Anda di halaman 1dari 21

FRAKTUR TULANG PANJANG

Fraktur adalah patahnya struktur kontunuitas substansi jaringan tulang . kondisi ini
meliputi seluruh kerusakan tulang yaitu tulang yang patah beberapa bagian(multifragmentary
atau comminuted fracture), fraktur mikroskopik (Ronald et al.2002) .Fraktur merupakan
representasi dari gagalnya tulang merespon sebuah trauma baik secara langsung maupun
tidak langsung. Fraktur berhubungan dekat dengan luka jaringan lunak (ligamen, tendon dan
lain lain),ini bisa terjadi lebih dari retak atau terputar, tapi lebih kepada patah pada bagian
tulang dan bergeser . Trauma yang menyebabkan tulang patah dapat berupa trauma langsung,
misalnya benturan pada lengan bawah yang menyebabkan fraktur radius dan ulna, dan dapat
berupa trauma tidak langsung, misalnya jatuh bertumpu pada tangan yang menyebabkan
tulang klavikula atau radius distal patah. Fraktur adalah suatu patahan pada kontiunitas
struktur tulang. Patahan mungkin tidak lebih dari suatu retakan, suatu pengkisutan atau
perimpilan korteks; biasanya patahan itu lengkap dan fragmen tulang bergeser (Apley dkk,
1995).

Muller clasification membagi tulang panjang dalam 3 bagian yaitu proximal,


diaphysis dan distal. Cara menyebutkan fraktu menggunakan sistim AO
(Arbeitsgemeinschaftfur Osteosynthesefragen). Sangat penting memahami sistem
klasifikasi AO. Pada klasifikasi AO angka digit pertama memandakan bagian tulang panjang
(humerus = 1, radius atau ulna = 2, femur = 3, tibia atau fibula = 4) and digit angka kedua
menandakan bagian tulang mana yang fraktur (proximal=1, middle/diaphysis =2 and
distal=3, ankle = 4). Huruf A, B dan C digunakan untuk menandakan tingkatan dan bentuk
fraktur A= Simple , B= bertumpuk C=kompleks proximal dan distal: A=extra-articular,
B=Partial-articular C=Komplit articular .

Anatomi Tulang Panjang


Femur pada ujung bagian atasnya memiliki caput, collum, trochanter major dan
trochanter minor. Bagian caput merupakan lebih kurang dua pertiga bola dan berartikulasi
dengan acetabulum dari os coxae membentuk articulatio coxae. Pada pusat caput terdapat
lekukan kecil yang disebut fovea capitis, yaitu tempat perlekatan ligamentum dari caput.
Sebagian suplai darah untuk caput femoris dihantarkan sepanjang ligamen ini dan memasuki
tulang pada fovea.

Bagian collum, yang menghubungkan kepala pada batang femur, berjalan ke bawah,
belakang, lateral dan membentuk sudut lebih kurang 125 derajat (pada wanita sedikit lebih
kecil) dengan sumbu panjang batang femur. Besarnya sudut ini perlu diingat karena dapat
dirubah oleh penyakit.

Trochanter major dan minor merupakan tonjolan besar pada batas leher dan batang.
Yang menghubungkan dua trochanter ini adalah linea intertrochanterica di depan dan crista
intertrochanterica yang mencolok di bagian belakang, dan padanya terdapat tuberculum
quadratum.

Bagian batang femur umumnya menampakkan kecembungan ke depan. Ia licin dan


bulat pada permukaan anteriornya, namun pada bagian posteriornya terdapat rabung, linea
aspera. Tepian linea aspera melebar ke atas dan ke bawah.Tepian medial berlanjut ke bawah
sebagai crista supracondylaris medialis menuju tuberculum adductorum pada condylus
medialis. Tepian lateral menyatu ke bawah dengan crista supracondylaris lateralis. Pada
permukaan posterior batang femur, di bawah trochanter major terdapat tuberositas glutealis,
yang ke bawah berhubungan dengan linea aspera. Bagian batang melebar ke arah ujung distal
dan membentuk daerah segitiga datar pada permukaan posteriornya, disebut fascia poplitea.

Ujung bawah femur memiliki condylus medialis dan lateralis, yang di bagian posterior
dipisahkan oleh incisura intercondylaris. Permukaan anterior condylus dihubungkan oleh
permukaan sendi untuk patella. Kedua condylus ikut membentuk articulatio genu. Di atas
condylus terdapat epicondylus lateralis dan medialis. Tuberculum adductorium berhubungan
langsung dengan epicondylus medialis.

Tulang panjang terdapat pada tangan yaitu humerus, radius, ulna


Penyebab terjadinya fraktur
Tulang bersifat relatif rapuh, meski cukup kuat untuk menahan beban. Fraktur dapat
disebabkan karena :

1) kejadian trauma

Kejadian Fraktur paling banyak terjadi tiba-tiba dan disebabkan karena latihan yang
berlebih, termasuk tertabrak, terputar, pembengkokan berlebih atau tertekan. Trauma
langsung terjadi pada titik yang bertabrakan, jaringan lunak juga pasti ikut cedera. Contoh
kejadian pada trauma langsung adalah kejadian tabrakan pada saat bermain bola. Trauma
tidak langsung ditandai dengan tulang patah yang berjarak dengan jaringan lunak yang
fraktur yang tidak dapat terhindarkan. fraktur karena trauma tidak langsung biasanya terjadi
pada(1) trauma twisting/berputar yang menyebabkan fraktur spiral, (2)bending/ikatan
menyebabkan fraktur tranverse, (3)bending dan kompresi yang menyebabkan fraktur
separated triangular,(4) kombinasi twisting, bending dan kompresi menyebabkan terjadinya
fraktur obliq (5) tekanan yang terjadi pada tendon atau ligamen yang akan menekan bagian
dari tulang

2) tekanan berlebih yang terus menerus

Retak dapat terjadi pada tulang, sama seperti besi dan material lain yang retak bila
terjadi penekanan yang berulang dan terus menerus. Kejadian ini sering terlihat pada tibia
atau fibula atau metatarsal yang biasanya terjadi pada atlet, penari dan tentara.

3) kelemahan abnormal dari tulang (pathological fracture)

Fraktur dapat terjadi karena tekanan normal pada tulang yang lemah biasanya pada
tumor, atau pada penderita paget disease yang menyebabkan kerapuhan pada tulang.

JENIS FRAKTUR

Ketika di dapatkan fraktur , mka kita akan membagi 2 klasifikasi yaitu fraktur terbuka dan
fraktur tertutup

Fraktur terbuka yang sering disebut compound fracture

Fraktur terbuka apabila kulit diatasnya tertembus sampai ke tulang dan


memungkinkan kuman dari luar dapat masuk ke dalam luka sampai tulang yang patah dan
berisiko menimbulkan infeksi. Yang terlihat jelas adalah darah yang keluar hemoragic
external

Fraktur tertutup atau yang biasa disebut simple fracture

Disebut fraktur tertutup apabila kulit di atas tulang yang fraktur masih utuh. Jika
terdapat luka biasanya tidakberkaitan langsung dengan fraktur. Frakttur tertutup ini memiliki
risiko yang rendah terjadinya infeksi karena perdarahan terjadi di dalam hemoragic internal
yang menyebabkan kuman dari luar tidak bisa masuk .

Fraktur terdiri dari berbagai gambaran tetapi pada praktiknya fraktur tebagi atas

Fraktur komplit

Fraktur komplit adalah patahnya tulang sebanyak 2 bagian atau lebih. Jika terjadi fraktur
transversal biasanya setelah proses penyembuhan meninggalkan bekas, bagian yang retak
biasanya meninggalkan bekas, jika terjadi fraktur obliq atau spiral, pada fraktur ini cenderung
masuk dan berpindah . pada fraktur impact , bagian tulang yang patah sangat berimpitan dan
tidak sejajar. Comminuted fraktur yaitu fraktur yang terjadi lebih dari 2 fragmen yang patah.

Fraktur inkomplit

Fraktur inkomplit adalah fraktur yang terbagi dan periosteum tetap dalam kontinuitas.

Fraktur memiliki berbagai jenis nama berdasrkan tipe fraktur yaitu :

Greenstick - incomplete fracture. Bagian tulang yang patah tidak terpisah semua
Transverse tulang yang patah sejarar /transversal.
Spiral bagian tulang yang patah mengelilingi area tulang , berputar disekitar luka
Oblique tulang yang patah berbentuk miring , menyilang diagonal
Compression tulang hancur, karena patahan tulang lebih lebar atau lebih datar
Comminuted dimana terjadi 2 atau lebih bagian tulang yang patah

Deskripisi fraktur :
Pendekatan secara sistematik yang dibutuhkan:
jenis fraktur

Transverse
Spiral
Oblique
comminuted
compression

Lokasi Anatomis

Bagian mana yang patah?


Sebelah kanan atau kiri?
apakah fraktur dibagian proximal, medial atau distal?
apakah intra-articuar atau extra articular

perubahan tempat pada bagian fraktur

- Shift
- Alignment
- Twist
- Length

Associated fractures
- Dislocation
- fraktur terbuka atau tertutup

Contoh pendeskripsian fraktur


Fraktur obliq pada diafisis tibia kanan dengan no displasment
Fraktur transversal pada radius distal dengan angulasi dorsal

Pengertian penting
- Shift hilangnya gasris kortek diaphysis tulang loss of alignment in the cortices of
the shaft of the bone resulting onto sideways
- displacement
- Angulation hilangnya garis tengah longitudinal diaphysis tulang, bisa garis tengah
berubah maju ke depan, belakang atau ke sampingmay be anterior, posterior, medial
or lateral
- Shortening tulang terlihat memendek, dikarenakan fraktur yang lebih dari satu
bagiaan atau adanya impaksi/tekanan dari fraktur di bagian lain
- Rotation - fraktur yang berputasr ke arah luar atau dalam fraktur, biasanya lebih
cenderung ke arah dalam fraktur sepanjang garis tengah tulang
- Undisplaced garis patah komplit tetapi kedua fragmen tidak bergeser
- Impacted fracture fraktur yang merupakan hasil dari terjadinya tekanan pada
tulanng sepanjang garis tengah karena dua tulang tidak bersatu

Berdasarkan lokasinya, fraktur dapat mengenai bagian proksimal (plateau), diaphyseal


(shaft), maupun distal. Berdasarkan proses osifikasinya, tulang panjang terdiri dari bagian
diafisis (corpus/shaft) yang berasal dari pusat penulangan sekunder. Epifisis ini terletak di
kedua ujung tulang panjang. Bagian dari diaphysis yang terletak paling dekat dengan epifisis
disebut metafisis, yaitu bagian dari korpus tulang yang melebar. Fraktur dapat terjadi di 3
bagian ini.

Berpindahnya fragmen tulang dari tempatnya semula disebut displacement.


Displacement ini dibagi menjadi 4, yaitu :

1. Aposisi (shift)
Aposisi merupakan suatu keadaan dimana fragmen tulang mengalami perubahan letak
sehingga terjadi perubahan dalam kontak antara fragmen tulang proksimal dan distal. Pada
pemeriksaan radiologik, aposisi dinyatakan dalam persentase kontak antara fragmen
proksimal dan distal. Jadi, misalnya dari hasil pemeriksaan rontgen terlihat bahwa tidak ada
kontak sama sekali antara permukaan fragmen proksimal dengan distal maka dinyatakan
aposisi 0%, disebut juga aposisi komplet. Kalau kontak masih terjadi disebut aposisi parsial,
misalnya aposisi 80%, berarti 80% permukaan fragmen proksimal masih kontak dengan
fragmen distal.
2. Alignment
Alignment merupakan suatu kondisi miringnya fragmen tulang panjang sehingga arah
aksis longitudinalnya berubah. Apabila antara aksis longitudinal fragmen proksimal dan
distal membentuk sudut maka disebut angulasi. Pada pemeriksaan radiologi, angulasi ini
dinyatakan dalam derajat.
3. Rotasi
Rotasi adalah berputarnya fragmen tulang pada aksis longitudinalnya, misalnya
fragmen distal mengalami perputaran terhadap fragmen proksimal.
4. Length (panjang)
Length dapat dibagi menjadi 2, yaitu overlapping (tumpang tindihnya tulang) yang
menyebabkan pemendekan (shortening) tulang serta distraksi yang menyebabkan tulang
memanjang.
Ada jenis fraktur yang patahnya tidak disebabkan oleh trauma, tetapi disebabkan oleh
adanya proses patologis, misalnya tumor, infeksi, atau osteoporosis tulang. Ini disebabkan
oleh kekuatan tulang yang berkurang, dan disebut fraktur patologis.
Ada juga fraktur, yang biasanya berbentuk fisura, yang disebabkan oleh beban lama
atau trauma ringan yang terus menerus yang disebut fraktur kelelahan. Hal ini misalnya
terjadi pada tungkai bawah di tibia atau tulang metatarsus pada tentara, penari, atau
olahragawan yang sering berbaris atau berlari. Akan tetapi, fisura tulang lebih sering
disebabkan cedera.
Sehubungan dengan patofisiologi dan perjalanan penyakitnya, fraktur juga dibagi atas
dasar usia pasien, yaitu fraktur pada anak-anak, fraktur pada orang dewasa, dan fraktur pada
orang tua. Pola anatomis kejadian fraktur dan penanganannya pada ketiga golongan umur
tersebut berbeda. Orang tua lebih sering menderita fraktur pada tulang yang osteoporotic,
seperti vertebra atau kolum femur; orang dewasa lebih banyak menderita fraktur tulang
panjang, sedangkan anak jarang menderita robekan ligament. Penanganan fraktur pada anak
membutuhkan pertimbangan bahwa anak masih tumbuh. Selain itu, kemampuan
penyembuhan anak lebih cepat dan karena itulah pemendekan serta perubahan bentuk akibat
patah lebih dapat ditoleransi pada anak. Pemendekan dapat ditoleransi karena pada anak
terdapat percepatan pertumbuhan tulang panjang yang patah. Perubahan bentuk dapat
ditoleransi karena anak mempunyai daya penyesuaian bentuk yang lebih besar.
Satu bentuk fraktur yang khusus pada anak adalah fraktur yang mengenai cakram
pertumbuhan. Fraktur yang mengenai cakram epifisis ini perlu mendapat perhatian khusus
karena dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan. Fraktur cakram epifisis ini dibagi
menjadi lima tipe.
Tipe 1 Epifisis dan cakram epifisis lepas dari metafisis, tetapi
periosteumnya masih utuh

Tipe 2 Periosteum robek di satu sisi sehingga epifisis dan cakram epifisis
lepas sama sekali dari metafisis

Tipe 3 Fraktur cakram epifisis yang melalui sendi

Tipe 4 Terdapat fragmen fraktur yang garis patahannya tegak lurus cakram
epifisis

Tipe 5 Terdapat kompresi pada sebagian cakram epifisis yang


menyebabkan kematian dari sebagian cakram tersebut

Diagnosis Fraktur

Pemeriksaan untuk menentukan ada atau tidaknya patah tulang terdiri atas empat
langkah: tanyakan (anamnesis, adakah cedera khas), lihat (inspeksi, bandingkan kiri dan
kanan), raba (analisis nyeri), dan gerakan (akif dan/atau pasif).

1. Riwayat pasien
Sering kali pasien datang sudah dengan keluhan bahwa tulangnya patah karena
jelasnya keadaan patah tulang tersebut bagi pasien. Sebaliknya juga mungkin, fraktur tidak
disadari oleh penderita dan mereka datang dengan keluhan keseleo, terutama patah yang
disertai dislokasi fragmen yang minimal. Dalam persepsi penderita trauma tersebut bisa
dirasa berat meskipun sebenarnya ringan, sebaliknya bisa dirasakan ringan meskipun
sebenarnya berat.
Diagnosis fraktur juga dimulai dengan anamnesis adanya trauma tertentu, seperti
jatuh, terputar, tertumbuk, dan berapa kuatnya trauma tersebut. Anamnesis dilakukan untuk
menggali riwayat mekanisme cedera (posisi kejadian) dan kejadian-kejadian yang
berhubungan dengan cedera tersebut. Selain riwayat trauma, biasanya didapati keluhan nyeri
meskipun fraktur yang fragmen patahannya stabil, kadang tidak menimbulkan keluhan nyeri.
Banyak fraktur mempunyai cedera yang khas.
Perlu ditanyakan mengenai keluhan penderita dan lokasi keluhannya. Keluhan klasik
fraktur komplet adalah sakit, bengkak, deformitas, dan penurunan fungsi. Sakit akan
bertambah apabila bagian yang patah digerakkan. Deformitas fraktur harus dijelaskan dengan
lengkap. Kita harus mengetahui bagaimana terjadinya kecelakaan, tempat yang terkena dan
kemungkinan adanya faktor presipitasi fraktur (misal, tumor tulang, dll). Untuk itu, perlu
ditanyakan riwayat pasien sebelumnya, apakah pasien mengalami osteoporosis, hipertensi,
mengkonsumsi kortikosteroid, dll. Perlu pula diketahui riwayat cedera atau fraktur
sebelumnya, riwayat sosial ekonomi, pekerjaan, obat-obatan yang dikonsumsi, merokok,
riwayat alergi, dan riwayat osteoporosis serta penyakit lain.
2. Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi / look
Pada pemeriksaan fisik mula-mula dilakukan inspeksi dan terlihat adanya
asimetris pada kontur atau postur, pembengkakan, dan perubahan warna local. Pasien
merasa kesakitan, mencoba melindungi anggota badannya yang patah, terdapat
pembengkakan, perubahan bentuk berupa bengkok, terputar, pemendekan, dan juga
terdapat gerakan yang tidak normal. Adanya luka kulit, laserasi atau abrasi, dan
perubahan warna di bagian distal luka meningkatkan kecurigaan adanya fraktur
terbuka. Pasien diinstruksikan untuk menggerakkan bagian distal lesi, bandingkan
dengan sisi yang sehat.
b. Palpasi / feel
Nyeri yang secara subyektif dinyatakan dalam anamnesis, didapat juga secara
objektif pada palpasi. Nyeri itu berupa nyeri tekan yang sifatnya sirkuler dan nyeri
tekan sumbu pada waktu menekan atau menarik dengan hati-hati anggota badan yang
patah searah dengan sumbunya. Keempat sifat nyeri ini didapatkan pada lokalisasi
yang tepat sama.
Status neurologis dan vaskuler di bagian distalnya perlu diperiksa. Lakukan
palpasi pada daerah ekstremitas tempat fraktur tersebut, meliputi persendian diatas
dan dibawah cedera, daerah yang mengalami nyeri, efusi, dan krepitasi.
Neurovaskularisasi yang perlu diperhatikan pada bagian distal fraktur diantaranya,
pulsasi arteri, warna kulit, pengembalian cairan kapiler (capillary refill test),
sensibilitas.
Palpasi harus dilakukan di sekitar lesi untuk melihat apakah ada nyeri tekan,
gerakan abnormal, kontinuitas tulang, dan krepitasi. Juga untuk mengetahui status
vaskuler di bagian distal lesi. Keadaan vaskuler ini dapat diperoleh dengan memeriksa
warna kulit dan suhu di distal fraktur. Pada tes gerakan, yang digerakkan adalah
sendinya. Jika ada keluhan, mungkin sudah terjadi perluasan fraktur.
c. Gerakan / moving
Gerakan antar fragmen harus dihindari pada pemeriksaan karena menimbulkan
nyeri dan mengakibatkan cedera jaringan. Pemeriksaan gerak persendian secara aktif
termasuk dalam pemeriksaan rutin fraktur. Gerakan sendi terbatas karena nyeri, akibat
fungsi terganggu (Loss of function).

3. Pemeriksaan penunjang

Pada pemeriksaan radiologis dengan pembuatan foto Rontgen dua arah 90o
didapatkan gambaran garis patah. Pada patah yang fragmennya mengalami dislokasi,
gambaran garis patah biasanya jelas. Dalam banyak hal, pemeriksaan radiologis tidak
dimaksudkan untuk diagnostik karena pemeriksaan klinisnya sudah jelas, tetapi untuk
menentukan pengelolaan yang tepat dan optimal. Sehingga pemeriksaan radiologi untuk
fraktur ini dapat digunakan untuk diagnosis, konfirmasi diagnosis dan perencanaan terapi,
serta untuk mengetahui prognosis trauma.

Pada tulang, panjang persendian proksimal maupun yang distal harus turut difoto.
Bila ada kesangsian atas adanya fraktur atau tidak, sebaiknya dibuat foto yang sama dari
anggota gerak yang sehat untuk perbandingan. Bila tidak diperoleh kepastian adanya
kelainan, seperti fisura, sebaiknya foto diulang setelah satu minggu, retak akan menjadi nyata
karena hiperemia setempat sekitar tulang yang retak itu akan tampak sebagai dekalsifikasi.

Radiologis untuk lokasi fraktur harus menurut rule of two, terdiri dari :

a. Memuat 2 gambaran, anteroposterior (AP) dan lateral


b. Memuat 2 sendi di proksimal dan distal fraktur
c. Memuat gambaran foto 2 ekstremitas, yaitu ekstremitas yang tidak terkena cedera
(pada anak)
d. Dilakukan foto sebanyak 2 kali, yaitu sebelum tindakan dan sesudah tindakan
Penatalaksanaan Fraktur

Pengelolaan fraktur secara umum mengikuti prinsip pengobatan kedokteran pada


umumnya, yaitu yang pertama dan utama adalah jangan cederai pasien (primum non nocere).
Cedera iatrogen tambahan pada pasien terjadi akibat tindakan yang salah dan/atau tindakan
yang berlebihan. Yang kedua, pengobatan didasari atas diagnosis yang tepat dan
prognosisnya. Ketiga, bekerja sama dengan hukum alam, dan keempat, memilih pengobatan
dengan memperhatikan setiap pasien secara individu.

Enam prinsip umum pengobatan fraktur

1. Jangan membuat keadaan lebih jelek

2. Pengobatan berdasarkan atas diagnosis dan prognosis yang akurat

3. Seleksi pengobatan dengan tujuan khusus


a. Menghilangkan nyeri
b. Memperoleh posisi yang baik dari fragmen
c. Mengusahakan terjadinya penyambungan tulang
d. Mengembalikan fungsi secara optimal

4. Mengingat hukum-hukum penyembuhan secara alami

5. Bersifat realistik dan praktis dalam memilih jenis pengobatan

6. Seleksi pengobatan sesuai dengan penderita secara individual

Untuk frakturnya sendiri, prinsipnya adalah mengembalikan posisi patahan tulang ke


posisi semula (reposisi) dan mempertahankan posisi itu selama masa penyembuhan fraktur
(imobilisasi). Reposisi yang dilakukan tidak harus mencapai keadaan sepenuhnya seperti
semula karena tulang mempunyai kemampuan untuk menyesuaikan bentuknya kembali
seperti bentuk semula (remodeling/proses swapugar). Kelayakan reposisi suatu dislokasi
fragmen ditentukan oleh adanya dan besarnya dislokasi ad aksim, ad peripheriam, dan kum
kontraktione, yang berupa rotasi, atau perpendekan.

Secara umum, angulasi dalam bidang gerak sendi sampai kurang lebih 20-30 derajat
akan dapat mengalami swapugar, sedangkan angulasi yang tidak dalam bidang gerak sendi
tidak akan mengalaminya. Akan tetapi, rotasi antara 2 fragmen tidak pernah terkoreksi sendiri
oleh proses swapugar. Ada tidaknya rotasi fragmen tidak dapat diketahui dari foto Rontgen,
melainkan harus diketahui dari pemeriksaan klinis. Cara yang termudah untuk memeriksa
rotasi ini adalah dengan membandingkan rotasi anggota yang patah dengan rotasi anggota
yang sehat. Pemendekan anggota yang patah disebabkan oleh tarikan tonus otot sehingga
fragmen patahan tulang berada sebelah menyebelah. Pemendekan anggota atas pada orang
dewasa dan pemendekan pada anggota atas maupun bawah pada anak, umumnya tidak
menimbulkan masalah.

Macam-macam cara untuk penanganan fraktur :

1. Proteksi tanpa reposisi dan imobilisasi


Digunakan pada penanganan fraktur dengan dislokasi fragmen patahan yang minimal
atau dengan dislokasi yang tidak akan menyebabkan kecacatan di kemudian hari. Contoh
cara ini adalah fraktur costa, fraktur clavicula pada anak, dan fraktur vertebra dengan
kompresi minimal.
2. Imobilisasi dengan fiksasi
Dapat pula dilakukan imobilisasi luar tanpa reposisi, tetapi tetap memerlukan
imobilisasi agar tidak terjadi dislokasi fragmen. Contoh cara ini adalah pengelolaan
fraktur tungkai bawah tanpa dislokasi yang penting.
3. Reposisi dengan cara manipulasi diikuti dengan imobilisasi
Ini dilakukan pada fraktur dengan dislokasi fragmen yang berarti seperti pada fraktur
radius distal.
4. Reposisi dengan traksi
Dilakukan secara terus menerus selama masa tertentu, misalnya beberapa minggu, dan
kemudian diikuti dengan imobilisasi. Ini dilakukan pada fraktur yang bila direposisi
secara manipulasi akan terdislokasi kembali di dalam gips. Cara ini dilakukan pada
fraktur dengan otot yang kuat, misalnya fraktur femur.
5. Reposisi diikuti dengan imobilisasi dengan fiksasi luar
Untuk fiksasi fragmen patahan tulang, digunakan pin baja yang ditusukkan pada fragmen
tulang, kemudian pin baja tadi disatukan secara kokoh dengan batangan logam di luar
kulit. Alat ini dinamakan fiksator ekstern.
6. Reposisi secara non operatif diikuti dengan pemasangan fiksasi dalam pada tulang secara
operatif
Misalnya reposisi fraktur collum femur. Fragmen direposisi secara non-operatif dengan
meja traksi, setelah tereposisi, dilakukan pemasangan pen ke dalam collum femur secara
operatif.
7. Reposisi secara operatif diikuti dengan fiksasi patahan tulang dengan pemasangan fiksasi
interna
Ini dilakukan misalnya, pada fraktur femur, tibia, humerus, atau lengan bawah. Fiksasi
interna yang dipakai bisa berupa pen di dalam sumsum tulang panjang, bisa juga berupa
plat dengan sekrup di permukaan tulang. Keuntungan reposisi secara operatif adalah bisa
dicapai reposisi sempurna dan bila dipasang fiksasi interna yang kokoh, sesudah operasi
tidak perlu lagi dipasang gips dan segera bisa dilakukan mobilisasi. Kerugiannya adalah
reposisi secara operatif ini mengundang resiko infeksi tulang.
8. Eksisi fragmen fraktur dan menggantinya dengan prosthesis
Dilakukan pada fraktur collum femur. Caput femur dibuang secara operatif dan diganti
dengan prostesis. Ini dilakukan pada orang tua yang patahan pada collum femur tidak
dapat menyambung kembali.
Pengelolaan fraktur terbuka perlu memperhatikan bahaya terjadinya infeksi, baik
infeksi umum (bakteremia) maupun infeksi terbatas pada tulang yang bersangkutan
(osteomyelitis). Untuk menghindarinya perlu ditekankan disini pentingnya pencegahan
infeksi sejak awal pasien masuk rumah sakit, yaitu perlu dilakukannya debridement yang
adekuat sampai ke jaringan yang vital dan bersih. Diberikan pula antibiotik profilaksis selain
imunisasi tetanus. Selain itu, lakukan fiksasi yang kokoh pada fragmen fraktur. Dalam hal ini,
fiksasi dengan fiksator eksterna lebih baik daripada fiksasi interna.

KOMPLIKASI

1. Komplikasi Umum
Syok, koagulopati difus dan disfungsi pernapasan dalam waktu 24 jam pertama pasca
trauma dan setelah beberapa hari atau minggu akan terjadi gangguan metabolisme,
berupa peningkatan katabolisme. Komplikasi umum lain dapat berupa emboli lemak,
trombosis vena dalam (DVT), tetanus atau gas gangren
2. Komplikasi local
Komplikasi lokal dapat muncul dini, yaitu kejadian komplikasi dalam satu minggu
pasca trauma, dan kronik/lanjut apabila kejadiannya sesudah satu minggu pasca
trauma.
a. Komplikasi akut : Infeksi pada tulang, kompartemen sindrom, nerve injury,
visceral injury, fraktur blister, plaster sores
Infeksi pada fraktur
Infeksi dapat terjadi melalui 3 jalur:
Fraktur terbuka yang disertai luka yang terpajan ke lingkungan luar
Fraktur yang disertai hematoma, di mana bakteri dibawa oleh
aliran darah
Infeksi pasca operasi. Infeksi pada fraktur dapat dibagi menjadi
infeksi luar (superfisial) dan infeksi dalam.Pada infeksi luar,
penanganan dapat dilakukan dengan pemberian antibiotik dan
pembersihanserta mengelola luka dengan baik. Jika infeksi terjadi
di dalam, maka drainase pus,pembersihan jaringan nekrotik dan
mengelola luka merupakan penanganan yang baik.Pemberian
antibiotik juga dapat dilakukan, namun tidak semua antibiotik
memiliki spektrumyang tepat. Sebaiknya dilakukan analisis
mikroorganisme sebelum pemberian antibiotik.

Kompartemen Sindrom
Kompartemen Sindrom adalah suatu sindrom yang terjadi karena
beberapa hal, bias disebabkan oleh fraktur, di mana terjadi peningkatan
tekanan intrakompartemen sehingga terjadi iskemia jaringan.
Peningkatan tekanan ini disebabkan oleh terisinya cairan ke dalam
kompartemen (fascia), dan tidak diikuti oleh pertambahan luas/volume
kompartemen itu sendiri. Cairan tersebut dapat berupa darah atau
edema yang disebabkan oleh fraktur. Dengan meningkatnya tekanan
intrakompartemen (interstitial) yang melampaui tekanan perfusi kapiler
(pembuluh darah), akan menyebabkan aliran darah yang seyogyanya
mensuplai oksigen dan nutrisi ke jaringan menjadi tidak adekuat
(kolaps). Hal ini akan memicu terjadinya iskemia jaringan, yang
menyebabkan edema sehingga tekanan intrakompartemen tersebut
akan semakin meningkat. Bila hal initidak diatasi, maka iskemia yang
terjadi akan menimbulkan kematian jaringan dan nekrosis,yang pada
akhirnya dapat mengancam nyawa.Secara umum terdapat beberapa
tanda (sign) untuk sindroma kompartemen, yang disingkat menjadi 5P:
Pain (nyeri), yang sering ditemukan dan terjadi di awal sindrom
Parestesia, yaitu gangguan pada saraf sensorik
Paralisis, yaitu gangguan motorik yang ditemukan setelah
beberapa waktu
Pallor, yaitu pucat pada kulit akibat berkurangnya suplai darah
Pulselessness, yaitu kehilangan denyut arteriCara untuk mengatasi
hal ini adalah dengan teknik fasciotomi, suatu tindakan
operatif untuk membebaskan cairan yang terperangkap di dalam
kompartemen.
b. Komplikasi kronik : nekrosis vaskular,delayed union, non-union, malunion,
pertumbuhan terhambat (pada anak), Myositis ossificans, tendinitis, ruptur
tendon, kompresi saraf, nerve entrapment, kontraktur, osteoarthritis
MALUNION
Malunion adalah keadaan dimana fraktur menyembuh pada saatnya, tetapi
terdapat deformitas yang terbentuk angulasi, varus / valgus, rotasi,
kependekan atau union secara menyilang misalnya pada fraktur radius dan
ulna.
Etiologi :
Fraktur tanpa pengobatan
Pengobatan yang tidak adekuat
Reduksi dan imobilisasi yang tidak baik
Pengambilan keputusan serta teknik yang salah pada awal
pengobatan
Osifikasi premature pada lempeng epifisis karena adanya trauma
Gambaran klinis
Deformitas dengan bentuk yang bervariasi
Gangguan fungsi anggota gerak
Nyeri dan keterbatasan pergerakan sendi
Ditemukan komplikasi seperti paralysis tardi nervus ulnaris
Osteoarthritis apabila terjadi pada daerah sendi
Bursitis atau nekrosis kulit pada tulang yang mengalami deformitas
Pemeriksaan radiologis
Pada foto roentgen terdapat penyambungan fraktur tetapi pada posisi yang
tidak sesuai dengan keadaan yang normal.

Pengobatan
Konservatif
Dilakukan refrakturisasi dengan pembiusan umum dan imobilisasi
sesuai dengan fraktur yangbaru. Apabila ada kependekan anggota
gerak dapat digunakan sepatu orthopedic.
Operatif
Osteotomi koreksi (osteotomi Z) dan bone graft disertai dengan
fiksasi interna
Osteotomi dengan pemanjangan bertahap, misalnya pada anak
anak
DELAYED UNION
Delayed union adalah fraktur yang tidak sembuh setelah selang waktu
3 -5 bulan (3 bulan untuk anggota gerak atas dan 5 bulan untuk anggota
gerak bawah)

Etiologi

Vaskularisasi pada ujung ujung fragmen yang kurang


Reduksi yang tidak adekuat
Imobilisasi yang tidak adekuat sehingga terjadi gerakan pada kedua
fragmen.
Waktu imobilisasi yang tidak cukup
Infeksi
Distraksi pada kedua ujung karena adanya traksi yang berlebihan
Interposisi jaringan lunak diantara kedua fragmen tulang
Terdapat jarak yang cukup besar antara kedua fragmen
Destruksi tulang misalnya oleh karena tumor atau osteomielitis (fraktur
patologis)
Disolusi hematoma fraktur oleh jaringan sinovia (fraktur intrakapsuler)
Kerusakan periosteum yang hebat sewaktu terjadi fraktur atau operasi
Fiksasi interna yang tidak sempurna
Delayed union yang tidak diobati
Pengobatan yang salah atau sama sekali tidak dilakukan pengobatan
Terdapat benda asing diantara kedua fraktur, misalnya pemasangan screw
diantara kedua fragmen
Gambaran klinis

Nyeri anggota gerak pada pergerakan dan waktu berjalan


Terdapat pembengkakan
Nyeri tekan
Terdapat gerakan yang abnormal pada daerah fraktur
Pertambahan deformitas
Pemeriksaan radiologi

Tidak ada gambaran tulang baru pada ujung daerah fraktur


Gambaran kista pada ujung ujung tulang karena adanya dekalsifikasi
tulang
Gambaran kalus yang kurang disekitar fraktur.
Pengobatan

Konservatif : Pemasangan plester untuk imobilisasi tambahan selama 2


3 bulan.
Operatif :Bila union diperkirakan tidak akan terjadi, maka segera
dilakukan fiksasi interna danpemberian bone graft.
NONUNION
Disebut nonunion apabila fraktur tidak menyembuh antara 6 8 bulan
dan tidak didapatkankonsolidasi sehingga didapat pseudoarthrosis (sendi
palsu). Pseudoarthrosis dapat terjaditanpa infeksi tetapi dapat juga terjadi
sama sama dengan infeksi disebut infected pseudoarthrosis.Beberapa
jenis nonunion terjadi menurut keadaan ujung ujung fragmen tulang.

Hipertrofik
Ujung ujung tulang bersifat sklerotik dan lebih besar dari normal
yang disebut gambaran elephants foot. Garis fraktur tampak dengan
jelas. Ruangan antar tulang diisi dengan tulang rawan dan jaringan ikat
fibrosa. Pada jenis ini vaskularisasinya baik sehingga biasanya
hanyadiperlukan fiksasi yang rigid tanpa pemasangan bone graft
Atrofik (Oligotrofik)
Tidak ada tanda tanda aktivitas seluler pada ujung fraktur. Ujung
tulang lebih kecil danbulat serta osteoporotik dan avaskular. Pada jenis
ini disamping dilakukan fiksasi rigid jugadiperlukan pemasangan bone
graft.
Etiologi
Sama dengan delayed union
Gambaran klinis

Nyeri ringan atau sama sekali tidak ada


Gerakan abnormal pada daerah fraktur yang membentuk sendi palsu
yang disebutpseudoarthrosis.
Nyeri tekan atau sama sekali tidak ada.
Pembengkakan bisa ditemukan dan bisa juga tidak terdapat
pembengkakan sama sekali
Pada perabaan ditemukan rongga diantara kedua fragmen.
Pemeriksaan radiologi

Terdapat gambaran sklerotik pada ujung ujung tulang


Ujung ujung tulang berbentuk bulat dan halus
Hilangnya ruangan meduler pada ujung ujung tulang
Salah satu ujung tulang dapat berbentuk cembung dan sisi lainnya
cekung(psedoarthrosis).
Pengobatan

Fiksasi interna rigid dengan atau tanpa bone graft


Eksisi fragmen kecil dekat sendi. Misalnya kepala radius, prosesus
stiloid ulna
Pemasangan protesis, misalnya pada fraktur leher femur
DAFTAR PUSTAKA

Apley, Graham et al. 1995. Apley sistem of Orthopaedics and Fractures. Butterworth-

Heinemann : London.

Brinker, Mark R, Miller. 1998. Fundamental of Orthopaedic Fourth Edition. W.B. Saunders

Company : UK

McRae, Ronald, Max Esser. 2002. Practical Fracture Treatment. Churchill Livingstone :UK.

Anwar, Rahij Et al. 2008. Clasification and Diagnosis in orthopaedic Trauma

Cambridge : UK

Anda mungkin juga menyukai