementasinya merupakan penggabungan peran
perawat dan keluarga dalam penyelesaian masalah (Keliat, 2003).
Menurut Keliat (2010), pendidikan kesehatan yang diberikan
kepada keluarga setelah lepas dari perawatan di rumah sakit untuk
mencegah relaps pasien :
a. Jenis dan macam obat
Pasien dan keluarga dijelaskan mengenai jenis obat yang dipakai
yang meliputi : nama obat disertai guna dan manfaatnya termasuk
jelaskan warna obat yang biasa ditemukan.
b. Dosis
Jelaskan dosis, dapat dikaitkan dengan warna dan besar kecilnya
obat disertai ukuran seperti 1 mg, 2 mg, 5 mg, dll.
c. Waktu pemakaian/pemberian obat
Pemberian obat sering disebut 1x perhari, 2x perhari atau 3x
perhari seringkali ditambahkan minum obat setelah makan sehingga
pemahaman pasien dan keluarga dapat berbeda beda oleh karena itu
informasi yang diberikan perawat harus jelas, misalnya makan obat 3x
perhari setelah makan pada jam 7 pagi, 1 siang, dan 19 malam.
d. Akibat berhenti obat
Perlu dijelaskan kepada pasien dan keluarga tentang akibat
memberhentikan obat tanpa konsultasi yaitu relaps karena pada tubuh
pasien tidak cukup zat yang dapat mengontrol perilaku, pikiran, atau
perasaan. Dosis obat atau memberhentikan obat hanya boleh
dilakukan dengan konsultasi dengan dokter. Jika dosis dikurangi atau
diberhentikan sendiri maka prevalensi kekambuhan akan semakin
tinggi.
e. Nama pasien
Perlu pula dijelaskan pada pasien dan keluarga agar dapat
mengecek nama pada botol obat atau kantong obat apakah sesuai
dengan nama pasien.
Penjelasan tentang obat perlu disampaikan pada pasien dan
keluarga adalah jenis obat disertai dengan efek dan efek samping,
dosis obat, waktu minum obat, akibat berhenti minum obat, dan
ketepatan nama pasien. Setelah beberapa hari minum obat perlu
dievaluasi apakah pasien dan keluarga merasakan perbedaan antara
sebelum minum obat dan setelah minum obat.

2.6 Diagnosa Keperawatan

Rencana Keperawatan

Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria


Intervensi
Hasil

Manejemen regimen NOC: NIC :


terapeutik tidak efektif
- Complience Behavior Self Modification
berhubungan dengan : - Knowledge : assistance
treatment regimen
Konflik dalam 1. Kaji pengetahuan
Setelah dilakukan
memutuskan terapi, pasien tentang
tindakan keperawatan
konflik keluarga, penyakit, komplikasi
selama. manejemen
keterbatasan pengetahuan, dan pengobatan
regimen terapeutik tidak
kehilangan kekuatan, 2. Interview pasien dan
efektif pasien teratasi
defisit support sosial. keluarga untuk
dengan kriteria hasil:
mendeterminasi
DS:
a. Mengembangkan dan masalah yang
- Pilihan tidak efektif mengikuti regimen berhubungan dengan
terhadap tujuan terapeutik regimen pengobatan
pengobatan/program b. Mampu mencegah tehadap gaya hidup
pencegahan perilaku yang 3. Hargai alasan pasien
- Pernyataan keluarga berisiko 4. Hargai pengetahuhan
dan pasien tidak c. Menyadari dan pasien
mendukung regimen mencatat tanda-tanda 5. Hargai lingkungan fisik
pengobatan/perawatan perubahan status dan sosial pasien
- Pernyataan keluarga kesehatan 6. Sediakan informasi
dan pasien tidak tentang penyakit,
mendukung/ tidak komplikasi dan
mengurangi faktor pengobatan yang
risiko perkembangan direkomendasikan
penyakit atau skuelle 7. Dukung motivasi
DO : pasien untuk
melanjutkan
- Percepatan gejala-
pengobatan yang
gejala penyakit
berkesinambungan

2.7 Tindakan Keperawatan Pada Klien Dengan Regimen Terapeutik


Tidak Efektif
Menurut Johnson & moorhed (2008) kreteria hasil yang diharapkan
pada penatalaksanaan regimen terapeutik tidak efektif adalah : perilaku
kepatuhan, pengatahuan regimen pengobtan, partisipasi klien dalam
keputusan perawat kesehatan, pengobatan perilaku : penyakit atau cedera,
keyakinan terhadap kesehatan, keyakinan akan kemampuannya untuk
melakukan, keyakinan untuk control, keyakinan terhadap sumbaer daya
yang diperlukan, keyakinan sebagai ancaman, orientasi pada kesehatan,
pengetahuan akan proses penyakit, visi atau tujuan dari kompensasi
perilaku.
Rencana tindakan keperawatan yang bisa diberikan pada diagnosis
penatalaksanaan regimen terapeutik tidak efektif menurut Mc Closkey &
Bulechek (2008) sebagai berikut : pendidikan kesehatan mengenai proses
penyakit dan prosedur keperawatan, rekstrukturisasi kognitif dan modifikasi
perilaku, hubungan baik antar klien dengan petugas kesehatan melalui
konsling, intervensi krisis, memberi dukungan emosional dan keluarga,
memperbaiki system kesehatan, identifikasi terhadap factor resiko dan
memberi bantuan self-modifikasi.
Pendekatan asuhan keperawatan spesialis jiwa pada klien
penatalaksaan regimen terapeutik tidak efektif dengan mengembangkan
terapi modalitas sebagai pendamping terapi psikofarmaka agar
meningkatkan kepatuhan dalam pengobatan. Terapi yang diberikan berupa
terapi kognitif, kognitif-perilaku dan terapi keluarga (Stuart & Sundeen,
1998). Terapi perilaku menjadi dasar modifikasi perilaku pada intervensi
penatalaksanaan regimen terapeutik tidak efektif (Mc Closkey & Bulechek ,
2008). Modifikasi perilaku menjadi prinsip diterapkannya terapi perilaku
pada klien dengan penatalaksanaan regimen teraputik tidak efektif. Dengan
perubahan perilaku positif diharapkan kepatuhan klien dalam menjalani
regimen teraputik berubah lebih baik, sehingga akan meminimalkan angka
kekambuhan klien dirawat ulang di rumah sakit. Selain modifikasi perilaku
ada juga tindakan keperawatan generalis pada klien dengan gangguan
regimen teraputik tidak efektif sesuai standar operasional prosedur yang
berlaku, sebagai berikut: Sp1; membina hubungan saling percaya,
mengidentifikai penyebab yang menghambat pengelolaan yang efektif,
mengidentifikasi keterampilan minum obat dan kerjasama pasien dengan
orang tua, mengidentifikasi keberhasilan mengelola masalah dimasa lalu.
Sp2: pasien mengidentifikasi harapan tentang lingkungannya, rutinitas dan
perawat oleh keluarga, memberi pendidikan kesehatan tentang aturan dan
efek samping pengobatan dan identifiksi sumber dukungan yang tersedia.
Sp3 : pasien member obat sesuai program pengobatan, memantau efektifitas
dan efek samping obat yang diminum dan mengukur vital sign secara
verioik.
BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
Regimen terapeutik tidak efektif merupakan ketidakmampuan klien
mematuhi, menjalankan, dan mengambil tindakan pada program pengobatan
untuk mencapai peningkatan status kesehatan ke dalam rutinitas sehari-hari.
Karakteristik regimen terapeutik tidak efektif yaitu : mengatakan tidak
ada perubahan, mengatakan bosan minum obat, mengatakan takut
keracunan, tidak yakin obat bisa menyembuhkan, mempercayai Pengobatan
alternative, membuang obat, perilaku tidak berubah, waktu menunggu efek
obat lama, ada obat yang seharusnya diminum, dan kemajuan klien kurang.
Peran perawat dalam regimen terapeutik tidak efektif yaitu peran
pengkajian klien, sebagai koordinator terapi, sebagai pemberi obat,
pemantauan efek obat, dan sebagai peran pendidik.

3.2 Saran
Semoga pembuatan makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Penulis berharap pembaca dapat mempelajari materi ini dengan baik.
Dengan mempelajari makalah ini diharapkan agar pembaca khususnya
mahasiswa keperawatan dapat memberikan asuhan keperawatan yang baik
pada klien dengan regimen terapeutik tidak efektif .
DAFTAR PUSTAKA

Perdana, Agung. 2013. Daftar Diagnosa Keperawatan Nanda. Diakses dari


https://www.scribd.com/doc/137699086/Daftar-Diagnosa-Keperawatan-
NANDA pada tanggal 20 September 2016
Saidah, Siti. 2003. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Perubahan Sensori
Persepsi : Halusinasi. Diakses dari
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3589/1/keperawatan-
siti%20saidah.pdf pada tanggal 20 September 2016
Siahaan, CP. 2012. Regimen Terapeutik Tidak Efektif. Diakses dari
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/32883/4/Chapter%20II.pdf
pada tanggal 20 September 2016

Anda mungkin juga menyukai