Anda di halaman 1dari 4

AKUNTANSI MANAJEMEN BIAYA LANJUTAN

ANALISA KASUS
BEAUVILLE FURNITURE CORPORATION

Disusun Oleh:
Kelompok 2 Kelas G17-1S

Nama NPM
Ronny Wicaksono 1706089910
Antonius Adikusuma Mulyono 1706998290

PROGRAM MAGISTER AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS INDONESIA
2017

1
BEAUVILLE FURNITURE CORPORATION

I. RINGKASAN PENDAHULUAN
Beauville Furniture Corporation adalah perusahaan yang
memproduksi sofa, kursi berlengan dan kursi santai. Beauville
mengoperasikan pabrik penggergajian (sawmill), pabrik kain (fabric plant)
dan pabrik furnitur (furniture plant). Beauville memulai proses produksinya
di pabrik penggergajian yang membeli balok kayu dari produsen kayu
independen. Kemudian masuk ke pabrik kain yang bertanggungjawab untuk
memproduksi kain yang akan digunakan oleh pabrik furnitur. Operasi yang
ketiga yaitu pabrik furnitur yang memproduksi pesanan pelanggan dengan
basis sesuai pesanan pelanggan. Beauville telah menjalankan bisnisnya
selama lebih dari 2 dekade dan memiliki reputasi yang baik. Namun selama 5
tahun terakhir, Beauville mengalami penurunan pendapatan dan penjualan.
Beauville banyak mengalami kekalahan dalam penawaran (bidding) untuk
model-model furnitur yang populer. Sebagai contoh, untuk sofa biasa dengan
pemesanan 500 unit, Beauville menawarkan sebesar $25 per unit, lebih tinggi
rata-rata $12,500 per pesanan dibanding pesaingnya. Namun, untuk model
yang lebih sulit, Beauville menawarkan $60 per unit lebih murah daripada
pesaingnya. Vice President of Finance Gisela Berling kemudian melakukan
analisis biaya pada tiap lini produk yang dihasilkan untuk menyelesaikan
masalah yang dihadapi dalam perusahaan ini.
Pada pabrik penggergajian selama ini menggunakan physical units
method dalam proses perhitungannya, namun Gisela akan mencoba
menggunakan sales value at split off method untuk mengetahui efek
perubahannya. Pada pabrik kain menggunakan process costing, sedangkan
pabrik furniture menggunkan job-order costing, dengan plantwide overhead
rates berdasarkan direct labor hours untuk kedua pabrik tersebut. Hasil
analisis untuk pabrik kain cukup memuaskan karena 90% dari overhead
terlihat wajar apabila dihitung menggunakan direct labor hours, hanya saja
satu masalah yaitu limbah yang membuat Gisela merasa perlu untuk
memutuskan mengembangkan standard cost sheet untuk satu jenis kain.

2
Masalah yang lebih rumit terdapat pada pabrik furnitur yaitu banyaknya jenis
produk yang menyebabkan distorsi pada biaya produksi serta hanya 40% dari
overhead dapat dijelaskan dengan direct labor hours sehingga Gisela
memutuskan untuk melakukan analisis tambahan yang memungkinkan untuk
menaikkan overhead rates yaitu menambahkan data departmental sehingga
efek transfer antar departemen dapat dihitung dan melakukan kemungkinan
mengubah pabrik penggergajian dan pabrik kain menjadi profit center serta
mengubah kebijakan transfer pricing yang ditetapkan sebelumnya. Setelah
berdiskusi dengan bagian pengontrolan pabrik kain, Gisela memutuskan
untuk menggunakan machine hours untuk menghitung overhead rate rate
untuk Departemen Pemotongan (Cutting Department) dan direct labor hours
untuk Departemen Pemasangan (Assembly Department). Untuk mengukur
dampak dari perbedaaan prosedur penetapan overhead, Gisela memutuskan
menganalisa 2 job, yaitu job A500 yang memproduksi 500 sofa dengan gaya
yang sering diminta dan menggunakan kain FB70, serta job B75 yang
memproduksi 75 recliner berdesain khusus.

II. ANALISA
Pertanyaan 2
Hitung Plantwide Overhead Rate pada Pabrik Kain (Fabric Plant)

Plantwide Overhead Rate = Budgeted Overhead / Practical Volume


= $1,200,000 / 120,000 hours
= $10/hour

Pertanyaan 3
Hitung under/overapplied overhead untuk Pabrik Kain

Applied Overhead = Overhead Rate * Actual Hours


= $10 * 118,000 hours
= $1,180,000

3
Overhead variance = Actual Overhead Applied Overhead
= $1,150,000 - $1,180,000
= $30,000 Overapplied

Anda mungkin juga menyukai