Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN

ILEUS OBSTRUKTIF

A. Konsep Medis
1. Pengertian
Ileus Obstruktif dapat didefinisikan sebagai gangguan (apapun
penyebabnya) aliran normal isi usus sepanjang saluran usus.Obstruksi
usus terdiri dari akut dan kronik, partial atau total.Obstruksi usus
biasanya mengenai kolon sebagai akibat karsinoma dan
perkembangannya lambat.Sebagian dasar dari obstruksi justru
mengenai usus halus.Obstruksi total usus halus merupakan keadaan
gawat yang memerlukan diagnosis dini dan tindakan pembedahan
darurat bila penderita ingin tetap hidup (Price & Wilson, 2007).

2. Anatomi Fisiologi
a. Anatomi sistem pencernaan
1) Mulut
Mulut adalah permulaan saluran pencernaan yang terdiri atas 2
bagian :
a) Bagian luar yang sempit atau vestibula yaitu diruang antara
gusi, bibir dan pipi.
b) Rongga mulut/bagian dalam yaitu rongga mulut yang
dibatasi sisinya oleh tulang maksilaris, palatum dan mandi
bilaris disebelah belakang bersambung dengan faring.
2) Faring
Faring merupakan organ yang menghubungkan rongga mulut
dengan kerongkongan, merupakan persimpangan jalan nafas dan
jalan makanan, letaknya dibelakang rongga mulut dan didepan
ruas tulang belakang.
3) Esofagus (kerongkongan)
Panjangnya 25 cm, mulai dari faring sampai pintu masuk
kardiak dibawah lambung. Esofagus terletak dibelakang trakea
dan didepan tulang punggung setelah melalui thorak menembus
diafragma masuk kedalam abdomen ke lambung.
4) Gaster (lambung)
Merupakan bagian dari saluran pencernaan yang dapat
mengembang paling banyak terutama didaerah epigaster.
Bagian-bagian lambung, yaitu :
a) Fundus ventrikularis, bagian yang menonjol keatas terletak
disebelah kiri osteum kardium biasanya berisi gas.
b) Korpus ventrikuli, setinggi osteum kardium, suatu lekukan
pada bagian bawah notura minor.
c) Antrum pilorus, berbentuk tebing mempunyai otot tebal
membentuk spinkter pilorus.
d) Kurtura minor, terletak disebelah kanan lambung, terdiri
dari osteum kordi samapi pilorus.
e) Kurtura mayor, lebih panjang dari kurtura minor terbentang
dari sisi kiri osteum kardium melalui fundus kontrikuli
menuju kekanan sampai ke pilorus anterior.
5) Usus halus
Usus halus merupakan bagian dari sistem pencernaan makanan
yang berpangkal pada pilorus dan berakhir pada sekum
panjangnya 6cm, merupakan saluran paling panjang tempat
proses pencernaan dan obstruksi hasil pencernaan makanan.
Usus halus terdiri dari :
a) Duodenum
Disebut juga usus 12 jari, panjangnya 25 cm, berbentuk
sepatu kuda melengkung kekiri, pada lengkungan ini
terdapat pankreas. Pada bagian kanan duodenum terdapat
selaput lendir yang nambulir disebut papila vateri.
b) Yeyunum
Usus kosong atau jejunum adalah bagian kedua dari usus
halus, di antara usus dua belas jari (duodenum) dan usus
penyerapan (ileum). Pada manusia dewasa panjangnya 2-
3 meter.
c) Ileum
Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari
usus halus. Pada sistem pencernaan manusia panjangnya
sekitar 4-5 m dan terletak setelah duodenum dan jejunum,
dan dilanjutkan oleh usus buntu. Ileum memiliki pH antara
7 dan 8 (netral atau sedikit basa) dan berfungsi menyerap
vitamin B12 dan garam-garam empedu.

Gambar 2.1 Anatomi Usus Halus


6) Usus besar/interdinum mayor
Panjangnya 1 meter, lebar 5-6 cm, fungsinya menyerap air
dari makanan, tempat tinggal bakteri koli, tempat feces. Usus
besar terdiri atas 8 bagian:
a) Sekum.
b) Kolon asenden.
Terletak diabdomen sebelah kanan, membujur keatas dari
ileum sampai kehati, panjangnya 13 cm.
c) Appendiks (usus buntu)
Sering disebut umbai cacing dengan panjang 6 cm.
d) Kolon transversum.
Membujur dari kolon asenden sampai ke kolon desenden
dengan panjang 28 cm.
e) Kolon desenden.
Terletak dirongga abdomen disebelah kiri membujur dari
anus ke bawah dengan panjangnya 25 cm.
f) Kolon sigmoid.
Terletak dalam rongga pelvis sebelah kiri yang membentuk
huruf "S" ujung bawah berhubungan dengan rektum.
g) Rektum.
Terletak dibawah kolon sigmoid yang menghubungkan
intestinum mayor dengan anus.
h) Anus.
Anus adalah bagian dari saluran pencernaan yang
menghubungkan rektum dengan dunia luar.

Gambar 2.2 Anatomi Usus Besar

Gambar 2.3 Anatomi Sistem Pencernaan


b. Fisiologi sistem pencernaan
Usus halus mempunyai dua fungsi utama, yaitu : pencernaan dan
absorpsi bahan nutrisi dan air. Proses pencernaan dimulai dalam
mulut dan lambung oleh kerja ptialin, asam klorida, dan pepsin
terhadap makanan masuk. Proses dilanjutkan di dalam duodenum
terutama oleh kerja enzim-enzim pankreas yang menghidrolisis
karbohidrat, lemak, dan protein menjadi zat-zat yang lebih
sederhana. Adanya bikarbonat dalam sekret pankreas membantu
menetralkan asam dan memberikan pH optimal untuk kerja enzim-
enzim. Sekresi empedu dari hati membantu proses pencernaan
dengan mengemulsikan lemak sehingga memberikan permukaan
lebih luas bagi kerja lipase pancreas.
Isi usus digerakkan oleh peristaltik yang terdiri atas dua jenis
gerakan, yaitu segmental dan peristaltik yang diatur oleh sistem
saraf autonom dan hormon. Pergerakan segmental usus halus
mencampur zat-zat yang dimakan dengan sekret pankreas,
hepatobiliar, dan sekresi usus, dan pergerakan peristaltik
mendorong isi dari salah satu ujung ke ujung lain dengan kecepatan
yang sesuai untuk absorpsi optimal dan suplai kontinu isi lambung.
Absorpsi adalah pemindahan hasil-hasil akhir pencernaan
karbohidrat, lemak dan protein (gula sederhana, asam-asam lemak
dan asa-asam amino) melalui dinding usus ke sirkulasi darah dan
limfe untuk digunakan oleh sel-sel tubuh. Selain itu air, elektrolit
dan vitamin juga diabsorpsi. Absoprpsi berbagai zat berlangsung
dengan mekanisme transpor aktif dan pasif yang sebagian kurang
dimengerti.
Usus besar mempunyai berbagai fungsi yang semuanya berkaitan
dengan proses akhir isi usus. Fungsi usus besar yang paling penting
adalah mengabsorpsi air dan elektrolit, yang sudah hampir lengkap
pada kolon bagian kanan. Kolon sigmoid berfungsi sebagai
reservoir yang menampung massa feses yang sudah dehidrasi
sampai defekasi berlangsung. Kolon mengabsorpsi air, natrium,
khlorida, dan asam lemak rantai pendek serta mengeluarkan kalium
dan bikarbonat. Hal tersebut membantu menjaga keseimbangan air
dan elektrolit dan mencegah terjadinya dehidrasi.
Gerakan retrograd dari kolon memperlambat transit materi dari
kolon kanan dan meningkatkan absorpsi. Kontraksi segmental
merupakan pola yang paling umum, mengisolasi segmen pendek
dari kolon, kontraksai ini menurun oleh antikolinergik, meningkat
oleh makanan dan kolinergik. Gerakan massa merupakan pola yang
kurang umum, pendorong antegrad melibatkan segmen panjang 0,5-
1,0 cm/detik, tekanan 100-200 mmHg, tiga sampai empat kali
sehari, terjadi dengan defekasi.
Gas kolon berasal dari udara yang ditelan, difusi dari darah, dan
produksi intralumen. Nitrogen, oksigen, karbon dioksida, hidrogen,
metan. Bakteri membentuk hidrogen dan metan dari protein dan
karbohidrat yang tidak tercerna. Normalnya 600 ml/hari.
(Price & Wilson, 2007)

3. Etiologi
Ileus obstruktif sering dijumpai dan merupakan penyebab terbesar
pembedahan pada akut abdomen. Hal ini terjadi ketika udara dan hasil
sekresi tak dapat melewati lumen intestinal karena adanya sumbatan
yang menghalangi. Obstruksi mekanik dari lumen intestinal biasanya
disebabkan oleh tiga mekanisme ; a) blokade intralumen (obturasi), b)
intramural atau lesi intrinsik dari dinding usus, dan c) kompresi lumen
atau konstriksi akibat lesi ekstrinsik dari intestinal. Berbagai kondisi
yang menyebabkan terjadinya obstruksi intestinal biasanya terjadi
melalui satu mekanisme utama. Satu pertiga dari seluruh pasien yang
mengalami ileus obstruktif, ternyata dijumpai lebih dari satu faktor
etiologi yang ditemukan saat dilakukan operasi.
Gambar 3.1. Penyebab ileus obstruktif
Penyebab terjadinya ileus obstruktif beragam jumlahnya berdasarkan
umur dan tempat terjadinya obstruksi. Adhesi post operatif merupakan
penyebab utama dari terjadinya obstruksi usus halus. Pada pasien yang
tidak pernah dilakukan operasi laparotomi sebelumnya, adhesi karena
inflamasi dan berbagai hal yang berkaitan dengan kasus ginekologi
harus dipikirkan. Adhesi, hernia, dan malignansi merupakan 80 %
penyebab dari kasus ileus obstruktif. Pada anak-anak, hanya 10 %
obstruksi yang disebabkan oleh adhesi; intususepsi merupakan
penyebab tersering dari ileus obstruktif yang terjadi pada anak-anak.
Volvulus dan intususepsi merupakan 30 % kasus komplikasi dari
kehamilan dan kelahiran. Kanker harus dipikirkan bila ileus obstruktif
ini terjadi pada orang tua. Metastasis dari genitourinaria, kolon,
pankreas, dan karsinoma gaster menyebabkan obstruksi lebih sering
daripada tumor primer di intestinal. Malignansi, divertikel, dan
volvulus merupakan penyebab tersering terjadinya obstruksi kolon,
dengan karsinoma kolorektal. (Simatupang, 2010)

4. Manifestasi Klinis
a. Nyeri tekan pada abdomen.
b. Muntah.
c. Konstipasi (sulit BAB).
d. Distensi abdomen.
e. BAB darah dan lendir tapi tidak ada feces dan flatus.

5. Patofisologi
Semua peristiwa patofisiologik yang terjadi setelah obstruksi usus
adalah sama, tanpa memandang apakah obstruksi tersebut diakibatkan
oleh penyebab mekanik atau non mekanik. Perbedaan utama adalah
pada obstruksi paralitik peristaltik dihambat dari permulaan,
sedangkan pada obstruksi mekanik peristaltik mula-mula diperkuat,
kemudian intermitten, dan akhirnya hilang. Sekitar 6-8 liter cairan
diekskresikan ke dalam saluran cerna setiap hari.Sebagian besar cairan
diasorbsi sebelum mendekati kolon. Perubahan patofisiologi utama
pada obstruksi usus adalah adanya lumen usus yang tersumbat, ini
menjadi tempat perkembangan bakteri sehingga terjadi akumulasi gas
dan cairan (70% dari gas yang tertelan). Akumulasi gas dan cairan
dapat terjadi di bagian proksimal atau distal usus.Apabila akumulasi
terjadi di daerah distal mengakibatkan terjadinya peningkatan tekanan
intra abdomen dan intra lumen.Hal ini dapat meningkatkan terjadinya
peningkatan permeabilitas kapiler dan ekstravasasi air dan elektrolit di
peritoneal.Dengan peningkatan permeabilitas dan ekstravasasi
menimbulkan retensi cairan di usus dan rongga peritoneum
mengakibatakan terjadi penurunan sirkulasi dan volume
darah.Akumulasi gas dan cairan di bagian proksimal mengakibatkan
kolapsnya usus sehingga terjadi distensi abdomen.Terjadi penekanan
pada vena mesenterika yang mengakibatkan kegagalan oksigenasi
dinding usus sehingga aliran darah ke usus menurun, terjadilah iskemi
dan kemudian nekrotik usus. Pada usus yang mengalami nekrotik
terjadi peningkatan permeabilitas kapiler dan pelepasan bakteri dan
toksin sehingga terjadi perforasi. Dengan adanya perforasi akan
menyebabkan bakteri masuk ke dalam sirkulasi sehingga terjadi sepsis
dan peritonitis.
Masalah lain yang timbul dari distensi abdomen adalah penurunan
fungsi usus dan peningkatan sekresi sehingga terjadi peminbunan di
intra lumen secara progresif yang akan menyebabkan terjadinya
retrograde peristaltic sehingga terjadi kehilangan cairan dan elektrolit.
Bila hal ini tidak ditangani dapat menyebabkan syok
hipovolemik.Kehilangan cairan dan elektrolit yang berlebih berdampak
pada penurunanan curah jantung sehingga darah yang dipompakan
tidak dapat memenuhi kebutuhan seluruh tubuh sehingga terjadi
gangguan perfusi jaringan pada otak, sel dan ginjal. Penurunan perfusi
dalam sel menyebabkan terjadinya metabolisme anaerob yang akan
meningkatkan asam laktat dan menyebabkan asidosis metabolic. Bila
terjadi pada otak akan menyebabkan hipoksia jaringan otak, iskemik
dan infark. Bila terjadi pada ginjal akan merangsang pertukaran
natrium dan hydrogen di tubulus prksimal dan pelepasan aldosteron,
merangsang sekresi hidrogen di nefron bagian distal sehingga terjadi
peningaktan reabsorbsi HCO3- dan penurunan kemampuan ginjal
untuk membuang HCO3. Hal ini akan menyebabkan terjadinya
alkalosis metabolic (Price &Wilson, 2007).
Pathway Non mekanik Mekanis
(manipulasi organ abdomen, peritonitis, (perlengketan, neoplasma, hernia, benda
sepsis dll) asing striktur)

Passage usus terganggu

Akumulasi gas dan cairan dalam lumen usus


Nyeri, kram, kolik

Ventilasi paru terganggu akibat


Gangguan absobsi H2O dan elektrolit pada Obstruksi komplit Distensi usus tekanan pada diafragma
lumen usus

Gelombang paristaltik berbalik arah, isi usus


Kehilangan H2O dan Natrium terdorong ke mulut MK.
Peningkatan tekanan Menekan vesika urinaria
Ketidakefektifan
intralumen Pola Nafas
Penurunan volume cairan ekstraseluler
Mual - Muntah MK. Gangguan
Iskemik dinding usus Resistensi urin Eliminasi Urin

a. Syok hipovolemik
Nekrosis
b. Penurunan curah jantung Kehilangan ion H dan K dari lambung, Dehisrasi
c. Penurunan perfusi jaringan penurunan CL dan K dalam darah
Rupture
d. Hipotensi
Resiko kekurangan volume cairan
e. Asidosis metabolik MK. Nyeri
Alkalosis metabolik Perforasi

Asidosisis Metabolik

Pelepasan bakteri dan toksik dari


usus yang nekrotik ke dalam
peritoneum dan sirkulasi systemik MK. Resiko Infeksi
MK. Ketidakseimbangan Nutrisi
Kurang dari Kebutuhan Tubuh

Peritonitis septikemia
6. Komplikasi
a. Peritonitis karena absorbsi toksin dalam rongga peritonium
sehingga terjadi peradangan atau infeksi yang hebat pada intra
abdomen.
b. Perforasi dikarenakan obstruksi yang sudah terjadi terlalu lama
pada organ intra abdomen.
c. Sepsis, infeksi akibat dari peritonitis, yang tidak tertangani dengan
baik dan cepat.
d. Syok hipovolemik terjadi akibat dehidrasi dan kehilangan volume
plasma.
(Brunner and Suddarth, 2014)

7. Pemeriksaan Diagnosis
a. Pemeriksaan radiologi
1) Foto polos abdomen
Dengan posisi terlentang dan tegak (lateral dekubitus)
memperlihatkan dilatasi lengkung usus halus disertai adanya
batas antara air dan udara atau gas (air-fluid level) yang
membentuk pola bagaikan tangga.
2) Pemeriksaan radiologi dengan Barium Enema
Mempunyai suatu peran terbatas pada pasien dengan obstruksi
usus halus. Pengujian Enema Barium terutama sekali bermanfaat
jika suatu obstruksi letak rendah yang tidak dapat pada
pemeriksaan foto polos abdomen. Pada anak-anak dengan
intussuscepsi, pemeriksaan enema barium tidak hanya sebagai
diagnostik tetapi juga mungkin sebagai terapi.
3) CTScan.
Pemeriksaan ini dikerjakan jika secara klinis dan foto polos
abdomen dicurigai adanya strangulasi. CTScan akan
mempertunjukkan secara lebih teliti adanya kelainan-kelainan
dinding usus, mesenterikus, dan peritoneum. CTScan harus
dilakukan dengan memasukkan zat kontras kedalam pembuluh
darah. Pada pemeriksaan ini dapat diketahui derajat dan lokasi
dari obstruksi.
4) USG
Pemeriksaan ini akan mempertunjukkan gambaran dan penyebab
dari obstruksi.
5) MRI
Walaupun pemeriksaan ini dapat digunakan, tetapi tehnik dan
kontras yang ada sekarang ini belum secara penuh mapan.
Tehnik ini digunakan untuk mengevaluasi iskemia mesenterik
kronis.
6) Angiografi
Angiografi mesenterik superior telah digunakan untuk
mendiagnosis adanya herniasi internal, intussuscepsi, volvulus,
malrotation, dan adhesi.
b. Pemeriksaan laboratorium
Leukositosis mungkin menunjukkan adanya strangulasi, pada
urinalisa mungkin menunjukkan dehidrasi. Analisa gas darah dapat
mengindikasikan asidosis atau alkalosis metabolic ( Brunner and
Suddarth, 2014).

8. Penatalaksanaan
Dasar pengobatan ileus obstruksi adalah koreksi keseimbangan
elektrolit dan cairan, menghilangkan peregangan dan muntah dengan
dekompresi, mengatasi peritonitis dan syok bila ada, dan
menghilangkan obstruksi untuk memperbaiki kelangsungan dan fungsi
usus kembali normal.
a. Resusitasi
Dalam resusitasi yang perlu diperhatikan adalah mengawasi tanda -
tanda vital, dehidrasi dan syok. Pasien yang mengalami ileus
obstruksi mengalami dehidrasi dan gangguan keseimbangan
ektrolit sehingga perlu diberikan cairan intravena seperti ringer
laktat. Respon terhadap terapi dapat dilihat dengan memonitor
tanda - tanda vital dan jumlah urin yang keluar. Selain pemberian
cairan intravena, diperlukan juga pemasangan nasogastric tube
(NGT). NGT digunakan untuk mengosongkan lambung, mencegah
aspirasi pulmonum bila muntah dan mengurangi distensi abdomen.
b. Farmakologis
Pemberian obat - obat antibiotik spektrum luas dapat diberikan
sebagai profilaksis. Antiemetik dapat diberikan untuk mengurangi
gejala mual muntah.
c. Operatif
Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastrik
untuk mencegah sepsis sekunder. Operasi diawali dengan
laparotomi kemudian disusul dengan teknik bedah yang
disesuaikan dengan hasil eksplorasi selama laparotomi. Berikut ini
beberapa kondisi atau pertimbangan untuk dilakukan operasi : Jika
obstruksinya berhubungan dengan suatu simple obstruksi atau
adhesi, maka tindakan lisis yang dianjurkan. Jika terjadi obstruksi
stangulasi maka reseksi intestinal sangat diperlukan. Pada
umumnya dikenal 4 macam cara/tindakan bedah yang dilakukan
pada obstruksi ileus :
1) Koreksi sederhana (simple correction), yaitu tindakan bedah
sederhana untuk membebaskan usus dari jepitan, misalnya
pada hernia incarcerata non-strangulasi, jepitan oleh
streng/adhesi atau pada volvulus ringan.
2) Tindakan operatif by-pass, yaitu tindakan membuat saluran
usus baru yang melewati bagian usus yang tersumbat,
misalnya pada tumor intralurninal, Crohn disease, dan
sebagainya.
3) Membuat fistula entero-cutaneus pada bagian proximal dari
tempat obstruksi, misalnya pada Ca stadium lanjut.
Melakukan reseksi usus yang tersumbat dan membuat
anastomosis ujung-ujung usus untuk mempertahankan
kontinuitas lumen usus, misalnya pada carcinoma colon,
invaginasi, strangulata, dan sebagainya. Pada beberapa
obstruksi ileus, kadang-kadang dilakukan tindakan operatif
bertahap, baik oleh karena penyakitnya sendiri maupun karena
keadaan penderitanya, misalnya pada Ca sigmoid obstruktif,
mula-mula dilakukan kolostomi saja, kemudian hari dilakukan
reseksi usus dan anastomosis.
B. Konsep Keperawatan
1. Pre operasi
a) Pengkajian
1) Status kesehatan fisik secara umum
Sebelum dilakukan pembedahan, penting dilakukan pemeriksaan
status kesehatan secara umum, meliputi identitas klien, riwayat
penyakit, riwayat kesehatan keluarga, pemeriksaan fisik lengkap.,
antara lain status hemodinamika, status kerdiovaskuler, status
pernapasan, fungsi ginjal dan hepatic, fungsi endokrin, fungsi
imonologi, dan lain-lain.
2) Status nutrisi
Kebutuhan nutrisi ditentukan dengan mengukur tinggi badan dan
berat badan, kadar protein darah dan keseimbangan nitrogen.
Segala bentuk defisiensi nutrisi harus dikoreksi sebelum
pembedahan untuk memberikan protein yang cukup untuk
perbaikan jaringan.
3) Keseimbangan cairan dan elektrolit
Balance cairan perlu diperhatikan dalam kaitannya dengan input
dan output cairan. Demiikian juga kadar elektrolit serum harus
berada dalam rentang normal. Keseimbangan cairan dan elektrolit
erat dengan fungsi ginjal. Dimana ginjal berfungsi dengan
mengatur mekanisme asam basa dan ekskresi metabilisme obat-
obatan anastesi. Jika fungsi ginjal baik maka operasi dapat
dilakukan denggan baik, namun jika ginjal mengalami gangguan
seperti oliguria/anuria, infusiensi renal akut, nefritis akut maka
operasi harus ditunda menunggu perbaikan fungsi ginjal.
4) Kebersihan lambung dan kolon
Lambung dan kolon harus dibersihkan terlebih dahulu. Intervensi
keperawatan yang biasanya diberikan diantaranyya adalah pasien
dianjrkan dipuasakan dan dilakukan tindakan pengosongan
lambung dan kolon dengan tindakan enema, lamanya puasa
sekitar 7-8 jam. Tujuannya dari pengosongan lambung dan kolon
adalah untuk menghindari aspirasi (masuknya cairan lambung ke
paru-paru) dan menghindari kontaminasi fese ke area pembedahan
sehingga menghindarkan terjadinya infeksi pasca pembedahan.
5) Pencukuran daerah operasi
Pencukuran pada daerah operasi ditunjukan untuk menghindari
terjadinya infeksi pada daerah yang dilakukan pembedahan karena
rambut yang tidak dicukur dapat menjadi tempat bersembunyi
kuman dan dapat juga mengganggu/menghambat proses
penyembuhan dna perawatan luka.
6) Personal hygiene
Kebersihan tubuh pasien sangat penting untuk persiapan operasi
karena tubuh yang kotor dapat merupakan sumber kuman dan
dapat mengakibatkan infeksi pada daerah yang dioperasi.
7) Pengosongan kandung kemih
Pengosongan kandung kemih dilakukan dengan melakukan
pemasangan kateter. Selain untuk pengosongan isi bladder
tindakan kateter juga diperlukan untuk observasi balnce cairan.

b) Diagnosa Keperawatan
1) Defisiensi pengetahuan berhubungan kurang terpapar informasi.
2) Ansietas berhubungan dengan krisis situasional ; tindakan operatif

c) Intervensi Keperawatan
Diagnose Tujuan intervensi

Defisiensi NOC NIC


pengetahuan Setelah diberikan penjelasan Pengetahuan penyakit :
berhubungan selama 1x...... jam tentang 1. Kaji pengetahuan klien
kurang terpapar penyakit, pasien mengerti tentang penyakitnya.
informasi. proses penyakitnya dan 2. Jelaskan tenta proses
pembedahan. program perawatan serta penyakit (tanda dan
therapy yang diberikan gejala). Identifikasi
dengan indicator ; kemungkinan
Pasien mampu : penyebab. Jelaskan
1. Menjelaskan kembali kondisi tentang klien.
tentang penyakitnya. 3. Jelaskan tentang
2. Mengenai kebutuhan program pengobatan
perawatan dan dan alternative
pengobatan tanpa cemas. pengobatan.
4. Diskusikan tentang
terapi dan pilihannya,
5. Tanyakan kembali
pengetahuan klien
tentang prosedur
operasi.

Teaching: preoperative

1. Informasikan klien
waktu pelaksanaan
prosedur operasi.
2. Informasikan klien lama
waktu pelaksanaan
prosedur operasi.
3. Jelaskan tujuan prosedur
operasi
4. Jelaskan hal-hal yang
perlu dilakukan setelah
prosedur.
5. Pastikan persetujuan
operasi telah
ditandatangani.
6. Lengkapi ceklist operasi.
Ansietas NOC NIC
berhubungan Setelah dilakukan tindakan Penurunan kecemasan
dengan krisis keperawatan selama 1x ...... 1. Bina hubungan saling
situasional ; jam cemas berkurang dengan percaya.
tindakan operatif indikator : 2. Bantu pasien untuk
1. Mengungkapkan cara mengaktifkan sumber
mengatasi cemas. support.
2. Mampu menggunakan 3. Berikan reinfoscement
Koping untuk menggunakan
sumber coping yg
efektif.

2. Intra Operasi
a) Pengkajian
Diruang penerimaan perawat sirkulasi :
1) Memvalidasi identitas klien
2) Memvalidasi inform concent.
Perawat menanyakan :
1) Riwayat alergi.
2) Check riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisik
3) Check pengobatan sebelumnya : therapy antikoagulasi.
4) Check adanya gigi palsu, contact lensa, perhiasan, wigs dilepas.
5) Keterisasi.
b) Diagnosa keperawatan
1) Resiko infeksi berhubungan dengan factor resiko prosedur
invasiif, pembedahan, infus
2) Resiko hipotermi berhubungan dengan factor resiko berada
diruangan yang dingin
3) Resiko cidera berhubungan dengan factor resiko gangguan
persepsi sensori karena anastesi.

c) Intervensi Keperawatan
Diagnosa Tujuan Intervensi

Resiko infeksi NOC : control infeksi NIC : kontrol infeksi


berhubungan dengan selama dilakukan tindakan intra operasi
factor resiko prosedur operasi tidak terjadi
1. Gunakan pakaian
invasiif, pembedahan, transmisi agent infeksi.
khusus ruang operasi
infuse Indikator :
2. Pertahankan prinsip
Alat dan bahan yang aseptic dan antiseptic.
dipakai tidak
terkontaminasi

Resiko hipotermi NOC : control NIC : pengaturan


berhubungan dengan temperature temperature intraoperatif
factor resiko berada
Kriteria : 1. Atur suhu ruangan
diruangan yang dingin
yang nyaman
1. Temperature ruangan
2. Lindungi area di
nyaman.
wilayah operasi.
2. Tidak terjadi
hipotermi.
Resiko cidera NOC: control resiko NIC: surgical precaousen
berhubungan dengan
Indikator : tidak terjadi Aktifitas :
factor resiko gangguan
injuri
persepsi sensori karena 1. Tidurkan klien pada
anastesi. meja operasi dengan
posisi sesuai
kebutuhan
2. Monitor penggunaan
instrument, jarum dan
kasa
3. Pastikan tidak ada
instrument, jarum dan
kasa yang tertinggal
dalam tubuh klien.

3. Post Operatif
a) Pengkajian
1) System pernafasan , Ketika klien dimasukan ke RR, perawat
segera mengkaji klien: Potensi jalan napas, Perubahan pernafasan
2) System kardiovaskuler, Sirkulasi darah, nadi dan suara jantung
tiap 15 menit, Penurunan tekanan darah, nadi dan suara jantung,
Kaji sirkulasi perifer (temperature dan ukuran ekstremitas),
Keseimbangan cairan dan elektrolit
3) Inspeksi membrane mukosa : warna dan kelembaban, turgor kulit
4) Ukur cairan : NGT tube, drainase urin
5) Monitor cairan intravena
6) System persyarafan, Kaji fungsi serebral dan tingkat kesadaran :
semua klien dengan anestesi umum.
7) Klien dengan bedah kepala : respon pupil, kekuatan otot.
8) System perkemihan , Control volunteer fungsi perkemihan
setelah 6-8 jam post anestesi inhalasi, IV, spinal. Dower cateter
kaji warna, jumlah urine.
9) System gastrointestinal ( Mual muntah , Kaji fungsi
gastrointestinal dengan auskultasi suara usus, Kaji paralitic ileus :
suara usus, distensi abdomen, tidak flatus)
10) System integument (Luka bedah sembuh sekitar 2 minggu, jika
tidak ada infeksi, trauma, malnutrisi, obat-obat steroid,
Penyembuhan sempurna sekitar 6 bulan- satu tahun)
11) Drain dan balutan, Semua balutan dan drain dikaji setiap 15
menit . (jumlah, warna, konsitensi, dan bau cairan
12) Pengkajian nyeri , Kaji tanda fisik dan emosi : peningkatan nadi
dan tekanan darah, gelisah, menangis, kualitas nyeri sebelum dan
sesudah pemberian analgetik.

b) Diagnosa keperawatan
1) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan efek sisa anastesi.
2) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan luka pembedahan
3) Nyeri akut berhubungan dengan insisi pembedahan
4) Resiko injury berhubungan dengan effect anastesi
5) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan
intra dan post operasi
6) Ketidakefektifan kebersihan jalan nafas berhubungan dengan
peningkatan sekresi.

c) Intervensi Keperawatan
Diagnose Tujuan Intervensi

Gangguan pertukaran NOC : NIC:


gas berhubungan
1. Respiratory status : gas Airway management :
dengan efek sisa
exchange
anastesi. 1. Posisikan pasien
2. Respiratory: ventilation
untuk
3. Vital sign status
memaksimalkan
Kriteria hasil :
ventilasi.
1. Mendemontrasikan 2. Pasang mayo bila
peningkatan ventilasi diperlukan
dan oksigenasi yang 3. Keluarkan secret
adekuat. dengan suction
2. Memelihara kebersihan 4. Monitor repirasi dan
paru-paru dan bebas status o2
dari tanda-tanda
distress pernafasan.
Respiratory monitoring :
3. Tanda-tanda vital
dalam batas normal. 1. Monitor rata-rata
kedalaman, irama
suara nafas.
2. Monitor pola nafas
(takipneu. dsypneu)
Kerusakan integritas NOC: tissue integritas: skin NIC :
kulit berhubungan mucus membranes.
Preasure management :
dengan luka
Kriteria hasil :
pembedahan 1. Anjurkan pasien
1. Integritas kulit yang untuk menggunakan
baik bias pakaian yang
dipertahankan longgar.
(elastisitas, pigmentasi) 2. Jaga kebersihan kulit
2. Tidak ada lesi pada agar tetap bersih dan
kulit lembab.
3. Perfusi jaringan baik 3. Mobilisasi klien tiap
2 jam sekali
4. Oleskan lotion atau
minyak baby oil
pada daerah yang
tertekan.
Nyeri akut berhubungan NOC: NIC :
dengan insisi
1. Pain level Pain management :
pembedahan
2. Pain control
1. Lakukan pengkajian
3. Comfort level
nyeri
Kriteria hasil :
2. Observasi reaksi
1. Mampu mengontrol nonverbal dari
nyeri ketidaknyamanan.
2. Melaporkan bahwa 3. Control lingkungan
nyeri berkurang nyeri seperti suhu,
dengan menggunakan pencahayaan dan
menajemen nyeri kebisingan.
3. Mampu mengenali 4. Ajarkan tentak
nyeri (skala, intensitas, teknik non
frekuensi). farmakologi
5. Kolaborasi :
pemberian analgetik
Resiko injury NOC: NIC:
berhubungan dengan
Risk control environment
effect anastesi
management
Kriteria hasil :
1. Pastikan lingkunan
1. Klien terbebas dari
aman untuk pasien
cidera
2. Memasang side trail
tempat tidur
3. Menghidarkan
lingkungan yang
berbahaya. (misalnya
memidahkan
perabotan).
Kekurangan volume NOC: NIC :
cairan berhubungan
1. Fluid balance Fluid management :
dengan kehilangan
2. Nutritional status
cairan intra dan post 1. Monitoring catatan
Kriteri hasil :
operasi intake dan ouput
1. Mempertahankan urine yang akurat
dan output sesuai 2. Monitoring tanda-
denga kebutuhan. tanda dehidrasi
2. Vital sign dalam batas 3. Monitoring vital sign
normal. 4. Lakukan terapi IV
3. Tidak ada tanda-tanda
dehidrasi.
Ketidakefektifan NOC: NIC :
kebersihan jalan nafas
1. Repiratory status : Airway section :
berhubungan dengan
ventilation
peningkatan sekresi. 1. Pastikan kebersihan
Kriteri hasil :
jalan nafas
menunjukan jalan nafas
2. Lakukan suction
yang paten
3. Monitor respirasi
dan status 02
DAFTAR PUSTAKA

Brunner dan Suddarth, 2002, Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 3, EGC, Jakarta
Wilkinson, Judith M. 2012. Buku Saku Diagnosis Keperawatan, edisi 9. EGC :
Jakarta.
Simatupang M., 2010. Analisis Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan
Kejadian Diare pada Balita Di Kota Sibolga Tahun 2003. Program
Pascasarjana Medan: Universitas Sumatera Utara.
Price &Wilson, 2007. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi
6, Volume1. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai