Oleh :
Nurfadila Rasyid
150070300011092
Kelompok 9
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2016
BAB I
PENDAHULUAN
TINJUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Leukemia, asal berasal dari bahasa yunani leukos-putih dan haima-darah.
Mula-mula dijelaskan oleh Virchow pada tahun 1847 sebagai darah putih. Leukemia
adalah jenis kanker yang mempengaruhi sumsum tulang dan jaringan getah bening. Semua
kanker bermula di sel, yang membuat darah dan jaringan lainnya. Biasanya, sel-sel akan tumbuh
dan membelah diri untuk membentuk sel-sel baru yang dibutuhkan tubuh. Saat sel-sel
semakin tua, sel-sel tersebut akan mati dan sel-sel baru akan
menggantikannya.Tapi, terkadang proses yang teratur ini berjalan menyimpang.
Sel-sel baru ini terbentuk meski tubuh tidak membutuhkannya, dan sel-sel lama
tidak mati seperti seharusnya. Kejanggalan ini disebut leukemia, di mana sumsum
tulang menghasilkan sel-sel darah putih abnormal yang akhirnya mendesak sel-sel lain.
Sel abnormal ini keluar dari sumsum tulang dan dapat ditemukan di dalam darah perifer/darah
tepi.
Leukemia dapat menyebabkan anemia, trombositopenia, penyakit
neoplastik yang beragam, atau transformasi maligna dari sel-sel pembentuk darah
di sumsum tulang dan jaringan limfoid dan diakhiri dengan kematian. Disamping
itu leukimia merupakan penyakit dengan proliferasi neoplastik dan diferensiasi sel
induk hematopoetik yang secara maligna melakukan transformasi yang
menyebabkan penekanan dan penggantian unsur sum-sum yang normal. Pada
sebagian kasus sel neoplastik juga terdapat dalam jumlah yang semakin
meningkat didalam darah tepi. Beberapa pengertian menurut para ahli yaitu sbb:
Leukemia adalah proliferasi sel darah putih yang masih imatur dalam jaringan
pembentuk darah. (Suriadi, & Rita yuliani, 2001 : 175).
Leukemia adalah proliferasi tak teratur atau akumulasi sel darah putih dalam
sum-sum tulang menggantikan elemen sum-sum tulang normal (Smeltzer, S C and Bare,
B.G, 2002 :248).
Nama penyakit maligna yang dikarakteristikkan oleh perubahan kualitatif dan kuantitatif
dalam leukosit sirkulasi (Jan Tambayong, 2000)
Leukemia adalah neoplasma akut atau kronis dari sel-sel pembentuk darah
dalam sumsum tulang dan limfa nadi (Reeves, 2001).
Leukemia adalah suatu keganasan pada alat pembuat sel darah berupa
proliferasio patologis sel hemopoietik muda yang ditandai oleh adanya kegagalan sum-
sum tulang dalam membentuk sel darah normal dan adanya infiltrasi ke jaringan
tubuh yang lain.(Arief Mansjoer, dkk, 2002 : 495).
Penyakit neoplastik yang ditandai dengan diferensiasi dan proliferasi sel induk hematopoietik
yang secara maligna melakukan trasformasi, yang menyebabkan penekanan dan
penggantian sum-sum yang normal (Sylvia, 2005).
Leukemia adalah penyakit neoplastik yang ditandai dengan diferensiasi dan poliferasi sel
induk hematopoietik yang mengalami transfusi dan ganas, menyebabkan supresi dan
penggantian elemen sumsum normal (Baldy, 2006)
Keganasan hematologik akibat proses neoplastik yang disertai gangguan differensiasi pada
berbagai tingkatan sel induk hematopoietik sehingga terjadi ekspansi progresif dari kelompok
sel ganas tersebut dalam sumsum tulang kemudian sel leukemia beredar secara sistemik
(I.M Bakta, 2007).
Leukemia adalah suatu keganasan organ pembuat darah sehingga sumsum
tulang didominasi oleh klon maligna limfositik dan terjadi penyebaran sel-sel
ganas tersebut ke darah dan semua organ tubuh (Bambang, 2008).
Kanker yang terjadi akibat diferensiasi dan leukosit yang berlebihan (Sayuh
Tamher. 2008).
Keganasan hematologis akibat proses neoplastik yang disertai gangguan
diferensiasi pada berbagai tingkatan sel induk hematopoietik (Muttagin, 2009).
Sel leukemia mempengaruhi hematopoiesis sel darah normal dan imunitas penderita.
(Yayan, 2010)
Sekelompok anak sel yang abnormal yang menghambat semua sel darah lain di sumsum
tulang untuk berkembang secara normal, sehingga mereka tertimbun di sum-sum tulang
(Corwin, 2009).
Sifat khas leukemia adalah proliferasi tidak teratur atau akumulasi sel
darah putih dalam sumusm tulang, menggantikan elemen sumsum tulang normal.
Juga terjadi proliferasi di hati,limpa dan nodus limfatikus, dan invasi organ non hematologis,
seperti meninges, traktus gastrointesinal, ginjal dan kulit. Leukemia adalah suatu
penyakit yang disebabkan oleh proliferasi abnormal dari sel-sel leukosit yang
menyebabkan terjadinya kanker pada alat pembentuk darah sehingga
mempengaruhi hematopoesis sel darah normal dan imunitas penderita.
B. ETIOLOGI
Walaupun penyebab dasar leukemia yang pasti belum diketahui dan
dijelaskan secara keseluruhan, akan tetapi terdapat faktor predisposisi yang
menyebabkan terjadinya leukemia, yaitu:
1. Genetik
Adanya penyimpangan kromosom insidensi leukemia meningkat pada
penderita kelainan kongenital, diantaranya pada sindroma Down 20x lebih
besar dari orang normal, sindroma Bloom, Fanconis Anemia, sindroma
Wiskott-Aldrich, sindroma Ellis vanCreveld, sindroma Kleinfelter, D-Trisomy
sindrome, sindroma von Reckinghausen, dan neurofibromatosis (Wiernik,
1985; Wilson, 1991). Kelainan-kelainan kongenital ini dikaitkan erat dengan adanya
perubahan informasi gen, misal pada kromosom 21 atau C-group Trisomy, atau pola
kromosom yang tidak stabil, seperti pada aneuploidy.
a) 2 Saudara kandung
Dilaporkan adanya resiko leukemia akut yang tinggi pada kembar identik
dimana kasus-kasus leukemia akut terjadi pada tahun pertama kelahiran.
Hal ini berlaku juga pada keluarga dengan insidensi leukemia yang sangat
tinggi (Wiernik,1985).
b) Faktor Lingkungan
Beberapa faktor lingkungan di ketahui dapat menyebabkan kerusakan
kromosom dapatan, misal: radiasi, bahan kimia, dan obat-obatan yang
dihubungkan dengan insiden yang meningkat pada leukemia akut, khususnya
ANLL (Wiernik, 1985; Wilson, 1991) .
2. Virus
Dalam banyak percobaan telah didapatkan fakta bahwa RNA virus
menyebabkan leukemia pada hewan termasuk primata. Penelitian pada
manusia menemukan adanya RNA dependent DNA polimerase pada sel-sel
leukemia tapi tidak ditemukan pada sel-sel normal dan enzim ini berasal dari virus
tipe C yang merupakan virus RNA yang menyebabkan leukemia pada hewan (Wiernik,
1985). Enzim tersebut dapat menyebabkan virus yang bersangkutan dapat membentuk
bahan genetik yang kemudian bergabung dengan genom yang terifeksi. Virus sebagai
penyebab leukemia, yaitu enzime Reverse Transcriptase yang ditemukan dalam darah
manusia. Virus lain yang dapat menyebabkan leukemia seperti Retovirus tipe C, virus
leukemia feline, HTLV-1 pada dewasa.
Salah satu virus yang terbukti dapat menyebabkan leukemia pada manusia adalah
Human T-Cell Leukemia. Jenis leukemia yang ditimbulkan adalah Acute T-Cell
Leukemia . Virus ini ditemukan oleh Takatsuki dkk ( Kumala, 1990).
4. Leukemogenik
Zat-zat kimia yang mempengaruhi frekuensi leukemia:
Racun lingkungan seperti benzene.
Bahan kimia industri seperti insektisida.
Obat-obatan untuk kemoterapi.
5. Obat-obatan
Obat-obatan anti neoplastik (misal : alkilator dan inhibitor topoisomere II)
dapat mengakibatkan penyimpangan kromosom yang menyebabkan AML.
Kloramfenikol, fenilbutazon, dan methoxypsoralen dilaporkan menyebabkan kegagalan
sumsum tulang yang lambat laun menjadi AML ( Fauci, et. al, 1998 ).
6. Radiasi
Radiasi dapat meningkatkan frekuensi Leukemia Mielostik Akut (LMA),
namun tidak berhubungan dengan Leukemia Limfositik Kronis (LLK).
Peningkatan resiko leukemia ditemui juga pada pasien yang mendapat terapi
radiasi misal: pembesaran thymic, para pekerja yang terekspos radiasi dan
para radiologis. Data-data pendukung radiasi sebagai penyebab leukemia :
Para pegawai radiologi lebih sering menderita leukemia
Penderita dengan radioterapi lebih sering menderita leukemia
Leukemia ditemukan pada korban hidup kejadian Bom Atom Hirosima
dan Nagasaki
7. Sinar Radioaktif
Sinar radioaktif merupakan faktor eksternal yang paling jelas dapat
menyebabkan leukemia pada binatang maupun pada manusia. Dibuktikan
bahwa penderita yang diobati dengan sinar radioaktif akan menderita leukemia
pada 6% klien, dan baru terjadi sesudah 5 tahun.
8. Leukemia Sekunder
Leukemia yang terjadi setelah perawatan atas penyakit malignansi lain
disebut Secondary Acute Leukemia (SAL) atau treatment related leukemia.
Termasuk diantaranya penyakit Hodgin, limphoma, myeloma, dan kanker payudara .
Hal ini disebabkan karena obat-obatan yang digunakan termasuk golongan
imunosupresif selain menyebabkan dapat menyebabkan kerusakan DNA .
Leukemia biasanya mengenai sel-sel darah putih. Penyebab dari
sebagian besar jenis leukemia tidak diketahui. Pemaparan terhadap
penyinaran (radiasi) dan bahan kimia tertentu (misalnya benzena) dan
pemakaian obat anti kanker, meningkatkan resiko terjadinya leukemia. Orang
yang memiliki kelainan genetik tertentu (misalnya sindroma Down
dansindroma Fanconi), juga lebih peka terhadap leukemia.
9. Faktor Infeksi
Banyak ahli yang menduga bahwa faktor infeksi oleh suatu bahan yang
menyebabkan reaksi sangat berperan dalam etiologi leukemia (Imam
Supandiman. 1997; Sylvia Anderson Price. 1995).
C. FAKTOR RESIKO
Usia
Usia seseorang akan berpengaruh terhadap imunitas seseorang. Semakin
bertambah usianya maka akan semakin berkurang imunitas tubuhnya yang
akan berpengaruh terhadap proliferasi sel abnormal ganas yang akan
menyerang tubuh.
Lingkungan
Faktor lingkungan berpengaruh terhadap keparahan leukemia. Masyarakat
yang dekat/tinggal di area industri dapat terkena racun lingkungan seperti
benzena dan insektisida yang memperburuk kondisi pasien. Orang-orang
dengan paparan zat kimia (misal:benzene, Arsen, pestisida, kloram fenikol,
fenil Butazon, dan agen neoplastik) akan berisiko lebih tinggi untuk terjangkit
leukemia. Kontak dengan radiasi ionisasi disertai manifestasi leukemia (Sylvia
Anderson Price. 1995). Paparan pada tingkat-tingkat yang tinggi dari benzene
pada tempat kerja dapat menyebabkan leukemia. Benzene digunakan secara
luas di industri kimia begitu juga dengan Formaldehyde yang beresiko
leukemia lebih besar.
Genetik
Suatu studi Genetika Hematologi menemukan bahwa anak-anak yang lahir
dari beberapa pasangan yang telah dijadikan sample penelitian terbukti bahwa
anak-anak tersebut menderita leukemia karena membawa faktor genetik dari
orang tuanya. Kelaman kongenital dengan aneuloidi, misalnya Agranulositosis
congenital, sindrom Ellis Van Greveld, penyakit seliak, sindrom Bloom, anemia
fanconi, sindrom klenefelter, dan sindrom trisomi D. Menyebabkan
meningkatnya insiden leukemia limfoma. Beberapa penyakit-penyakit yang
disebabkan oleh kromosom-kromosom abnormal mungkin meningkatkan
resiko leukemia.
Jarang ditemukan leukemia familial, tetapi terdapat insiden leukemia lebih
tinggi dari saudara kandung anak-anak yang terserang, dengan insiden yang
meningkat sampai 20% pada kembar monozigot/identik (Sylvia Anderson
Price. 1995).
Gaya Hidup
Gaya hidup berhubungan dengan aktivitas pasien sehari-hari. Orang yang
terlalu sibuk dengan kegiatannya tanpa memperhatikan waktu istirahatnya
serta PHBS juga dapat membuatnya terkena Leukemia.
Asupan Nutrisi
Asupan nutrisi sangat berguna untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dalam
tubuh karena nutrisi ini juga akan mempengaruhi fungsi organ tubuh untuk
bekerja secara normal, terutama agar tidak terjadi hematopoiesis abnormal.
Asupan nutrisi yang kurang baik, seperti sering mengkonsumsi bahan yang
berpengawet dalam jangka lama bisa menyebabkan leukemia.
Riwayat Penyakit
Misalnya selain mengalami Leukemia, pasien juga mengalami anemia dan
pneumonia yang berkaitan dengan ikatan oksidasi hemoglobin, apabila tidak
mencapai standar normal yang dibutuhkan tubuh maka akan terjadi
hematopoiesis abnormal.
Radiasi Ionik
Orang-orang yang selamat dari ledakan bom atom akan berisiko relative
keseluruhan untuk berkembang menjadi leukemia akut.
Efek pengobatan
Seseorang dengan radioterapi dan kemoterapi bias meningkatkan resiko
terjangkit leukemia. Setiap keadaan sumsum tulang hipopastik, kelihatannya
merupakan predisposisi terhadap leukemia.
Infeksi virus
Pada awal 1980, di isolasi virus HTLV-1 dan leukemia sel T manusia pada
limfosit seorang penderita limfoma kulit dan sejak itu diisolasi dan sempel
serum penderita leukemia sel T (Sylvia Anderson Price. 1995).
D. KLASIFIKASI
Berdasarkan klasifikasi French American British (FAB), leukemia akut
terbagi menjadi 2 (dua), Acute Limphocytic Leukemia (ALL) dan Acute Myelogenous
Leukemia (AML). Sedangkan Leukemia Kronis juga dibagi menjadi 2 yaitu Leukemia
Mielogenus Kronis (CML)dan Leukemia Limfositik Kronis (CLL).
Gejala klinisnya : gejala tersering yang dapat terjadi adalah rasa lelah, panas tanpa
infeksi purpura, nyeri tulang dan sendi, penurunan berat badan, serta sering ditemukan suatu
massa abnormal. Pada pemeriksaan fisik didapat splenomegali, hepatomegali,
limfadenopati, nyeri tekan pada tulang dada, ekimosis, dan perdarahan retina.
E. MANIFESTASI KLINIS
Sifat khas leukemia adalah proliferasi tidak teratur/akumulasi sel darah
putih dalam sumsum tulang, menggantikan elemen sumsum tulang normal. Juga
proliferasi di hati, limfa, dan nodus limfatikus, serta invasi organ nonhematologis,
seperti meningitis, traktus gastrointestinal, ginjal dan kulit.
1. Leukemia Akut (National Cancer Institute , 2008)
Limfosit imatur berproliferasi di sumsum tulang & jaringan perifer, serta
terakumulasi elisana. Hal diatas mengakibatkan adanya gangguan pada
perkembangan sel normal. Leukemia akut juga memperlihatkan gejala
klinis yang mencolok. Gejala leukemia akut dapat digolongkan menjadi 3
besar, yaitu:
a) Gejala kegagalan sumsum tulang:
Anemia menimbulkan gejala pucat, lemah, letargi(kesadaran
menurun), pusing, sesak, nyeri dada.
Netropenia menimbulkan infeksi yang ditandai oleh demam, infeksi
rongga mulut, tenggorok, kulit, saluran nafas, dan sepsis sampai
syok septik. Pasien sering menunjukkan gejala
infeksi/perdarahan/keduanya pada waktu diagnosis.
Trombositopenia menimbulkan easy bruising, perdarahan mukosa,
seperti perdarahan gusi, epistaksis, ekimusis (perdarahan dalam
kulit), serta perdarahan saluran cerna dan sistem saluran kandung
kemih.
Anoreksia adalah tidak adanya/hilangnya selera makan.
Pasien dengan jumlah sel darah putih meningkat secara nyata dalam
sirkulasi (jumlahnya melebihi 200.000/mm) dapat menunjukkan gejala
hiperviskositas. Gejala ini mencakup nyeri kepala, perubahan penglihatan,
kebingungan dan dispenia yang memerlukan leukoforensis segera
(pembuangan leukosit melalui pemisah sel).
d) Perdarahan kulit :
Atraumatic ecchymosis: Bercak perdarahan yang kecil pada
kulit/membran mukosa, lebih besar dari petekia, yang membentuk
bercak biru/ungu yang bundar/tidak teratur serta tanpa elevasi.
Petechiae
Purpura: Perdarahan kecil didalam kulit, membrane mukosa/
permukaan serosa.
e) Perdarahan gusi
Hepatomegali : pembesaran Hati
Splenomegali : pembesaran Limpa
Limfadenopati : ppnyakit Kelenjar Limfe
Massa di Medias tinum : sering pada LLA sel T
Leukemia sistem saraf pusat : nyeri kepala, muntah (gejala tekanan
tinggi intrakranial), perubahan pada status mental, kelumpuhan
saraf otak terutama saraf VI % VII, kelainan neurologik fokai.
Keterlibatan organ lain: teksis, retina, kulit, pleura, pericardium,
tonsil. (Kumala. 1998)
ALL merupakan hasil dari injuri genetik pada DNA sel di sumsum
tulang. penyakit ini biasanya berhubungan dengan akut limfoblastik
leukemia karena sel leukemia berpindah ke sumsum tulang yang
normal. Sebagian besar pasien kehilangan berat badan. Mereka
biasanya merasa sulit bernafas selama aktifitas fisik. Mereka Nampak
pucat karena anemia. ini kemungkinan merupakan tanda dari
rendahnya jumlah trombosit. Hal ini disertai tanda kebiruan dan hitam
yang terjadi tanpa alasan yang terbukti atau karena injuri minor. Bintik-
bintik merah dibawah kulit disebut petekie atau perdarahan yang
diperpanjang dari minor cots. Ketidaknyamanan pada tulang dan sendi
mungkin terjadi. Demam juga umum terjadi. Selain itu, leukemia
limfoblas mungkin berkumpul di limfa sehingga terjadi pembengkakan.
Sel leukemia dapat tersimpan dalam otak atau spinalcord dan
menyebabkan sakit kepala atau vomiting.
Tanda dan gejala leukemia akut berkaitan dengan neutropenia dan
trombositopenia. Ini adalah infeksi berat yang rekuren disertai
timbulnya tukak pada membrane mukosa, abses perirektal, pneumonia
septicemia disertai menggigil, demam, takikardi, takipnea. Komplikasi
ini bertanggung jawab atas tingginya angka kematian yang
berhubungan dengan leukemia akut. Penyebab infeksi paling umum:
staphilokokus, streptococcus dan bakteri gram negatif usus, serta
berbagai spesies jamur.
Trombositopenia mengakibatkan perdarahan yang dinyatakan
dengan petekie, epitaksis (perdarahan hidung), hematoma pada
membrane mukosa, serta pendarahan saluran cerna dan system
saluran kemih. Anemia bukan merupakan manifestasi awal disebabkan
karena umur eritrosit yang panjang (120 hari). Jika terdapat anemia
akan ditemukan pusing dan gejala kelelahan dan dipnea waktu kerja
fisik disertai pucat yang nyata (Sylvia Anderson Price. 1995).
F. PATOFISIOLOGI
Penyakit leukemia ditandai oleh adanya proliferasi tak terkendali dari satu
atau beberapa jenis sel darah. Hal ini terjadi karena adanya perubahan pada
kromosom sel induk sistem hemopoetik. Sel sistem hemopoetik adalah sel yang
terus menerus berproliferasi, karena itu sel ini lebih potensial untuk
bcrtransformasi menjadi sel ganas dan lebih peka terhadap obat toksik seperti
sitostatika dan radiasi. Penelitian morfologik menunjukkan bahwa pada Leukemia
Limfositik Akut (LLA) terjadi hambatan diferensiasi dan sel limfoblas yang
neoplastik memperlihatkan waktu generasi yang memanjang, bukan memendek.
Oleh karena itu, akumulasi sel blas terjadi akibat ekspansi klonal dan kegagalan
pematangan progeni menjadi sel matur fungsional. Akibat penumpukan sel blas di
sumsum tulang, sel bakal hemopoetik mengalami tekanan.
Kelainan paling mendasar dalam proses terjadinya keganasan adalah
kelainan genetik sel. Proses transformasi menjadi sel ganas dimulai saat DNA gen
suatu sel mengalami perubahan. Akibat proliferasi sel yang tidak terkendali ini
tcrjadi kenaikan kadar satu atau beberapa jenis sel darah dan penghambatan
pembentukan sel darah lainnya dengan akibat terjadinya anemia, trombositopenia
dan granulositopenia.
Perubahan kromosom yang terjadi merupakan tahap awal onkogenesis
dan prosesnya sangat kompleks, melibatkan faktor intrinsik (host) dan ekstrinsik
(lingkungan).
Sel masenkim stem cell
Proliferasi SDP
imatur
Resiko infeksi
Produksi SDM Trombositopenia
Infiltrasi
teganggu
Pembekuan
Anemia terganggu
Hati Tulang SSP Limpa
Terapi
Umumnya pengobatan ditujukan terhadap penegahan kambuh dan
mendapatkan masa remisi yang lebih lama. Untuk mencapai keadaan tersebut
, pada prinsipnya dipakai pola dasar pengobatan sebagai berikut :
1. Induksi.Dimaksudkan untuk mencapai remisi, yaitu dengan
pemberianberbagi obat tersebut diatas, baik secara sistematik maupun
intratekal sampai sel blas dalam sumsum tulang kurang dari 5%.
2. Konsolidasi. Yaitu agar sel yang tersisa tidak cepat memperbanyak diri.
3. Rumat (maintenance). Untuk mempertahankan masa remisi, sedapat-
dapatnya suatu masa remisi yang lama. Biasanya dilakukan dengan
pemberian titostatika separuh dosis biasa.
4. Reinduksi. Dimaksudkan untuk mencegah relaps. Reinduksi biasanya
dilakukan setiap 3-6 bulan dengan pemberian obat-obat seperti pada
induksi selama 10-14 hari.
5. Mencegah terjadinya leukemia susunan saraf pusat. Untuk hal ini diberikan
MTX intratekal pada waktu induksi untuk mencegah leukemia meningeal
dan radiasi kranial sebanyak 2.400-2.500 rad. Untuk mencegah leukemia
meningeal dan leukemia serebral. Radiasi ini tidak diulang pada reinduksi.
6. Pengobatan imunotologik. Diharapkan semua sel leukemia dalam tubuh
akan hilang sama sekali dan dengan demikian diharapkan penderita dapat
sembuh sempurna.
Imunoterapi
Imunoterapi, merupakan cara pengobatan yang terbaru. Setelah tercapai
remisi dan jumlah sel leukemia cukup rendah (105-106), imunoterapi mulai
diberikan. Pengobatan yang aspesifik dilakukan dengan pemberian imunisasi
BCG atau dengan Corynae bacterium dan dimaksudkan agar terbentuk
antibodi yang dapat memperkuat daya tahan tubuh. Pengobatan spesifik
dikerjakan dengan penyuntikan sel leukemia yang telah diradiasi. Dengancara
ini diharapakan akan terbentuk antibodi yang spesifik terhadap sel leukemia,
sehingga semua sel patologis akan dihancurkan sehingga diharapkan
penderita leukemia dapat embuh sempurna.BCG diberikan 2 minggu setelah
VCR kedua pada reinduksi pertama. Dosis 0,6 ml intrakutan, diberikan pada 3
tempat masing-masing 0,2 ml. Suntikan BCG diberikan 3 kali dengan interval
4 minggu. Selama pengobatan ini, obat-obat rumit diteruskan.
Terapi Biologi
Orang dengan jenis penyakit leukemia tertentu menjalani terapi biologi
untuk meningkatkan daya tahan alami tubuh terhadap kanker. Terapi ini
diberikan melalui suntikan di dalam pembuluh darah balik (vena).
Bagi pasien dengan leukemia limfositik kronis, jenis terapi biologi yang
digunakan adalah antibodi monoklonal yang akan mengikatkan diri pada sel-
sel leukemia. Terapi ini memungkinkan sistem kekebalan untuk membunuh
sel-sel leukemia di dalam darah dan sumsum tulang. Bagi penderita dengan
leukemia myeloid kronis, terapi biologi yang digunakan adalah bahan alami
bernama interferon untuk memperlambat pertumbuhan sel-sel leukemia.
Terapi sitotoksik leukaemia mieloblastik akut
Terapi pada AML serupa dengan yang dijelaskan untuk ALL tetapi hasilnya
kurang baik. Rejimen yang tersering digunakan untuk AML adalah kombinasi
tiha obat citosin arabinosida, daunoribisin dan 6-tioguanin. Kasus semua
subtipe AML (FAB m1-m6) diobati serupa (kecuali bahwa DIC mungkin ada
pada varian promielositik (M3) dan piatelet concentrates dan plasma beku
segar untuk memlengkapi faktora pembekuan, digunakan sampai dicapai
remisi).
1. Angka remisi lebih rendah (60% - 80%).
2. Remisi sering memakan waktu lebih lama untuk dicapai.
3. Hanya obat mielotoksik yang bernilai besar, dengan kurang selektivitas
antara sel leukaemik dan sel sumsum tulang normal.
4. Kegagalan sumsum tulang berat dan lama, perawatan penunjang intensif
dibutuhkan dan kematian dini biasa terjadi, khususnya pada pasien diatas
50 tahun.
5. Remisi lebih sebentar, nilai terapi pemeliharaan kurang jelas, dan jarang
bertahan hidup lama.
Profilaksis SSP biasa tidak diberika pada AML, walaupun kekambuhan
meningeal (meningeal relapse) memang terjadi pada beberapa kasus,
teristimewa pada anak-anak dan dewasa muda, dimana metotreksat intratekal
dapat digunakan sebagai profialiktik.
Terapi Radiasi
Terapi Radiasi (juga disebut sebagai radioterapi) menggunakan sinar
berenergi tinggi untuk membunuh sel-sel leukemia. Bagi sebagian besar
pasien, sebuah mesin yang besar akanmengarahkan radiasi pada limpa, otak,
atau bagian lain dalam tubuh tempat menumpuknyasel-sel leukemia ini.
Beberapa pasien mendapatkan radiasi yang diarahkan ke seluruh
tubuh.(Iradiasi seluruh tubuh biasanya diberikan sebelum transplantasi
sumsum tulang).
Terapi Radioterapi
Radioterapi menggunakan sinar berenergi tinggi untuk membunuh sel-sel
leukemia. Sinar berenergi tinggi ini ditunjukkan terhadap limfa atau bagian lain
dalam tubuh tempat menumpuknya sel leukemia. Pengobatan dengan cara ini
dapat diberikan jika terdapat keluhan pendesakan karena pembengkakan
kelenjar getah bening setempat.
Transplantasi Sumsum tulang
Transplantasi sumsum tulang dilakukan untuk mengganti sumsum tulang
yang rusak karena kanker dengan sumsum tulang yang sehat.
Terapi Suportif
Berfungsi untuk mengatasi akibat-akibat yang ditimbulkan penyakit
leukemia dan mengatasi efek samping obat. Misalnya transfusi darah untuk
penderita leukemia dengan keluhan anemia, transfusi trombosit untuk
mengatasi perdarahan dan antibiotik untuk mengatasi infeksi.
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Adapun pemeriksaan penunjang pada Leukemia secara umum :
Tes darah laboratorium akan memeriksa jumlah sel sel darah. Leukimia
menyebabkan jumlah selsel darah putih meningkat sangat tinggi, dan
jumlah trombosit dan hemoglobin dalam selsel darah merah menurun.
Pemeriksaan laboratorium juga akan meneliti darah untuk mencari ada
tidaknya tanda-tanda kelainan pada hati atau ginjal.
Digunakan untuk mengetahui kadar Hb-Eritrosit, leukosit dan trombosit.
- Hb rendah < 10 g/100 ml
(N: dewasa: Pria 13,5-18 g/dl, wanita 12-16 g/dl; anak: 6 bln-1 th 10-15
g/dl, 5-14 th 11-16 g/dl)
- Trombositopenia < 50.000/mm
-
Leukosit meningkat dapat lebih dari 200.000/mm3, normal atau
menurun, kurang dari 1000/mm
Apusan Darah Tepi
Digunakan untuk mengetahui morfologi sel darah berupa bentuk, ukuran,
maupun warna sel-sel darah, yang dapat menunjukkan kelainan
hematologi.
Sumsum Tulang
Merupakan tes diagnostik yang sangat penting untuk mendiagnostik dan
menetapkan sel maligna. Adanya hiperseluler, sel sumsum tulang diganti
sel leukosit.
Perbedaan pada pemeriksaan darah tepi dan sumsum tulang
Test LMA LLA LMK LLK
Darah -sel darah putih -sel darah putih -sel darah putih -meningkatkan
Tepi normal meningkat disertai meningkat limfosit dewasa
kurang/meningkat limfositosis terutama yang kecil
bisa disertai -hitung sel darah granulosit -trombositopenia
mieloblas putih dapat -trombositopenia -anemia
-trombositopenia normal/berkurang -anemia
-anemia -trombositopenia
-anemia
Sum Hiperseluler 50% Hiperseluler Jiperseluler 2% 30% limfosit
sum Mieloblas disertai infiltrasi blas megakariosit
tulang limfoblas
Biopsi dokter akan mengangkat sumsum tulang dari tulang pinggul atau
tulang besar lainnya. Ahli patologi kemudian akan memeriksa sampel di
bawah mikroskop, untuk mencari sel sel kanker. Cara ini disebut biopsi,
yang merupakan cara terbaik untuk mengetahui pakah ada sel sel
leukemia di dalam sumsum tulang.
Sitogenetik Laboratorium akan memeriksa kromosom sel dari sampel
darah tepi, sumsum tulang atau kelenjar getah bening.
Processus Spinosus dengan meggunakan jarum yang panjang dan tipis,
dokter perlahan lahan akan mengambil cairan cerebrospinal (cairan yang
mengisi ruang di sekitar otak dan sumsum tulang belakang). Prosedur ini
berlangsung sekitar 30 menit dan dilakukan dengan anastesi local. Pasien
harus berbaring selama beberapa jam setelahnya, agar tidak pusing.
Laboratorium akan memeriksa cairan apakah ada sel sel Leukimia atau
tanda tanda penyakit lainnya.
Sinar X pada dada sinar X ini dapat mengetahui tandatanda penyakit di
dada.
Tranfusi dan Kemoterapi Leukimia
o Definisi, jenis, peran perawat: pra, intra, post, komponen darah, efek
samping, dan cara mengatasi
o Kemoterapi: efek samping, peran perawat dalam cara mengatasi
I. Peran Perawat dalam Kemoterapi
1. Efek Samping Kemoterapi.
Depresi
Mual
Muntah
Diare
Rambut rontok
Masalah kulit
Nafsu makan berkurang
Gangguan otot dan saraf
2. Penanganan Efek Samping
Depresi
Olahraga dapat membantu melepaskan berbagai zat kimia tubuh
yang melawan depresi dan stress.
Manjakan diri dengan berlibur sejenak dapat mengurangi tingkat
depresi.
Resep anti depresan dapat mengurangi gejala emosional dan fisik
akibat depresi sehingga memungkinkan pasien untuk fokus pada
perawatan dan pemulihan.
Konseling pribadi dapat membantu pasien dan keluarga mereka
mengatasi berbagai kestabilan emosi, kekhawatiran dan kesulitan
yang menyertai kanker dan kemoterapi
Mual Muntah
Terdapat dua cara untuk mengatasi efek samping ini. Yaitu secara
farmako dan non farmako
Farmako
Obat paling efektif untuk mual muntah adalah antagonis reseptor
serotonin (SRA). Karena agen kemoterapi menginisiasi aktivitas
reseptor serotonin dalam menimbulkan mual dan muntah. SRA yang
sering digunakan yaitu ondansetron (Zofran), granisetron (Kytril) dan
dolasetron (Anzemet).
Pengkombinasian:
Dexamethasone dan Prochlorperazine direkomendasikan untuk
agen kemoterapi yang mempunyai potensi emetik ringan hingga
sedang.
Dexamethasone dan metoclorpramide meski kurang efektif juga
dapat menjadi pilihan
Dexamethasone merupakan obat pilihan untuk mual muntah
lambat. Pemberiannya dilakukan bersamaan dengan SRA
sebelum kemoterapi.
Non Farmako
Makan makanan yang kering.
Porsi makanan kecil dengan frekuensi 6-8 kali/hari, diantaranya 3
kali makan besar.
Hindari makanan yang berbau merangsang.
Hindari makanan yang berlemak tinggi karena akan merangsang
rasa mual.
Makan dan minum perlahan-lahan.
Hindari makanan dan minuman terlalu manis.
Batasi cairan pada saat makan.
Tidk tiduran setelah makan lebih kurang 1 jam setelah makan.
Apabila muntah, minumlah banyak air untuk menghindari
trjadinya dehidrasi.
c. Efek Samping
Reaksi transfusi cepat reaksi hemolitik kuat, reaksi demam dan alergi,
hipervolemia, edema paru non kardiogenik, hemolisis non imun serta
sepsis bakterial.
Reaksi transfusi lambat reaksi hemolitik lambat, penyakit infeksi
(Hepatitis B, C, HIV, Malaria, toksoplasmosis).
2. Intra Transfusi.
Cuci tangan dan kenakan sarung tangan.
Buka set pemberian darah.
Tusukkan kantong IV normal salin 0,9%.
Ketika unit ini selesai, pertahankan kepatenan vena dengan
menginfuskan normal salin.
Buka klem pengatur bawah dan biarkan selang infus terisi salin.
Tutup klem pengatur bawah setelah selang terisi salin.
Balik kantong darah 1-2 kali dengan perlahan untuk mendistribusikan
sel secara seksama, tusuk wadah darah, buka klem pada selang
masuk dan selang bawah, kemudian isi selang secara seksama
dengan mengisi filter dengan darah.
Sambungan selang transfusi darah ke kateter IV dengan
mempertahankan sterilitas. Buka klem bawah.
Pantau TTV klien.
Atur infus sesuai pesanan dokter (PRC biasanya diberikan 1,5-2 jam,
WBC diberikan 1-3 jam).
Setelah darah diinfuskan, bersihkan selang dengan normal salin
0,9%.
Buang semua bahan dengan tepat. Lepaskan sarung tangan dan cuci
tangan.
3. Post Transfusi.
Catat golongan dan jumlah komponen darah yang diberikan serta
respon klien terhadap terapi darah.
Laporkan jika terjadi komplikasi.
Beri pendidikan klien cara merawat.
e. Cara Mengatasi.
Bila pemberian transfusi darah menimbulkan reaksi yang tidak
diharapkan, maka dapat dilakukan upaya alternatif farmakologis
pemberian transfusi, dg. pemberian:
1. Eritropoetin (epoetin alfa) merupakan penanganan alternative yang
efektif pada klien anemia kronis akibat penyakit nginjal kronis. Efek
utama obat ini adalah merangsang eritropoesis. Obat ini dapat
diberikan secara intravena/subkutan.
2. DDAVP merupakan bentuk sintetis vasopcesn L-arginin, yaitu suatu
anti diuretik yang dihasilkan secara alamiah oleh tubuh. Obat ini efektif
untuk menangani kelainan perdarahan sehubungan dengan disfungsi
trombosit/trombositopenia. Obat ini hanya dipakai pada klien dengan
hemofilia A, penyakit Van Wellbrand, serta gagal ginjal akut-kronis.
Obat ini diberikan secara IV, SC dan intranasal.
BAB III
Abdoerrachman MH, dkk, 2008, Ilmu Kesehatan Anak, Buku I, penerbit Jakarta:
Fakultas Kedokteran UI
Keliat, Anna Budi SKp, MSc., 2004, Proses Keperawatan, Jakarta: EGC
.
Marilynn E. Doenges, Mary Prances Moorhouse, Alice C. Beissler, 2003, Rencana
Asuhan Keperawatan, Jakarta: EGC
Sunar, Trenggana, 2000 Dr. Leukemia ; Penuntun bagi orang tua Bagian Ilmu
Kesehatan Anak, FK UNHAS/SMF Anak RS DR. Wahidin Sudirohusodo
Makassar.
Susan Martin Tucker, Mary M. Canabbio, Eleanor Yang Paquette, Majorie Fife
Wells, 2008, Standar Perawatan Pasien, volume 4, Jakarta: EGC.
Soeparman, Sarwono Waspadji, 1998, Ilmu Penyakit Dalam, jilid II, Jakarta: Balai
Penerbit FKUI