Anda di halaman 1dari 42

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN LEUKEMIA

(ALL L2) PADA An. S DI RUANG HCU RUMAH SAKIT


dr. SAIFUL ANWAR MALANG

Untuk Memenuhi Tugas Departemen Anak Profesi Ners

Oleh :

Nurfadila Rasyid

150070300011092

Kelompok 9

PROGRAM PROFESI NERS

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2016

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Penyakit kanker darah (leukemia) menduduki peringkat tertinggi kanker


pada anak. Namun, penanganan kanker pada anak di Indonesia masih lambat.
Itulah sebabnya lebih dari 60% anak penderita kanker yang ditangani secara
medis sudah memasuki stadium lanjut.

Leukemia adalah penyakit neoplastik yang ditandai dengan diferensiasi


dan proliferasi sel induk hematopoietik yang mengalami transformasi dan ganas,
menyebabkan supresi dan penggantian elemen sumsum normal (Baldy, 2006).
Leukemia dibagi menjadi 2 tipe umum: leukemia limfositik dan leukemia
mielogenosa (Guyton and Hall, 2007).

Sebagai seorang perawat, sangat penting mengetahui tentang penyakit


leukemia ini. Melihat ruang lingkup pelaksanaan tindakan keperawatan salah
satunya adalah anak-anak, dengan mengetahui lebih jauh tentang apa dan
bagaimana leukemia ini membuat seorang perawat menjadi lebih percaya diri
dalam melaksanakan asuhan keperawatan. Dan yang paling penting dapat
menambah atau meningkatkan derajat kesehatan khususnya pada anak.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah :

1. Apa pengertian leukemia?


2. Apa etiologi dari leukemia?
3. Apa manifestasi klinis leukemia?
4. Apa pemeriksaan penunjang leukemia?
5. Apa saja komplikasi leukemia ?
6. Bagaimana patofisiologi dari leukimia?
7. Bagaiama cara pengobatan leukimia ?
8. Bagaimana Asuhan Keperawatan Leukemia ?

1.3 Tujuan Penulisan


Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah :
1. Menjelaskan pengertian leukimia.
2. Menjelaskan etiologi dari leukimia.
3. Menjelaskan manifestasi klinis dari leukimia.
4. Menjelaskan pemeriksaa penunjang pada leukimia.
5. Menjelaskan komplikasi leukinia.
6. Menjelaskan patofisiologi dari leukimia.
7. Menjelaskan cara pengobatan leukimia.
8. Menjelaskan Asuhan keperawatan pada leukemia.

1.4 Manfaat Penulisan


Adapun manfaat dari penulisan makalah ini adalah untuk menambah
pengetahuan masyarakat luas terutama perawat mengenai leukemia atau kanker
darah. Makalah ini juga memberikan pemahaman yang lebih dalam proses belajar
secara lebih dalam profesi ners ini.
BAB II

TINJUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Leukemia, asal berasal dari bahasa yunani leukos-putih dan haima-darah.
Mula-mula dijelaskan oleh Virchow pada tahun 1847 sebagai darah putih. Leukemia
adalah jenis kanker yang mempengaruhi sumsum tulang dan jaringan getah bening. Semua
kanker bermula di sel, yang membuat darah dan jaringan lainnya. Biasanya, sel-sel akan tumbuh
dan membelah diri untuk membentuk sel-sel baru yang dibutuhkan tubuh. Saat sel-sel
semakin tua, sel-sel tersebut akan mati dan sel-sel baru akan
menggantikannya.Tapi, terkadang proses yang teratur ini berjalan menyimpang.
Sel-sel baru ini terbentuk meski tubuh tidak membutuhkannya, dan sel-sel lama
tidak mati seperti seharusnya. Kejanggalan ini disebut leukemia, di mana sumsum
tulang menghasilkan sel-sel darah putih abnormal yang akhirnya mendesak sel-sel lain.
Sel abnormal ini keluar dari sumsum tulang dan dapat ditemukan di dalam darah perifer/darah
tepi.
Leukemia dapat menyebabkan anemia, trombositopenia, penyakit
neoplastik yang beragam, atau transformasi maligna dari sel-sel pembentuk darah
di sumsum tulang dan jaringan limfoid dan diakhiri dengan kematian. Disamping
itu leukimia merupakan penyakit dengan proliferasi neoplastik dan diferensiasi sel
induk hematopoetik yang secara maligna melakukan transformasi yang
menyebabkan penekanan dan penggantian unsur sum-sum yang normal. Pada
sebagian kasus sel neoplastik juga terdapat dalam jumlah yang semakin
meningkat didalam darah tepi. Beberapa pengertian menurut para ahli yaitu sbb:
Leukemia adalah proliferasi sel darah putih yang masih imatur dalam jaringan
pembentuk darah. (Suriadi, & Rita yuliani, 2001 : 175).
Leukemia adalah proliferasi tak teratur atau akumulasi sel darah putih dalam
sum-sum tulang menggantikan elemen sum-sum tulang normal (Smeltzer, S C and Bare,
B.G, 2002 :248).
Nama penyakit maligna yang dikarakteristikkan oleh perubahan kualitatif dan kuantitatif
dalam leukosit sirkulasi (Jan Tambayong, 2000)
Leukemia adalah neoplasma akut atau kronis dari sel-sel pembentuk darah
dalam sumsum tulang dan limfa nadi (Reeves, 2001).
Leukemia adalah suatu keganasan pada alat pembuat sel darah berupa
proliferasio patologis sel hemopoietik muda yang ditandai oleh adanya kegagalan sum-
sum tulang dalam membentuk sel darah normal dan adanya infiltrasi ke jaringan
tubuh yang lain.(Arief Mansjoer, dkk, 2002 : 495).
Penyakit neoplastik yang ditandai dengan diferensiasi dan proliferasi sel induk hematopoietik
yang secara maligna melakukan trasformasi, yang menyebabkan penekanan dan
penggantian sum-sum yang normal (Sylvia, 2005).
Leukemia adalah penyakit neoplastik yang ditandai dengan diferensiasi dan poliferasi sel
induk hematopoietik yang mengalami transfusi dan ganas, menyebabkan supresi dan
penggantian elemen sumsum normal (Baldy, 2006)
Keganasan hematologik akibat proses neoplastik yang disertai gangguan differensiasi pada
berbagai tingkatan sel induk hematopoietik sehingga terjadi ekspansi progresif dari kelompok
sel ganas tersebut dalam sumsum tulang kemudian sel leukemia beredar secara sistemik
(I.M Bakta, 2007).
Leukemia adalah suatu keganasan organ pembuat darah sehingga sumsum
tulang didominasi oleh klon maligna limfositik dan terjadi penyebaran sel-sel
ganas tersebut ke darah dan semua organ tubuh (Bambang, 2008).
Kanker yang terjadi akibat diferensiasi dan leukosit yang berlebihan (Sayuh
Tamher. 2008).
Keganasan hematologis akibat proses neoplastik yang disertai gangguan
diferensiasi pada berbagai tingkatan sel induk hematopoietik (Muttagin, 2009).
Sel leukemia mempengaruhi hematopoiesis sel darah normal dan imunitas penderita.
(Yayan, 2010)
Sekelompok anak sel yang abnormal yang menghambat semua sel darah lain di sumsum
tulang untuk berkembang secara normal, sehingga mereka tertimbun di sum-sum tulang
(Corwin, 2009).

Sifat khas leukemia adalah proliferasi tidak teratur atau akumulasi sel
darah putih dalam sumusm tulang, menggantikan elemen sumsum tulang normal.
Juga terjadi proliferasi di hati,limpa dan nodus limfatikus, dan invasi organ non hematologis,
seperti meninges, traktus gastrointesinal, ginjal dan kulit. Leukemia adalah suatu
penyakit yang disebabkan oleh proliferasi abnormal dari sel-sel leukosit yang
menyebabkan terjadinya kanker pada alat pembentuk darah sehingga
mempengaruhi hematopoesis sel darah normal dan imunitas penderita.

B. ETIOLOGI
Walaupun penyebab dasar leukemia yang pasti belum diketahui dan
dijelaskan secara keseluruhan, akan tetapi terdapat faktor predisposisi yang
menyebabkan terjadinya leukemia, yaitu:
1. Genetik
Adanya penyimpangan kromosom insidensi leukemia meningkat pada
penderita kelainan kongenital, diantaranya pada sindroma Down 20x lebih
besar dari orang normal, sindroma Bloom, Fanconis Anemia, sindroma
Wiskott-Aldrich, sindroma Ellis vanCreveld, sindroma Kleinfelter, D-Trisomy
sindrome, sindroma von Reckinghausen, dan neurofibromatosis (Wiernik,
1985; Wilson, 1991). Kelainan-kelainan kongenital ini dikaitkan erat dengan adanya
perubahan informasi gen, misal pada kromosom 21 atau C-group Trisomy, atau pola
kromosom yang tidak stabil, seperti pada aneuploidy.
a) 2 Saudara kandung
Dilaporkan adanya resiko leukemia akut yang tinggi pada kembar identik
dimana kasus-kasus leukemia akut terjadi pada tahun pertama kelahiran.
Hal ini berlaku juga pada keluarga dengan insidensi leukemia yang sangat
tinggi (Wiernik,1985).
b) Faktor Lingkungan
Beberapa faktor lingkungan di ketahui dapat menyebabkan kerusakan
kromosom dapatan, misal: radiasi, bahan kimia, dan obat-obatan yang
dihubungkan dengan insiden yang meningkat pada leukemia akut, khususnya
ANLL (Wiernik, 1985; Wilson, 1991) .

2. Virus
Dalam banyak percobaan telah didapatkan fakta bahwa RNA virus
menyebabkan leukemia pada hewan termasuk primata. Penelitian pada
manusia menemukan adanya RNA dependent DNA polimerase pada sel-sel
leukemia tapi tidak ditemukan pada sel-sel normal dan enzim ini berasal dari virus
tipe C yang merupakan virus RNA yang menyebabkan leukemia pada hewan (Wiernik,
1985). Enzim tersebut dapat menyebabkan virus yang bersangkutan dapat membentuk
bahan genetik yang kemudian bergabung dengan genom yang terifeksi. Virus sebagai
penyebab leukemia, yaitu enzime Reverse Transcriptase yang ditemukan dalam darah
manusia. Virus lain yang dapat menyebabkan leukemia seperti Retovirus tipe C, virus
leukemia feline, HTLV-1 pada dewasa.
Salah satu virus yang terbukti dapat menyebabkan leukemia pada manusia adalah
Human T-Cell Leukemia. Jenis leukemia yang ditimbulkan adalah Acute T-Cell
Leukemia . Virus ini ditemukan oleh Takatsuki dkk ( Kumala, 1990).

3. Bahan Kimia dan Obat-obatan


Paparan kronis dari bahan kimia (misal:benzen) dihubungkan dengan
peningkatan insidensi leukemia akut, misal pada tukang sepatu yang sering
terpapar benzen. (Wiernik,1985; Wilson, 1991) Selain benzen beberapa bahan lain
dihubungkan dengan resiko tinggi dari AML, antara lain : produk produk minyak, cat,
ethylene oxide, herbisida, pestisida, dan ladang elektromagnetik ( Fauci, et. al, 1998 ) .

4. Leukemogenik
Zat-zat kimia yang mempengaruhi frekuensi leukemia:
Racun lingkungan seperti benzene.
Bahan kimia industri seperti insektisida.
Obat-obatan untuk kemoterapi.

5. Obat-obatan
Obat-obatan anti neoplastik (misal : alkilator dan inhibitor topoisomere II)
dapat mengakibatkan penyimpangan kromosom yang menyebabkan AML.
Kloramfenikol, fenilbutazon, dan methoxypsoralen dilaporkan menyebabkan kegagalan
sumsum tulang yang lambat laun menjadi AML ( Fauci, et. al, 1998 ).

6. Radiasi
Radiasi dapat meningkatkan frekuensi Leukemia Mielostik Akut (LMA),
namun tidak berhubungan dengan Leukemia Limfositik Kronis (LLK).
Peningkatan resiko leukemia ditemui juga pada pasien yang mendapat terapi
radiasi misal: pembesaran thymic, para pekerja yang terekspos radiasi dan
para radiologis. Data-data pendukung radiasi sebagai penyebab leukemia :
Para pegawai radiologi lebih sering menderita leukemia
Penderita dengan radioterapi lebih sering menderita leukemia
Leukemia ditemukan pada korban hidup kejadian Bom Atom Hirosima
dan Nagasaki

7. Sinar Radioaktif
Sinar radioaktif merupakan faktor eksternal yang paling jelas dapat
menyebabkan leukemia pada binatang maupun pada manusia. Dibuktikan
bahwa penderita yang diobati dengan sinar radioaktif akan menderita leukemia
pada 6% klien, dan baru terjadi sesudah 5 tahun.

8. Leukemia Sekunder
Leukemia yang terjadi setelah perawatan atas penyakit malignansi lain
disebut Secondary Acute Leukemia (SAL) atau treatment related leukemia.
Termasuk diantaranya penyakit Hodgin, limphoma, myeloma, dan kanker payudara .
Hal ini disebabkan karena obat-obatan yang digunakan termasuk golongan
imunosupresif selain menyebabkan dapat menyebabkan kerusakan DNA .
Leukemia biasanya mengenai sel-sel darah putih. Penyebab dari
sebagian besar jenis leukemia tidak diketahui. Pemaparan terhadap
penyinaran (radiasi) dan bahan kimia tertentu (misalnya benzena) dan
pemakaian obat anti kanker, meningkatkan resiko terjadinya leukemia. Orang
yang memiliki kelainan genetik tertentu (misalnya sindroma Down
dansindroma Fanconi), juga lebih peka terhadap leukemia.
9. Faktor Infeksi
Banyak ahli yang menduga bahwa faktor infeksi oleh suatu bahan yang
menyebabkan reaksi sangat berperan dalam etiologi leukemia (Imam
Supandiman. 1997; Sylvia Anderson Price. 1995).

C. FAKTOR RESIKO
Usia
Usia seseorang akan berpengaruh terhadap imunitas seseorang. Semakin
bertambah usianya maka akan semakin berkurang imunitas tubuhnya yang
akan berpengaruh terhadap proliferasi sel abnormal ganas yang akan
menyerang tubuh.

Lingkungan
Faktor lingkungan berpengaruh terhadap keparahan leukemia. Masyarakat
yang dekat/tinggal di area industri dapat terkena racun lingkungan seperti
benzena dan insektisida yang memperburuk kondisi pasien. Orang-orang
dengan paparan zat kimia (misal:benzene, Arsen, pestisida, kloram fenikol,
fenil Butazon, dan agen neoplastik) akan berisiko lebih tinggi untuk terjangkit
leukemia. Kontak dengan radiasi ionisasi disertai manifestasi leukemia (Sylvia
Anderson Price. 1995). Paparan pada tingkat-tingkat yang tinggi dari benzene
pada tempat kerja dapat menyebabkan leukemia. Benzene digunakan secara
luas di industri kimia begitu juga dengan Formaldehyde yang beresiko
leukemia lebih besar.

Genetik
Suatu studi Genetika Hematologi menemukan bahwa anak-anak yang lahir
dari beberapa pasangan yang telah dijadikan sample penelitian terbukti bahwa
anak-anak tersebut menderita leukemia karena membawa faktor genetik dari
orang tuanya. Kelaman kongenital dengan aneuloidi, misalnya Agranulositosis
congenital, sindrom Ellis Van Greveld, penyakit seliak, sindrom Bloom, anemia
fanconi, sindrom klenefelter, dan sindrom trisomi D. Menyebabkan
meningkatnya insiden leukemia limfoma. Beberapa penyakit-penyakit yang
disebabkan oleh kromosom-kromosom abnormal mungkin meningkatkan
resiko leukemia.
Jarang ditemukan leukemia familial, tetapi terdapat insiden leukemia lebih
tinggi dari saudara kandung anak-anak yang terserang, dengan insiden yang
meningkat sampai 20% pada kembar monozigot/identik (Sylvia Anderson
Price. 1995).

Gaya Hidup
Gaya hidup berhubungan dengan aktivitas pasien sehari-hari. Orang yang
terlalu sibuk dengan kegiatannya tanpa memperhatikan waktu istirahatnya
serta PHBS juga dapat membuatnya terkena Leukemia.

Asupan Nutrisi
Asupan nutrisi sangat berguna untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dalam
tubuh karena nutrisi ini juga akan mempengaruhi fungsi organ tubuh untuk
bekerja secara normal, terutama agar tidak terjadi hematopoiesis abnormal.
Asupan nutrisi yang kurang baik, seperti sering mengkonsumsi bahan yang
berpengawet dalam jangka lama bisa menyebabkan leukemia.
Riwayat Penyakit
Misalnya selain mengalami Leukemia, pasien juga mengalami anemia dan
pneumonia yang berkaitan dengan ikatan oksidasi hemoglobin, apabila tidak
mencapai standar normal yang dibutuhkan tubuh maka akan terjadi
hematopoiesis abnormal.

Radiasi Ionik
Orang-orang yang selamat dari ledakan bom atom akan berisiko relative
keseluruhan untuk berkembang menjadi leukemia akut.

Efek pengobatan
Seseorang dengan radioterapi dan kemoterapi bias meningkatkan resiko
terjangkit leukemia. Setiap keadaan sumsum tulang hipopastik, kelihatannya
merupakan predisposisi terhadap leukemia.

Faktor penyakit yang didapat


Penyakit yang didapat dengan resiko terkena leukemia mencakup
mielofibrosis, polisitemia vera, dan anemia refraktori sideroblastik. Mieloma
multipel dan penyakit Hodgkin juga menunjukkan peningkatan resiko terhadap
terjadinya penyakit ini (Tambayong, 2000).

Infeksi virus
Pada awal 1980, di isolasi virus HTLV-1 dan leukemia sel T manusia pada
limfosit seorang penderita limfoma kulit dan sejak itu diisolasi dan sempel
serum penderita leukemia sel T (Sylvia Anderson Price. 1995).

D. KLASIFIKASI
Berdasarkan klasifikasi French American British (FAB), leukemia akut
terbagi menjadi 2 (dua), Acute Limphocytic Leukemia (ALL) dan Acute Myelogenous
Leukemia (AML). Sedangkan Leukemia Kronis juga dibagi menjadi 2 yaitu Leukemia
Mielogenus Kronis (CML)dan Leukemia Limfositik Kronis (CLL).

Klasifikasi secara khususnya:


Leukemia Akut (Mansjoer, 2001)
Leukemia akut merupakan proliferasi sel leukosit yang abnormal, ganas,
sering disertai bentuk leukosit yang lain daripada normal. Jumlahnya
berlebihan, serta dapat menyebabkan anemia, trombositopenia dan diakhiri
dengan kematian. (Haribowo, 2008).
Leukemia akut dihubungkan dengan awitan (onset) cepat, jumlah leukosit
tidak matang berlebihan, dengan cepat menjadi anemia, trombositopenia
berat, demam tinggi, lesi infektif pada mulut dan tenggorok, perdarahan dalam
area vital, akumulasi leukosit dalam organ vital dan infeksi berat. (Tambayong,
2000).
Leukemia akut ditandai dengan suatu perjalanan penyakit yang sangat
cepat, mematikan dan memburuk. Apabila tidak diobati segera, maka
penderita dapat meninggal.
Leukemia juga dapat diklasifikasikan berdasarkan maturasi sel dan tipe
sel asal. Menurut maturasinya menjadi akut dan kronis, sedang tipe sel asal
dibedakan berdasarkan mielositik dan limfositik.

1. Leukemia Limfositik Akut (ALL)


Dianggap sebagai proliferasi ganas limfoblast. Sering terjadi pada anak-
anak (75-80%), laki-laki lebih banyak dibanding perempuan, puncak insiden
usia 4tahun, setelah usia 15 ALL jarang terjadi. Manifestasi limfosit immatur
berproliferasi dalam sumsum tulang dan jaringan perifer, sehingga mengganggu
perkembangan sel normal. Leukemia yang mengenai stem sel hematopoietik yang
kelak berdiferensiasi ke semua sel mieloid: monosit, granulosit (Basofil,
Neutrofil, dan Eusinofil), eritrosit dan trombosit. Penyakit ini juga terdapat pada
dewasa yang terutama telah berumur 65 tahun/lebih.
Keganasan klonal dari sel-sel perkusor limfoit. Lebih dari 80% kasus, sel-
sel ganas berasal dari limfoit B dan sisanya merupakan leukemia sel T.
Leukemia jenis ini adalah leukemia yang paling sering terjadi pada anak-anak.
Lebih sering terjadi pada anak laki-laki (Handayani, 2008).

Acute Limphocytic Leukemia (ALL) sendiri terbagi menjadi 3, yakni :


L1 Sel-sel leukemia terdiri dari limfoblas yang homogen dan L1 ini banyak
menyerang anak-anak. ALL dengan sel limfoblast kecil-kecil dan
merupakan 84% dari ALL.
L2 Terdiri dari sel sel limfoblas yang lebih heterogen bila dibandingkan
dengan L1. ALL jenis ini sering diderita oleh orang dewasa. Sel lebih besar,
inti ireguler, kromatin bergumpal, nukleoli prominen dan sitoplasma agak
banyak, merupakan 14% dari ALL.
L3 Terdiri dari limfoblas yang homogen, dengan karakteristik berupa sel
Burkitt, yaitu sitoplasma basofil dengan banyak vakuola dan hanya
merupakan 1% dari ALL. Terjadi baik pada orang dewasa maupun anak-anak
dengan prognosis yang buruk .

Gejala klinisnya : gejala tersering yang dapat terjadi adalah rasa lelah, panas tanpa
infeksi purpura, nyeri tulang dan sendi, penurunan berat badan, serta sering ditemukan suatu
massa abnormal. Pada pemeriksaan fisik didapat splenomegali, hepatomegali,
limfadenopati, nyeri tekan pada tulang dada, ekimosis, dan perdarahan retina.

2. Leukemia Mielogenus Akut (AML)


Mengenai sel stem hematopeotik yang kelak berdiferensiasi ke semua sel
Mieloid: monosit, granulosit, eritrosit, eritrosit dan trombosit. Semua kelompok
usia dapat terkena, insidensi meningkat sesuai bertambahnya usia. Insiden
AML kira-kira 2-3/100.000 penduduk, AML/LMA lebih sering ditemukan pada
usia dewasa (85%) daripada anak-anak (15%). Ditemukan lebih sering pada
laki-laki daripada wanita.
Gejala klinis yang dapat terlihat pada klien LMA adalah rasa lelah, pucat,
nafsu makan hilang, anemia, petekie, perdarahan, nyeri tulang, serta infeksi
dan pembesaran kelenjar getah bening, limpa, hati, dan kelenjar mediastinum.
kadang-kadang juga ditemukan hipertrofi gusi, khususnya pada leukemia akut
monoblastik dan mielomonolitik.

Merupakan leukemia nonlimfositik yang paling sering terjadi. Leukemia


Mielogenus Akut (AML) terbagi menjadi 8 tipe :
Mo ( Acute Undifferentiated Leukemia 3%)
Merupakan bentuk paling tidak matang dari AML, yang juga disebut sebagai AML
dengandiferensiasi minimal.
M1 ( Acute Myeloid Leukemia tanpa maturasi 15%-20%)
Merupakan leukemia mieloblastik klasik yang terjadi hampir
seperempat dari kasus AML.Pada AML jenis ini terdapat gambaran
azurophilic granules dan Auer rods. Dan sel leukemik dibedakan menjadi
2 tipe, tipe 1 tanpa granula dan tipe 2 dengan granula, dimana tipe
1dominan di M1.
M2 ( Akut Myeloid Leukemia 25%-30%)
Sel leukemik pada M2 memperlihatkan kematangan yang secara
morfologi berbeda, dengan jumlah granulosit dari promielosit yang
berubah menjadi granulosit matang berjumlah lebihdari 10 % . Jumlah sel
leukemik antara 30 90 %. Tapi lebih dari 50 % dari jumlah sel-selsumsum tulang di
M2 adalah mielosit dan promielosit.
M3 ( Acute Promyelocitic Leukemia 5%-10%)
Sel leukemia pada M3 kebanyakan adalah promielosit dengan
granulasi berat, stain mieloperoksidase + yang kuat. Nukleus bervariasi dalam
bentuk maupun ukuran, kadang-kadang berlobul. Sitoplasma mengandung
granula besar, dan beberapa promielosit mengandung granula berbentuk
seperti debu. Adanya Disseminated Intravaskular Coagulation (DIC)
dihubungkan dengan granula-granula abnormal ini.
M4 ( Acute Myelomonocytic Leukemia 20%)
Terlihat 2 ( dua ) type sel, yakni granulositik dan monositik, serta sel-
sel leukemik lebih dari 30 % dari sel yang bukan eritroit. M4 mirip dengan M1,
dibedakan dengan cara 20% dari selyang bukan eritroit adalah sel pada jalur
monositik, dengan tahapan maturasi yang berbeda-beda. Jumlah monosit pada
darah tepi lebih dari 5000 /uL. Tanda lain dari M4 adalah
peningkatan proporsi dari eosinofil di sumsum tulang, lebih dari 5% darisel yang
bukan eritroit, disebutdengan M4 dengan eoshinophilia. Pasien-pasien
dengan AML type M4 mempunyai responterhadap kemoterapi-induksi
standar.
M4Eo, Leukemia Mielomonositik dengan Eosinofil Abnormal (5%-
10%).
M5 ( Acute Monocytic Leukemia 2%-9%)
Pada M5 terdapat lebih dari 80% dari sel yang bukan eritroit adalah monoblas,
promonosit,dan monosit. Terbagi menjadi dua, M5a dimana sel monosit
dominan adalah monoblas,sedang pada M5b adalah promonosit dan
monosit. M5a jarang terjadi dan hasil perawatannya cukup baik.
M6 ( Erythroleukemia 3%-5%)
Sumsum tulang terdiri lebih dari 50% eritroblas dengan derajat
berbeda dari gambaranmorfologi Bizzare. Eritroblas ini mempunyai
gambaran morfologi abnormal berupa bentuk multinukleat yang raksasa.
Perubahan megaloblastik ini terkait dengan maturasi yang tidak sejalan
antara nukleus dan sitoplasma . M6 disebut Myelodisplastic Syndrome (
MDS ) jikasel leukemik kurang dari 30% dari sel yang bukan eritroit . M6 jarang terjadi
dan biasanya kambuhan terhadap kemoterapi-induksi standar .
M7 ( Acute Megakaryocytic Leukemia 3%-12%)
Beberapa sel tampak berbentuk promegakariosit/megakariosit. (
Yoshida, 1998; Wetzler danBloomfield, 1998 ) Leukemia Mielogenus Kronis
(CML) juga dimasukkan dalam sistem keganasan sel stemmieloid.
Namun lebih banyak sel normal dibanding bentuk akut, sehingga
penyakit ini lebihringan. CML jarang menyerang individu di bawah 20
tahun. Manifestasi mirip dengan gambaran AML tetapi tanda dan gejala
lebih ringan, pasien menunjukkan tanpa gejala selama bertahun-tahun,
peningkatan leukosit kadang sampai jumlah yang luar biasa, limpa
membesar.Leukemia Limfositik Kronis (CLL) merupakan kelainan ringan
mengenai individu usia 50sampai 70 tahun. Manifestasi klinis pasien
tidak menunjukkan gejala, baru terdiagnosa saat pemeriksaan fisik atau
penanganan penyakit lain.

E. MANIFESTASI KLINIS
Sifat khas leukemia adalah proliferasi tidak teratur/akumulasi sel darah
putih dalam sumsum tulang, menggantikan elemen sumsum tulang normal. Juga
proliferasi di hati, limfa, dan nodus limfatikus, serta invasi organ nonhematologis,
seperti meningitis, traktus gastrointestinal, ginjal dan kulit.
1. Leukemia Akut (National Cancer Institute , 2008)
Limfosit imatur berproliferasi di sumsum tulang & jaringan perifer, serta
terakumulasi elisana. Hal diatas mengakibatkan adanya gangguan pada
perkembangan sel normal. Leukemia akut juga memperlihatkan gejala
klinis yang mencolok. Gejala leukemia akut dapat digolongkan menjadi 3
besar, yaitu:
a) Gejala kegagalan sumsum tulang:
Anemia menimbulkan gejala pucat, lemah, letargi(kesadaran
menurun), pusing, sesak, nyeri dada.
Netropenia menimbulkan infeksi yang ditandai oleh demam, infeksi
rongga mulut, tenggorok, kulit, saluran nafas, dan sepsis sampai
syok septik. Pasien sering menunjukkan gejala
infeksi/perdarahan/keduanya pada waktu diagnosis.
Trombositopenia menimbulkan easy bruising, perdarahan mukosa,
seperti perdarahan gusi, epistaksis, ekimusis (perdarahan dalam
kulit), serta perdarahan saluran cerna dan sistem saluran kandung
kemih.
Anoreksia adalah tidak adanya/hilangnya selera makan.
Pasien dengan jumlah sel darah putih meningkat secara nyata dalam
sirkulasi (jumlahnya melebihi 200.000/mm) dapat menunjukkan gejala
hiperviskositas. Gejala ini mencakup nyeri kepala, perubahan penglihatan,
kebingungan dan dispenia yang memerlukan leukoforensis segera
(pembuangan leukosit melalui pemisah sel).

b) Keadaan hiperkatabolik, yang ditandai oleh:


Kaheksia
Keringat malam (gejala hipermetabolisme)
Hiperurikemia yang dapat menimbulkan gout dan gagal ginjal
Demam dan banyak keringat

c) Infiltrasi ke dalam organ menimbulkan organomegali dan gejala lain,


seperti:
Nyeri tulang & nyeri sternum karena infark tulang (infiltrate
subperiosteal) karena infiltrasi sumsum tulang oleh sel-sel
leukemia.
Limfadenopati, splenomegali dan hepatomegali
Hipertrofi gusi dan infiltrasi kulit
Sindrom menigeal: sakit kepala, mual muntah, mata kabur, kaku
kuduk.

d) Perdarahan kulit :
Atraumatic ecchymosis: Bercak perdarahan yang kecil pada
kulit/membran mukosa, lebih besar dari petekia, yang membentuk
bercak biru/ungu yang bundar/tidak teratur serta tanpa elevasi.
Petechiae
Purpura: Perdarahan kecil didalam kulit, membrane mukosa/
permukaan serosa.

e) Perdarahan gusi
Hepatomegali : pembesaran Hati
Splenomegali : pembesaran Limpa
Limfadenopati : ppnyakit Kelenjar Limfe
Massa di Medias tinum : sering pada LLA sel T
Leukemia sistem saraf pusat : nyeri kepala, muntah (gejala tekanan
tinggi intrakranial), perubahan pada status mental, kelumpuhan
saraf otak terutama saraf VI % VII, kelainan neurologik fokai.
Keterlibatan organ lain: teksis, retina, kulit, pleura, pericardium,
tonsil. (Kumala. 1998)

ALL merupakan hasil dari injuri genetik pada DNA sel di sumsum
tulang. penyakit ini biasanya berhubungan dengan akut limfoblastik
leukemia karena sel leukemia berpindah ke sumsum tulang yang
normal. Sebagian besar pasien kehilangan berat badan. Mereka
biasanya merasa sulit bernafas selama aktifitas fisik. Mereka Nampak
pucat karena anemia. ini kemungkinan merupakan tanda dari
rendahnya jumlah trombosit. Hal ini disertai tanda kebiruan dan hitam
yang terjadi tanpa alasan yang terbukti atau karena injuri minor. Bintik-
bintik merah dibawah kulit disebut petekie atau perdarahan yang
diperpanjang dari minor cots. Ketidaknyamanan pada tulang dan sendi
mungkin terjadi. Demam juga umum terjadi. Selain itu, leukemia
limfoblas mungkin berkumpul di limfa sehingga terjadi pembengkakan.
Sel leukemia dapat tersimpan dalam otak atau spinalcord dan
menyebabkan sakit kepala atau vomiting.
Tanda dan gejala leukemia akut berkaitan dengan neutropenia dan
trombositopenia. Ini adalah infeksi berat yang rekuren disertai
timbulnya tukak pada membrane mukosa, abses perirektal, pneumonia
septicemia disertai menggigil, demam, takikardi, takipnea. Komplikasi
ini bertanggung jawab atas tingginya angka kematian yang
berhubungan dengan leukemia akut. Penyebab infeksi paling umum:
staphilokokus, streptococcus dan bakteri gram negatif usus, serta
berbagai spesies jamur.
Trombositopenia mengakibatkan perdarahan yang dinyatakan
dengan petekie, epitaksis (perdarahan hidung), hematoma pada
membrane mukosa, serta pendarahan saluran cerna dan system
saluran kemih. Anemia bukan merupakan manifestasi awal disebabkan
karena umur eritrosit yang panjang (120 hari). Jika terdapat anemia
akan ditemukan pusing dan gejala kelelahan dan dipnea waktu kerja
fisik disertai pucat yang nyata (Sylvia Anderson Price. 1995).

LMA (Muttaqin, 2009)


LMA tidak selalu dijumpai Leukositosis
Leukositosis terjadi pada sekitar 50% kasus LMA , 15% leukosit
normal dan 35% mengalami netropenia
Sel-sel Blast dalam jumlah signifikan ditemukan di darah tepi
terlihat pada 85% penderita LMA
Gejala klinisnya : lelah, pucat, anoreksia, anemia, petekie,
perdarahan, nyeri tulang, infeksi & limfadenopati, Hepatomegali,
splenomegali, hipertrofi gusi, dll.
2. Leukemia Kronis (National Cancer Institute, 2008)
Leukemia kronis tidak menampilkan gejala yang spesifik tetapi gejala yang
dapat juga menjadi gejala penyakit lain seperti demam tidak tinggi, letih,
keringat dingin, perut sering merasa tidak enak dan adakalanya terdapat
juga pembesaran limfa. Kadangkala juga terjadi kehilangan nafsu makan
dan berat badan menurun. Biasanya gejala-gejala ringan tersebut
berlangsung selama 6-8 bulan.

F. PATOFISIOLOGI
Penyakit leukemia ditandai oleh adanya proliferasi tak terkendali dari satu
atau beberapa jenis sel darah. Hal ini terjadi karena adanya perubahan pada
kromosom sel induk sistem hemopoetik. Sel sistem hemopoetik adalah sel yang
terus menerus berproliferasi, karena itu sel ini lebih potensial untuk
bcrtransformasi menjadi sel ganas dan lebih peka terhadap obat toksik seperti
sitostatika dan radiasi. Penelitian morfologik menunjukkan bahwa pada Leukemia
Limfositik Akut (LLA) terjadi hambatan diferensiasi dan sel limfoblas yang
neoplastik memperlihatkan waktu generasi yang memanjang, bukan memendek.
Oleh karena itu, akumulasi sel blas terjadi akibat ekspansi klonal dan kegagalan
pematangan progeni menjadi sel matur fungsional. Akibat penumpukan sel blas di
sumsum tulang, sel bakal hemopoetik mengalami tekanan.
Kelainan paling mendasar dalam proses terjadinya keganasan adalah
kelainan genetik sel. Proses transformasi menjadi sel ganas dimulai saat DNA gen
suatu sel mengalami perubahan. Akibat proliferasi sel yang tidak terkendali ini
tcrjadi kenaikan kadar satu atau beberapa jenis sel darah dan penghambatan
pembentukan sel darah lainnya dengan akibat terjadinya anemia, trombositopenia
dan granulositopenia.
Perubahan kromosom yang terjadi merupakan tahap awal onkogenesis
dan prosesnya sangat kompleks, melibatkan faktor intrinsik (host) dan ekstrinsik
(lingkungan).
Sel masenkim stem cell

Sumsum tulang Sel blast Jar mieloid

Proliferasi SDP
imatur

Mekanisme imun Akumulasi Hematopoiesis


terganggu terganggu

Resiko infeksi
Produksi SDM Trombositopenia
Infiltrasi
teganggu

Pembekuan
Anemia terganggu
Hati Tulang SSP Limpa

Hepatomegali Sistem Perdarahan


limpadenopati
neurologi
terganggu Resiko syok
Penekanan sel
hipovolemik
syaraf
Sakit kepala,
diplopia, Penurunan suplai
Gangguan
Pengeluaran penlihatan O2
perfusi jaringan
bradikinin kabur perifer
Pucat, lesu,
Nyeri akut
Nyeri Resiko injuri dyspnea, letargi
tulang
Intoleransi
Ketidaknyamanan Aktivitas
pd perut
Mual

Nafsu makan Intake kalori Ketidakseimbangan nutrisi


menurun tidak adekuat kurang dari kebutuhan tubuh
G. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan Farmakologis
Ada banyak cara penanganan yang dapat dilakukan pada penderita
leukemia dan setiap penanganan mempunyai keunggulan masing-masing. Tujuan
pengobatan pasien leukemia adalah meneapai kesembuhan total dengan
menghancurkan sel-sel leukemia. Untuk itu, penderita leukemia harus menjalani
kemoterapi dan harus dirawat di rumah sakit.Sebelum sumsum tulang kembali
berfungsi normal, penderita mungkin memerlukan transfusi sel darah merah untuk
mengatasi anemia, transfusi trombosit untuk mengatasi perdarahan, antibiotik
untuk mengatasi infeksi. Beberapa kombinasi dari obat kemoterapi sering
digunakan dan dosisnya diulang selama beberapa hari atau beberapa minggu.
Secara umum penanganan pada penderita leukemia sebagai berikut:
1. Kemoterapi
Sebagian besar pasien leukemia menjalani kemoterapi. Jenis pengobatan
kanker ini menggunakan obat-obatan untuk membunuh sel-sel leukemia.
Tergantung pada jenis leukemia, pasien bisa mendapatkan satu jenis obat
atau kombinasi dari dua obat atau lebih.
Pasien leukemia bisa mendapatkan kemoterapi dengan berbagai cara:
Melalui mulut
Dengan suntikan langsung ke pembuluh darah (atau intravena)
Melalui kateter (tabung kecil yang fleksibel) yang ditempatkan di
dalam pembuluh darah balik besar, seringkali di dada bagian atas -
Perawat akan menyuntikkan obat ke dalam kateter, untuk
menghindari suntikan yang berulang kali. Cara ini akan mengurangi
rasa tidak nyaman dan/atau cedera pada pembuluh darah/kulit.
Dengan suntikan langsung ke cairan cerebrospinal - jika ahli
patologi menemukan sel-sel leukemia dalam cairan yang mengisi
ruang di otak dan sumsum tulang belakang, dokter bisa
memerintahkan kemoterapi intratekal. Dokter akan menyuntikkan
obat langsung ke dalam cairan cerebrospinal. Metode ini digunakan
karena obat yang diberikan melalui suntikan IV atau diminum
seringkali tidak mencapai sel-sel di otak dan sumsum tulang
belakang.
Terdapat tiga fase pelaksanaan kemoterapi :
a. Fase induksi Dimulasi
4-6 minggu setelah diagnosa ditegakkan. Pada fase ini diberikanterapi
kortikostreroid (prednison), vincristin dan L-asparaginase. Fase induksi
dinyatakan behasil jika tanda-tanda penyakit berkurang atau tidak ada dan
dalam sumsum tulang ditemukan jumlah sel muda kurang dari 5%.
b. Fase Profilaksis Sistem saraf pusat
Pada fase ini diberikan terapi methotrexate, cytarabinedan
hydrocotison melaui intrathecal untuk mencegah invasi sel leukemia ke
otak. Terapiirradiasi kranial dilakukan hanya pada pasien leukemia yang
mengalami gangguan sistemsaraf pusat.
c. Konsolidasi
Pada fase ini kombinasi pengobatan dilakukan untuk mempertahankan
remisisdan mengurangi jumlah sel-sel leukemia yang beredar dalam tubuh.
Secara berkala,mingguan atau bulanan dilakukan pemeriksaan darah
lengkap untuk menilai respon sumsumtulang terhadap pengobatan. Jika
terjadi supresi sumsum tulang, maka pengobatan dihentikansementara
atau dosis obat dikurangi.
2. Kortikosteroid (prednison, kortison, deksametason, dan sebagainya).
Setelah dicapai remisi dosis dikurangi sedikit demi sedikit dan akhirnya
dihentikan.
3. Sitostatika
Selain sitostatika yang lama (6-merkaptopurin atau 6-mp,
metotreksat tau MTX) pada waktu ini dipakai pula yang baru dan lebih
poten seperti vinkristin (Oncovin), rudidomisin (daunorubycine), sitosin,
arabinosid, L-asparaginase, siklofosfamid atau CPA, adriamisin, dan
sebagainya. Umunya sitostatika diberikan dalam kombinasi bersama-sama
dengan prednison. Pada pemberian obat-obatan ini sering terdapat akibat
samping berupa alopesia, stomatitis, leukopenia, infeksi sekunder atau
kandidiasis. Hendaknya lebih berhati-hatibila jumlah leukosit kurang dari
2.000/mm3. Infeksi sekunder dihindarkan (bila mungkin penderita diisolasi)
dalam kamar yang suci hama.
Penatalaksanaan Non Farmakologi
Transplantasi Sel Induk (Stem Cell)
Beberapa pasien leukemia menjalani transplantasi sel induk (stem
cell). Transplantasi sel induk memungkinkan pasien diobati dengan dosis obat
yang tinggi, radiasi, atau keduanya. Dosis tinggi ini akan menghancurkan sel-
sel leukemia sekaligus sel-sel darah normal dalam sumsum tulang. Kemudian,
pasien akan mendapatkan sel-sel induk (stem cell) yang sehat melalui tabung
fleksibel yang dipasang di pembuluh darah besar di daerah dada atau leher.
Sel-sel darah yang baru akan tumbuh dari sel-sel induk (stem cell) hasil
transplantasi.
Setelah transplantasi sel induk (stem cell), pasien biasanya harus
menginap di rumah sakit selama beberapa minggu. Tim kesehatan akan
melindungi pasien dari infeksi sampai sel-sel induk (stem cell) hasil
transplantasi mulai menghasilkan sel-sel darah putih dalam jumlah yang
memadai.
Transplantasi sumsum tulang merupakan prosedur dimana sumsum
tulang yang rusak digantikan dengan sumsum tulang yang sehat. Sumsum
tulang yang rusak dapat disebabkan oleh dosis tinggi kemoterapi atau terapi
radiasi. Selain itu, transplantasi sumsum tulang juga berguna untuk mengganti
sel-sel darah yang rusak karena kanker. Transplantasi sumsu tulang dapat
menggunakan sumsum tulang pasien sendiri yang masih sehat. Hal ini
disebuttransplantasi sumsum tulang autologus. Transplantasi sumsum tulang
juga dapat diperoleh dari orang lain. Bila didapat dari kembar identik,
dinamakan transplantasi syngeneic. Sedangkan bila didapat dari bukan
kembar identik, misalnya dari saudara kandung, dinamakan transplantasi
allogenik. Sekarang ini, transplantasi sumsum tulang paling sering dilakukan
secara allogenik.
Efek samping transplantasi sumsum tulang tetap ada, yaitu
kemungkinan infeksi dan juga kemungkinan perdarahan karena pengobatan
kanker dosis tinggi. Hal ini dapat ditanggulangi dengan pemberian antibiotik
ataupun transfusi darah untuk mencegah anemia. Apabila berhasil dilakukan
transplantasi sumsum tulang, kemungkinan pasien sembuh sebesar 70-80%,
tapi masih memungkinkan untuk kambuh lagi. Kalau tidak dilakukan
transplantasi sumsum tulang, angka kesembuhan hanya 40-50%.
Terapi stem cell yang rutin digunakan untuk mengobati penyakit saat ini
adalah transplantasi stem cell dewasa dari sumsum tulang belakang dan darah
perifer serta darah tali pusat bayi.

a. Stem Cell Sumsum Tulang Belakang


Terapi stem cell yang dikenal baik sekarang ini adalah transplantasi
stem cell sumsum tulang belakang yang digunakan untuk mengobati leukimia
dan kanker lain yang termasuk penyakit keganasan darah. Leukimia adalah
kanker sel-sel darah atau leukosit. Seperti sel-sel darah merah lain, leukosit
dibuat dalam sumsum tulang belakang melalui sebuah proses yang dimulai
dengan stem cell dewasa multipoten (dapat berdiferensiasi menjadi sel-sel
penting dalam tubuh). Leukosit dewasa dilepaskan ke dalam aliran darah
dimana mereka bekerja untuk melawan infeksi dalam tubuh. Disebut leukimia
ketika leukosit mulai tumbuh dan berfungsi abnormal menjadi kanker. Sel-sel
abnormal ini tidak dapat melawan infeksi dan dapat mengganggu fungsi organ
lain.
Terapi leukimia bergantung pada menghilangkan leukosit abnormal
pada pasien dan membiarkan sel yang sehat untuk tumbuh pada tempatnya.
Satu cara untuk lakukan ini melalui kemoterapi menggunakan obat yang keras
untuk mencari dan membunuh sel-sel abnormal.Ketika kemoterapi sendiri
tidak dapat menghancurkan sel-sel abnormal, tenaga medis kadang lebih
memilih transplantasi sumsum tulang belakang.Pada transplantasi sumsum
tulang belakang, stem cell sumsum tulang belakang pasien tergantikan dengan
donor sehat yang cocok. Untuk melakukan hal ini, sumsum tulang belakang
pasien dan leukosit abnormal pertama-tama dihancurkan menggunakan
kombinasi terapi dan radiasi. Selanjutnya, sampel donor sumsum tulang
belakang yang mengandung stem cell yang sehat dimasukkan ke dalam aliran
darah pasien. Jika transplantasi sukses, stem cell akan berpindah ke sumsum
tulang belakang pasien dan memproduksi leukosit sehat yang baru untuk
menggantikan sel-sel abnormal.

b. Stem Cell Darah Perifer


Sebagian besar stem cell darah tersimpan di dalam sumsum tulang
belakang, sementara sejumlah stem cell muncul dalam aliran darah. Stem cell
darah perifer multipoten dapat digunakan seperti sumsum tulang belakang
untuk mengobati leukemia, kanker lain dan berbagai gangguan darah.Stem
cell dari darah perifer lebih mudah untuk dikumpulkan dibandingkan dengan
stem cell sumsum tulang belakang yang harus diekstrak dari dalam tulang. Hal
ini yang membuat stem cell darah perifer merupakan pilihan pengobatan yang
tidak seefektif stem cell sumsum tulang belakang. Karena ternyata, stem cell
darah perifer jumlahnya sedikit dalam aliran darah sehingga mengumpulkan
untuk melakukan transplantasi dapat menimbulkan masalah.

c. Stem Cell Darah Tali Pusat


Bayi baru lahir tidak membutuhkan tali pusat sehingga tali pusat ini
akan dibuang. Dalam beberapa tahun ini, darah kaya akan stem cell multipoten
ditemukan dalam tali pusat terbukti berguna dalam mengobati beberapa jenis
masalah kesehatan yang sama pada pasien yang diterapi dengan stem cell
sumsum tulang belakang dan darah perifer. Transplantasi stem cell darah tali
pusat lebih sedikit untuk ditolak dibandingkan stem cell sumsum tulang
belakang dan darah perifer. Hal ini mungkin disebabkan stem cell sumsum
tulang belakang dan darah perifer belum berkembang sehingga dapat dikenali
dan diserang oleh kekebalan tubuh resipien.Juga, karena darah tali pusat baru
memiliki sedikit sel-sel kekebalan yang berkembang, sehingga risiko kecil sel-
sel yang ditransplantasi akan menyerang tubuh resipien, sebuah masalah
yang disebut penyakit graft versus host.Baik keanekaragaman dan
ketersediaan stem cell darah tali pusat membuat menjadi sumber poten untuk
terapi transplantasi.Terapi stem cell seakan menjadi titik terang dalam dunia
gelap yang dihadapi para penderita penyakit keganasan darah seperti multiple
myeloma, chronic lymphatic leukemia,dan thallasemia mayor. Tapi ternyata,
tidak hanya mereka melainkan penderita penyakit lainnya juga dapat
disembuhkan karena terapi stem cell di luar negeri telah terbukti berhasil
mengobati penyakit, infark miokard jantung, stroke, alzheimer, dan lain-lain.

Terapi
Umumnya pengobatan ditujukan terhadap penegahan kambuh dan
mendapatkan masa remisi yang lebih lama. Untuk mencapai keadaan tersebut
, pada prinsipnya dipakai pola dasar pengobatan sebagai berikut :
1. Induksi.Dimaksudkan untuk mencapai remisi, yaitu dengan
pemberianberbagi obat tersebut diatas, baik secara sistematik maupun
intratekal sampai sel blas dalam sumsum tulang kurang dari 5%.
2. Konsolidasi. Yaitu agar sel yang tersisa tidak cepat memperbanyak diri.
3. Rumat (maintenance). Untuk mempertahankan masa remisi, sedapat-
dapatnya suatu masa remisi yang lama. Biasanya dilakukan dengan
pemberian titostatika separuh dosis biasa.
4. Reinduksi. Dimaksudkan untuk mencegah relaps. Reinduksi biasanya
dilakukan setiap 3-6 bulan dengan pemberian obat-obat seperti pada
induksi selama 10-14 hari.
5. Mencegah terjadinya leukemia susunan saraf pusat. Untuk hal ini diberikan
MTX intratekal pada waktu induksi untuk mencegah leukemia meningeal
dan radiasi kranial sebanyak 2.400-2.500 rad. Untuk mencegah leukemia
meningeal dan leukemia serebral. Radiasi ini tidak diulang pada reinduksi.
6. Pengobatan imunotologik. Diharapkan semua sel leukemia dalam tubuh
akan hilang sama sekali dan dengan demikian diharapkan penderita dapat
sembuh sempurna.

Imunoterapi
Imunoterapi, merupakan cara pengobatan yang terbaru. Setelah tercapai
remisi dan jumlah sel leukemia cukup rendah (105-106), imunoterapi mulai
diberikan. Pengobatan yang aspesifik dilakukan dengan pemberian imunisasi
BCG atau dengan Corynae bacterium dan dimaksudkan agar terbentuk
antibodi yang dapat memperkuat daya tahan tubuh. Pengobatan spesifik
dikerjakan dengan penyuntikan sel leukemia yang telah diradiasi. Dengancara
ini diharapakan akan terbentuk antibodi yang spesifik terhadap sel leukemia,
sehingga semua sel patologis akan dihancurkan sehingga diharapkan
penderita leukemia dapat embuh sempurna.BCG diberikan 2 minggu setelah
VCR kedua pada reinduksi pertama. Dosis 0,6 ml intrakutan, diberikan pada 3
tempat masing-masing 0,2 ml. Suntikan BCG diberikan 3 kali dengan interval
4 minggu. Selama pengobatan ini, obat-obat rumit diteruskan.

Terapi Biologi
Orang dengan jenis penyakit leukemia tertentu menjalani terapi biologi
untuk meningkatkan daya tahan alami tubuh terhadap kanker. Terapi ini
diberikan melalui suntikan di dalam pembuluh darah balik (vena).
Bagi pasien dengan leukemia limfositik kronis, jenis terapi biologi yang
digunakan adalah antibodi monoklonal yang akan mengikatkan diri pada sel-
sel leukemia. Terapi ini memungkinkan sistem kekebalan untuk membunuh
sel-sel leukemia di dalam darah dan sumsum tulang. Bagi penderita dengan
leukemia myeloid kronis, terapi biologi yang digunakan adalah bahan alami
bernama interferon untuk memperlambat pertumbuhan sel-sel leukemia.
Terapi sitotoksik leukaemia mieloblastik akut
Terapi pada AML serupa dengan yang dijelaskan untuk ALL tetapi hasilnya
kurang baik. Rejimen yang tersering digunakan untuk AML adalah kombinasi
tiha obat citosin arabinosida, daunoribisin dan 6-tioguanin. Kasus semua
subtipe AML (FAB m1-m6) diobati serupa (kecuali bahwa DIC mungkin ada
pada varian promielositik (M3) dan piatelet concentrates dan plasma beku
segar untuk memlengkapi faktora pembekuan, digunakan sampai dicapai
remisi).
1. Angka remisi lebih rendah (60% - 80%).
2. Remisi sering memakan waktu lebih lama untuk dicapai.
3. Hanya obat mielotoksik yang bernilai besar, dengan kurang selektivitas
antara sel leukaemik dan sel sumsum tulang normal.
4. Kegagalan sumsum tulang berat dan lama, perawatan penunjang intensif
dibutuhkan dan kematian dini biasa terjadi, khususnya pada pasien diatas
50 tahun.
5. Remisi lebih sebentar, nilai terapi pemeliharaan kurang jelas, dan jarang
bertahan hidup lama.
Profilaksis SSP biasa tidak diberika pada AML, walaupun kekambuhan
meningeal (meningeal relapse) memang terjadi pada beberapa kasus,
teristimewa pada anak-anak dan dewasa muda, dimana metotreksat intratekal
dapat digunakan sebagai profialiktik.
Terapi Radiasi
Terapi Radiasi (juga disebut sebagai radioterapi) menggunakan sinar
berenergi tinggi untuk membunuh sel-sel leukemia. Bagi sebagian besar
pasien, sebuah mesin yang besar akanmengarahkan radiasi pada limpa, otak,
atau bagian lain dalam tubuh tempat menumpuknyasel-sel leukemia ini.
Beberapa pasien mendapatkan radiasi yang diarahkan ke seluruh
tubuh.(Iradiasi seluruh tubuh biasanya diberikan sebelum transplantasi
sumsum tulang).
Terapi Radioterapi
Radioterapi menggunakan sinar berenergi tinggi untuk membunuh sel-sel
leukemia. Sinar berenergi tinggi ini ditunjukkan terhadap limfa atau bagian lain
dalam tubuh tempat menumpuknya sel leukemia. Pengobatan dengan cara ini
dapat diberikan jika terdapat keluhan pendesakan karena pembengkakan
kelenjar getah bening setempat.
Transplantasi Sumsum tulang
Transplantasi sumsum tulang dilakukan untuk mengganti sumsum tulang
yang rusak karena kanker dengan sumsum tulang yang sehat.
Terapi Suportif
Berfungsi untuk mengatasi akibat-akibat yang ditimbulkan penyakit
leukemia dan mengatasi efek samping obat. Misalnya transfusi darah untuk
penderita leukemia dengan keluhan anemia, transfusi trombosit untuk
mengatasi perdarahan dan antibiotik untuk mengatasi infeksi.

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Adapun pemeriksaan penunjang pada Leukemia secara umum :
Tes darah laboratorium akan memeriksa jumlah sel sel darah. Leukimia
menyebabkan jumlah selsel darah putih meningkat sangat tinggi, dan
jumlah trombosit dan hemoglobin dalam selsel darah merah menurun.
Pemeriksaan laboratorium juga akan meneliti darah untuk mencari ada
tidaknya tanda-tanda kelainan pada hati atau ginjal.
Digunakan untuk mengetahui kadar Hb-Eritrosit, leukosit dan trombosit.
- Hb rendah < 10 g/100 ml
(N: dewasa: Pria 13,5-18 g/dl, wanita 12-16 g/dl; anak: 6 bln-1 th 10-15
g/dl, 5-14 th 11-16 g/dl)
- Trombositopenia < 50.000/mm
-
Leukosit meningkat dapat lebih dari 200.000/mm3, normal atau
menurun, kurang dari 1000/mm
Apusan Darah Tepi
Digunakan untuk mengetahui morfologi sel darah berupa bentuk, ukuran,
maupun warna sel-sel darah, yang dapat menunjukkan kelainan
hematologi.
Sumsum Tulang
Merupakan tes diagnostik yang sangat penting untuk mendiagnostik dan
menetapkan sel maligna. Adanya hiperseluler, sel sumsum tulang diganti
sel leukosit.
Perbedaan pada pemeriksaan darah tepi dan sumsum tulang
Test LMA LLA LMK LLK
Darah -sel darah putih -sel darah putih -sel darah putih -meningkatkan
Tepi normal meningkat disertai meningkat limfosit dewasa
kurang/meningkat limfositosis terutama yang kecil
bisa disertai -hitung sel darah granulosit -trombositopenia
mieloblas putih dapat -trombositopenia -anemia
-trombositopenia normal/berkurang -anemia
-anemia -trombositopenia
-anemia
Sum Hiperseluler 50% Hiperseluler Jiperseluler 2% 30% limfosit
sum Mieloblas disertai infiltrasi blas megakariosit
tulang limfoblas

Biopsi dokter akan mengangkat sumsum tulang dari tulang pinggul atau
tulang besar lainnya. Ahli patologi kemudian akan memeriksa sampel di
bawah mikroskop, untuk mencari sel sel kanker. Cara ini disebut biopsi,
yang merupakan cara terbaik untuk mengetahui pakah ada sel sel
leukemia di dalam sumsum tulang.
Sitogenetik Laboratorium akan memeriksa kromosom sel dari sampel
darah tepi, sumsum tulang atau kelenjar getah bening.
Processus Spinosus dengan meggunakan jarum yang panjang dan tipis,
dokter perlahan lahan akan mengambil cairan cerebrospinal (cairan yang
mengisi ruang di sekitar otak dan sumsum tulang belakang). Prosedur ini
berlangsung sekitar 30 menit dan dilakukan dengan anastesi local. Pasien
harus berbaring selama beberapa jam setelahnya, agar tidak pusing.
Laboratorium akan memeriksa cairan apakah ada sel sel Leukimia atau
tanda tanda penyakit lainnya.
Sinar X pada dada sinar X ini dapat mengetahui tandatanda penyakit di
dada.
Tranfusi dan Kemoterapi Leukimia
o Definisi, jenis, peran perawat: pra, intra, post, komponen darah, efek
samping, dan cara mengatasi
o Kemoterapi: efek samping, peran perawat dalam cara mengatasi
I. Peran Perawat dalam Kemoterapi
1. Efek Samping Kemoterapi.
Depresi
Mual
Muntah
Diare
Rambut rontok
Masalah kulit
Nafsu makan berkurang
Gangguan otot dan saraf
2. Penanganan Efek Samping
Depresi
Olahraga dapat membantu melepaskan berbagai zat kimia tubuh
yang melawan depresi dan stress.
Manjakan diri dengan berlibur sejenak dapat mengurangi tingkat
depresi.
Resep anti depresan dapat mengurangi gejala emosional dan fisik
akibat depresi sehingga memungkinkan pasien untuk fokus pada
perawatan dan pemulihan.
Konseling pribadi dapat membantu pasien dan keluarga mereka
mengatasi berbagai kestabilan emosi, kekhawatiran dan kesulitan
yang menyertai kanker dan kemoterapi

Mual Muntah
Terdapat dua cara untuk mengatasi efek samping ini. Yaitu secara
farmako dan non farmako
Farmako
Obat paling efektif untuk mual muntah adalah antagonis reseptor
serotonin (SRA). Karena agen kemoterapi menginisiasi aktivitas
reseptor serotonin dalam menimbulkan mual dan muntah. SRA yang
sering digunakan yaitu ondansetron (Zofran), granisetron (Kytril) dan
dolasetron (Anzemet).
Pengkombinasian:
Dexamethasone dan Prochlorperazine direkomendasikan untuk
agen kemoterapi yang mempunyai potensi emetik ringan hingga
sedang.
Dexamethasone dan metoclorpramide meski kurang efektif juga
dapat menjadi pilihan
Dexamethasone merupakan obat pilihan untuk mual muntah
lambat. Pemberiannya dilakukan bersamaan dengan SRA
sebelum kemoterapi.
Non Farmako
Makan makanan yang kering.
Porsi makanan kecil dengan frekuensi 6-8 kali/hari, diantaranya 3
kali makan besar.
Hindari makanan yang berbau merangsang.
Hindari makanan yang berlemak tinggi karena akan merangsang
rasa mual.
Makan dan minum perlahan-lahan.
Hindari makanan dan minuman terlalu manis.
Batasi cairan pada saat makan.
Tidk tiduran setelah makan lebih kurang 1 jam setelah makan.
Apabila muntah, minumlah banyak air untuk menghindari
trjadinya dehidrasi.

Kehilangan Rambut/Rambut Rontok.


Tidak semua kemoterpai dapat menyebabkan rmabut rontok. Keluhan
ini biasanya timbul 21 hari dari kemoterapi pertama kali. Efek samping
ini dapat diatasi dengan penggunaan wig ataupun penutup kepala
seperti topi.
Diare
Dapat diatasi dengan:
Minum air dalam jumlah banyak. Air diminum dalam suhu kamar.
Mengkonsumsi makanan dalam porsi kecil 6-8 kali per hari.
Hindari makanan terlalu manis.
Hindari susu penuh selama diare.
Berikan makanan sumber serat larut air.
Nafsu Makan Berkurang
Tekankan pada diri pasien bahwa makan adalah bagian yang
penting dalam program pengobatan.
Ciptakan suasana makan yang menyenangkan.
Mengkonsumsi makanan lebih sering dari biasanya. Makanlah
dalam 1-2 jam sekali.
Hindari bau makan yang menyengat.
Menyediakan makan dalam porsi kecil.
Menyediakan selalu makanan favorit untuk menggugah selera.
Tambahkan bahan yang mengandung energi dan protein tinggi
ke dalam makanan seperti susu, mentega, telur.

Peran Perawat dalam Kemoterapi


Perawat harus mengetahui syarat-syarat pemberian obat kemoterapi,
yaitu:
- Perawat harus mengetahui keadaan umum pasien, dimana keadaan
pasien harus cukup baik.
- Penderita cukup mengerti terhadap pengobatan dan mengetahui efek
samping yang akan terjadi setelah pengobatan.
Perawat harus mengetahui prosedur-prosedur pemberian obat kemoterapi
yang terdiri dari :
- Persiapan pasien antara lain:
o Pemeriksaan fisik, pemeriksaan Lab, evaluasi status mentak, riwayat
medis, riwayat medikasi, riwayat keluarga.
o Periksa protokol dan program terapi yang digunakan, serta waktu
pemberian obat sebelumnya.
o Periksa nama pasien, dosis obat, jenis obat, cara pemberian obat.
o Informed consent (persetujuan antara pasien untuk dilakukan
pengobatan).
o Sisipkan obat sitostatika yang akan dilakukan oleh staf farmasi dan
dilakukan diruangan tertutup.

Perawat harus mengetahui cara pemberian pengobatan kemoterapi, yaitu:


- Periksa pasien, jenis obat, dosis obat, jenis cairan, volume cairan, cara
pem
- berian, waktu pemberian dan akhir pemberian.
- Menggunakan alat proteksi yang sesuai, agar terindungi dari percikan
obat kemoterapi karena obat kemoterapi merupakan jenis obat keras.
- Lakukan teknik aseptik dan antiseptik.
- Pasang pengulas plastik yang dilapisi kertas absorbsi dibawah daerah
tusukan infus.
- Obat anti mual diberikan setengah jam sebelum pemberian
antibeoplastik (primperan, zoran, kitril secara IV) karena dampak
kemoterapi adalah mual dan muntah.
- Lakukan aspirasi dengan NaCl 0,9%.
- Beri obat kanker secara perlahan sesuai program.
- Bila selesai bilas kembali dengan NaCl 0,9%.
- Semua alat yang sudah dipakai dimasukkan ke dalam kantung plastik
dan diikat serta diberi etiket.
- Buga gaun kemudian rendam dengan deterjen: bila disposible
masukkan ke dalam kantong plastik kemudian diikat dan diberi etiket,
kirim ke incinerator/bakaran.
- Catat semua prosedur.
- Awasi keadaan umum pasien, monitor tensi, nadi dan RR tiap setengah
jam dan awasi tanda-tanda ekstrawasi.
Perawat waijb memberikan informasi mengenai efek samping kemoterapi.
Perawat melakukan evaluasi pada pasien setelah dilakukan kemoterapi:
- Evaluasi kemajuan klinik setelah pemberian obat.
- Mengenali adanya efek samping.
- Evaluasi teknik yang digunakan.
Peran Perawat dalamTranfusi
a. Definisi
Transfusi darah adalah pemindahan darah atau suatu komponen darah
dari seseorang (donor) kepada orang lain (resipien).
b. Jenis dan Isi
1. Darah Utuh.
Darah utuh terbagi atas:
Sangat segar (< 6 jam) mengandung eritrosit, trombosit, dan semua
faktor pembekuan darah, termasuk faktor labil (FV).
Segar (6-24 jam) mengandung eritrosit, trombosit dan semua faktor
pembekuan, kecuali faktor labil (FV).
Simpan (24-batal simpan) mengandung erotrosit, albumin, dan faktor
pembekuan darah, kecuali faktor V dan VIII.
2. PRC
PRC berasal dari darah lengkap yang disedimentasikan selama
penyimpanan, atau dengan sentrifugasi putaran tinggi. Sebagian besar
(2/3) dari plasma dibuang. Satu unit PRC dari 500 ml darah lengkap
volumenya 200-250 ml dengan kadar Hematokrit 70-80%, volume plasma
15-25 ml, dan volume antikoagulan 10-15 ml. Mempunyai pembawa
oksigen dua kali lebih besar dari satu unit darah lengkap. Waktu
penyimpanan sama dengan darah lengkap.
3. Trombosit Konsentrat
Indikasi untuk perdarahan trombositopenia dan trombositopatia, dosis
1 unit/kg BB.
4. Plasma Segar Beku.
Indikasi untuk perdarahan defisiensi faktor pembekuan, PT dan APTT
yang kurang dari 1,5 kali normal. Serta koreksi perdarahan akibat
overdosis warfarin.
5. Cyro Pregipitate.
Indikasi untuk perdarahan akibat hemofilia, penyakit non Wille brand
dan afibrinogemia.

c. Efek Samping
Reaksi transfusi cepat reaksi hemolitik kuat, reaksi demam dan alergi,
hipervolemia, edema paru non kardiogenik, hemolisis non imun serta
sepsis bakterial.
Reaksi transfusi lambat reaksi hemolitik lambat, penyakit infeksi
(Hepatitis B, C, HIV, Malaria, toksoplasmosis).

d. Peran Perawat Dalam Transfusi


Terbagi atas Pre Transfusi, Intra Transfusi dan Post Transfusi.
1. Pre Transfusi.
Mempersiapkan bahan dan alat.
Tetapkan bahwa klien telah menandatangani format persetujuan.
Buat alur IV dengn kateter besar.
Gunakan selang penginfus yang memiliki filter, selang juga harus
memiliki set pemberian tipe Y dengan filter.
Gantung wadah cairan normal salin 0,9 yang akan diberikan setelah
infus darah,
Dapatkan riwayat transfusi darah.
Dapatkan riwayat transfusi klien.
Tinjau ulang program dokter.
Periksa dengan tepat prouk darah dan klien yang mendapat
komponen darah.
Ukur TTV dalam 30 menit sebelum pemberian transfusi. Laporkan
adanya peningkatan suhu pada dokter.
Minta klien melaporkan segera gejala (menggigil, sakit kepala, gatal,
kemerahan dan nyeri punggung).
Minta klien berkemih/mengosongkan wadah penampung urine.

2. Intra Transfusi.
Cuci tangan dan kenakan sarung tangan.
Buka set pemberian darah.
Tusukkan kantong IV normal salin 0,9%.
Ketika unit ini selesai, pertahankan kepatenan vena dengan
menginfuskan normal salin.
Buka klem pengatur bawah dan biarkan selang infus terisi salin.
Tutup klem pengatur bawah setelah selang terisi salin.
Balik kantong darah 1-2 kali dengan perlahan untuk mendistribusikan
sel secara seksama, tusuk wadah darah, buka klem pada selang
masuk dan selang bawah, kemudian isi selang secara seksama
dengan mengisi filter dengan darah.
Sambungan selang transfusi darah ke kateter IV dengan
mempertahankan sterilitas. Buka klem bawah.
Pantau TTV klien.
Atur infus sesuai pesanan dokter (PRC biasanya diberikan 1,5-2 jam,
WBC diberikan 1-3 jam).
Setelah darah diinfuskan, bersihkan selang dengan normal salin
0,9%.
Buang semua bahan dengan tepat. Lepaskan sarung tangan dan cuci
tangan.

3. Post Transfusi.
Catat golongan dan jumlah komponen darah yang diberikan serta
respon klien terhadap terapi darah.
Laporkan jika terjadi komplikasi.
Beri pendidikan klien cara merawat.

e. Cara Mengatasi.
Bila pemberian transfusi darah menimbulkan reaksi yang tidak
diharapkan, maka dapat dilakukan upaya alternatif farmakologis
pemberian transfusi, dg. pemberian:
1. Eritropoetin (epoetin alfa) merupakan penanganan alternative yang
efektif pada klien anemia kronis akibat penyakit nginjal kronis. Efek
utama obat ini adalah merangsang eritropoesis. Obat ini dapat
diberikan secara intravena/subkutan.
2. DDAVP merupakan bentuk sintetis vasopcesn L-arginin, yaitu suatu
anti diuretik yang dihasilkan secara alamiah oleh tubuh. Obat ini efektif
untuk menangani kelainan perdarahan sehubungan dengan disfungsi
trombosit/trombositopenia. Obat ini hanya dipakai pada klien dengan
hemofilia A, penyakit Van Wellbrand, serta gagal ginjal akut-kronis.
Obat ini diberikan secara IV, SC dan intranasal.
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN ALL

1. Pengkajian pada leukemia meliputi :


a. Riwayat penyakit
b. Kaji adanya tanda-tanda anemia :
1) Pucat
2) Kelemahan
3) Sesak
4) Nafas cepat
c. Kaji adanya tanda-tanda leucopenia
1) Demam
2) Infeksi
d. Kaji adanya tanda-tanda trombositopenia :
1) Ptechiae
2) Purpura
3) Perdarahan membran mukosa
e. Kaji adanya tanda-tanda invasi ekstra medulola :
1) Limfadenopati
2) Hepatomegali
3) Splenomegali
f. Kaji adanya pembesaran testis
g. Kaji adanya :
1) Hematuria
2) Hipertensi
3) Gagal ginjal
4) Inflamasi disekitar rektal
5) Nyeri (Suriadi,R dan Rita Yuliani,2001 : 178)
2. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan perdarahan
dan kekurangan volume cairan
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam
kebutuhan cairan terpenuhi dengan kriteria hasil klien :
- Klien menunjukkan volume cairan adekuat dibuktikan
dengan TTV stabil dan haluaran urine (berat jenis dan pH
dalam batas normal)
Intervensi :

a) Awasi intake dan output cairan


Rasional: Mengukur keadekuatan penggantian cairan sesuai fungsi
ginjal
b) Timbang BB tiap hari
Rasional: Perubahan dapat menunjukkan efek hipolevemia
(perdarahan/ dehidrasi)
c) Awasi TD dan frekuensi jantung
Rasional: Mempengaruhi pemasukan, kebutuhan cairandan rute
penggantian
d) Perhatikan adanya mual, demam
Rasional: Dapat meningkatkan pemasukan dengan menurunkan mual
e) Dorong cairan sampai 3-4 L/ hari bia masukan oral dimulai
Rasional: Mempertahankan keseimbangan cairan/ elektrolit pada tak
adanya pemasukan melalui oral ; menurunkan resiko komplikasi ginjal
f) Kolaborasi pemberian cairan IV sesuai indikasi
Rasional: Meningkatkan aliran urin, mencegah pencetus asam urat dan
meningkatkan pembersihan obat antineoplastik
b. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh yang
berhubungan dengan anoreksia, malaise, mual dan muntah, efek samping
kemoterapi dan atau stomatitis
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 7x24 jam pasien
mendapat nutrisi yang adekuat.
Kriteria Hasil: tidak terjadi penurunan BB, terjadi peningkatan BB
meningkat, TTV normal, nafsu makan meningkat, mual (-),
muntah (-)
Intervensi :
a) Dorong orang tua untuk tetap rileks pada saat anak makan
Rasional : jelaskan bahwa hilangnya nafsu makan adalah akibat
langsung dari mual dan muntah serta kemoterapi
b) Izinkan anak memakan semua makanan yang dapat ditoleransi,
rencanakan untuk memperbaiki kualitas gizi pada saat selera makan
anak meningkat
Rasional : untuk mempertahankan nutrisi yang optimal
c) Berikan makanan yang disertai suplemen nutrisi gizi, seperti susu
bubuk atau suplemen yang dijual bebas
Rasional : untuk memaksimalkan kualitas intake nutrisi
d) Izinkan anak untuk terlibat dalam persiapan dan pemilihan makanan
Rasional : untuk mendorong agar anak mau makan
e) Dorong masukan nutrisi dengan jumlah sedikit tapi sering
Rasional : karena jumlah yang kecil biasanya ditoleransi dengan baik
f) Dorong pasien untuk makan diet tinggi kalori kaya nutrient
Rasional : kebutuhan jaringan metabolik ditingkatkan begitu juga cairan
untuk menghilangkan produk sisa suplemen dapat memainkan
peranan penting dalam mempertahankan masukan kalori dan protein
yang adekuat
g) Timbang BB, ukur TB dan ketebalan lipatan kulit trisep
Rasional : membantu dalam mengidentifikasi malnutrisi protein kalori,
khususnya bila BB dan pengukuran antropometri kurang dari normal

c. Nyeri yang berhubungan dengan efek fisiologis dari leukemia


Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam pasien
tidak mengalami nyeri atau nyeri menurun sampai tingkat yang
dapat diterima anak.
Kriteria Hasil: klien melaporkan nyeri berkurang, skala nyeri turun menjadi
ringan 1-3, klien tampak lebih tenang
Intervensi :
a) Observasi tingkat nyeri dengan skala 0 sampai 10
Rasional : informasi memberikan data dasar untuk mengevaluasi
kebutuhan atau keefektifan intervensi
b) Jika mungkin, gunakan prosedur-prosedur (misal pemantauan suhu non
invasif, alat akses vena
Rasional : untuk meminimalkan rasa tidak aman
c) Evaluasi efektifitas penghilang nyeri dengan derajat kesadaran dan sedasi
Rasional : untuk menentukan kebutuhan perubahan dosis. Waktu
pemberian atau obat
d) Lakukan teknik pengurangan nyeri non farmakologis yang tepat
Rasional : sebagai analgetik tambahan
e) Berikan obat-obat anti nyeri secara teratur
Rasional : untuk mencegah kambuhnya nyeri
DAFTAR PUSTAKA

Abdoerrachman MH, dkk, 2008, Ilmu Kesehatan Anak, Buku I, penerbit Jakarta:
Fakultas Kedokteran UI

Happy, Hayati. 2009. Pengaruh Distraksi. Jakarta: FK UI

Keliat, Anna Budi SKp, MSc., 2004, Proses Keperawatan, Jakarta: EGC
.
Marilynn E. Doenges, Mary Prances Moorhouse, Alice C. Beissler, 2003, Rencana
Asuhan Keperawatan, Jakarta: EGC

Rosa M Sacharin, 1996, Prinsip Keperawatan Pediatrik, edisi 2, Jakarta: EGC

Sunar, Trenggana, 2000 Dr. Leukemia ; Penuntun bagi orang tua Bagian Ilmu
Kesehatan Anak, FK UNHAS/SMF Anak RS DR. Wahidin Sudirohusodo
Makassar.

Susan Martin Tucker, Mary M. Canabbio, Eleanor Yang Paquette, Majorie Fife
Wells, 2008, Standar Perawatan Pasien, volume 4, Jakarta: EGC.

Soeparman, Sarwono Waspadji, 1998, Ilmu Penyakit Dalam, jilid II, Jakarta: Balai
Penerbit FKUI

Tambayong, Jan. 2000. Patofisiologi Untuk Keperawatan. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai