Fraktur adalah patahnya struktur kontunuitas substansi jaringan tulang . kondisi ini
meliputi seluruh kerusakan tulang yaitu tulang yang patah beberapa bagian(multifragmentary
atau comminuted fracture), fraktur mikroskopik (Ronald et al.2002) .Fraktur merupakan
representasi dari gagalnya tulang merespon sebuah trauma baik secara langsung maupun
tidak langsung. Fraktur berhubungan dekat dengan luka jaringan lunak (ligamen, tendon dan
lain lain),ini bisa terjadi lebih dari retak atau terputar, tapi lebih kepada patah pada bagian
tulang dan bergeser . Trauma yang menyebabkan tulang patah dapat berupa trauma langsung,
misalnya benturan pada lengan bawah yang menyebabkan fraktur radius dan ulna, dan dapat
berupa trauma tidak langsung, misalnya jatuh bertumpu pada tangan yang menyebabkan
tulang klavikula atau radius distal patah. Fraktur adalah suatu patahan pada kontiunitas
struktur tulang. Patahan mungkin tidak lebih dari suatu retakan, suatu pengkisutan atau
perimpilan korteks; biasanya patahan itu lengkap dan fragmen tulang bergeser (Apley dkk,
1995).
Bagian collum, yang menghubungkan kepala pada batang femur, berjalan ke bawah,
belakang, lateral dan membentuk sudut lebih kurang 125 derajat (pada wanita sedikit lebih
kecil) dengan sumbu panjang batang femur. Besarnya sudut ini perlu diingat karena dapat
dirubah oleh penyakit.
Trochanter major dan minor merupakan tonjolan besar pada batas leher dan batang.
Yang menghubungkan dua trochanter ini adalah linea intertrochanterica di depan dan crista
intertrochanterica yang mencolok di bagian belakang, dan padanya terdapat tuberculum
quadratum.
Ujung bawah femur memiliki condylus medialis dan lateralis, yang di bagian posterior
dipisahkan oleh incisura intercondylaris. Permukaan anterior condylus dihubungkan oleh
permukaan sendi untuk patella. Kedua condylus ikut membentuk articulatio genu. Di atas
condylus terdapat epicondylus lateralis dan medialis. Tuberculum adductorium berhubungan
langsung dengan epicondylus medialis.
1) kejadian trauma
Kejadian Fraktur paling banyak terjadi tiba-tiba dan disebabkan karena latihan yang
berlebih, termasuk tertabrak, terputar, pembengkokan berlebih atau tertekan. Trauma
langsung terjadi pada titik yang bertabrakan, jaringan lunak juga pasti ikut cedera. Contoh
kejadian pada trauma langsung adalah kejadian tabrakan pada saat bermain bola. Trauma
tidak langsung ditandai dengan tulang patah yang berjarak dengan jaringan lunak yang
fraktur yang tidak dapat terhindarkan. fraktur karena trauma tidak langsung biasanya terjadi
pada(1) trauma twisting/berputar yang menyebabkan fraktur spiral, (2)bending/ikatan
menyebabkan fraktur tranverse, (3)bending dan kompresi yang menyebabkan fraktur
separated triangular,(4) kombinasi twisting, bending dan kompresi menyebabkan terjadinya
fraktur obliq (5) tekanan yang terjadi pada tendon atau ligamen yang akan menekan bagian
dari tulang
Retak dapat terjadi pada tulang, sama seperti besi dan material lain yang retak bila
terjadi penekanan yang berulang dan terus menerus. Kejadian ini sering terlihat pada tibia
atau fibula atau metatarsal yang biasanya terjadi pada atlet, penari dan tentara.
Fraktur dapat terjadi karena tekanan normal pada tulang yang lemah biasanya pada
tumor, atau pada penderita paget disease yang menyebabkan kerapuhan pada tulang.
JENIS FRAKTUR
Ketika di dapatkan fraktur , mka kita akan membagi 2 klasifikasi yaitu fraktur terbuka dan
fraktur tertutup
Disebut fraktur tertutup apabila kulit di atas tulang yang fraktur masih utuh. Jika
terdapat luka biasanya tidakberkaitan langsung dengan fraktur. Frakttur tertutup ini memiliki
risiko yang rendah terjadinya infeksi karena perdarahan terjadi di dalam hemoragic internal
yang menyebabkan kuman dari luar tidak bisa masuk .
Fraktur terdiri dari berbagai gambaran tetapi pada praktiknya fraktur tebagi atas
Fraktur komplit
Fraktur komplit adalah patahnya tulang sebanyak 2 bagian atau lebih. Jika terjadi fraktur
transversal biasanya setelah proses penyembuhan meninggalkan bekas, bagian yang retak
biasanya meninggalkan bekas, jika terjadi fraktur obliq atau spiral, pada fraktur ini cenderung
masuk dan berpindah . pada fraktur impact , bagian tulang yang patah sangat berimpitan dan
tidak sejajar. Comminuted fraktur yaitu fraktur yang terjadi lebih dari 2 fragmen yang patah.
Fraktur inkomplit
Fraktur inkomplit adalah fraktur yang terbagi dan periosteum tetap dalam kontinuitas.
Greenstick - incomplete fracture. Bagian tulang yang patah tidak terpisah semua
Transverse tulang yang patah sejarar /transversal.
Spiral bagian tulang yang patah mengelilingi area tulang , berputar disekitar luka
Oblique tulang yang patah berbentuk miring , menyilang diagonal
Compression tulang hancur, karena patahan tulang lebih lebar atau lebih datar
Comminuted dimana terjadi 2 atau lebih bagian tulang yang patah
Deskripisi fraktur :
Pendekatan secara sistematik yang dibutuhkan:
jenis fraktur
Transverse
Spiral
Oblique
comminuted
compression
Lokasi Anatomis
- Shift
- Alignment
- Twist
- Length
Associated fractures
- Dislocation
- fraktur terbuka atau tertutup
Pengertian penting
- Shift hilangnya gasris kortek diaphysis tulang loss of alignment in the cortices of
the shaft of the bone resulting onto sideways
- displacement
- Angulation hilangnya garis tengah longitudinal diaphysis tulang, bisa garis tengah
berubah maju ke depan, belakang atau ke sampingmay be anterior, posterior, medial
or lateral
- Shortening tulang terlihat memendek, dikarenakan fraktur yang lebih dari satu
bagiaan atau adanya impaksi/tekanan dari fraktur di bagian lain
- Rotation - fraktur yang berputasr ke arah luar atau dalam fraktur, biasanya lebih
cenderung ke arah dalam fraktur sepanjang garis tengah tulang
- Undisplaced garis patah komplit tetapi kedua fragmen tidak bergeser
- Impacted fracture fraktur yang merupakan hasil dari terjadinya tekanan pada
tulanng sepanjang garis tengah karena dua tulang tidak bersatu
1. Aposisi (shift)
Aposisi merupakan suatu keadaan dimana fragmen tulang mengalami perubahan letak
sehingga terjadi perubahan dalam kontak antara fragmen tulang proksimal dan distal. Pada
pemeriksaan radiologik, aposisi dinyatakan dalam persentase kontak antara fragmen
proksimal dan distal. Jadi, misalnya dari hasil pemeriksaan rontgen terlihat bahwa tidak ada
kontak sama sekali antara permukaan fragmen proksimal dengan distal maka dinyatakan
aposisi 0%, disebut juga aposisi komplet. Kalau kontak masih terjadi disebut aposisi parsial,
misalnya aposisi 80%, berarti 80% permukaan fragmen proksimal masih kontak dengan
fragmen distal.
2. Alignment
Alignment merupakan suatu kondisi miringnya fragmen tulang panjang sehingga arah
aksis longitudinalnya berubah. Apabila antara aksis longitudinal fragmen proksimal dan
distal membentuk sudut maka disebut angulasi. Pada pemeriksaan radiologi, angulasi ini
dinyatakan dalam derajat.
3. Rotasi
Rotasi adalah berputarnya fragmen tulang pada aksis longitudinalnya, misalnya
fragmen distal mengalami perputaran terhadap fragmen proksimal.
4. Length (panjang)
Length dapat dibagi menjadi 2, yaitu overlapping (tumpang tindihnya tulang) yang
menyebabkan pemendekan (shortening) tulang serta distraksi yang menyebabkan tulang
memanjang.
Ada jenis fraktur yang patahnya tidak disebabkan oleh trauma, tetapi disebabkan oleh
adanya proses patologis, misalnya tumor, infeksi, atau osteoporosis tulang. Ini disebabkan
oleh kekuatan tulang yang berkurang, dan disebut fraktur patologis.
Ada juga fraktur, yang biasanya berbentuk fisura, yang disebabkan oleh beban lama
atau trauma ringan yang terus menerus yang disebut fraktur kelelahan. Hal ini misalnya
terjadi pada tungkai bawah di tibia atau tulang metatarsus pada tentara, penari, atau
olahragawan yang sering berbaris atau berlari. Akan tetapi, fisura tulang lebih sering
disebabkan cedera.
Sehubungan dengan patofisiologi dan perjalanan penyakitnya, fraktur juga dibagi atas
dasar usia pasien, yaitu fraktur pada anak-anak, fraktur pada orang dewasa, dan fraktur pada
orang tua. Pola anatomis kejadian fraktur dan penanganannya pada ketiga golongan umur
tersebut berbeda. Orang tua lebih sering menderita fraktur pada tulang yang osteoporotic,
seperti vertebra atau kolum femur; orang dewasa lebih banyak menderita fraktur tulang
panjang, sedangkan anak jarang menderita robekan ligament. Penanganan fraktur pada anak
membutuhkan pertimbangan bahwa anak masih tumbuh. Selain itu, kemampuan
penyembuhan anak lebih cepat dan karena itulah pemendekan serta perubahan bentuk akibat
patah lebih dapat ditoleransi pada anak. Pemendekan dapat ditoleransi karena pada anak
terdapat percepatan pertumbuhan tulang panjang yang patah. Perubahan bentuk dapat
ditoleransi karena anak mempunyai daya penyesuaian bentuk yang lebih besar.
Satu bentuk fraktur yang khusus pada anak adalah fraktur yang mengenai cakram
pertumbuhan. Fraktur yang mengenai cakram epifisis ini perlu mendapat perhatian khusus
karena dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan. Fraktur cakram epifisis ini dibagi
menjadi lima tipe.
Tipe 1 Epifisis dan cakram epifisis lepas dari metafisis, tetapi
periosteumnya masih utuh
Tipe 2 Periosteum robek di satu sisi sehingga epifisis dan cakram epifisis
lepas sama sekali dari metafisis
Tipe 4 Terdapat fragmen fraktur yang garis patahannya tegak lurus cakram
epifisis
Diagnosis Fraktur
Pemeriksaan untuk menentukan ada atau tidaknya patah tulang terdiri atas empat
langkah: tanyakan (anamnesis, adakah cedera khas), lihat (inspeksi, bandingkan kiri dan
kanan), raba (analisis nyeri), dan gerakan (akif dan/atau pasif).
1. Riwayat pasien
Sering kali pasien datang sudah dengan keluhan bahwa tulangnya patah karena
jelasnya keadaan patah tulang tersebut bagi pasien. Sebaliknya juga mungkin, fraktur tidak
disadari oleh penderita dan mereka datang dengan keluhan keseleo, terutama patah yang
disertai dislokasi fragmen yang minimal. Dalam persepsi penderita trauma tersebut bisa
dirasa berat meskipun sebenarnya ringan, sebaliknya bisa dirasakan ringan meskipun
sebenarnya berat.
Diagnosis fraktur juga dimulai dengan anamnesis adanya trauma tertentu, seperti
jatuh, terputar, tertumbuk, dan berapa kuatnya trauma tersebut. Anamnesis dilakukan untuk
menggali riwayat mekanisme cedera (posisi kejadian) dan kejadian-kejadian yang
berhubungan dengan cedera tersebut. Selain riwayat trauma, biasanya didapati keluhan nyeri
meskipun fraktur yang fragmen patahannya stabil, kadang tidak menimbulkan keluhan nyeri.
Banyak fraktur mempunyai cedera yang khas.
Perlu ditanyakan mengenai keluhan penderita dan lokasi keluhannya. Keluhan klasik
fraktur komplet adalah sakit, bengkak, deformitas, dan penurunan fungsi. Sakit akan
bertambah apabila bagian yang patah digerakkan. Deformitas fraktur harus dijelaskan dengan
lengkap. Kita harus mengetahui bagaimana terjadinya kecelakaan, tempat yang terkena dan
kemungkinan adanya faktor presipitasi fraktur (misal, tumor tulang, dll). Untuk itu, perlu
ditanyakan riwayat pasien sebelumnya, apakah pasien mengalami osteoporosis, hipertensi,
mengkonsumsi kortikosteroid, dll. Perlu pula diketahui riwayat cedera atau fraktur
sebelumnya, riwayat sosial ekonomi, pekerjaan, obat-obatan yang dikonsumsi, merokok,
riwayat alergi, dan riwayat osteoporosis serta penyakit lain.
2. Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi / look
Pada pemeriksaan fisik mula-mula dilakukan inspeksi dan terlihat adanya
asimetris pada kontur atau postur, pembengkakan, dan perubahan warna local. Pasien
merasa kesakitan, mencoba melindungi anggota badannya yang patah, terdapat
pembengkakan, perubahan bentuk berupa bengkok, terputar, pemendekan, dan juga
terdapat gerakan yang tidak normal. Adanya luka kulit, laserasi atau abrasi, dan
perubahan warna di bagian distal luka meningkatkan kecurigaan adanya fraktur
terbuka. Pasien diinstruksikan untuk menggerakkan bagian distal lesi, bandingkan
dengan sisi yang sehat.
b. Palpasi / feel
Nyeri yang secara subyektif dinyatakan dalam anamnesis, didapat juga secara
objektif pada palpasi. Nyeri itu berupa nyeri tekan yang sifatnya sirkuler dan nyeri
tekan sumbu pada waktu menekan atau menarik dengan hati-hati anggota badan yang
patah searah dengan sumbunya. Keempat sifat nyeri ini didapatkan pada lokalisasi
yang tepat sama.
Status neurologis dan vaskuler di bagian distalnya perlu diperiksa. Lakukan
palpasi pada daerah ekstremitas tempat fraktur tersebut, meliputi persendian diatas
dan dibawah cedera, daerah yang mengalami nyeri, efusi, dan krepitasi.
Neurovaskularisasi yang perlu diperhatikan pada bagian distal fraktur diantaranya,
pulsasi arteri, warna kulit, pengembalian cairan kapiler (capillary refill test),
sensibilitas.
Palpasi harus dilakukan di sekitar lesi untuk melihat apakah ada nyeri tekan,
gerakan abnormal, kontinuitas tulang, dan krepitasi. Juga untuk mengetahui status
vaskuler di bagian distal lesi. Keadaan vaskuler ini dapat diperoleh dengan memeriksa
warna kulit dan suhu di distal fraktur. Pada tes gerakan, yang digerakkan adalah
sendinya. Jika ada keluhan, mungkin sudah terjadi perluasan fraktur.
c. Gerakan / moving
Gerakan antar fragmen harus dihindari pada pemeriksaan karena menimbulkan
nyeri dan mengakibatkan cedera jaringan. Pemeriksaan gerak persendian secara aktif
termasuk dalam pemeriksaan rutin fraktur. Gerakan sendi terbatas karena nyeri, akibat
fungsi terganggu (Loss of function).
3. Pemeriksaan penunjang
Pada pemeriksaan radiologis dengan pembuatan foto Rontgen dua arah 90o
didapatkan gambaran garis patah. Pada patah yang fragmennya mengalami dislokasi,
gambaran garis patah biasanya jelas. Dalam banyak hal, pemeriksaan radiologis tidak
dimaksudkan untuk diagnostik karena pemeriksaan klinisnya sudah jelas, tetapi untuk
menentukan pengelolaan yang tepat dan optimal. Sehingga pemeriksaan radiologi untuk
fraktur ini dapat digunakan untuk diagnosis, konfirmasi diagnosis dan perencanaan terapi,
serta untuk mengetahui prognosis trauma.
Pada tulang, panjang persendian proksimal maupun yang distal harus turut difoto.
Bila ada kesangsian atas adanya fraktur atau tidak, sebaiknya dibuat foto yang sama dari
anggota gerak yang sehat untuk perbandingan. Bila tidak diperoleh kepastian adanya
kelainan, seperti fisura, sebaiknya foto diulang setelah satu minggu, retak akan menjadi nyata
karena hiperemia setempat sekitar tulang yang retak itu akan tampak sebagai dekalsifikasi.
Radiologis untuk lokasi fraktur harus menurut rule of two, terdiri dari :
Secara umum, angulasi dalam bidang gerak sendi sampai kurang lebih 20-30 derajat
akan dapat mengalami swapugar, sedangkan angulasi yang tidak dalam bidang gerak sendi
tidak akan mengalaminya. Akan tetapi, rotasi antara 2 fragmen tidak pernah terkoreksi sendiri
oleh proses swapugar. Ada tidaknya rotasi fragmen tidak dapat diketahui dari foto Rontgen,
melainkan harus diketahui dari pemeriksaan klinis. Cara yang termudah untuk memeriksa
rotasi ini adalah dengan membandingkan rotasi anggota yang patah dengan rotasi anggota
yang sehat. Pemendekan anggota yang patah disebabkan oleh tarikan tonus otot sehingga
fragmen patahan tulang berada sebelah menyebelah. Pemendekan anggota atas pada orang
dewasa dan pemendekan pada anggota atas maupun bawah pada anak, umumnya tidak
menimbulkan masalah.
KOMPLIKASI
1. Komplikasi Umum
Syok, koagulopati difus dan disfungsi pernapasan dalam waktu 24 jam pertama pasca
trauma dan setelah beberapa hari atau minggu akan terjadi gangguan metabolisme,
berupa peningkatan katabolisme. Komplikasi umum lain dapat berupa emboli lemak,
trombosis vena dalam (DVT), tetanus atau gas gangren
2. Komplikasi local
Komplikasi lokal dapat muncul dini, yaitu kejadian komplikasi dalam satu minggu
pasca trauma, dan kronik/lanjut apabila kejadiannya sesudah satu minggu pasca
trauma.
a. Komplikasi akut : Infeksi pada tulang, kompartemen sindrom, nerve injury,
visceral injury, fraktur blister, plaster sores
Infeksi pada fraktur
Infeksi dapat terjadi melalui 3 jalur:
Fraktur terbuka yang disertai luka yang terpajan ke lingkungan luar
Fraktur yang disertai hematoma, di mana bakteri dibawa oleh
aliran darah
Infeksi pasca operasi. Infeksi pada fraktur dapat dibagi menjadi
infeksi luar (superfisial) dan infeksi dalam.Pada infeksi luar,
penanganan dapat dilakukan dengan pemberian antibiotik dan
pembersihanserta mengelola luka dengan baik. Jika infeksi terjadi
di dalam, maka drainase pus,pembersihan jaringan nekrotik dan
mengelola luka merupakan penanganan yang baik.Pemberian
antibiotik juga dapat dilakukan, namun tidak semua antibiotik
memiliki spektrumyang tepat. Sebaiknya dilakukan analisis
mikroorganisme sebelum pemberian antibiotik.
Kompartemen Sindrom
Kompartemen Sindrom adalah suatu sindrom yang terjadi karena
beberapa hal, bias disebabkan oleh fraktur, di mana terjadi peningkatan
tekanan intrakompartemen sehingga terjadi iskemia jaringan.
Peningkatan tekanan ini disebabkan oleh terisinya cairan ke dalam
kompartemen (fascia), dan tidak diikuti oleh pertambahan luas/volume
kompartemen itu sendiri. Cairan tersebut dapat berupa darah atau
edema yang disebabkan oleh fraktur. Dengan meningkatnya tekanan
intrakompartemen (interstitial) yang melampaui tekanan perfusi kapiler
(pembuluh darah), akan menyebabkan aliran darah yang seyogyanya
mensuplai oksigen dan nutrisi ke jaringan menjadi tidak adekuat
(kolaps). Hal ini akan memicu terjadinya iskemia jaringan, yang
menyebabkan edema sehingga tekanan intrakompartemen tersebut
akan semakin meningkat. Bila hal initidak diatasi, maka iskemia yang
terjadi akan menimbulkan kematian jaringan dan nekrosis,yang pada
akhirnya dapat mengancam nyawa.Secara umum terdapat beberapa
tanda (sign) untuk sindroma kompartemen, yang disingkat menjadi 5P:
Pain (nyeri), yang sering ditemukan dan terjadi di awal sindrom
Parestesia, yaitu gangguan pada saraf sensorik
Paralisis, yaitu gangguan motorik yang ditemukan setelah
beberapa waktu
Pallor, yaitu pucat pada kulit akibat berkurangnya suplai darah
Pulselessness, yaitu kehilangan denyut arteriCara untuk mengatasi
hal ini adalah dengan teknik fasciotomi, suatu tindakan
operatif untuk membebaskan cairan yang terperangkap di dalam
kompartemen.
b. Komplikasi kronik : nekrosis vaskular,delayed union, non-union, malunion,
pertumbuhan terhambat (pada anak), Myositis ossificans, tendinitis, ruptur
tendon, kompresi saraf, nerve entrapment, kontraktur, osteoarthritis
MALUNION
Malunion adalah keadaan dimana fraktur menyembuh pada saatnya, tetapi
terdapat deformitas yang terbentuk angulasi, varus / valgus, rotasi,
kependekan atau union secara menyilang misalnya pada fraktur radius dan
ulna.
Etiologi :
Fraktur tanpa pengobatan
Pengobatan yang tidak adekuat
Reduksi dan imobilisasi yang tidak baik
Pengambilan keputusan serta teknik yang salah pada awal
pengobatan
Osifikasi premature pada lempeng epifisis karena adanya trauma
Gambaran klinis
Deformitas dengan bentuk yang bervariasi
Gangguan fungsi anggota gerak
Nyeri dan keterbatasan pergerakan sendi
Ditemukan komplikasi seperti paralysis tardi nervus ulnaris
Osteoarthritis apabila terjadi pada daerah sendi
Bursitis atau nekrosis kulit pada tulang yang mengalami deformitas
Pemeriksaan radiologis
Pada foto roentgen terdapat penyambungan fraktur tetapi pada posisi yang
tidak sesuai dengan keadaan yang normal.
Pengobatan
Konservatif
Dilakukan refrakturisasi dengan pembiusan umum dan imobilisasi
sesuai dengan fraktur yangbaru. Apabila ada kependekan anggota
gerak dapat digunakan sepatu orthopedic.
Operatif
Osteotomi koreksi (osteotomi Z) dan bone graft disertai dengan
fiksasi interna
Osteotomi dengan pemanjangan bertahap, misalnya pada anak
anak
DELAYED UNION
Delayed union adalah fraktur yang tidak sembuh setelah selang waktu
3 -5 bulan (3 bulan untuk anggota gerak atas dan 5 bulan untuk anggota
gerak bawah)
Etiologi
Hipertrofik
Ujung ujung tulang bersifat sklerotik dan lebih besar dari normal
yang disebut gambaran elephants foot. Garis fraktur tampak dengan
jelas. Ruangan antar tulang diisi dengan tulang rawan dan jaringan ikat
fibrosa. Pada jenis ini vaskularisasinya baik sehingga biasanya
hanyadiperlukan fiksasi yang rigid tanpa pemasangan bone graft
Atrofik (Oligotrofik)
Tidak ada tanda tanda aktivitas seluler pada ujung fraktur. Ujung
tulang lebih kecil danbulat serta osteoporotik dan avaskular. Pada jenis
ini disamping dilakukan fiksasi rigid jugadiperlukan pemasangan bone
graft.
Etiologi
Sama dengan delayed union
Gambaran klinis
Apley, Graham et al. 1995. Apley sistem of Orthopaedics and Fractures. Butterworth-
Heinemann : London.
Brinker, Mark R, Miller. 1998. Fundamental of Orthopaedic Fourth Edition. W.B. Saunders
Company : UK
McRae, Ronald, Max Esser. 2002. Practical Fracture Treatment. Churchill Livingstone :UK.
Cambridge : UK