Laporan Pendahuluan CKR
Laporan Pendahuluan CKR
OLEH:
AGUNG DARMAWAN
A. Latar belakang
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan
kecacatan utama pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi
akibat kecelakaan lalu lintas. Di dunia diperkirakan sebanyak 1,2 juta jiwa
nyawa melayang setiap tahunnya sebagai akibat kecelakaan bermotor,
diperkirakan sekitar 0,3-0,5% mengalami cedera kepala. Di Indonesia
diperkirakan lebih dari 80% pengendara kendaraan mengalami resiko
kecelakaan. 18% diantaranya mengalami cedera kepala dan kecederaan
permanen, tingginya angka kecelakaan lalu lintas tidak terlepas dari makin
mudahnya orang untuk memiliki kendaraan bermotor dan kecelakaan
manusia.
B. Tujuan
a. Mampu melakukan pengkajian pada pasien CKR
b. Memberikan asuhan keperawatan pada anak dengan CKR
TINJAUAN TEORI
1) Definisi penyakit
Cedera kepala ringan adalah hilangnya fungsi neurology atau
menurunnya kesadaran tanpa menyebabkan kerusakan lainnya (Smeltzer,
2001).
Cedera kepala ringan adalah trauma kepala dengan GCS: 15 (sadar
penuh) tidak ada kehilangan kesadaran, mengeluh pusing dan nyeri kepala,
hematoma, laserasi dan abrasi (Mansjoer, 2000).
Jadi cedera kepala ringan adalah cedera karena tekanan atau kejatuhan
benda tumpul yang dapat menyebabkan hilangnya fungsi neurology sementara
atau menurunya kesadaran sementara, mengeluh pusing nyeri kepala tanpa
adanya kerusakan lainnya.
2) Etiologi
a. Trauma tumpul : Kecepatan tinggi (tabrakan motor dan mobil)
kecepatan rendah (terjatuh, dipukul)
b. Trauma tembus : Luka tembus peluru dari cedera tembus lainnya (Mansjoer,
2000)
4) Patofisiologi
Cedera memegang peranan yang sangat besar dalam menentukan berat
ringannya konsekuensi patofisiologis dari suatu trauma kepala. Cedera
percepatan (aselerasi) terjadi jika benda yang sedang bergerak membentur
kepala yang diam, seperti trauma akibat pukulan benda tumpul, atau karena
kena lemparan benda tumpul. Cedera perlambatan (deselerasi) adalah bila
kepala membentur objek yang secara relatif tidak bergerak, seperti badan
mobil atau tanah. Kedua kekuatan ini mungkin terjadi secara bersamaan bila
terdapat gerakan kepala tiba-tiba tanpa kontak langsung, seperti yang terjadi
bila posisi badan diubah secara kasar dan cepat. Kekuatan ini bisa dikombinasi
dengan pengubahan posisi rotasi pada kepala, yang menyebabkan trauma
regangan dan robekan pada substansi alba dan batang otak.
Cedera primer, yang terjadi pada waktu benturan, mungkin karena
memar pada permukaan otak, laserasi substansi alba, cedera robekan atau
hemoragi. Sebagai akibat, cedera sekunder dapat terjadi sebagai kemampuan
autoregulasi serebral dikurangi atau tak ada pada area cedera. Konsekuensinya
meliputi hiperemi (peningkatan volume darah) pada area peningkatan
permeabilitas kapiler, serta vasodilatasi arterial, semua menimbulkan
peningkatan isi intrakranial, dan akhirnya peningkatan tekanan intrakranial
(TIK). Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan cedera otak sekunder
meliputi hipoksia, hiperkarbia, dan hipotensi.
Cedera fokal diakibatkan dari kerusakan fokal yang meliputi kontusio
serebral dan hematom intraserebral, serta kerusakan otak sekunder yang
disebabkan oleh perluasan massa lesi, pergeseran otak atau hernia. Cedera
otak menyebar dikaitkan dengan kerusakan yang menyebar secara luas dan
terjadi dalam empat bentuk yaitu: cedera akson menyebar, kerusakan otak
hipoksia, pembengkakan otak menyebar, hemoragi kecil multipel pada seluruh
otak. Jenis cedera ini menyebabkan koma bukan karena kompresi pada batang
otak tetapi karena cedera menyebar pada hemisfer serebral, batang otak, atau
dua-duanya.
5) Pathway
6) Komplikasi
a) Hemorrhagie
b) Infeksi
c) Edema
d) Herniasi
7) Pemeriksaan penunjang
a) CT scan
b) MRI
c) Angiografi cerebral
8) Manifestasi klinis
a) Gangguan kesadaran
b) Konfusi
c) Abnormalitas pupil
d) Awitan tiba-tiba defisit neurologik
e) Perubahan tanda vital
f) Gangguan penglihatan dan pendengaran
g) Disfungsi sensory
h) Kejang otot
i) Sakit kepala
j) Vertigo
k) Gangguan pergerakan
l) Kejang
9) Penatalaksanaan medis
a) Tindakan terhadap peningkatan TIK
i) pemantauan TIK dengan ketat
ii) oksigenasi adekuat
iii) pemberian mannitol
iv) penggunaan steroid
v) peningkatan kepala tempat tidur
vi) bedah neuro
b) Tindakan pendukung lain
i) dukungan ventilasi
ii) pencegahan kejang
iii) pemeliharan cairan, elektrolit, dan keseimbangan nutrisi
iv) terapi antikonvulsan
v) klorpromazin menenangkan pasien
vi) selang nasogastrik
10) Pengkajian
Riwayat kesehatan: waktu kejadian, penyebab trauma, posisi saat
kejadian, status kesadaran saat kejadian, pertolongan yang diberikan segera
setelah kejadian.
1. Pemeriksaan fisik
a. Sistem respirasi : suara nafas, pola nafas (kusmaull, cheyene
stokes, biot, hiperventilasi, ataksik)
b. Kardiovaskuler : pengaruh perdarahan organ atau pengaruh PTIK
c. Sistem saraf : Kesadaran GCS, fungsi saraf kranial trauma yang
mengenai/meluas ke batang otak akan melibatkan, penurunan
fungsi saraf kranial.
d. Fungsi sensori-motor adakah kelumpuhan, rasa baal, nyeri,
gangguan diskriminasi suhu, anestesi, hipestesia, hiperalgesia,
riwayat kejang.
e. Sistem pencernaan, bagaimana sensori adanya makanan di mulut,
refleks menelan, kemampuan mengunyah, adanya refleks batuk,
mudah tersedak. Jika pasien sadar tanyakan pola makan?
f. Waspadai fungsi ADH, aldosteron : retensi natrium dan cairan.
g. Retensi urine, konstipasi, inkontinensia.
h. Kemampuan bergerak : kerusakan area motorik hemiparesis/plegia,
gangguan gerak volunter, ROM, kekuatan otot.
i. Kemampuan komunikasi : kerusakan pada hemisfer dominan
disfagia atau afasia akibat kerusakan saraf hipoglosus dan saraf
fasialis.
j. Psikososial data ini penting untuk mengetahui dukungan yang
didapat pasien dari keluarga.