Anda di halaman 1dari 11

TUGAS REVIEW ARTIKEL JURNAL

MASALAH GIZI PADA ORANG LANJUT USIA

NUTRITIONAL STATUS OF FRAIL ELDERLY

OLEH :

ULIYANTI
NIM. S531508049

PROGRAM PASCASARJANA ILMU GIZI


UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2015
1. IDENTITAS JURNAL/ ARTIKEL
JUDUL ARTIKEL : NUTRITIONAL STATUS OF FRAIL ELDERLY
PENELITI/ PENULIS : 1. JAROCH A. (Department and Clinic of Geriatrics,
Nicolaus Copernicus University Collegium Medicum,
Bydgoszcz, Poland)
2. KEDZIORA-KORNATOWSKA K. (Department and
Institute of Nutrition and Dietetics, Nicolaus
Copernicus University Collegium Medicum, Bydgoszcz,
Poland).
NAMA JURNAL : PROGRESS IN HEALTH SCIENCE (International Journal of
Health Sciences)
TERBITAN : VOLUME 4 (2) 2014 PP 144-149
PENERBIT : MEDICAL UNIVERSITY OF BIALYSTOK, POLAND
ISSN : 2083-1617 (CETAK)
eISSN : 2083-6260 (ONLINE)
KORESPONDENSI : Prof. Elbieta Krajewska-Kuak (Editor-in-Chief Progress in
Health Sciences Educational-Scientific Center, Faculty of
Health Sciences, Medical University of Biaystok, Poland.
WEBSITE : http://progress.umb.edu.pl/

2. TUJUAN PEMBELAJARAN
Tujuan Pembelajaran yang dapat diambil :
a. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan pada orang lanjut usia
(LANSIA).
b. Untuk mengetahui hubungan aktivitas fisik terhadap Frailty Syndrome pada orang
LANSIA.
c. Untuk mengetahui hubungan asupan gizi dalam mencegah terjadinya Frailty pada orang
LANSIA.

3. PEMBAHASAN
Proporsi orang berusia lebih dari 60 tahun di hampir seluruh dunia meningkat lebih
cepat dibandingkan populasi kelompok umur lainnya. Jumlah penduduk usia lanjut
Indonesia mencapai peringkat lima terbanyak di dunia, yakni 19 juta jiwa pada tahun 2010
dengan usia harapan hidup 69,8 tahun, menjadi sekitar 29 juta jiwa (11,11% dari total
populasi) pada tahun 2020 dengan proporsi perempuan berusia lanjut (11,43%) lebih
banyak dibandingkan laki-laki (10,78%), dan pada tahun 2025 akan meningkat menjadi 36
juta jiwa dengan usia harapan hidup 73,6 tahun. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia
(WHO) menggolongkan lanjut usia menjadi 4 yaitu usia pertengahan (middle age) 45 -59
tahun, lanjut usia (elderly) 60 -74 tahun, lanjut usia tua (old) 75 90 tahun, dan usia sangat
tua (very old) diatas 90 tahun (Kris Pranarka, 2006).

Seiring bertambahnya usia, fungsi fisiologis dari tubuh akan mengalami penurunan
akibat proses degeneratif (penuaan). Menua (menjadi tua atau aging) atau proses penuaan
adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk
memperbaiki diri atau mengganti diri dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya
sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki
kerusakan yang diderita. Dalam artikel Kris Pranarka (2006) Menua didefiniskan sebagai
proses yang mengubah seorang dewasa sehat menjadi seorang yang rapuh dengan
berkurangnya sebagian besar cadangan sistem fisiologis dan meningkatnya kerentanan
terhadap berbagai penyakit seiring dengan bertambahnya usia. Terjadi berbagai perubahan
fisiologis yang tidak hanya berpengaruh terhadap penampilan fisik, namun juga terhadap
fungsi dan tanggapan pada kehidupan sehari-hari Kesehatan usia lanjut juga sangat
dipengaruhi oleh faktor psikis, sosial dan ekonomi.

Masalah kesehatan usia lanjut merupakan masalah kesehatan yang memiliki


kekhususan. Proses menua mengakibatkan berkurangnya fungsi berbagai organ tubuh
sehingga seringkali berbagai masalah kesehatan terjadi pada satu individu usia lanjut. Usia
lanjut juga sangat rentan terhadap berbagai penyakit akut, serta diperberat dengan kondisi
daya tahan yang menurun. Menurut Setiati, S., (2013) Masalah umum pada proses menua
adalah penurunan fungsi fisiologis dan kognitif yang bersifat progresif serta peningkatan
kerentanan usia lanjut pada kondisi sakit. Laju dan dampak proses menua berbeda pada
setiap individu karena dipengaruhi faktor genetik serta lingkungan (Setiati, S., 2013).

Penyakit dan kesehatan pada usia lanjut tidaklah sama dengan penyakit dan
kesehatan pada golongan populasi usia lainnya, yaitu dalam hal:
(i) Penyakit pada usia lanjut cenderung bersifat multipel, merupakan gabungan antara
penurunan fisiologik/alamiah dan berbagai proses patologik/penyakit;
(ii) Penyakit biasanya berjalan kronis, menimbulkan kecacatan dan secara lambat laun
akan menyebabkan kematian;
(iii) Usia lanjut juga sangat rentan terhadap berbagai penyakit akut, serta diperberat
dengan kondisi daya tahan yang menurun;
(iv) Kesehatan usia lanjut juga sangat dipengaruhi oleh faktor psikis, sosial dan ekonomi,
dan
(v) Pada usia lanjut seringkali didapat penyakit iatrogenik (akibat banyak obat-obatan
yang dikonsumsi).

Penyakit pada usia lanjut cenderung bersifat multi aspek, merupakan gabungan
antara penurunan fisiologik/alamiah dan berbagai proses patologik/penyakit. Menurut The
National Old Peoples Council di Inggris, penyakit atau gangguan umum pada lanjut usia ada
12 macam yaitu depresi mental, gangguan pendengaran, bronkitis kronis, gangguan pada
tungkai atau sikap berjalan, gangguan pada koksa atau sendi panggul, anemia, gangguan
penglihatan, ansietas atau kecemasan, dekompensasi kordis, diabetes melitus,
osteomalasia, dan hipotiroidisme, serta gangguan defekasi (Kris Pranarka, 2006).

Hasil studi-studi terbaru membuktikan bahwa nutrisi dan gaya hidup adalah faktor
determinan utama dalam lingkungan karena memiliki peran penting dalam kerusakan
genom dan selular yang menjadi penyebab fundamental berkurangnya fungsi dan
meningkatnya kecenderungan untuk menjadi renta (frailty) yang menjadi karakteristik
penuaan (Gessal, J dan Utari, W., 2013).

FRAILTY SYNDROME PADA ORANG LANJUT USIA


Frailty Syndrome (FS) adalah suatu sindroma geriatrik dengan karakteristik
berkurangnya kemampuan fungsional dan fungsi adaptasi yang diakibatkan oleh degradasi
fungsi berbagai sistem dalam tubuh, serta meningkatnya kerentanan terhadap berbagai
macam tekanan; kesemuanya ini menurunkan performa fungsional dan status kesehatan
seseorang (Gessal, J dan Utari, W., 2013).

Kriteria diagnosis sindrom frailty menurut The Frailty Task Force dari American
Geriatric Society adalah bila terdapat tiga dari lima gejala berikut: penurunan berat badan
yang tidak diinginkan (4-5 kg dalam 1 tahun); kelelahan yang disadari sendiri; kelemahan
(kekuatan genggam tangan <20% pada tangan dominan); kecepatan berjalan yang kurang;
dan penurunan aktivitas fisik (<20% pengeluaran kalori) (Setiati, S., 2013).

Prevalensi frailty menurut The Cardiovascular Health Study mencapai 7% pada usia
lanjut di masyarakat berusia 65 tahun ke atas dan mencapai 30% pada usia lanjut 80 tahun
atau lebih. Peneltian yang dilakukan Setiati, S., dkk (2013) mendapatkan prevalensi sindrom
frailty pada 270 pasien usia lanjut rawat jalan yakni kondisi pre-frail sebesar 71,1 %
sedangkan frailty sebesar 27,4%. Seseorang dengan kondisi pre-frail dapat berubah menjadi
kondisi frailty atau bahkan membaik menjadi tidak frail. Menurut Jaroch dan Kornatowska
(2014) Aktivitas fisik yang teratur, gaya hidup, asupan protein, mikronutrisi dan vitamin D
dapat mencegah Frailty Syndrome.

HUBUNGAN AKTIVITAS FISIK TERHADAP FRAILTY PADA ORANG USIA LANJUT


Proses menua pada manusia dapat terlihat secara fisik dengan perubahan yang
terjadi pada tubuh berupa penurunan fungsi organ tubuh. Perubahan yang dapat terjadi
antara lain penurunan indera penglihatan dan pendengaran, serta penurunan kemampuan
motorik sehingga dapat mengganggu aktivitas sehari-hari seperti lamban dalam berjalan
ataupun berolahraga. Selain itu, Proses penuaan menyebabkan berbagai perubahan pada
fungsi dan struktur otot. Massa otot akan menurun sejalan dengan pertambahan umur,
dengan massa otot yang berkurang, kekuatan dan fungsi otot juga akan menurun secara
signifikan. Kondisi ini menurunnya massa, kekuatan dan atau fungsi otot dikenal sebagai
Sarkopenia (Jaroch dan Kornatowska, 2014).
Berbagai studi membuktikan bahwa latihan fisik atau aktivitas fisik secara teratur
memiliki berbagai keuntungan melalui perbaikan fungsi fisiologis pada usia lanjut. Suatu
studi Cohort yang meneliti 84 subjek pria dan wanita non-diabet menemukan bahwa kadar
sitokin proinflamasi interleukin-6 (IL-6) dan C-Reactive Protein (CRP) pada subjek dengan
aktifitas fisik aktif lebih rendah bila dibandingkan terahadap subjek dengan inaktifitas fisik,
dengan IL-6 sebagai mediator utama Sarkopenia (Tantri, N., dkk 2014).
Tanpa kegiatan fisik pada Lansia; kapasitas kardiorespirasi menurun. Menurut
Setiati, S., (2013) Kurangnya aktivitas fisik menyebabkan down regulation sistem fisiologis
tubuh terutama kardiovaskular dan muskuloskeletal sehingga kondisi sarkopenia menjadi
semakin berat. Perubahan itu menurunkan laju resting metabolism dan total energy
expenditure yang merupakan gambaran khas malnutrisi kronis. Siklus frailty terus berputar
dan akhirnya menyebabkan disabilitas serta ketergantungan
Latihan memberi pengaruh positif terhadap; produktifitas, dan tingkat keluar
masuk kerja. Aktifitas fisik yang teratur mewujudkan perbaikan fisiologis, penampilan lebih
muda dari umur sebenarnya. Perlu dianjurkan untuk melakukan latihan fisik dan ada
fasilitas pendukung untuk melakukan latihan fisik secara teratur. William Evans dan Irwin
Rosenberg (1991) dalam (Gessal, J dan Utari, W., 2013) menjelaskan 50 menit aerobik
memperlambat ketuaan: karena masa tubuh yang tidak berlemak, menimbulkan kekuatan,
rata-rata metabolisme dasar, persentase lemak dalam tubuh, kapasitas aerobic, tekanan
darah, sensitivitas insulin, kepadatan tulang dan regulasi temperatur darah. Selain itu
Penelitian yang dilakukan Messaurina (2007) menyatakan bahwa Fleksibilitas sendi pada
wanita lanjut usia yang melakukan senam bugar lansia paket D berbeda bermakna
dibandingkan wanita lanjut usia yang tidak melakukan senam bugaar lansia dengan nilai
p=0,000. Selain itu, hasil penelitian yang dilakukan Tantri, N., dkk (2014) mengindikasikan
latihan dapat menurunkan resiko kejadian jatuh (fall) pada Lansia. Hasilnya adalah
didapatkan hubungan yang bermakna antara latihan dengan sarkopenia (p=0,031) dengan
OR 1,73 CI 1,007-2,885, sehingga dapat dihitung probabilitas subjek yang tidak melakukan
latihan akan mengalami sarkopenia sebesar 63,37%. Hal terpenting yang perlu
digarisbawahi adalah sarkopenia merupakan faktor kunci dalam patogenesis frailty pada
usia lanjut serta merupakan kondisi yang dapat dimodifikasi.
Aktifitas fisik yang baik bila tidak disertai dengan asupan gizi yang optimal juga tidak
akan berarti, sehingga kebutuhan asupan gizi juga penting untuk mencegah terjadinya
Frailty pada LANSIA. Aktivitas fisik tanpa asupan nutrisi yang baik menyebabkan
keseimbangan protein negatif dan menyebabkan degradasi otot (Setiati, 2013).

HUBUNGAN STATUS GIZI TERHADAP FRAILTY PADA ORANG USIA LANJUT


Pada orang lanjut usia ada dua hal yang perlu diperhatikan yang berkaitan dengan
kebiasaan makannya yaitu pengaruh dari gizi yang tidak bermutu karena tidak cukup
protein, mineral, dan vitamin yang dimakan dan pengaruh makanan yang salah sebagai
akibat salah makan atau terlalu banyak makan. Penyebab Masalah Gizi pada Lansia yaitu :
Perubahan kebiasaan makan, penurunan selera makan, penurunan sensifitas indera perasa
& penciuman, gangguan pencernaan & pengunyahan dan penyakit degeneratif, makanan
yang dikonsumsi kurang baik kuantitas dan kualitas (Kris Pranarka, 2006). Adanya
perubahan dan penurunan selera makan apalagi yang dikonsumsinya kurang berkualitas
maka akan memperburuk keadaan Lansia, karena akan menjadi lemah dan mudah sakit.
Pada lansia penggunaan energi makin menurun karena proses metabolisme basalnya makin
menurun (Wirakusumah, 2000). Sebaliknya konsumsi makanan sumber protein, vitamin,
dan mineral perlu ditingkatkan baik jumlah maupun mutunya.
Nutrisi yang berperan pada sarkopenia adalah protein, vitamin D, antioksidan,
selenium, vitamin E, dan C (Setiati, S, 2013). Protein merupakan nutrisi utama yang
berperan pada sarkopenia. Hasil penelitian Tieland M, et, al (2013) dalam Jaroch dan
Kornatowska, (2014) melakuan percobaan dengan subjek 65 orang lansia Frail (frail elderly)
yang dipilih secara acak dan kemudian dikelompokan menjadi dua kelompok yaitu
kelompok plasebo dan kelompok yang diberi suplemen protein. Asupan suplemen protein
diberikan sebanyak 15 gr pada waktu sarapan dan 15 gram pada saat makan siang. Setelah
24 minggu menunjukan adanya peningkatan massa otot dari 47.2 kg (95% CI, 43.5-50.9)
menjadi 48.5 kg (95% CI, 44.8-52.1) pada kelompok lansia yang diberi suplemen protein
sedangkan pada kelompok plasebo tidak mengalami perubahan.
Asupan protein yang dianjurkan untuk orang dewasa adalah 0,8 g/kg berat
badan/hari. Orang usia lanjut umumnya mengonsumsi protein kurang dari angka
kecukupan gizi (AKG). Penelitian multisenter di 15 propinsi di Indonesia mendapatkan
bahwa 47% usia lanjut mengonsumsi protein kurang dari 80% AKG (Setiati, S, dkk., 2007).
Proporsi protein yang adekuat merupakan faktor penting; bukan dalam jumlah besar pada
sekali makan. Hal penting lainnya adalah kualitas protein yang baik, yaitu protein sebaiknya
mengandung asam amino esensial. Leusin adalah asam amino esensial dengan kemampuan
anabolisme protein tertinggi sehingga dapat mencegah sarkopenia. Leusin dikonversi
menjadi hydroxy-methyl-butyrate (HMB). Suplementasi HMB meningkatkan sintesis protein
dan mencegah proteolisis.
Nutrisi kedua yang berperan penting pada sarkopenia dan kekuatan massa otot
adalah vitamin D. Orang usia lanjut berisiko mengalami defisiensi vitamin D. Penelitian yang
dilakukan Setiati, S, dkk (2013) mendapatkan prevalensi defisiensi vitamin D pada usia
lanjut sebesar 35,1%. Rendahnya kadar vitamin D memiliki risiko 4 kali lipat untuk menjadi
frailty. Sebuah studi/ penelitian yang dilakukan di Italia, dimana pada penelitian tersebut
bertujuan untuk mengkaji hubungan rendahnya asupan vitamin D dengan Frilty sindrom.
Hasil penelitiannya mengindikasikan bahwa dari 561 wanita (usia rata-rata 75,6) dan Pria
444 (Usia rata-rata 74,2). Pada wanita diberi vitamin D rata-rata 33,4 nmol/ L dan Pria 48,5
nmol/ L. Hasilnya menunjukan 11,7% wanita mengalami prevalensi Fraily sedangkan pria
yang mengalami prevalensi Frail sebanyak 8,9%. Selanjutnya, 43,6% wanita mengalami Frail
sedang (Pre-Frail) dan 35,6% Pria mengalami Frail sedang (Pre-Frail) (Jaroch A., and
Kornatowska, K., 2014). Hasil penelitian tersebut mengindikasikan Lansia yang diberi
asupan Vitamin D lebih tinggi memiliki resiko prevalensi Frail yang rendah.
Suplementasi vitamin D pada usia lanjut dengan defisiensi vitamin D bermanfaat
untuk mencegah sarkopenia, penurunan status fungsional, dan risiko jatuh. Sumber vitamin
D banyak didapatkan pada ikan salmon, tuna, dan makarel. Pajanan sinar matahari juga
merupakan salah satu sumber vitamin D, namun letak geografis, waktu berjemur,
kandungan melanin dalam kulit, dan penggunaan tabir surya dapat memengaruhi
kandungan vitamin D. Salah satu bentuk vitamin D adalah alfacalcidol yang merupakan
analog vitamin D non-endogen. Alfacalcidol bermanfaat untuk mencegah jatuh,
meningkatkan keseimbangan, fungsi dan kekuatan otot (Setiati, S., 2013).

4. SIMPULAN DAN SARAN


4.1. Simpulan
Simpulan yang dapat diambil dari hasil review artikel penelitian ini adalah sebagai
berikut :

a. Faktor penyebab penyakit pada usia lanjut cenderung bersifat multi aspek yang
merupakan gabungan antara penurunan fisiologik/alamiah dan berbagai proses
patologik/penyakit, serta sosial ekonomi.
b. Aktivitas fisik menjadi modalitas utama dalam pencegahan sarkopenia dan frailty.
c. Asupan Nutrisi terutama protein dan vitamin D serta makronutrient pada usia lanjut
berperan efektif dalam mencegah terjadinya Frailty.

4.2. Saran/ Rekomendasi


Untuk mencegah terjadinya Frailty pada orang Lanjut usia, maka disarankan untuk
memiliki pola makan yang baik dengan : meningkatkan asupan nutrisi terutama protein dan
Vitamin D serta mikronutrisi lainnya yang diimbangi dengan tetap aktif secara fisik. Selain
itu, perlu juga berperilaku hidup sehat dan mengendalikan stress, melatih otak, tetap
bersosialisasi, mencari nilai-nilai sprituil, memeriksakan kesehatan secara teratur.

5. DAFTAR PUSTAKA:

Gessal, J. dan Utari, W., 2013. Latihan Fisik Pada Frailty Syndrome. Jurnal Biomedik (JBM),
Volume 5, Nomor 3, November 2013, hlm. 133-141.
Jaroch A., and Kornatowska, K., 2014. Nutritional status frail elderly. Progress Health
Science Journal, Volume 4, No. 2 pp. 144-149.
Kris Pranarka, 2006. Penerapan Geriatrik Kedokteran Menuju Usia Lanjut Yang Sehat.
Universa Medicina. Volume 25 [4] Oktober-Desember. pp. 187-197.
Messaurina, 2007. Pengaruh Senam lansia Terhadap Fleksibilitas Sendi dan Kekuatan Otot
pada Wanita Lanjut Usia. Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta.Yogyakarta
Setiati S, Harimurti K, Dewiasty E, Istanti R, Sari W, Verdinawati T., 2013. Prevalensi
geriatric giant dan kualitas hidup pada pasien usia lanjut yang dirawat di
Indonesia: penelitian multisenter. In Rizka A (editor). Comprehensive prevention &
management for the elderly: interprofessional geriatric care. Jakarta: Perhimpunan
Gerontologi Medik Indonesia; 2013:183
Setiati S, Oemardi M, Sutrisna B, Supartondo. The role of ultraviolet-B from sun exposure
on 25(OH)D and parathyroid hormone level in elderly women in Indonesia. Asian J
Gerontol Geriatr. 2007;2:15-22.
Setiati, S., 2013. Geriatric Medicine, Sarkopenia, Frailty dan Kualitas Hidup Pasien
Usia Lanjut: Tantangan Masa Depan Pendidikan, Penelitian dan
Pelayanan Kedokteran di Indonesia. eJKI. Volume 1, No. 3, Desember 2013.
Tantri, N., Sri Sunarti, Gadis Nurlaila, Djoko Wahono S., 2014. Sarkopenia, Latihan, dan
Kejadian Jatuh (Falls) pada Populasi Lanjut Usia. Jurnal Kedokteran Brawijaya, Vol.
28, No. 1, Februari 2014.
6. LAMPIRAN

Lampiran 1. Artikel 1
Lampiran 2. Artikel 2

Anda mungkin juga menyukai