PENDAHULUAN
1.2. Tujuan
Tujuan penulisan referat ini adalah:
a. Sebagai persyaratan mengikuti ujian akhir stase Forensik dan medikolegal di
RSUD Achmad Mucthar BukitTinggi.
b. Menjelaskan pengertian asfiksia, jenis-jenis asfiksia serta memahami gambaran
post mortem pada berbagai kasus asfiksia.
1.3. Manfaat
Penulisan referat ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan wawasan kepada
mahasiswa/mahasiswi yang sedang menjalani stase forensik dan medikolegal mengenai
asfiksia yang meliputi: pengertian asfiksia, jenis-jenis asfiksia serta gambaran post mortem
pada berbagai kasus asfiksia.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. ASFIKSIA
2.1.1. Defenisi
Asfiksia adalah suatu keadaan yang ditandai dengan terjadinya gangguan pertukaran
udara pernapasan, mengakibatkan oksigen darah berkurang (hipoksia) disertai dengan
peningkatan karbondioksida (hiperkapneu). Dengan demikian organ tubuh mengalami
kekurangan oksigen (hipoksia hipoksik) dan terjadi kematian. Secara klinis keadaan asfiksia
sering disebut anoksia atau hipoksia.
Target organ dari asfiksia adalah otak dan didalam otak sel targetnya adalah neuron
yang memperlihatkan kerentanan yang berbeda terhadap defisiensi oksigen. Kerentanan
bergantung pada pembuluh darah dan jenis neuron yang berbeda.
2.1.2. Etiologi
Dari segi etiologi, asfiksia dapat disebabkan oleh hal berikut:
a. Penyebab alamiah, misalnya penyakit yang menyumbat saluran pernapasan seperti
laringitis difteri atau menimbulkan gangguan pergerakan paru seperti fibrosis paru.
b. Trauma mekanik yang menyebabkan asfiksia mekanik, misalnya trauma yang
mengakibatkan emboli udara vena, emboli lemak, pneumotoraks bilateral; sumbatan atau
halangan pada saluran napas, penekanan leher atau dada, dan sebagainya.
c. Keracunan bahan kimiawi yang menimbulkan depresi pusat pernapasan, misalnya
karbon monoksida (CO) dan sianida (CN) yang bekerja pada tingkat molekuler dan
seluler dengan menghalangi penghantaran oksigen ke jaringan.
2.1.3. Patofisiologi
Dari pandangan patologi, kematian akibat asfiksia dapat dibagi dalam 2 golongan, yaitu:
1. Primer ( akibat langsung dari asfiksia )
Kekurangan oksigen ditemukan di seluruh tubuh, tidak tergantung pada tipe
dari asfiksia. Sel-sel otak sangat sensitif terhadap kekurangan oksigen. Bagian-bagian
otak tertentu membutuhkan lebih banyak oksigen, dengan demikian bagian tersebut
lebih rentan terhadap kekurangan oksigen. Perubahan yang karakteristik terlihat pada
sel-sel serebrum, serebellum, dan basal ganglia.
2
Di sini sel-sel otak yang mati akan digantikan oleh jaringan glial, sedangkan
pada organ tubuh yang lain yakni jantung, paru-paru, hati, ginjal dan yang lainnya
perubahan akibat kekurangan oksigen langsung atau primer tidak jelas.
2. Sekunder ( berhubungan dengan penyebab dan usaha kompensasi dari tubuh )
Jantung berusaha mengkompensasi keadaan tekanan oksigen yang rendah
dengan mempertinggi outputnya, akibatnya tekanan arteri dan vena meninggi. Karena
oksigen dalam darah berkurang terus dan tidak cukup untuk kerja jantung, maka
terjadi gagal jantung dan kematian berlangsung dengan cepat. Keadaan ini didapati
pada:
Penutupan mulut dan hidung (pembekapan).
Obstruksi jalan napas seperti pada mati gantung, penjeratan, pencekikan dan
korpus alienum dalam saluran napas atau pada tenggelam karena cairan
menghalangi udara masuk ke paru-paru.
Gangguan gerakan pernafasan karena terhimpit atau berdesakan ( Traumatic
asphyxia ). Penghentian primer dari pernafasan akibat kegagalan pada pusat
pernafasan.
3
3. Fase Apnea
Korban kehabisan nafas karena depresi pusat pernafasan, otot pernapasan
menjadi lemah, kesadaran menurun, tekanan darah semakin menurun, pernafasan
dangkal dan semakin memanjang, akhirnya berhenti bersamaan dengan lumpuhnya
pusat-pusat kehidupan. Walaupun nafas telah berhenti dan denyut nadi hampir tidak
teraba, pada fase ini bisa dijumpai jantung masih berdenyut beberapa saat lagi. Dan
terjadi relaksasi sfingter yang dapat terjadi pengeluaran cairan sperma, urin dan tinja
secara mendadak.
4. Fase Akhir
Terjadi paralisis pusat pernapasan yang lengkap. Pernapasan berhenti setelah
berkontraksi otomatis otot pernapasan kecil pada leher. Jantung masih berdenyut
beberapa saat setelah pernapasan terhenti. Masa dari saat asfiksia timbul sampai
terjadinya kematian sangat bervariasi.
Masa dari saat asfiksia timbul sampai terjadinya kematian sangat bervariasi.
Umumnya berkisar antara 4-5 menit. Fase 1 dan 2 berlangsun g lebih kurang 3-4
menit, tergantung dari tingkat penghalangan oksigen, bila tidak 100% maka waktu
kematian akan lebih lama dan tanda-tanda asfiksia akan lebih jelas dan lengkap.
4
Tanda Kardinal (Klasik) Asfiksia
Selama beberapa tahun dilakukan autopsi untuk mendiagnosis kematian akibat
asfiksia, telah ditetapkan beberapa tanda klasik, yaitu:
1. Tardieus spot (Petechial hemorrages)
Tardieus spot terjadi karena peningkatan tekanan vena secara akut yang
menyebabkan overdistensi dan rupturnya dinding perifer vena, terutama pada jaringan
longgar, seperti kelopak mata, dibawah kulit dahi, kulit dibagian belakang telinga,
circumoral skin, konjungtiva dan sklera mata. Selain itu juga bisa terdapat
dipermukaan jantung, paru dan otak. Bisa juga terdapat pada lapisan viseral dari
pleura, perikardium, peritoneum, timus, mukosa laring dan faring, jarang pada
mesentrium dan intestinum.
Tardieus spot
Bintikperdarahanpadajantung
4. Terdapat busa halus pada hidung dan mulut yang timbul akibat peningkatan
aktivitas pernapasan pada fase dispneu yang disertai sekresi selaput lendir saluran
napas bagian atas. Keluar masuknya udara yang cepat dalam saluran sempit akan
menimbulkan busa yang kadang-kadang bercampur darah akibat pecahnya
kapiler.
6
5. Kapiler yang lebih mudah pecah adalah kapiler pada jaringan ikat longgar,
misalnya pada konjungtiva bulbi, palpebra dan subserosa lain. Kadang-kadang
dijumpai pula di kulit wajah.
6. Gambaran pembendungan pada mata berupa pelebaran pembuluh darah
konjungtiva bulbi dan palpebra yang terjadi pada fase kejang. Akibatnya tekanan
hidrostatik dalam pembuluh darah meningkat terutama dalam vena, venula dan
kapiler. Selain itu, hipoksia dapat merusak endotel kapiler sehingga dinding
kapiler yang terdiri dari selapis sel akan pecah dan timbul bintik-bintik perdarahan
yang dinamakan sebagai Tardieus spot.
b. Pemeriksaan Dalam
Pada pemeriksaan dalam ( Autopsi ) jenazah didapatkan:
1. Darah berwarna lebih gelap dan lebih encer, karena fibrinolisin darah yang
meningkat paska kematian.
2. Busa halus di dalam saluran pernapasan.
3. Pembendungan sirkulasi pada seluruh organ dalam tubuh sehingga menjadi lebih
berat, berwarna lebih gelap dan pada pengirisan banyak mengeluarkan darah.
4. Ptekie dapat ditemukan pada mukosa usus halus, epikardium pada bagian
belakang jantung belakang daerah aurikuloventrikular, subpleura viseralis paru
terutama di lobus bawah pars diafragmatika dan fisura interlobaris, kulit kepala
sebelah dalam terutama daerah otot temporal, mukosa epiglotis dan daerah sub-
glotis.
5. Edema paru sering terjadi pada kematian yang berhubungan dengan hipoksia.
6. Kelainan-kelainan yang berhubungan dengan kekerasan, seperti fraktur laring
langsung atau tidak langsung, perdarahan faring terutama bagian belakang rawan
krikoid (pleksus vena submukosa dengan dinding tipis).
7
Perbedaan jenis-jenis strangulasi :
Dilihat
NO PENCEKIKAN GANTUNG PENJERATAN
dari
Penekanan leher dan Peristiwa dimana Penekanan leher dengan
jalan napas dengan seluruh atau menggunakan
menggunakan tangan sebagian dari pita/tali/bahan sejenis
atau lengan bawah/ berat badan yang dikencangkan
1. Definisi alat (tongkat atau seseorang secara paksa dengan
bambu pada kasus ditahan di bagian kekuatan jerat berasal
bansdola). lehernya oleh tali dari tarikan pada kedua
sehingga daerah ujungnya
itu tertekan
Hampir selalu kasus Sebagian besar Sebagian besar
2. Jenis kasus
pembunuhan bunuh diri pembunuhan
Melintang, berupa Oblik, tidak Jejas horizontal di leher,
lingkaran utuh yang berupa lingkaran mirip dengan jejas akibat
melingkari seluruh utuh yang gantung tetapi pada
bagian leher, letaknya melingkari leher, penjeratan letaknya lebih
dibawah atau tepat letaknya diatas rendah.
Jejas pada pada kartilago tiroid. kartilago tiroid
3.
leher Kuku-kuku jari yang
digunakan untuk
mencekik leher dapat
meninggalkan luka-
luka lecet berbentuk
bulan sabit kecil.
Memar lebih banyak Memar lebih Memar lebih sedikit
4. Otot leher
sedikit
Jaringan di Lunak dan kemerahan Putih, keras, dan Putih, keras
5.
bawah jejas berkilat
Sering mengalami Bisa mengalami Lebih banyak vena yang
kerusakan kerusakan pada terkena
Arteri penggantungan
6.
karotis yang dijatuhkan
dari tempat
tinggi.
Patah os. Dapat dijumpai Sering dijumpai Jarang dijumpai
7.
Hyoid
Leher tidak berubah Tertarik dan Tidak berubah
8. Leher menjadi lebih
panjang
8
Tanda Lebih jelas Tidak begitu Lebih jelas
9.
asfiksia jelas
2. Sufokasi
Peristiwa sufokasi dapat terjadi jika oksigen yang ada di udara lokal kurang memadai,
seperti misalnya di dalam satu ruang kecil tanpa ventilasi cukup berdesak-desakan dengan
banyak orang, pertambangan yang mengalami keruntuhan, ataupun terjebak di dalam ruang
yang tertutup rapat. Kematian dalat terjadi dalam beberapa jam, tergantung dari luasnya
ruangan serta kebutuhan oksigen bagi orang yang berada di dalamnya. Sebab kematian pada
peristiwa sufokasi, biasanya merupakan kombinasi dari hipoksia, keracunan CO2, hawa panas
dan kemungkinan juga cedera yang terjadi, misalnya pada saat peristiwa kebakaran gedung.
Gambar 1. Sufokasi
3. Pembekapan (Smothering)
Definisi
Pembekapan berarti obstruksi mekanik terhadap aliran udara dari lingkungan ke dalam
mulut dan atau lubang hidung, yang biasanya dilakukan dengan menutup mulut dan hidung
dengan menggunakan kantong plastik. Pembekapan dapat terjadi secara sebagian atau
seluruhnya, dimana yang terjadi secara sebagian mengindikasikan bahwa orang tersebut yang
dibekap masih mampu untuk menghirup udara, meskipun lebih sedikit dari kebutuhannya.
9
Gambar 2. Pembekapan
11
Gambar 3. Chocking dan gaging
5. Tenggelam (Drowning)
Definisi
Tenggelam biasanya didefinisikan sebagai kematian akibat mati lemas (asfiksia)
disebabkan masuknya cairan kedalam saluran pernapasan. Istilah tenggelam harus pula
mencakup proses yang terjadi akibat terbenamnya korban dalam air yang menyebabkan
kehilangan kesadaran dan mengancam jiwa.
Pada peristiwa tenggelam (drowning), seluruh tubuh tidak harus tenggelam di air.
Asalkan lubang hidung dan mulut berada dibawah permukaan air maka hal itu sudah cukup
memenuhi kriteria sebagai peristiwa tenggelam.
Jenis-Jenis Tenggelam
Jenis-jenis tenggelam antara lain: (buku UI)
1. Wet drowning
Pada keadaan ini cairan masuk ke dalam saluran pernapasan setelah korban tenggelam.
12
2. Dry drowning
Pada keadaan ini cairan tidak masuk kedalam saluran pernapasan, akibat spasme
laring.
3. Secondary drowning
Terjadi gejala beberapa hari setelah korban tenggelam (dan diangkat dari dalam air)
dan korban meninggal akibat komplikasi.
4. Immersion syndrome
Korban tiba-tiba meninggal setelah tenggelam dalam air dingin akibat refleks vagal.
Alkohol dan makan terlalu banyak merupakan faktor pencetus.
Sebab Kematian
Kematian yang terjadi pada peristiwa tenggelam dapat disebabkan diantaranya oleh:
1. Vagal Reflex
Peristiwa tenggelam yang mengakibatkan kematian karena vagal reflex disebut
tenggelam tipe I.
Kematian terjadi sangat cepat dan pada pemeriksaan post-mortem tidak ditemukan
adanya tanda-tanda asfiksia ataupun air di dalam paru-parunya sehingga sering disebut
tenggelam kering (dry drowning).
2. Spasme Laring
Kematian karena spasme laring pada peristiwa tenggelam sangat jarang sekali terjadi.
Spasme laring tersebut disebabkan karena rangsangan air yang masuk ke laring. Pada
pemeriksaan post mortem ditemukan adanya tanda-tanda asfiksia, tetapi paru-parunya
tidak didapati adanya air atau benda-benda air. Tenggelam jenis ini juga disebut
tenggelam tipe I.
Kutis anserina
e. Washer womans hand dimana telapak tangan dan kaki berwarna keputihan dan
berkeriput yang disebabkan karena imbibisi cairan ke dalam kutis dan biasanya
membutuhkan waktu lama.
15
f. Cadaveric spasme, merupakan tanda intravital yang terjadi pada waktu korban
berusaha menyelamatkan diri dengan memegang apa saja seperti rumput atau
benda-benda lain dalam air.
Cadaveric spame
g. Luka-luka lecet pada siku, jari tangan, lutut dan kaki akibat gesekan pada
benda-benda dalam air. Puncak kepala mungkin terbentur dasar waktu
terbenam, tetapi dapat pula terjadi luka post mortal akibat benda-benda atau
binatang dalam air.
Pemeriksaan Dalam
Pada pemeriksaan dalam dapat ditemukan tanda-tanda sebagai berikut:
a. Busa halus dan benda asing (pasir, tumbuh-tumbuhan air) dalam saluran
pernafasan.
b. Paru-paru mebesar seperti balon, lebih berat, sampai menutupi kandung
jantung. Pada pengirisan banyak keluar cairan. Keadaan ini terutama terjadi
pada kasus tenggelam di laut.
c. Petekie sedikit sekali karena kapiler terjepit diantara septum interalveolar.
Mungkin terdapat bercak-bercak perdarahan yang disebut bercak Paltauf akibat
robeknya penyekat alveoli (Polsin).
d. Petekie subpleural dan bula emfisema jarang terdapat dan ini bukan merupakan
tanda khas tenggelam tetapi mungkin disebabkan oleh usaha respirasi.
e. Dapat juga ditemukan paru-paru yang normal karena cairan tidak masuk ke
dalam alveoli atau cairan sudah masuk ke dalam aliran darah 9melalui proses
imbibisi), ini dapat terjadi pada kasus tenggelam di air tawar.
f. Otak, ginjal, hati dan limpa mengalami perbendungan
g. Lambung dapat sangat membesar, berisi air, lumpur dan mungkin juga terdapat
dalam usus halus.
16
6. Crush asphyxia (Traumatik asfiksia)
Crush Asphyxia disebabkan oleh karena dada dan perut mendapat tekanan secara
bersamaan oleh suatu kekuatan yang menyebabkan dada terfiksasi sehingga diafragma tidak
dapat bergerak. Hal tersebut kemudian menimbulkan gangguan gerak pernapasan sehingga
udara yang masuk ke dalam atau keluar paru terhambat, misalnya tertimbun pasir, tanah
longsor, runtuhan tembok, pohon yang tumbang atau tebing yang runtuh.
Crush Asphyxia juga dapat terjadi karena berdesak-desakan keluar dari suatu ruangan
melalui pintu yang sempit. Akibat tekanan tersebut maka akan terjadi kompresi pada dada
dan perut sehingga diafragma dalam keadaan terfiksir. Akibatnya gerakan pernapasan tidak
mungkin terjadi sehingga tubuh mengalami asfiksia. Asfiksia traumatik tidak pernah terjadi
pada kasus bunuh diri, dan paling sering terjadi pada kecelakaan. Asfiksia traumatik dapat
juga terjadi pada kasus pembunuhan, sebagai contoh adalah kasus burking yang merupakan
kombinasi pembekapan dan tekanan dari luar pada dada. Pada burking korban dibuat tidak
berdaya, kemudian dilentangkan, diduduki atai berlutut di dada korban dengan satu tangan
menutup lubang hidung dan mulut korban, tangan lain menekan rahang bawah korban ke arah
atas. Korban cepat mati dengan cara ini dan meninggalkan tanda kekerasan yang minimal
atau kadang tidak ada.
Pada pemeriksaan post mortem akan terlihat adanya tanda-tanda umum asfiksia; seperti
misalnya cyanosis, bintik-bintik perdarahan pada bagian atas dari tubuh, edema serta
pembengkakan pada bola mata dan kongesti pada tubuh sebelah atas akibat darah terdorong
ke atas oleh kompresi pada abdomen. Jika benda yang menekan itu sangat berat maka besar
kemunginan kematiannya bukan karena asfiksia, tetapi karena sebab lain; seperti misalnya
perdarahan karena hancurnya organ dalam.
17
BAB III
3.1. Kesimpulan
Asfiksia merupakan suatu keadaan yang ditandai dengan terjadinya gangguan pertukaran
udara pernapasan, mengakibatkan oksigen darah berkurang disertai dengan peningkatan
karbon dioksida. Dengan demikian organ tubuh mengalami kekurangan oksigen dan terjadi
kematian.
Asfiksia mekanik merupakan mati lemas yang terjadi bila udara pernapasan terhalang
memasuki saluran pernapasan oleh berbagai kekerasan yang bersifat mekanik, misalnya
pembekapan, penyumbatan, penjeratan, pencekikan, gantung diri, dan tenggelam (drowning).
Pada orang yang mengalami asfiksia akan timbul gejala yang dibedakan menjadi 4 fase,
yaitu: fase dispneu, fase konvulsi, fase apneu dan fase akhir. Masa dari saat asfiksia timbul
sampai terjadinya kematian sangat bervariasi. Umumnya berkisar antara 4-5 menit. Fase
dispneu dan fase konvulsi berlangsung kurang lebih 3-4 menit, tergantung dari tingkat
penghalanhan oksigen, bila tidak 100% maka waktu kematian akan lebih lama dan tanda-
tanda asfiksia akan lebih jelas.
Pada pemeriksaan luar jenazah dapat ditemukan sianosis pada bibir, ujung-ujung jari dan
kuku. Perbendungan sistemik maupun pulmoner dan dilatasi jantung kanan, merupakan tanda
klasik pada kematian akibat asfiksia. Warna lebam mayat kebiruan gelap dan terbentuk lebih
cepat, terdapat busa halus pada hidung dan mulut, dan tampak pembendungan pada mata
berupa pelebaran pembuluh darah, konjungtiva bulbi dan palpebra yang terjadi pada fase
konvulsi.
Pada pemeriksaan dalam jenazah, kelainan yang mungkin ditemukan adalah darah
berwarna lebih gelap dan lebih encer, busa halus dalam saluran pernapasan, pembendungan
sirkulasi pada seluruh organ dalam tubuh sehingga menjadi lebih berat dan berwarna lebih
gelap, ptekie dapat ditemukan pada mukosa usus halus, epicardium, subpleura viseralis, kulit
kepala bagian dalam, serta mukosa epiglottis, edema paru terurtama yang berhubungan
dengan hipoksia, adanya fraktur laring langsung dan tidak langsung, perdarahan faring
terutama yang berhubungan dengan kekerasan.
18
DAFTAR PUSTAKA
1. Budiyanto A., Widiatmaka W., Sudiono S, et al., Kematian Karena Asfiksia Mekanik,
Ilmu Kedokteran Forensik Universitas Indonesia, Jakarta: 1997.
2. Dahlan S, Asfiksia, Ilmu Kedokteran Forensik. Badan Penerbit Universitas
Diponegoro, Semarang: 2000.
3. Iedris M, dr., Tjiptomartono A.L, dr., Asfiksia., Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik
dalam Proses Penyidikan., SagungSeto., Jakarta: 2008.
4. Amir A, Rangkaian Ilmu Kedokteran Forensik, ed 2, Bagian Ilmu Kedokteran
Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan,
2007.
5. Darmono, Farmasi Forensik Dan Toksikologi, Penerapannya Dalam Penyidik Kasus
Tindak Pidana Kejahatan, Universitas Indonesia Press, Jakarta, 2009.
19