Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala pimpinan-
Nya sehingga referat ini dapat diselesaikan dengan baik. Referat ini penyusun laksanakan dalam
rangka Tugas Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Universitas
YARSI, Jakarta yang berjudul Diagnosis dan Pentalaksanaan Perdarahan Subarakhnoid.
Besar harapan penyusun bahwa referat ini dapat berguna bagi kita semua, dan dalam
kesempatan ini penyusun hendak mengucapkan terima kasih kepada : dr. Maula SpS dan semua
pihak yang telah ikut memberikan dukungan dan bantuan sehingga referat ini dapat diselesaikan
dengan baik.
Penyusun menyadari referat ini jauh dari sempurna, oleh karena itu penyusun
mengharapkan banyak kritik dan saran yang membangun dari para pembaca sehingga akan
tercipta referat yang lebih baik lagi.
Penyusun
1
BAB I
PENDAHULUAN
Insiden tahunan PSA aneurisma non-traumatik adalah 6-25 kasus per 100.000. Lebih dari
27.000 orang Amerika menderita ruptur aneurisma intrakranial setiap tahunnya. Insiden tahunan
meningkat seiring dengan usia dan mungkin dianggap remeh karena kematian dihubungkan
dengan penyebab lain yang tidak dapat dipastikan dengan autopsi. Beragam insiden PSA telah
dilaporkan pada daerah lain di dunia (2-49 kasus per 100.000).1
insidennya 62% pendarahan subarachnoid timbul pertama kali pada 40-60 tahun.
Pecahnya pembuluh darah bisa terjadi pada usia berapa saja, tetapi paling sering menyerang usia
25-50 tahun. Perdarahan subaraknoid jarang terjadi setelah suatu cedera kepala. Pada MAV laki-
laki lebih banyak daripada wanita.2
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
2.2 Anatomi
3
Duramater
Dura kranialis atau pachymeninx adalah suatu struktur fibrosa yang kuat dengan
suatu lapisan dalam (meningeal) dan lapisan luar (periostal). Kedua lapisan dural yang
melapisi otak umumnya bersatu, kecuali di tempat di tempat dimana keduanya berpisah
untuk menyediakan ruang bagi sinus venosus (sebagian besar sinus venosus terletak di
antara lapisan-lapisan dural), dan di tempat dimana lapisan dalam membentuk sekat di
antara bagian-bagian otak.
Arachnoidea
Membrana arachnoidea melekat erat pada permukaan dalam dura dan hanya
terpisah dengannya oleh suatu ruang potensial, yaitu spatium subdural. Ia menutupi
spatium subarachnoideum yang menjadi liquor cerebrospinalis, cavum subarachnoidalis
dan dihubungkan ke piamater oleh trabekulae dan septa-septa yang membentuk suatu
anyaman padat yang menjadi system rongga-rongga yang saling berhubungan.
4
yang berdekatan. Cisterna ini berhubungan secara bebas dengan cisterna yang berbatasan
dengan rongga sub arachnoid umum.
Piamater
2.3 Epidemiologi
SAH adalah salah satu kejadian neurologis yang paling ditakuti terkait tingginya
angka kematian dan kecenderungan untuk menyebabkan ketergantungan. dampak
ekonominya lebih dari dua kali lipat, iperkirakan stroke iskemik.1 Kasus SAH mencapai
5% dari semua stroke. Persentase ini meningkat sedikit di 30 tahun terakhir karena
turunnya kejadian lain Subtipe stroke, kecenderungan yang terkait dengan kontrol yang
lebih baik lebih dari faktor risiko vaskular (VRF). Namun, ini belum mempengaruhi
kejadian SAH, yang tetap stabil4 pada 9 Kasus / 100.000 jiwa per tahun menurut orang
Eropa. Register studi Stroke (EROS), Data serupa adalah dilaporkan oleh meta-analisis
internasional5 kecuali di Jepang dan Finlandia, yang melaporkan dua kali tingkat ini.
5
2.4 Etiologi
6
2.5 Patofisiologi
Sakit kapala, yang bisa tiba-tiba tidak seperti biasanya dan berat (kadangkala disebut
sakit kepala thunderclap).
Nyeri muka atau mata.
Penglihatan ganda.
Kehilangan penglihatan sekelilingnya.
2.7 Diagnosis
a. Anamnesis
o Nyeri kepala
7
Nyeri kepala prodromal (peringatan) dari kebocoran darah kecil (ditunjuk sebagai
nyeri kepala sentinel) dilaporkan pada 30-50% aneurisma PSA.
Nyeri kepala sentinel dapat muncul beberapa jam sampai beberapa bulan
sebelum ruptur, dengan nilai tengah yang dilaporkan adalah 2 minggu
sebelum diagnosa PSA.
Lebih dari 25% pasien mengalami kejang mendekati onset akut; lokasi pusat
kejang tidak ada hubungannya dengan lokasi aneurisma.
Gejala rangsang meningeal (misal kaku kuduk, low back pain, nyeri tungkai
bilateral): ini terlihat pada lebih dari 75% kasus PSA, namun kebanyakan
membutuhkan waktu berjam-jam untuk terbentuk.
Hilangnya kesadaran; sekitar setengah pasien mengalami hal ini ketika onset perdarahan
b. Pemeriksaan fisik
Temuan pada pemeriksaan fisik bisa jadi normal, atau dokter mungkin
menemukan beberapa hal berikut:
o Kelainan neurologis global atau fokal pada lebih dari 25% pasien
8
Hilangnya penglihatan monokuler (aneurisma arteri oftalmika menekan
nervus optikus ipsilateral)
o Defisit motorik dari aneurisma arteri serebral media pada 15% pasien
o Kejang
o Tanda-tanda oftalmologis
Edema papil
Demam tidak biasa pada awalnya namun umum setelah hari keempat dari
gangguan darah didalam ruang subarachnoid.
9
a. Angiographic cerebral vasospasm
ACV adalah salah satu metode yang menggambarkan keadaan pembuluh darah,
sementara pemeriksaan DCI adalah pemeriksaan yang menggabarkan kelainan
neurologis focal, seperti penurunan nilai GCS atau peningkatan dari nilai NIHS.
10
c. Multimodal computed tomography (NCCT + CTA + Computed Tomography
perfusion)
11
12
Alur diagnosis dari Perdarahan Sub Arachnoid:
13
2.8 Penatalaksanaan
Tujuan utama dari terapi perdarahan subarachnoid adalah untuk membuat pasien
dalam keadaan klinis terbaik yang bertujuan untuk mencegah adanya rupture aneurisma dari
sirkulasi. Oleh karena itu, pada kasus PSA yang bukan disebabkan aneurisma, dokter harus
mencegah komplikasi neurologi berupa perdarahan ulang dan vasospasm
.
14
15
a. Mencegah re-bleeding atau perdarahan ulang
Perdarahan ulang merupakan komplikasi yang sangat serius, yang dapat
menyebabkan kematian sekitar 50 70 %. 24 jam pertama setelah onset PSA merupakan
waktu dengan risiko terbesar untuk terjadinya perdarahan ulang.
1. Mengeluarkan/meniadakan aneurisma dari sirkulasi serebral
Aneurisma dapat dikeluarkan dengan cara endovascular dan teknik operasi. The
International Subarachnoid Aneurysm Trial (ISAT) melakukan penelitian mengenai
perbandingan teknik operasi dan teknik endovascular. Angka mortalitas pada terapi
endovascular lebih kecil dibandingan dengan terapi menggunakan teknik operasi,
namun terapi endovascular memiliki risiko untuk terjadinya perdarahan ulang lebih
besar, sedangkan penatalaksanaan menggunakan teknik operasi mempunya risiko
untuk dapat mengakibatkan epilepsy. Terapi endovascular masih merupakan pilihat
pertama pada penalataksanaan PSA.
2. Bed Rest
Bed rest merupakan salah satu protocol penting pada penatalaksanaan PSA disamping
menggunakan obat obatan. Bed rest mempunyai efek mencegah timbulnya
perdarahan ulang, menurunkan tensi. Pada pasien dengan PSA, kepala pasien di
posisikan elevasi 30 derajat untuk mengusahakan agar terjadinya penyerapan
kembali. Pasien juga dikondisikan untuk tidak batuk, muntah dan konstipasi, sebab
hal tersebut dapat mengurangi peningkatan tekanan intracranial.
3. Obat Antihipertensi
Penggunaan obat antihipertensi harus diperhatikan dengan benar, karena bila terjadi
hipotensi dapat mengakibatkan efek yang sangat serius. Penggunaan obat
antihiperetensi harus memperhatikan efektivitas obat tersebut.
4. Obat antifibrinolytic
Beberapa tahun terakhir, sebuah penelitian mengatakan bahwa pemberian terapi
antifibrinolytic tidak cukup baik dalam mencegah terjadinya perdarahan ulang, hal ini
melihat dari efek iskemik yang mungkin dapat ditimbulkan.
b. Vasospasme
Secara garis besar, vasospasme terjadi dalam kurun waktu antara 4 sampai dengan 12 hari
setelah onset. Vsospasme angiografi timbul pada 66 % pasien, sedangkan symptomatic
16
vasospasme (delayed cerebral ischemia) terjadi pada 30 % kasus. Komplikasi ini dapat
menyebabkan kematian pada pasien dengan PSA.
Diagnosis Vasospasme dapat menggunakan:
1. Transcranial Doppler Ultrasonography. Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan non
invasive dan sangat berguna karena pemeriksaan ini memberikan hasil yang sangat
bermakna dan memiliki sensifitas yang tinggi dalam mendeteksi afanya vasospasme
pada circulus wilisi, terutama pada arteri cerebral media.
17
DAFTAR PUSTAKA
1. Alfa AY, Soedomo A, Toyo AR, Aliah A, Limoa A, et al. Gangguan Peredaran Darah Otak (GPDO)
Dalam Harsono ed. Buku Ajar Neurologi Klinis. Edisi 1. Yogyakarta: Gadjah Madya University Press;
2009. hal. 59-107
2. Lombardo MC. Penyakit Serebrovaskular dan Nyeri Kepala Dalam: Price SA eds. Patofisiologi Konsep
Klinis Proses-Proses Penyakit. 4th ed. Jakarta: EGC; 2008. p. 961-79
3. Listiono, Djoko. L. Stroke Hemorhagik. Ilmu Bedah Saraf. Jakarta : Penerbit PT Gramedia Pustaka
Utama ; 2008. pg 180-204.
4. Jauch CE. Acute Stroke Management [Online]. 2007 Apr 9 [cited 2007 June 8]; Available from:
URL:hhtp://emedicine.com/neuro-vascular/topic334.htm
5. Lindsay KW, Bone I. Localised Neurological Disease and Its Management. Neurology and Neurosurgery
illustrated. London: Churchill Livingstone; 2004. p. 238-44
6. Feigin V. Memahami Faktor Resiko Stroke. Stroke Panduan Bergambar Tentang Pencegahan dan
Pemulihan Stroke. Jakarta: Penerbit PT Bhuana Ilmu Populer; 2006. p. 22-43
7. Sacco RL, Toni D, Brainin M, Mohr JP. Classification Of Ischemic Stroke In: Clinical Manifestation In:
Mohr JP, Choi DW, Grotta JC, Weir B, Wolf PA eds. Stroke Pathophysiology, Diagnosis, and
Management. 4th ed. Philadelphia: Churchill Livingstone; 2004. p 61-74
8. Mardjono M, Sidharta P. Mekanisme Gangguan Vaskular Susunan Saraf Pusat Dalam Mardjono M,
Sidharta P eds. Neurologi Klinis Dasar. Edisi 9. Jakarta: PT Dian Rakyat; 2003. hal. 269-92
9. Caplan LR, Chung C-S. Neurovascular Disorders In: Goetz CG eds. Textbook Of Clinical Neurology. 2nd
ed. Chicago: Saunders; 1996. p. 991-1016
10. Georgiadis D, Schwab S, Werner H. Critical Care of The Patient with Acute Stroke In: Therapy In: Mohr
JP, Choi DW, Grotta JC, Weir B, Wolf PA eds. Stroke Pathophysiology, Diagnosis, and Management. 4th
ed. Philadelphia: Churchill Livingstone; 2004. p. 987-1024
11. Mendelow AD. Intracerebral Hemorrage In: Therapy In: Mohr JP, Choi DW, Grotta JC, Weir B, Wolf PA
eds. Stroke Pathophysiology, Diagnosis, and Management. 4th ed. Philadelphia: Churchill Livingstone;
2004. p. 1217-30
18
19