Anda di halaman 1dari 14

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Bahan

2.1.1 Sifat Fisikokimia

Simvastatin

Rumus Bangun :

Rumus molekul : C 25 H 38 O 5

Sinonim : butanoic acid, 2,2-dimethyl-,1,2,3,7,8,8a-hexahydro-3,7

dimethyl-8-[2-(tetrahydro-4-hydroxy-6-oxo-2H-pyran-2

yl)-ethyl]-1-naphthalenylester,

Berat Molekul : 418,57

Pemeriaan : serbuk kristal berwaran putih sampai abu-abu, tidak

higroskopis.

Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air dan sangat larut dalam

kloroform, metanol dan etanol

Universitas Sumatera Utara


2.1.2 Mekanisme Kerja

Simvastatin merupakan senyawa yang diisolasi dari jamur Penicillium

citrinum, senyawa ini memiliki struktur yang mirip dengan HMG-CoA reduktase.

Simvastatin bekerja dengan cara menghambat HMG-CoA reduktase secara

kompetitif pada proses sintesis kolesterol di hati. Simvastatin akan menghambat

HMG-CoA reduktase mengubah asetil-CoA menjadi asam mevalonat (Witztum,

1996). Simvastatin jelas menginduksi suatu peningkatan reseptor LDL dengan

afinitas tinggi. Efek tersebut meningkatkan kecepatan ekstraksi LDL oleh hati,

sehingga mengurangi simpanan LDL plasma (Katzung, 2002).

Simvastatin merupakan prodrug dalam bentuk lakton yang harus

dihidrolisis terlebih dulu menjadi bentuk aktifnya yaitu asam -hidroksi di hati,

lebih dari 95% hasil hidrolisisnya akan berikatan dengan protein plasma.

Konsentrasi obat bebas di dalam sirkulasi sistemik sangat rendah yaitu kurang dari

5%, dan memiliki waktu paruh 2 jam. Sebagian besar obat akan dieksresi melalui

hati.

Dosis awal pemberian obat adalah sebesar 5-10 mg/hari, dengan dosis

maksimal 40 mg/hari. Pemberian obat dilakukan pada malam hari (Witztum,

1996).

2.1.3 Efek Samping

Efek samping dari pemakian Simvastatin adalah miopati. Insiden

terjadinya miopati cukup rendah (<1%). Akan tetapi, pada pada pasien dengan

risiko tinggi terhadap gangguan otot, pemberian Simvastatin harus diperhatikan

(Suyatna, 1995).

Universitas Sumatera Utara


2.2 Uraian Tablet

2.2.1 Pengertian Tablet

Tablet adalah sediaan padat yang mengandung bahan obat dengan atau

tanpa bahan pengisi. Sebagian besar tablet dibuat dengan cara pengempaan dan

merupakan bentuk sediaan yang paling banyak digunakan. Tablet dapat dibuat

dengan berbagai ukuran, bentuk dan penandaan permukaan tergantung pada

desain cetakan (Ditjen POM., 1995).

Dewasa ini sediaan tablet semakin populer pemakaiannya dan merupakan

sediaan yang paling banyak diproduksi. Tablet merupakan salah satu sediaan

paling banyak mengalami perkembangan, baik formulasi maupun cara

penggunaannya. Beberapa keuntungan sediaan tablet diantaranya adalah sediaan

lebih kompak, biaya pembuatan lebih sederhana, dosisnya tepat, mudah

pengemasannya, sehingga penggunaannya lebih praktis dibandingkan dengan

sediaan yang lain (Lachman, 1994).

Untuk menghasilkan efek terapi,obat harus mencapai reseptor dalam kadar

yang cukup. Tercapainya keadaan tersebut tergantung pada dosis obat, keadaan

dan kecepatan absorpsi dari tempat pemberian, dan distribusi pada saluran

sistemik.

2.2.2 Absorpsi Obat

Pada umumuya produk obat mengalami absorpasi melalaui suatu

rangkaian proses. Proses tersebut meliput i:

a. Disintegrasi produk obat yang diikuti pelepasan obat dari zat pembawa.

Setelah tablet diminum, tablet akan mengalami proses disintegrasi di

dalam lambung menjadi granul-granul kecil yang terdiri dari zat aktif dan bahan

Universitas Sumatera Utara


tambahan. Granul-granul akan pecah, dan zat aktif akan terlepas dari bahan

tambahan yang kemudian akan terlarut pada larutan cerna. Bahan tambahan yang

digunakan pada formulasi tablet sangat mempengaruhi kinetika pelarutan obat.

Contoh bahan tambahan yang digunakan dalam sediaan tablet adalah:

i. Bahan pengisi : ditambahkan untuk mendapatkan berat yang diinginkan,

bahan tambahan harus bersifat inert.

ii. Bahan pengikat : digunakan untuk mengikat komponen-komponen tablet

untuk dijadikan garanul dengan ukuran yang sama dan bentuk speris

setelah dipaksakan melewati ayakan.

iii. Bahan pengembang : digunakan untuk memecah tablet menjadi partikel

kecil sehingga luas permukaan akan bertambah besar.

iv. Bahan pelicin : digunakan untuk meningkatkan daya alir granul-granul

pada corong pengisi mencegah melekatnya massa pada punch dan die,

mengurangi gesekan antara butir-butir granul dan mempermudah

pengeluaran tablet dari die (Soekemi, 1987).

b. Pelarutan obat dalam media.

Obat akan dapat diabsorpsi bila dalam bentuk terlarut dalam media saluran

cerna. Faktor-faktor yang mempengaruhi pelarutan obat adalah derajat kehalusan

obat dan bentuk kristal zat aktif. Semakin kecil ukuran partikel obat maka

semakin luas permukaan yang dimiliki untuk berinterakski dengan media saluran

cerna. Dengan demikian, akan mempercepat proses pelarutan obat.

Zat aktif yang berbentuk amorf lebih baik diabsorpsi daripada yang

berbentuk kristal karena senyawa obat yang berbentuk amorf memiliki sifat lebih

mudah larut dibandingkan bentuk kristal.

Universitas Sumatera Utara


c. Absorpsi melewati membran menuju sirkulasi sitemik.

Ada beberapa cara senyawa obat masuk ke dalam sirkulasi sistemik, antara

lain :

i. Difusi pasif : pada proses ini obat masuk ke dalam sirkulasi sistemik

disebabkan perbedaan konsentrasi obat pada kedua sisi membran sel. Pada

umumnya, sebagian besar obat masuk ke saluran sistemik melalui proses

ini.

ii. Transport aktif : ini merupakan proses pemindahan senyawa obat yang

diperntarai oleh pembawa (carrier). Transport ini melakukan pemindan

molekul dari konsentrasi rendah ke konsentrasi tinggi. Oleh karena itu,

proses ini memerlukan energi. Molekul pembawa sangat selektif terhadap

molekul obat. Bila struktur obat yang dibawa menyerupai substrat alami

yang ditransport, maka obat obat itu sesuai untuk ditransport dengan

mekanisme pembawa yang sama.

iii. Difusi yang difasilitasi : merupakan sistem transport yang diperantarai

pembawa, berbeda dengan transport aktif, obat bergerak karena perbdaan

konsentrasi (bergerak dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah). Oleh

karena itu, sistem ini tidak memerlukan energi.

iv. Pinositas : merupakan proses fagosistosis dimana membran sel

mengelilingi suuatu mekromolekul dan kemudian memasukkan bahan

tersebut ke dalam sel.

Aliran darah ke saluran cerna merupakan hal penting untuk membawa obat

ke saluran sistemik dan kemudian ke tempat kerjanya. Daerah usus memiliki

jumlah pembuluh darah yang sangat banyak. Obat yang telah diserap akan terlebih

Universitas Sumatera Utara


dulu dibawa ke hati melalui vena porta hepatik dan kemudian ke sirkulasi

sistemik. Penurunan aliran darah pada saluran cerna akan menurunkan laju

pemindahan obat dari usus kedalam darah.

2.3 Kolesterol

2.3.1 Pengertian Kolesterol

Kolesterol adalah lipida sturktural (pembentuk struktur sel) yang berfungsi

sebagai komponen yang dibutuhkan dalam kebanyakan sel tubuh. Kolesterol

merupakan bahan yang menyerupai lilin, sekitar 80% dari kolesterol diproduksi

oleh liver dan selebihnya didapat dari makanan yang kaya akan kandungan

kolesterol seperti daging, telur dan produk berbahan dasar susu. Dari segi

kesehatan, kolesterol sangat berguna dalam membantu pembentukan hormon atau

vitamin D, membantu pembentukan lapisan pelindung disekitar sel syaraf,

membangun dinding sel, pelarut vitamin (vitamin A, D, E, K) dan pada anak-anak

dibutuhkan untuk mengembangkan jaringan otaknya (Silalahi, 2006).

2.3.2 Biosintesis Kolesterol

Biosintesis kolesterol dapat dibagi menjadi 5 tahap, yaitu:

a. Sintesis mevalonat dari asetil-KOA.

b. Unit isoprenoid dibentuk dari mevalonat melalui pelepasan CO 2.

c. Enam unit isoprenoid mengadakan kondensasi untuk membentuk senyawa

antara skualen.

d. Skualen mengalami siklisasi untuk menghasilkan senyawa steroid induk,

yaitu lanosterol.

e. Kolesterol dibentuk dari lanosterol setelah melewati beberapa tahap lebih

lanjut, termasuk pelepasan tiga gugus metil (Murray, 2003).

Universitas Sumatera Utara


2.3.3 Metabolisme Kolesterol

Kolesterol diabsorpsi di usus dan ditransport dalam bentuk kilomikron

menuju hati. Dari hati, kolesterol dibawa oleh VLDL untuk membentuk LDL

melalui perantara IDL (Intermediate Density Lipoprotein). LDL akan membawa

kolesterol ke seluruh jaringan perifer sesuai dengan kebutuhan. Sisa kolesterol di

perifer akan berikatan dengan HDL dan dibawa kembali ke hati agar tidak terjadi

penumpukan di jaringan. Kolesterol yang ada di hati akan diekskresikan menjadi

asam empedu yang sebagian dikeluarkan melalui feses, sebagian asam empedu

diabsorbsi oleh usus melalui vena porta hepatik yang disebut dengan siklus

enterohepatik.

2.3.4 Lipoprotein

Lipid plasma yang utama adalah kolesterol, trigliserida, fofolipid, dan

asam lemak bebas yang tidak larut dalam cairan plasma. Agar lipid plasma dapat

diangkut dalam sirkulasi, maka susunan molekul lipid tersebut perlu di

modifikasi, yaitu dalam bentuk lipoprotein yang bersifat larut dalam dalam air.

Zat-zat lipoprotein ini bertugas mengangkut lipid dari tempat sintesisnya menuju

tempat penggunaanya.

Lipoprotein dapat dibedakan menjadi:

a. Kilomikron

Bentuk awal lipoprotein adalah kilomikron, partikel ini diproduksi oleh sel

usus halus yang berasal dari lemak dan ptotein yang dimakan. Kilomikron

membawa trigliserida dari makanan ke jaringan lemak dan otot rangka, dan juga

ke hati.

b. VLDL (very low density lipoprotein)

Universitas Sumatera Utara


Lipoprotein ini terdiri dari 60% trigliserida dan 10-15% kolesterol. VLDL

disekresi oleh hati untuk mengangkut kolesterol ke jaringan perifer.

c. IDL (intermdiate density lipoprotein)

IDL ini mengandung trigliserida (30%) dan kolesterol (20%). IDL adalah

zat perantara yang terjadi sewaktu VLDL di katabolisme menjadi LDL.

d. LDL (low density lipoprotein)

LDL merupakan lipoprotein pengangkut kolesterol terbesar pada manusia.

Partikel LDL mengandung trigliserida sebanyak 10% dan kolesterol 50%. LDL

merupakan metabolit VLDL, fungsinya membawa kolesterol ke jaringan perifer

(untuk sintesis membran plasma dan hormon steroid). Kadar LDL plasma

tergantung dari banyak faktor termasuk kolesterol dalam makanan, asupan lemak

jenuh, kecepatan produksi dan eliminasi LDL dan VLDL.

e. HDL (high density lipoprotin)

Komponen HDL ialah 13% kolesterol, kurang dari 5% trigliserida dan

50% protein. HDL penting untuk bersihan trigliserida dan kolesterol dalam

plasma. Kadar HDL menurun pada kegemukan, perokok, penderita diabetes yang

tidak terkontrol (Suyatna, 1995).

Ada dua jenis lipoprotein yang penting dalam distribusi kolesterol, yakni

HDL dan LDL. HDL mengangkat kolesterol ke hati untuk dimetabolisme,

selanjutnya LDL membawa kolesterol ke sel-sel yang memiliki molekul reseptor

untuk LDL, dan dengan bantuan reseptor ini LDL dapat memasuki sel untuk

dimanfaatkan oleh sel tersebut.

Semua jenis kolesterol ini sangat penting keberadaanya dalam tubuh. Akan

tetapi, bila kadar yang dimiliki melebihi kadar normalnya dapat menyebabkan

Universitas Sumatera Utara


gangguan dalam tubuh. Penggolongan kadar kolesterol tubuh dapat dilihat pada

tabel 2.1.

Tabel 2.1 Variasi kadar total kolesterol, LDL, dan HDL

Karakter Level Kolesterol

Total Kolesterol (mg/dl)

< 200 Excellent

200-240 Borderline high

>240 High

LDL (mg/dl)

<100 Excellent

100-129 Pretty good

130-159 Borderline high

160-190 High

>190 Very high

HDL (mg/dl)

<40 Low

>60 High

(Rinzler, 2002)

Kadar kolesterol dalam darah tidak banyak dipengaruhi oleh perubahan

jumlah kolesterol dalam diet. Diet dengan kadar kolesterol yang lebih rendah dari

normal tidak akan mempengaruhi jumlah kolesterol dalam darah, ini disebabkan

karena tubuh dapat mensintesis kolesterol sendiri. Selain itu, dalam keadaan

reseptor LDL tidak mencukupi atau kurang berfungsi, akan dapat menyebabkan

peningkatan kadar koleterol dalam darah yang dapa (Silalahi, 2006).

Universitas Sumatera Utara


2.3.5 Hiperkolesterolemia

Hiperkolesterolemia adalah suatu kondisi yang ditandai dengan tingkat

kolesterol yang sangat tinggi dalam darah. Peningkatan kolesterol dalam darah

disebabkan kelainan pada tingkat lipoprotein. Tingginya kadar kolestrol dalam

tubuh menjadi pemicu munculnya berbagai penyakit.

Hiperkolestrolemia dapat diklasifikasikan menjadi :

a. Hiperkolesterolemia Primer

Hiperkolsterolmia primer adalah gangguan lipid yang terbagi menjadi 2

bagian, yakni hiperkolesterol poligenik dan hiperkolesterol familial.

Hiperkolesterol poligelik disebabkan oleh berkurangnya daya metabolisme

kolestrol, dan meningkatnya penyerapan lemak.

Hiperkolesterolemia familial adalah meningkatnya kadar kolesterol yang

sangat dominan (banyak) akibat ketidakmampuan reseptor LDL. Penderita

biasanya akan mengalami gangguan penyakit jantung koroner (PJK) dengan kadar

kolesterol mencapai 1.000 mg/dl.

b. Hiperkolesterolemia Sekunder

Hiperkolesterolemia Sekunder terjadi akibat penderita mengidap suatu

penyakit tertentu, stress, atau kurang gerak (olahraga). Berbagai macam obat juga

dapat meningkatkan kadar kolesterol. Wanita yang telah masuk masa menopause

(berhenti haid) jika diberi terapi estrogen akan mengalami peningkatan kadar

kolesterol (Wiryowidagdo, 2002).

c. Hiperkolesterolemia Turunan

Hiperkolesterolemia ini terjadi akibat kelainan genetis atau mutasi gen

pada tempat kerja reseptor LDL, sehingga menyebabkan pembentukan jumlah

Universitas Sumatera Utara


LDL yang tinggi atau berkurangnya kemampuan reseptor LDL. Kejadian ini

biasanya ditandai dengan kadar kolesterol yang mencapai 400 mg/dl dan kadar

HDL dibawah 35 mg/dl, meskipun penderita sering berolahraga, memakan

makanan berserat, jarang mengkonsumsi lemak hewani dan tidak merokok

(Suharti, 2006).

2.3.6 Ekskresi Kolesterol

Sekitar setengah dari kolesterol yang dikeluarkan dari tubuh dieksresi

dalam feses setelah diubah menjadi garam empedu. Selebihnya diekskresi sebagai

steroid netral. Sebagian besar kolesterol yang disekresi melalui empedu diserap

kembali, dan dianggap sebagai kolesterol yang berperan sebagai prazat untuk

sterol yang berasal dari mukosa usus.

Sebagian besar ekskresi garam-garam empedu diserap kembali ke dalam

sirkulasi vena porta, kemudian dibawa kembali ke hati, dan diekskresi kembali

melalui empedu. Ini dikenal sebagai sirkulasi enterohepatik. Garam-garam

empedu yang tidak diserap akan diekskresi dalam feses.

2.3.7 Aterosklerosis

Aterosklerosis adalah penumpukan endapan jaringan lemak (atheroma)

dalam nadi. Zat-zat yang merangsang terbentuknya aterosklerosis disebut

aterogenik Pengendapan lemak seperti ini disebut plak, terutama terdiri dari

kolesterol dan esternya, dan cenderung terjadi di titik-titik percabangan nadi

sehingga mengganggu alairan darah di tempat-tempat yang memiliki aliran darah

tidak begitu deras. Nadi-nadi tertentu rentan terhadap plak, termasuk nadi-nadi

koroner yang memasok darah ke otot-otot jantung, nadi-nadi yang memasok darah

ke otak, dan nadi-nadi pada kaki (Silalahi, 2006).

Universitas Sumatera Utara


Aterosklerosis terbagi atas tiga tahap yaitu tahap pembentukan sel busa,

pembentukan plak pada jaringan, dan lesi majemuk. Tahap awal aterosklerosis

disebabkan oleh adanya kadar LDL yang tinggi pada sirkulasi, LDL ini dapat

terjebak di dalam intima dan akan mengalami oksidasi. Peristiwa oksidasi ini akan

merangsang permukaan sel untuk menarik monosit ke dalam intima. Di dalam

intima monosit akan berubah menjadi makrofag yang akan memakan LDL

teroksidasi. Makin banyak LDL yang dimakan menyebabkan makrofag penuh

sehingga makrofag akan berbentuk seperti busa. Pada tahap berikutnya terjadi

pertumbuhan sel otot polos pada pembuluh darah dari lapisan tengah menuju

bagian dalam dinding pembuluh. Pertumbuhan ini akan menyebabkan

terbentuknya plak dan mengakibatkan penyempitan lumen pembuluh darah.

Makin lama pertumbuhan sel akan makin besar dan akan memeperkecil lumen.

Selanjutnya plak makin majemuk dengan terjadinya penambahan kalsium dan

unsur-unsur lain yang dibawa oleh darah. Ini dapat mengakibatkan sobekan dan

perdarahan, ini merupakan tahap lesi majemuk. Proses terjadinya penyumbatan

pembuluh darah dapat dilihat pada gambar 2.1.

Arteri normal Pembentukan Pembentukan Lesi


sel busa plak

Tunika adventis
Tunika media
Tunika intima
Lumen

Gambar 2.1 Proses penyumbatan pembuluh darah

Universitas Sumatera Utara


2.3.8 Penurunan Kadar Kolesterol

Prinsip utama pengobatan hiperkolesterolemia ialah mengatur diet yang

mempertahankan berat badan normal dan mengurangi kadar lipid plasma

(Suyatna, 1995). Langkah pengaturan diet selalu dilakukan agar dapat

menghindari perlunya penggunaan obat (Katzung, 2002).

Pencegahan untuk penyakit hiperkolesterolemia sebagai berikut :

a. Berhenti merokok.

b. Tidak meminum alkohol.

c. Mengatur pola makan seimbang dan rendah lemak.

d. Perbanyak konsumsi makanan berserat, seperti sayur-sayuran dan buah-

buahan.

e. Lakukan olahraga yang memadai sesuai dengan umur. Usahakan untuk

berolahraga setiap hari.

f. Menjaga berat badan ideal yang sesuai dengan tinggi badan.

g. Hindari stres (Wiryowidagdo, 2002).

Bila pengobatan secara non-farmakolgi tidak memberikan pengaruh,

diperlukan pemberian obat-obatan. Pemakaian obat hendaklah setepat mungkin.

Banyak obat-obat hiperkolesterolemia yang beredar di pasaran, dan obat-obat ini

hanya dapat dipakai apabila dengan diet yang ketat, olahraga teratur, dan

pengendalian faktor-faktor resiko lain yang dapat mempengaruhi kadar kolesterol

dalam darah (Baaras, 1993).

Klasifikasi penggolongan obat untuk mengobati hiperkolesterolemia

adalah sebagai berikut:

a. Penghambat Reduktase HMG-CoA

Universitas Sumatera Utara


Contohnya: Atorvastatin, lovastatin, pravastatin, rosuvastatin, Simvastatin.

b. Resin Pengikat Asam Empedu

Contohnya: Cholestyramine, colestipol, colesevalam.

c Derivat Asam Fibrat

Contohnya: Fenofibrate, gemfibrozil

d. Penghambat Absorpsi Kolesterol

Contohnya: Ezetimibe.

e. Nicotinic Acid

Contohnya: Niacin.

f. Agen hipolipidemia lain

Contohnya: Minyak ikan.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai