Anda di halaman 1dari 6

EPILEPSI

Latar Belakang

Serangan epilepsi dapat disebabkan oleh berbagai macam penyakit. Tiap kelainan
atau tiap penyakit yang menggangu fungsi otak dapat mengakibatkan terjadinya
serangan epilepsi. Radang otak, penyakit pembuluh darah diotak, cedera otak,
tumor diotak, kelainan yang dibawa lahir, gangguan metabolisme, gangguan
elektrolik, penyakit penyakit degeneratif, semuanya ini dapat mengakibatkan
terjadinya epilepsi.
Banyak penderita epilepsi yang penyebabnya tidak diketahui. Kata asing yang
digunakan untuk menyatakan tidak diketahui ialah idiopatik. Epilepsi yang tidak
diketahui penyebabnya disebut pula sebagi epilepsi idiopatik(Harsono,2007).
Banyak pula penderita epilepsi yang penyebabnya merupakan akibat lanjut usia
atau sisa dari penyakit yang pernah dideritanya, misalnya: cedera otak, radang
otak. Kita mengenal epilepsi secara trauma otak, epilepsi pasca radang otak.

Pengertian
Epilepsi adalah gangguan kronik otak dengan ciri timbulnya gejala-gejala yang
datang dalam serangan serangan, berulang ulang yang disebabkan lepas muatan
listrik abnormal sel-sel saraf otak yang bersifat reversible dengan berbagai
etiologi(Harsono,2007).Serangan adalah suatau gejala yang timbulnya tiba-tiba
dan menghilang secara tiba-tiba pula.
Epilepsi juga dapat diartikan suatu gejala atau manifestasi lepasnya muatan listrik
yang berlebihan di sel neuron saraf pusat yang dapat menimbulkan hilangnya
kesadaran, gerakan involunter, fenomena sensorik abnormal, kenaikan aktivitas
otonom dan berbagai gangguan fisik(Harsono,2007).

Faktor Presipitasi
Faktor Presipitasi adalah faktor yang mempermudah terjadinya serangan, yaitu:
1. Faktor sensoris : cahaya yang berkedap-kedip, bunyi-bunyi yang
mengejutkan, air panas.
2. Faktor sistemis : demam, penyakit infeksi, obat-obat tertentu misalnya
golongan fenoliazin, klorpropamid, hipoglikeumia, kelelahan fisik.
3. Faktor mental : stres, gangguan emosi(Sidharta,1999).
Etiologi
a. Idiopatik :sebagian besar epilepsi pada anak adalah epilepsi idiopatik.
b. Faktor herediter :ada beberapa penyakit yang bersifat herediter yang disertai
bangkitan kejang seperti sklerosis liberosa, neurofikromatosis, angiomomatosis
ensefarotrigeminal, fenilketunoria, hipoparatiradisme, hipoglikeumia.
c. Faktor Genetik :pada kejang demam dan breath holding spell
d. Kelainan konginetal otak :atrofi, forensafali, agenesis korpus kolosum
e. Gangguan metabolik :hipoglikeumia, hipokalsemia, hiponatremia,
hipernatremia.
f. Infeksi :radang yang disebabkan bakteri atau virus pada oto dan selaputnya,
foksoplasmosis
g. Trauma :kontusioserebri, hemaloma subaraknoid, hemaloma subdural.
h. Neoplasma otak dan selaputnya
i. Kelainan pembuluh darah, malformasi, penyakit kolagen.
j. Keracunan :timbal (PB), kamper (kapur Barus) fenotiazin, air.
k. Lain-lain :penyakit darah, gangguan keseimbangan hormon , degenerasi
serebral dan lain-lain.

Patofisiologi
Secara umum, epilepsi terjadi arena menurunnya potensial membran sel saraf
akibat proses patologik dalam otak, gaya mekanik atau tosik, yang selanjutnya
menyebabkan terlepasnya muatan listrik dari sel saraf tersebut. Penimbunan
acetilkolin setempat harus mencapai konsentrasi tertentu untuk dapat
merendahkan potensial membran sehingga lepas muatan listrik dapat
terjadi(Elizabeth,2001).
Pada epilepsi (diopatik, tipe grand mal, secara primer muatan listrik dilepaskan
oleh nuklea intralaminares talami. Input dari vortex selebri melalui lintasan aferen
aspesifik itu menentukan dengan kesadaran bila mana sama sekali tidak ada input
maka timbulah koma(Elizabeth,2001).
Pada grand mal, oleh karena sebab yang belum dapat dipastikan, terjadilah
lepas muatan listrik dari inti-inti intralaminan talamik secara berlebihan.
Perangsanagn talamortikalyang berlebihan ini menghasilkan kejang seluruh tubuh
dan sekaligus menghalangi sel-sel saraf yang memelihara kesadaran menerima
imfulse aferen dari dunia luar sehingga kesadaran hilang(Elizabeth,2001).

Manifestasi Klinis
Epilepsy (ILAE) tahun 1981, klasifikasi epilepsi sebagai berikut :
I. Sawan Parsial (Fokal, lokal)
A.Sawan Parsial Sederhana, sawan parsial dengan kesadaran tetap normal
1.Dengan gejala motorik
a.Fokal motorik tidak menjalar ; sawan terbatas pada satu bagian
tubuh.
b.Fokal motorik menjalar : sawan dimulai dari bagian tubuh dan
menjalar meluas kedaerah lain.

2.Dengan gejala somatosensoris : sawan disertai halusinasi sederhana


yang mengenai kelima panca indera dan bangkitan yang disertai vertigi
a.Somatosensoris : timbul rasa kesemutan atau seperti ditusuk-tusuk
jarum.
b.Visual : terlihat cahaya
c.Diserti Vertigo
3.Dengan gejala atau tanda gangguan saraf otonom (Sensasi
efigastrium, pucat, berkeringat, membera, piloereksi, dilatasi pupil)
4.Dengan gejala psikis
a.Disfasia : gangguan bicara misalnya mengulang suku kata,
kata atau bagian klimat.
b.Disemnesia ; gangguan proses ingatan misalnya seperti sudah
mengalkami, mendengar, melihat atau sebaliknya tidak pernah mengalami
c.Kognitif : gangguan orientasi waktu, meras diri berubnah
d.Apektif : merasa sangat senang, susah, marah, takut
e.Ilusi : perubahan persepsi benda yang dilihat tampak lebih kecil
atau lebih besar
f.Halusinasi : mendengar ada yang bicara, musik, melihat suatu
penomena tertentu dan lain-lain(Harsono,2007).

B. Sawan Parsial Kompleks (disertai gangguan kesadaran)


1.Serangan Parsial sederhana diikuti gangguan kesadaran:
a.keasadaran mula-mula baik kemudian menurun
b.Dengan gejala parsial sederhana
c.Dengan automatisme, yaitu gerakan-gerakan, prilaku yang timbul
dengan sendirinya
2.Dengan penurunan kesadaran sejak serangan, kesadaran menurun
sejak permulaan serangan.
a.Hanya dengan penurunan kesadaran
b.Dengan automatisme(Harsono,2007).

C. Sawan Parsial yang berkembang menjadi bangkitan umum (Tonik klonik,


tonik, klonik)
1.Sawan parsial sederhana yang berkembang menjasdi bangkitan umum
2.Sawan parsial kompleks yang berkembang menjadi nbangkitan umum
3.Sawan parsial sedrhan yang menjadi bangkitan parsial kompleks lalu
berkembang menjadi bangkitan umum.
4.Sawan Umum (Konvulsif atau nonkonvulsif)(Harsono,2007).
II. Sawan Umum
A.1. Sawan Lena (Absance)
Pada sawan ini, kegiatan yang sedang dikerjakan terhenti, muka tampak
membengong, bola mata dapat memutar keatas, tidak ada reaksi bila diajak
bicara.
2. Lena Tak Khas
Dapat disertai,
a. Gangguan tonus yang lebih jelas
b. Permulaan dan berakhirnya bangkitan tidak mendadak(Harsono,2007).

B. Sawan Mioklonik
Terjadi kontraksi mendadak, sebentar, dapat kuat atau lemah sebagian
otot atau semua otot. Otot, sekali atau berulang-ulang. Bangkitan ini dapat
dijumapai pada semua umur(Harsono,2007).

C. Sawan Klonik
Pada sawan ini tidak ada komponen tonik, hanya terjadi kejang kelojot.
Dijumpai terutama sekali pada anak-anak(Harsono,2007).

D. Sawan Tonik
Pada sawan ini tidak ada komponen klonik, oto-otot hanya menjadi
kaku, juga terdapat pada anak(Harsono,2007).

E. Sawan Tonik Klonik


Sawan ini sering dijumpai pada umur diatas balita yang terkenal
dengan nama grand mal. Pasien mendadak jatuh pingsan, otot-otot seluruh
badan kaku. Mungkin pula pasien kencing ketika mendapat
serangan(Harsono,2007).

F. Sawan Atonik
Pada keadaan ini otot-otot seluruh badan mendadak melemas sehingga
pasien terjatuh, kesadaran dapat tetap baik atau menurun sebentar. Sawan
ini terutama sekali dijumpai pada anak-anak(Ngastiyah, 1997).

III. Sawan Tak Tergolongkan


Termasuk golongan ini ialah bangkitan pada bayi berupa gerakan bola mata
yang ritmik, megunyah-ngunyah gerakan seperti berenang, menggigil, atau
pernafasan yang mendadak terhenti sementara(Harsono,2007).

Mekanisme terjadinya bangkitan epilepsi:


Pada fokus epilepsi dikorteks serebri terjadi letupan yang timbul kadang-
kadang, secara tiba-tiba, berlebihan dan cepat; letupan ini menjadi bangkitan
umum bila neuron normal disekitarnya terkena pengaruh letupan tersebut. Konsep
ini masih tetap dianut dengan beberapa perubahan kecil. Adanya letupan
depolarisasi abnormal yang menjadi dasar diagnosis diferensial epilepsi memang
dapat dibuktikan. Fokus epilepsi dapat tetap tenang selama masa yang cukup
panjang, sehingga tidak timbul gejala apapun; tetapi dalam masa tenang pun
dengan EEG, akan terekam letupan listrik yang bersifat intermiten. Sekalipun
letupan depolarisasi yang menyebabkan bangkitan dapat terjadi spontan, berbagai
perubahan fisiologis dapat menjadi pencetus letupan depolarisasi. Penjalaran
letupan depolarisasi keluar daerah fokus, biasanya dihambat oleh mekanisme
inhibisi normal, tetapi perjalanan ini dapat diperlancar dengan perubahan
fisiologis.
Patologi
Fenomena biokimia sel saraf yang menandai epilepsi :
1. Ketidakstabilan membran sel saraf.
2. Neuron hypersensitif dengan ambang menurun.
3. Polarisasi abnormal.
4. Ketidakseimbangan ion(Ngastiyah, 1997).

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK.
Pemeriksaan laboratorium :
Pemeriksaan darah rutin, darah tepi dan lainnya sesuai indikasi misalnya kadar
gula darah, elektrolit. Pemeriksaan cairan serebrospinalis (bila perlu) untuk
mengetahui tekanan, warna, kejernihan, perdarahan, jumlah sel, hitung jenis sel,
kadar protein, gula NaCl dan pemeriksaan lain atas indikasi(Sidharta,1999).
Pemeriksaan EEG :
Pemeriksaan EEG sangat berguna untuk diagnosis epilepsi. Ada kelainan berupa
epilepsiform discharge atau epileptiform activity), misalnya spike sharp wave,
spike and wave dan sebagainya. Rekaman EEG dapat menentukan fokus serta
jenis epilepsi apakah fokal, multifokal, kortikal atau subkortikal dan sebagainya.
Harus dilakukan secara berkala (kira-kira 8-12 % pasien epilepsi mempunyai
rekaman EEG yang normal)( Sidharta,1999).
Pemeriksaan radiologis :
Foto tengkorak untuk mengetahui kelainan tulang tengkorak, destruksi tulang,
kalsifikasi intrakranium yang abnormal, tanda peninggian TIK seperti pelebaran
sutura, erosi sela tursika dan sebagainya.
Pneumoensefalografi dan ventrikulografi untuk melihat gambaran ventrikel,
sisterna, rongga sub arachnoid serta gambaran otak.
Arteriografi untuk mengetahui pembuluh darah di otak : anomali pembuluh darah
otak, penyumbatan, neoplasma / hematome/ abses(Sidharta,1999).

Pengobatan
Antikonvulsi atau antiepileptika
Antikonvulsi merupakan golongan obat yang digunakan untuk mencegah
dan mengobati bangkitan epilepsi. Golongan obat ini lebih tepat dinamakan
antiepilepsi sebab obat ini jarang digunakan untuk gejala konfulsi penyakit lain.
Epilepsi adalah nama umum sekelompok gangguan atau penyakit susunan saraf
pusat yang timbul spontan dengan episode singkat, dengan gejala utama
kesadaran menurun sampai hilang. Bangkitan ini biasanya disertai kejang
(konvulsi), hiperaktifitas otonomik, gangguan sensorik atau psikis dan selalu
disertai gambaran letupan EEG abnormal dan ekasesif. Berdasarkan gambaran
EEG, epilepsi dapat dinamakan distritmia serebral yang bersifat
paroksismal(Tjay,2003).
Mekanisme kerja antiepilepsi:
Terdapat 2 mekanisme antikonvulsi yang penting yaitu dengan mencegah
timbulnya letupan depolarisasi eksesif pada neuron epileptik dalam fokus epilepsi,
dengan mencegah terjadinya letupan depolarisasi pada neuron normal akibat
pengaruh dari fokus epilepsi. Bagian terbesar antiepilepsi yang dikenal termasuk
golongan terakhir ini(Tjay,2003).
Mekanisme kerja antiepilepsi hanya sedikit yang dimengerti secara baik.
Berbagai obat antiepilepsi diketahui mempengaruhi berbagai fungsi
neurufisiologik otak, terutama yang mempengaruhi sistem inhibisi yang
melibatkan GABA dalam mekanisme kerja berbagai antiepilepsi(Tjay,2003).

Elizabeth, J.Corwin. 2001. Buku Saku Patofisiologi. Cetakan I. Penerbit : EGC,


Jakarta.

Ngastiyah, 1997. Perawatan Anak Sakit. EGC, Jakarta

Harsono.2007.Epilepsi, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta


Sidharta, Priguna M.D.,Ph. D.1999. Neurology klinis dalam praktek umum, Dian
Rakyat, Jakarta. http//epilepsi.web.//www.google.co.id//2011

Tjay, Tan Hoan dan Kirana Rahardja. 2003. Obat-Obat Penting. Jakarta: Elex
Media Komputindo.

Anda mungkin juga menyukai