Anda di halaman 1dari 3

Panduan yang Bisa Menjerumuskan

T ak mudah menulis buku panduan. Terlebih lagi, jika buku semacam ini dihadirkan
dalam bentuk bacaan ringkas yang dengan keringkasannya itu diharapkan bisa
memandu pembacanya untuk mencapai tujuan tertentu.

Buku Jurnalis Diburu Media Massa: Kiat Sukses Jadi Wartawan Andal karya Akhi
Abdurahman (Tak jelas siapa penulis. Tak ada informasi dari editor tentang dirinya dalam
buku tipis ukuran format pocket book ini. Bahwa penulis ternyata pernah menjadi
wartawan diketahui pada teks di halaman 23) tentu ditulis dengan maksud baik. Maksud
baik penulisnya tentu untuk menunjukkan jalan bagi mereka yang ingin meningkatkan
kemampuannya sebagai jurnalis, terlebih pada saat sosok jurnalis memang dibutuhkan
menyusul makin banyaknya media massa (informasi yang dikemas menarik menjadi judul
utama buku ini).

Akan tetapi, seperti disebutkan di awal, tak mudah menyusun buku panduan yang ringkas,
praktis dan tentu saja semestinya mudah diikuti. Alih-alih menjadi pemandu bagi mereka
yang ingin bekerja sebagai jurnalis atau jurnalis yang ingin meningkatkan kemampuannya,
buku panduan ringkas yang disusun tidak secara tepat dan cermat justru malah bisa
menjerumuskan pihak yang dipandu. Apalagi, karena keringkasannya memungkinkan
banyak informasi rinci yang tidak bisa dihadirkan.

Melalui penjudulan pembagian bab buku ini cukup menjanjikan sesuatu bagi mereka yang
berminat menjadi jurnalis. Buku ini, sebelum dibaca cermat, memberikan harapan
menjadi panduan ringkas yang bisa membimbing mereka menuju cita-cita.

Buku ini dibagi lima bagian. Pada dua bagian pertama, penulis memberikan gambaran
tentang peran penting jurnalis (Jurnalis Sebuah Profesi Demokrasi) dan kebutuhan media
akan jurnalis yang disebutnya akan tetap tinggi (Diramalkan Media Massa Terus
Booming). Adapun tiga bagian lagi mengenai kiat menjadi jurnalis (Cara Cepat Jadi
Wartawan Andal, Cara Ampuh Membuat Berita yang Menarik, Contoh Surat Lamaran
Kerja Wartawan). Satu “lampiran” yang mirip bonus disajikan sebanyak 13 halaman berisi
daftar alamat redaksi media cetak dan elektronik.

Bagaimana cara cepat menjadi wartawan andal? Penulis menyarankan agar para calon
jurnalis menjadikan membaca sebagai kebiasaan (hal12). Ia memberikan tips cara
membaca yang efektif. Kemudian, melatih kemampuan menganalisis (hal 16) dan
membiasakan menulis (24). Terlepas dari narasi yang tidak terlalu nyaman diikuti, kadang
melompat-lompat atau diselingi informasi yang tidak relevan, tips yang ditawarkan
memang cukup penting untuk diperhatikan oleh mereka yang ingin menjadi jurnalis
maupun yang ingin menjadi jurnalis andal.

Akan tetapi, tatkala pembaca ingin mengetahui cara ampuh membuat berita yang menarik,
buku ini justru memberikan paparan yang membingungkan. Ini terutama bagi pembaca
atau wartawan yang pernah mengikuti pelatihan atau minimal pernah membaca buku-
buku panduan kewartawanan.

Pada halaman 34, misalnya. Di halaman ini penulis ingin memaparkan tentang kriteria
berita menarik. Namun yang disajikan justru syarat sebuah berita (faktual, objektif,
berimbang, lengkap, akurat). Apa kriteria berita menarik? Tak ada penjelasannya.

Yang menggelikan, terutama bagi pembaca yang pernah membaca atau mengetahui sedikit
tentang berita, adalah istilah yang digunakan penulis untuk alinea pertama sebuah teks
berita. Penulis menyebutnya dengan headline (HL). Bukankah semua tahu bahwa istilah
yang tepat adalah lead (dari kata to lead, memandu; memandu pembaca ke informasi
berikutnya). Boleh jadi, baru buku inilah yang “berani” berbeda. Jelas bukan kesalahan
tulis ataupun kesalahan cetak tatkala istilah ini muncul berulang-ulang.

Kesalahan mendasar tersebut terlihat pada paragraf berikut: Sebuah berita yang menarik
bisa dilihat langsung dari paragraf depan. Paragraf ini biasa disebut Head Line (HL).
Setiap berita harus memiliki HL...(hal 29). HL ditempatkan di awal berita dan terkadang
dengan tulisan yang hurufnya dibesarkan (hal 30). ...Paragraf pertama merupakan HL
berita tersebut (hal 30).

Informasi lain yang bisa menyesatkan dari buku panduan ini juga muncul pada bagian
yang memaparkan bahasa jurnalistik (mulai hal 50). Disebutkan bahwa bahasa jurnalistik
harus singkat, tidak terlalu panjang, tidak bertele-tele tapi tepat mengenai sasaran (hal 50).
Semua sependapat dengan dalil tersebut. Tapi, coba lihat contoh yang disajikan penulis
berikut ini:
Pemanggilan dua pemain Arema Firman Utina dan Erol FX, membuat manajemen Arema
harus memberikan pesan penting bagi keduanya. Manajemen Arema mengingatkan
kepada Timnas agar mengembalikan kedua pemainnya tersebut, jika sudah mengikuti
program seleksi Timnas proyeksi Piala Asia 2007 di Jakarta tersebut.(hal 50).

Judul Buku : Jurnalis Diburu Media Massa: Kiat Sukses Jadi


Wartawan Andal

Penulis : Akhi Abdurahman

Penerbit : Cakrawala, Yogyakarta

Tahun : 2009
Halaman : 67
Apanya yang singkat dari cara penulisan paragraf berita yang dijadikan contoh itu? Alih-
alih menyajikan informasi secara singkat, contoh paragraf berita di atas justru malah
membingungkan pembaca. Siapa sesungguhnya yang diberi pesan penting? Kedua
pemainkah atau Timnas? Lalu, pesan penting apa jika pesan itu diberikan kepada kedua
pemain Arema?

Kemudian penulis mensyaratkan bahwa bahasa jurnalistik harus mudah dipahami, agar
pembaca gampang mengerti maksud dan arah berita (hal 51). Tapi, penulis justru
memberikan contoh bagian berita yang sesungguhnya membingungkan. Berikut
kutipannya:

Kemiskinan yang melanda Indonesia kian hari bertambah meningkat. Banyak faktor yang
mempengaruhi pertambahan tersebut. Dari hasil pembacaan nota pertanggungjawaban
akhir masa jabatan gubernur di hadapan Rapat Paripurna DPRD Jawa Timur (Jatim),
terungkap bahwa jumlah penduduk miskin di provinsi Jawa Timur (Jatim) ternyata justru
meningkat menjadi 20,34 persen (7,1 juta jiwa). (hal 51)

Jika pembaca menganggap bahwa seperti itulah bahasa jurnalistik yang mudah dipahami,
sebagaimana dimengerti oleh penulis buku ini, maka kasihanlah pembaca. Apa yang bisa
dipahami dari teks tersebut? Sebenarnya, penulis berita tersebut mau menyampaikan
informasi apa? Kemiskinan di Indonesiakah? Faktor-faktor yang mempengaruhi kian
meningkatnya angka kemiskinankah, atau jumlah penduduk miskin di Jawa Timur yang
meningkat (dari berapa ke berapa?)?

Dari sisi penyajiannya pun beberapa bagian buku ini juga tak nyaman dibaca. Misalnya
ketika membicarakan cara membuat berita menarik, buku ini tiba-tiba menyisipkan grafis
Alur Pengeditan Berita (hal 31), Alur Pemuatan Berita (hal 32), data media (hal 33) yang
tak terkait dengan materi yang dibicarakan. Ini sangat mengganggu.

Lepas dari tetap perlunya diberikan penghargaan kepada siapapun yang telah bersusah
payah menulis buku, perbaikan di sana-sini merupakan pilihan dan satu-satunya pilihan
bagi buku ini jika buku ini dimaksudkan untuk membantu pembacanya menjadi jurnalis
andal. (dedi h purwadi)

Anda mungkin juga menyukai