Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

Infeksi saluran nafas bawah masih tetap merupakan masalah utama dalam

bidang kesehatan, baik di negara yang sedang maupun yang sudah maju.

Pneumonia menyerang 450 juta orang dalam setahun (Wikipedia, 2014). Di

Indonesia, influenza dan pneumonia merupakan penyebab kematian nomor

enam (SEAMIC Health Statistic, 2001). Penyakit infeksi saluran napas bagian

bawah menempati urutan ke 2 sebagai penyebab kematian (Depkes, 2001). Di

negara maju seperti Amerika, insidens pneumonia komuniti adalah 12 kasus

per 1000 orang per tahun dan merupakan penyebab kematian utama akibat

infeksi pada orang dewasa, dan angka kematiannya adalah 15% (PDPI, 2003)

Pneumonia adalah keradangan parenkim paru yang disebabkan

mikroorganisme bakteri, virus, jamur dan parasit. Pneumonia terjadi bila

terjadi ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, mikroorganisme dan

lingkungan. Pneumonia secara umum yang sering terjadi didapat dari

masyarakat (community-acquired pneumonia) dan juga rumah sakit (hospital-

acquired pneumonia). Pneumonia komuniti (community-acquired pneumonia)

merupakan masalah kesehatan yang menyebabkan angka kematian tinggi di

dunia (PDPI, 2003).

Pneumonia merupakan penyakit yang dapat diatasi bila pengobatan sesuai

dengan penyebabnya. Tetapi penyebab pneumonia sulit ditemukan dan

memerlukan waktu beberapa hari untuk mendapatkan hasilnya. Sehingga


pneumonia tetap menjadi masalah kesehatan di negara berkembang maupun

negara maju.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pneumonia

2.1.1 Definisi

Secara kinis pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan paru

yang disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit).

Pneumonia yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis tidak

termasuk. Sedangkan peradangan paru yang disebabkan oleh

nonmikroorganisme (bahan kimia, radiasi, aspirasi bahan toksik, obat-

obatan dan lain-lain) disebut pneumonitis (Soedarsono, 2010).

Pneumonia merupakan penyakit dari paru-paru dan sistem pernapasan

dimana alveoli menjadi radang dan terdapat penimbunan cairan (ATS,

2014)

2.1.2 Epidemiologi

Pneumonia menyerang 450 juta orang dalam setahun (Wikipedia,

2014). Di Indonesia, influenza dan pneumonia merupakan penyebab

kematian nomor enam (SEAMIC Health Statistic, 2001). Penyakit infeksi

saluran napas bagian bawah menempati urutan ke 2 sebagai penyebab

kematian (Depkes, 2001). Di negara maju seperti Amerika, insidens

pneumonia komuniti adalah 12 kasus per 1000 orang per tahun dan

merupakan penyebab kematian utama akibat infeksi pada orang dewasa,

dan angka kematiannya adalah 15% (PDPI, 2003)


2.1.3 Patogenesis

Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme,

yaitu bakteri, virus, jamur dan protozoa. Dari kepustakaan pneumonia

komuniti yang diderita oleh masyarakat banyak disebabkan bakteri Gram

positif, sedangkan pneumonia di rumah sakit banyak disebabkan bakteri

Gram negatif sedangkan pneumonia aspirasi banyak disebabkan oleh

bakteri anaerob. Akhir-akhir ini laporan dari beberapa kota di Indonesia

menunjukkan bahwa bakteri yang ditemukan dari pemeriksaan dahak

penderita pneumonia komuniti adalah bakteri Gram negative.

Dalam keadaan sehat, tidak terjadi pertumbuhan mikroorganisme di paru.

Keadaan ini disebabkan oleh mekanisme pertahanan paru. Apabila terjadi

ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, mikroorganisme dapat

berkembang biak dan menimbulkan penyakit. Resiko infeksi di paru

sangat tergantung pada kemampuan mikroorganisme untuk sampai dan

merusak permukaan epitel saluran napas. Ada beberapa cara

mikroorganisme mencapai permukaan :

1. Inokulasi langsung

2. Penyebaran melalui pembuluh darah

3. Inhalasi bahan aerosol

4. Kolonisasi dipermukaan mukosa

Dari keempat cara tersebut diatas yang terbanyak adalah secara

Kolonisasi. Secara inhalasi terjadi pada infeksi virus, mikroorganisme

atipikal, mikrobakteria atau jamur. Kebanyakan bakteri dengan ukuran 0,5

-2,0 m melalui udara dapat mencapai bronkus terminal atau alveol dan
selanjutnya terjadi proses infeksi. Bila terjadi kolonisasi pada saluran

napas atas (hidung, orofaring) kemudian terjadi aspirasi ke saluran napas

bawah dan terjadi inokulasi mikroorganisme, hal ini merupakan permulaan

infeksi dari sebagian besar infeksi paru. Aspirasi dari sebagian kecil sekret

orofaring terjadi pada orang normal waktu tidur (50 %) juga pada keadaan

penurunan kesadaran, peminum alkohol dan pemakai obat (drug abuse).

Sekresi orofaring mengandung konsentrasi bakteri yang tinggi 10 8-10/ml,

sehingga aspirasi dari sebagian kecil sekret (0,001 - 1,1 ml) dapat

memberikan titer inokulum bakteri yang tinggi dan terjadi pneumonia.

Pada pneumonia mikroorganisme biasanya masuk secara inhalasi atau

aspirasi. Umumnya mikroorganisme yang terdapat disaluran napas bagian

atas sama dengan di saluran napas bagian bawah, akan tetapi pada

beberapa penelitian tidak di temukan jenis mikroorganisme yang sama

(Soedarsono, 2010).

2.1.4 Klasifikasi

Pembagian ini penting untuk memudahkan penatalaksanaan.

1. Berdasarkan klinis dan epidemiologis :

a. Pneumonia komuniti (community-acquired pneumonia)

b. Pneumonia nosokomial (hospital-acquired pneumonia / nosocomial

pneumonia)

c. Pneumonia aspirasi

d. Pneumonia pada penderita Immunocompromised


2. Berdasarkan bakteri penyebab

a. Pneumonia bakterial / tipikal. Dapat terjadi pada semua usia. Beberapa

bakteri mempunyai tendensi menyerang sesorang yang peka, misalnya

Klebsiella pada penderita alkoholik, Staphyllococcus pada penderita pasca

infeksi influenza.

b. Pneumonia atipikal, disebabkan Mycoplasma, Legionella dan

Chlamydia

c. Pneumonia virus

d. Pneumonia jamur sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi

terutama pada penderita dengan daya tahan lemah (immunocompromised)

3. Berdasarkan predileksi infeksi

a. Pneumonia lobaris. Sering pada pneumonia bakterial, jarang pada bayi

dan orang tua. Pneumonia yang terjadi pada satu lobus atau segmen

kemungkinan sekunder disebabkan oleh obstruksi bronkus misalnya : pada

aspirasi benda asing atau proses keganasan

b. Bronkopneumonia. Ditandai dengan bercak-bercak infiltrat pada

lapangan paru. Dapat disebabkan oleh bakteria maupun virus. Sering pada

bayi dan orang tua. Jarang dihubungkan dengan obstruksi bronkus

c. Pneumonia interstisial (PDPI, 2003)


2.2 Pneumonia Komuniti

2.2.1 Definisi

Pneumonia komuniti adalah pneumonia yang didapat di masyarakat.

Pneumonia komuniti ini merupakan masalah kesehatan yang

menyebabkan angka kematian tinggi di dunia (PDPI, 2003)

2.2.2 Etiologi

Menurut kepustakaan penyebab pneumonia komuniti banyak

disebabkan bakteri Gram positif dan dapat pula bakteri atipik. Akhir-akhir

ini laporan dari beberapa kota di Indonesia menunjukkan bahwa bakteri

yang ditemukan dari pemeriksaan dahak penderita pneumonia komuniti

adalah bakteri Gram negatif.

Berdasarkan laporan 5 tahun terakhir dari beberapa pusat paru di Indonesia

(Medan, Jakarta, Surabaya, Malang, dan Makasar) dengan cara

pengambilan bahan dan metode pemeriksaan mikrobiologi yang berbeda

didapatkan hasil pemeriksaan sputum sebagai berikut :

Klebsiella pneumoniae 45,18%

Streptococcus pneumoniae 14,04%

Streptococcus viridans 9,21%

Staphylococcus aureus 9%

Pseudomonas aeruginosa 8,56%

Steptococcus hemolyticus 7,89%

Enterobacter 5,26%

Pseudomonas spp 0,9% (PDPI, 2003)


2.2.3 Diagnosis

Diagnosis pneumonia komuniti didapatkan dari anamnesis, gejala klinis

pemeriksaan fisis, foto toraks dan laboratorium. Diagnosis pasti pneumonia

komuniti ditegakkan jika pada foto toraks trdapat infiltrat baru atau infiltrat

progresif ditambah dengan 2 atau lebih gejala di bawah ini :

Batuk-batuk bertambah

Perubahan karakteristik dahak / purulen

Suhu tubuh > 380C (aksila) / riwayat demam

Pemeriksaan fisis: ditemukan tanda-tanda konsolidasi, suara napas bronkial

dan ronki

Leukosit > 10.000 atau < 4500 (Soedarsono, 2010)

2.2.4 Derajat Penyakit

Penilaian derajat kerahan penyakit pneumonia komuniti dapat dilakukan

dengan menggunakan sistem skor menurut hasil penelitian Pneumonia Patient

Outcome Research Team (PORT) seperti tabel di bawah ini :


Berdasar kesepakatan PDPI, kriteria yang dipakai untuk indikasi rawat inap

pneumonia komuniti adalah:

1. Skor PORT lebih dari 70

2. Bila skor PORT kurang < 70 maka penderita tetap perlu dirawat inap bila

dijumpai salah satu dari kriteria dibawah ini.

Frekuensi napas > 30/menit

Pa02/FiO2 kurang dari 250 mmHg

Foto toraks paru menunjukkan kelainan bilateral

Foto toraks paru melibatkan > 2 lobus

Tekanan sistolik < 90 mmHg

Tekanan diastolik < 60 mmHg

3. Pneumonia pada pengguna NAPZA

Menurut ATS (American Thoracic Society) kriteria pneumonia berat bila

dijumpai salah satu atau lebih kriteria di bawah ini.

Kriteria minor:

Frekuensi napas > 30/menit

Pa02/FiO2kurang dari 250 mmHg

Foto toraks paru menunjukkan kelainan bilateral

Foto toraks paru melibatkan > 2 lobus

Tekanan sistolik < 90 mmHg

Tekanan diastolik < 60 mmHg

Kriteria mayor adalah sebagai berikut :

Membutuhkan ventilasi mekanik

Infiltrat bertambah > 50%


Membutuhkan vasopresor > 4 jam (septik syok)

Kreatinin serum > 2 mg/dl atau peningkatan > 2 mg/dI, pada penderita

riwayat penyakit ginjal atau gagal ginjal yang membutuhkan dialisis

(PDPI, 2003)

Updating dari British Thoracic Society (BTS) tahun 2004, membuat skor

berdasar data parameter yang menyangkut, kesadaran ( Confusion: Defined as

a mental test score of 8 or less, or new disorientation in person, place or time),

frekuensi pernafasan (Respiratory rate >30/min), tekanan darah (Blood

Pressure, SBP < 90 mmHg or DBP 60 mmHg) dan usia (Age 65 years)

yang dikenal dengan CRB-65 score dimana masing-masing gambaran diatas

diberi skor 1 poin sebagai pedoman menentukan penderita pneumonia

menjalani rawat jalan atau rawat inap. Apabila jumlah poin sebesar 0 penderita

cukup rawat jalan, jumlah poin sebesar 1 atau 2 dipertimbangkan menjalani

rawat inap, sedangkan bila poin 3 atau 4 harus segera menjalani rawat inap.

Kriteria perawatan intensif

Penderita yang memerlukan perawatan di Ruang Rawat Intensif adalah

penderita yang mempunyai paling sedikit 1 dari 2 gejala mayor tertentu

(membutuhkan ventilasi mekanik dan membutuhkan vasopressor >4 jam (syok

septik) atau 2 dari 3 gejala minor tertentu (Pa02/FiO2 kurang dari 250 mmHg,

foto toraks paru menunjukkan kelainan bilateral, dan tekanan sistolik < 90

mmHg). Kriteria minor dan mayor yang lain bukan merupakan indikasi untuk

perawatan Ruang Rawat Intensif.

2.2.4 Penatalaksanaan
Dalam hal mengobati penderita pneumonia perlu diperhatikan keadaan

klinisnya. Bila keadaan klinis baik dan tidak ada indikasi rawat dapat diobati

di rumah. Juga diperhatikan ada tidaknya factor modifikasi yaitu keadaan yang

dapat meningkatkan risiko infeksi dengan mikroorganisme pathogen yang

spesifik misalnya S. pneumonia yang resisten penisilin. Yang termasuk dalam

factor modifikasi adalah

a. Pneumokokus resisten terhadap penisilin

Umur lebih dari 65 tahun

Memakai obat-obat golongan P laktam selama tiga bulan terakhir

Pecandu alkohol

Penyakit gangguan kekebalan

Penyakit penyerta yang multipel

b. Bakteri enterik Gram negatif

Penghuni rumah jompo

Mempunyai penyakit dasar kelainan jantung paru

Mempunyai kelainan penyakit yang multipel

Riwayat pengobatan antibiotik

c. Pseudomonas aeruginosa

Bronkiektasis

Pengobatan kortikosteroid > 10 mg/hari

Pengobatan antibiotik spektrum luas > 7 hari pada bulan terakhir

Gizi kurang

Penatalaksanaan pneumionia komuniti dibagi menjadi:


a. Penderita rawat jalan

- Pengobatan suportif / simptomatik

- Istirahat di tempat tidur

- Minum secukupnya untuk mengatasi dehidrasi

- Bila panas tinggi perlu dikompres atau minum obat penurun panas

- Bila perlu dapat diberikan mukolitik dan ekspektoran

Pemberian antiblotik harus diberikan sesuai tabel pemberian antibiotik kurang

dari 8 jam

b. Penderita rawat inap di ruang rawat biasa

- Pengobatan suportif / simptomatik

- Pemberian terapi oksigen

- Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi kalori dan elektrolit

- Pemberian obat simptomatik antara lain antipiretik, mukolitik

- Pengobatan antibiotik harus diberikan sesuai tabel antibiotik kurang dari 8

jam

c. Penderita rawat inap di Ruang Rawat Intensif

- Pengobatan suportif / simptomatik

- Pemberian terapi oksigen

- Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi kalori dan elektrolit

- Pemberian obat simptomatik antara lain antipiretik, mukolitik

- Pengobatan antibiotik sesuai table pemberian antibiotik kurang dari 8 jam

- Bila ada indikasi penderita dipasang ventilator mekanik


Penderita pneumonia berat yang datang ke UGD diobservasi tingkat

kegawatannya, bila dapat distabilkan maka penderita dirawat map di ruang

rawat biasa; bila terjadi respiratory distress maka penderita dirawat di Ruang

Rawat Intensif.

Tabel pemberian antibiotik

Bila dengan pengobatan secara empiris tidak ada perbaikan / memburuk maka

pengobatan disesuaikan dengan bakteri penyebab dan uji sensitivititas (PDPI,

2003)

Terapi Sulih (switch therapy)

Masa perawatan di rumah sakit sebaiknya dipersingkat dengan perubahan obat

suntik ke oral dilanjutkan dengan berobat jalan, hal ini untuk mengurangi biaya

perawatan dan mencegah infeksi nosokomial. Perubahan obat suntik ke oral harus

memperhatikan ketersediaan antibiotik yang diberikan secara iv dan antibiotik


oral yang efektivitinya mampu mengimbangi efektiviti antibiotik iv yang telah

digunakan.

Perubahan ini dapat diberikan secara sequential (obat sama, potensi sama), switch

over (obat berbeda, potensi sama) dan step down (obat sama atau berbeda, potensi

lebih rendah).

Contoh terapi sekuensial: levofioksasin, moksifloksasin, gatifloksasin

Contoh switch over: seftasidin iv ke siprofloksasin oral

Contoh step down amoksisilin, sefuroksim, sefotaksim iv ke cefiksim oral.

Obat suntik dapat diberikan 2-3 hari, paling aman 3 hari, kemudian pada hari ke 4

diganti obat oral dan penderita dapat berobat jalan.

Kriteria untuk perubahan obat suntik ke oral pada pneumonia komuniti :

Tidak ada indikasi untuk pemberian suntikan lagi

Tidak ada kelainan pada penyerapan saluran cerna

Penderita sudah tidak panas 8 jam

Gejala klinik membaik (mis : frekuensi pernapasan, batuk)

Leukosit menuju normal/normal

Evaluasi pengobatan

Jika setelah diberikan pengobatan secara empiris selama 24 - 72 jam tidak ada

perbaikan, kita harus meninjau kernbali diagnosis, faktor-faktor penderita, obat-

obat yang telah diberikan dan bakteri penyebabnya.

2.2.5 Prognosis
Pada umumnya prognosis adalah baik, tergantung dari faktor penderita, bakteri

penyebab dan penggunaan antibiotik yang tepat serta adekuat. Perawatan yang

baik dan intensif sangat mempengaruhi prognosis penyakit pada penderita yang

dirawat. Angka kematian penderita pneumonia komuniti kurang dari 5% pada

penderita rawat jalan , sedangkan penderita yang dirawat di rumah sakit menjadi

20%. Menurut Infectious Disease Society Of America ( IDSA ) angka kematian

pneumonia komuniti pada rawat jalan berdasarkan kelas yaitu kelas I 0,1% dan

kelas II 0,6% dan pada rawat inap kelas III sebesar 2,8%, kelas IV 8,2% dan kelas

V 29,2%. Hal ini menunjukkan bahwa meningkatnya risiko kematian penderita

pneumonia komuniti dengan peningkatan risiko kelas. Di RS Persahabatan

pneumonia rawat inap angka kematian tahun 1998 adalah 13,8%, tahun 1999

adalah 21%, sedangkan di RSUD Dr. Soetomo angka kematian 20 -35%.

BAB III
KASUS

I. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Tn. S
Umur : 54 thn
Jenis kelamin : Laki-laki
Pekerjaan :-
Agama : Islam
Status pernikahan : Menikah
Tanggal MRS : 22 Januari 2016
Tanggal pemeriksaan : 22 Januari 2016
No. Rekam Medis : 029058

II. DATA DASAR


Anamnesa
Keluhan utama : sesak nafas
Riwayat penyakit sekarang:
Pasien datang dengan keluhan sesak sejak 1 hari SMRS. Sesak
sudah dirasakan sejak 2 tahun terakhir disertai batuk berdahak yang
tidak sembuh. Sejak 3 hari SMRS sesak bertambah berat dan pasien
mengeluhkan demam yang naik turun. Demam turun dengan
meminum obat. Pasien tidur dengan 1 bantal. Nafsu makan pasien
menurun. Pasien memiliki riwayat sakit paru dengan mengkonsumsi
obat selama 6 bulan dan sudah dinyatakan sembuh. Pasien sudah
pernah berobat ke RS namun keluhan masih tetap.

Riwayat penyakit dahulu:


Riwayat darah tinggi disangkal.
Riwayat kencing manis disangkal.
Riwayat asma / alergi disangkal.

Riwayat penyakit keluarga:


Riwayat darah tinggi, kencing manis dan asma pada keluarga
disangkal.
Riwayat batuk lama pada keluarga satu rumah didapatkan

Riwayat psikososial:
Pasien merupakan seorang mantan perokok. Sebelum berhenti pasien
merokok 2 pak.

Anamnesa umum (review of system):


Kulit : kuning (-), gatal (-), kemerahan (-)
Kepala : nyeri kepala (-), pusing kepala (-)
Mata : kuning (-), penglihatan kabur (-), nyeri mata (-).
Telinga : pendengaran menurun (-), keluar cairan dari
telinga (-), telinga berdenging (-)
Mulut : perdarahan gusi (-), sakit tenggorokan (-),
sariawan (-)
Hidung dan sinus : mimisan (-), sering pilek( -)
Leher : nyeri (-), tumor (-), pembesaran kelenjar getah
bening (-).
Paru : batuk (+) , batuk darah (-), sesak (+)
Jantung : nyeri dada (-), berdebar (-)
Pencernaan : perut sebah (-), nafsu makan berkurang (+),
konstipasi (-)
Saluran kencing : warna kuning, darah (-), nyeri pinggang (-), nyeri
kencing(-), kencing batu (-)
Ekstrimitas : nyeri sendi (-), nyeri tulang (-), bengkak (-)
System syaraf : kejang (-), rasa tebal (-)
Endokrin : sering kencing (-), sering minum (-), keringat
malam (-), penurunan berat badan (-)

III.Pemeriksaan fisik
Status generalis
Keadaan umum : cukup
Kesadaran : compos mentis
Keadaan gizi : cukup
Tensi : 130/80
Nadi : 85x/menit
RR : 52x/menit
Temperature : 38.7 C

Kepala leher : anemia (-), icterus (-), sianosis (-), dispneu (+),
pembesaran KGB (-), peningkatan tekanan vena
jugularis (-)
Thorax
Umum : tidak didapatkan kelainan
Bentuk : simetris
Pergerakan dada : simetris, retraksi (+)
ICS : tidak ada pelebaran maupun penyempitan
Kulit dada : tidak didapatkan kelainan
Kulit punggung : tidak didapatkan kelainan
Axilla : pembesaran KGB (-)
Skeleton : gibbus (-)

Paru-paru
Inspeksi
Jenis Depan Belakang
pemeriksaan
Kanan Kiri Kanan Kiri
Bentuk Simetris Simetris Simetris Simetris
Pergerakan Simetris Simetris Simetris Simetris

Palpasi
Jenis Depan Belakang
pemeriksaan
Kanan Kiri Kanan Kiri
Pergerakan Simetris Simetris Simetris Simetris
Fremitus Normal Normal Normal Normal
raba
Nyeri - - - -

Perkusi
Jenis Depan Belakang
pemeriksaan
Kanan Kiri Kanan Kiri
Suara ketok Sonor Sonor Sonor Sonor
Nyeri ketok - - - -
Kronig Normal Normal Normal Normal
isthmus

Auskultasi
Jenis Depan Belakang
pemeriksaan
Kanan Kiri Kanan Kiri
Suara nafas Vesikuler Vesikuler Vesikuler Vesikuler
Vesikuler Vesikuler Vesikuler Vesikuler
Vesikuler Vesikuler Vesikuler Vesikuler
Suara Normal Normal Normal Normal
percakapan
Ronkhi + + + +
+ + + +
+ + + +
Wheezing - - - -
- - - -
Jantung dan system kardiovaskuler
Inspeksi
Iktus cordis : tidak tampak
Pulsasi jantung : tidak tampak

Palpasi
Iktus : teraba di garis ICS V MCL sinistra
Pulsasi jantung : teraba pada daerah iktus kordis
Suara yang teraba : tidak ada
Getaran ( thrill) : tidak ada
Perkusi
Batas kanan : parasternal line dextra ICS IV
Batas kiri : ICS V MCL sinistra

Auskultasi
Suara 1, suara 2 : tunggal, normal
Suara tambahan : murmur (-), gallop (-), ekstrasistole (-)

Abdomen
Inspeksi : supel, umbilicus tampak datar
Auskultasi : bising usus normal
Palpasi
Nyeri tekan : tidak dirasakan
Hepar : tidak teraba
Lien : tidak teraba
Ginjal : tidak teraba
Nyeri ketok ginjal : Tidak didapatkan

Perkusi : suara timpani seluruh area abdomen

Pelvis dan genitalia


Tidak dievaluasi

Ekstrimitas : akral teraba hangat kering merah,


edema (-), CRT <2

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Labotarium (22 Januari 2016)

Pemeriksaan Hasil Nilai Normal


Hemoglobin 12.4 12.0-16.0 g/dL
Hitung Eritrosit 4.61 4.0-5.0 jt/uL
Hematokrit 34 36-48 %
MCV 73.0 84-96 fL
MCH 26.8 28-34 pg/cell
MCHC 36.9 32-36 g/dL
RDW 13.2 11.5-14.5 %
Hitung Leukosit 16.5 5.0-10.0 x103/uL
Hitung Jenis
Limfosit 8 25-33 %
Monosit 5 2-5 %
Granulosit 87 42-74 %
Hitung Trombosit 132 150-450 x103/uL
MPV 7.6 72-11.1/fL
Pemeriksaan Foto Thorax
Gambaran peradangan paru
V. DIAGNOSIS KERJA
Community Acquired Pneumonia pada bekas TB DD TB kambuh
SOPT
VI. PLANNING
22 Januari 2016
Dx: Foto Thorax PA
Tx:
IVFD RL 21 tpm
Inj Ceftriaxone 2gr / 24jam
Inj Antrain 3x1 gr
Levofloxacin 1x 500 mg
Mx: Vital sign

VII. FOLLOW UP
23 Januari 2016
S: Batuk (+), diare > 5x
O: RR: 30x/menit
Ronchi +/+, wh -/-
A: CAP dd Tuberculosis
P: Oralit tiap diare
Terapi tetap

24 Januari 2016
S: Batuk (+), keluhan lain (-)
O: RR: 20x/menit
Ronchi -/-, wh -/-
A: CAP dd Tuberculosis
P: KRS pasien APS

VIII. DIAGNOSIS AKHIR


Community Acquired Pneumonia
DAFTAR PUSTAKA

ATS, 2014. Pneumonia [Disitasi 2 Februari 2014].Tersedia dari:


http://www.thoracic.org/education/breathing-in-america/resources/chapter-15-
pneumonia.pdf

PDPI, 2003.Pneumonia Komuniti. [Disitasi 2 februari 2014].Tersedia dari:


http://www.klikpdpi.com/konsensus/konsensus-
pneumoniakom/pnkomuniti.pdf

SEAMIC Health Statistic, 2001. SEAMIC Health Statistics; 72

Soedarsono, 2010. Pneumonia. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru. Departemen


Ilmu Penyakit Paru FK Unair-RSUD Dr. Soetomo.

Wikipedia, 2014. Pneumonia. [Disitasi 2 februari 2014].Tersedia dari:


http://en.wikipedia.org/wiki/Epidemiology_of_pneumonia
LAMPIRAN 2

Anda mungkin juga menyukai